top of page

Sejarah Indonesia

Protes Haji Misbach Di Tengah Wabah Pes

Protes Haji Misbach di Tengah Wabah Pes

Kebijakan pemerintah kolonial terkait wabah pes di Surakarta memberatkan rakyat. Haji Misbach mengorganisir kampanye penolakan.

6 April 2020

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Perbaikan rumah penduduk untuk mencegah penyebaran pes menjadi salah satu kebijakan pemerintah. (Tropenmuseum).

Dari Malang, wabah pes yang muncul sejak 1910 mulai menjalar ke berbagai daerah di Jawa Timur, Jawa Tengah, hingga Jawa Barat. Di Surakarta, penyakit pes mulai muncul pada 1913 dan mulai merebak secara masif setahun setelahnya.


Kasus pertama berasal dari orang Belanda yang merupakan pendatang dari perkebunan tebu di Pasuruan. Ia meninggal karena pes di Stasiun Kereta Api Jebres, Surakarta dan sejak itu penyakit pes mulai menulari orang-orang Sala.


Maret 1915, epidemi pes pecah di Kota Surakarta. “Wabah pes yang semula hanya berkembang di wilayah kota kemudian menyebar keluar kota itu,” tulis Wasino dalam Kapitalisme Bumiputera, Perubahan Masyarakat Mangkunegaran.


Salah satu kebijakan pemerintah kolonial untuk memberantas wabah ialah dengan program perbaikan rumah penduduk. Namun, biaya perbaikan rumah dibebankan kepada penduduk atau menggunakan dana pinjaman dari pemerintah. Kebijakan ini memberatkan rakyat yang tidak mampu. Apalagi, berbagai kebijakan administratif yang berlebihan juga dikeluarkan oleh pemerintah.


Hal ini kemudian menyulut perlawanan Insulinde, organisasi lanjutan Indische Partij, lewat Haji Misbach. Haji Misbach bergabung dengan Insulinde Surakarta pada Maret 1918. Pada bulan yang sama, mereka membentuk satu komite untuk menyelidiki kegelisahan penduduk akibat kebijakan pemerintah itu.


Misbach sebagai wakil aktif di Kauman kemudian menjadi tokoh utama komite. Pada saat yang bersamaan, wabah pes terus menyebar di Kota Surakarta hingga ke kawasan Kartasura dan Delanggu.


“Pemimpin Insulinde Surakarta menunjuk Misbach sebagai komisaris dan memberi wewenang mengadakan rapat umum propaganda melawan tindakan-tindakan pemberantasan wabah pes dari pemerintah dan mendirikan kring (anak cabang, red.) di luar kota Surakarta,” tulis Takashi Shiraishi dalam Zaman Bergerak, Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926.


Misbach kemudian segera mengorganisir Insulinde cabang Kartasura. Insulinde Kartasura diketuai oleh Atmokertanto, seorang pegawai pegadaian dan sekretarisnya H. Bakri, pedagang batik.


Kampanye melawan kewajiban perbaikan rumah dengan biaya pinjaman dari pemerintah lalu dilancarkan. Terutama di wilayah luar Kota Surakarta, penolakan-penolakan digaungkan. Hasilnya ternyata sukses, penduduk kemudian enggan mengembalikan pinjaman pemerintah.

“Sesudah mengadakan rapat umum pada Mei, penduduk Kartasura benar-benar berhenti mengembalikan pinjaman pemerintah untuk perbaikan rumah secara paksa,” sebut Shiraishi.


Keberhasilan kampanye Misbach memicu kemarahan Asisten Residen Surakarta. Pimpinan Insulinde Surakarta, Galestian dan Soetadi, kemudian diperintahkan untuk menghentikan propaganda Misbach dan mengadakan rapat umum untuk meminta maaf kepada penguasa.


“Namun, pengaruh Tjipto di Insulinde masih kuat sehingga Misbach tetap dapat menjalankan aksi-aksinya sebagai Komisaris Insulinde,” tulis Syamsul Bakri dalam Gerakan Komunisme Islam Surakarta 1914-1942.


Tjipto Mangunkusumo memang cukup berpengaruh di Insulinde. Pasca menangani pes di Malang, Tjipto ditolak untuk turut membantu pemberantasan pes di Surakarta hingga ia mengembalikan bintang jasa dari pemerintah. Dukungannya kepada Misbach di Surakarta menjadi cukup berarti.


Insulinde Surakarta kemudian berkembang pesat di tengah berbagai perhimpunan di Surakarta. Meski demikian, Insulinde juga tak luput dari celaan sebagian komponen masyarakat. Namun, Insulinde justru semakin eksis sebagai wadah dan media bagi kaum kromo, oposan, dan revolusioner.


Menurut Shiraishi, Misbach sendiri menjadi salah satu yang menarik perhatian karena kehangatan, keterbukaan, keramahan serta konsistensi antara kata-kata dan perbuatannya. Kombinasi antara Tjipto Mangunkusumo dan Misbach juga menjadikan Insulinde terlihat benar-benar revolusioner di Surakarta.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

Sebagai murid, S.K. Trimurti tak selalu sejalan dengan guru politiknya. Dia menentang Sukarno kawin lagi dan menolak tawaran menteri. Namun, Sukarno tetap memujinya dan memberinya penghargaan.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
bottom of page