top of page

Sejarah Indonesia

Solidaritas Prajurit India Untuk Indonesia Merdeka

Solidaritas Prajurit India Untuk Indonesia Merdeka

Ratusan serdadu Inggris asal anak benua India melakukan aksi mogok ketika ditugaskan menghadapi orang-orang Indonesia. Sebagian dari mereka bahkan melakukan pembelotan ke kubu tentara Republik.

Oleh :
28 Februari 2020

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Para desersi tentara Inggris asal India saat ditahan militer Belanda di Medan pada 1947 (Arsip Nasional Belanda)

SUATU hari di bulan Maret 1971. Mayor Z.A. Maulani bersama rekannya dari KKo-AL, Mayor Suharmo Haryanto bertamu ke KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) di Pakistan. Saat akan memasuki pintu gerbang kedutaan, mereka berdua disambut dengan penghormatan “jaga jajar” dari para satpam KBRI.


Begitu turun dari mobil, betapa terkejutnya kedua perwira itu saat melihat di saku kiri kameja para petugas satpam tersebut terpasang Bintang Gerilya. Itu nama medali penghargaan bagi seorang tentara Indonesia yang pernah terlibat aktif dalam Perang Kemerdekaan (1945-1949).


“Setelah memberi salut secara sempurna kepada mereka, sebagai tanda hormat kepada senior, saya tidak dapat menahan diri untuk bertanya tentang Bintang Gerilya yang mereka kenakan,”ujar Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara era Presiden B.J. Habibie itu.


Salah seorang dari mereka akhirnya menjelaskan bahwa pada 1945-1949, mereka pernah tergabung dalam TNI-Polri dan aktif dalam perjuangan fisik melawan militer Belanda. Rupanya para satpam itu adalah para prajurit Inggris muslim dari kesatuan British Indian Army (BIA) yang membelot ke kubu kaum Republik karena tidak merasa nyaman harus memerangi orang-orang yang seagama dengan mereka.


Perasaan simpati para prajurit muslim dari BIA memang sudah muncul sejak awal kedatangan mereka di Pulau Jawa. Tersebutlah pada suatu hari di bulan Oktober 1945. Sebuah iring-iringan konvoi BIA yang melewati jalanan Bogor tetiba dihadang sekelompok  lasykar yang terdiri dari anak-anak muda bersenjatakan beberapa pucuk bedil usang dan parang.


Alih-alih bisa menghancurkan konvoi kecil itu, para serdadu BIA malah dalam waktu cepat bisa balik bisa mengepung  dan menjadikan anak-anak muda tersebut bertekuk lutut. Usai mengumpulkan para tawanan, salah seorang opsir mereka menyampaikan ceramah pendek di hadapan anak-anak muda itu.


“Isinya nasehat supaya anak-anak kita jangan melawan, karena katanya mereka bersimpati terhadap perjuangan kita. Dianjurkan pula oleh opsir itu agar anak-anak berlatih dahulu sebelum turun dalam suatu pertempuran sungguh-sungguh…” ungkap Jenderal (Purn) A.H Nasution dalam Sekitar Perang Kemerdekaan Jilid 2.


Menurut Nasution, adanya rasa simpati pasukan Inggris asal anak benua India  terhadap perjuangan orang-orang Indonesia tentunya bukan tanpa dasar. Bukan rahasia lagi jika sebagian besar bangsa India, saat itu  menyimpan rasa kurang suka terhadap  Belanda, yang menjadi musuh orang-orang Indonesia. Hal itu terkait dengan kejadian di Afrika Selatan, di mana perlakuan rasis keturunan Belanda berlangsung secara kencang terhadap orang-orang keturunan India di sana.


Namun para peneliti sejarah BIA di Indonesia seperti Firdaus Sjam dan Zahir Khan menyebut justru karena soal kesamaan agama-lah yang menjadi pemicu utama munculnya rasa simpati tersebut.


“Faktor ini yang melahirkan sikap mereka untuk bahu membahu dengan para pejuang republik berperang melawan penjajah sebagai satu fisabilillah…”tulis Sjam dan Khan dalam Peranan Pakistan di Masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia.


Hal itu terbukti pada saat satu seksi BIA pimpinan Letnan Abu Nawaz menolak keras perintah atasannya untuk menghancurkan Masjid Jami yang terletak di Jalan Serdang, Medan. Alih-alih melaksanakan perintah atasannya itu, seksi BIA yang keseluruhan prajuritnya beragama Islam itu malah membelot ke kubu musuh: para pejuang Indonesia.


“Penghancuran Masjid itu kemudian dilakukan oleh pasukan Inggris yang lain…”ujar Muhammad TWH, wartawan senior sekaligus pemerhati sejarah di Medan.


Sementara itu, di Utara Jakarta, Prajurit Ghulam Ali  awalnya sama sekali tak mengerti mengapa pimpinan pasukan Inggris  melarang keras para prajurit BIA untuk bergaul dengan penduduk lokal. Ketidakmengertian itu mulai terjawab saat suatu hari ia diikutkan dalam suatu patroli ke sebuah kampung.


“Ketika kami memasuki sebuah rumah kosong, kami menemukan kaligrafi basmallah dan sebuah kitab Al Qur’an di sana. Kami menjadi terharu dan muncul keinginan untuk membantu orang-orang Indonesia…”kenang pensiunan Polri itu seperti ditulis dalam Buletin Badan Kontak Purnawirawan/Warakawuri-Polri Mabes edisi Agustus 1986.


Munculnya rasa solidaritas sebagai sesama muslim dan bangsa Asia  menjadikan prajurit-prajurit  muslim asal India bertambah nekad. November 1945, terjadi pembangkangan massif saat  Panglima Pasukan Sekutu di Jawa Barat memerintahkan 400 serdadu BIA untuk berangkat ke front Surabaya. Beberapa hari sebelumnya, pembangkangan terhadap intruksi itu  dilakukan pula oleh 200 prajurit BIA dengan melakukan aksi duduk di tempat dan mogok kerja.


“Keenamratus serdadu itu akhirnya ditindak oleh Panglima Sekutu dengan mengirim mereka ke kamp militer di Pulau Onrust, Kepulauan Seribu,” tulis Muhammad Rivai dalam Merdeka atau Mati.


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Anak Jakarta Jadi Komandan Andjing NICA

Anak Jakarta Jadi Komandan Andjing NICA

Sjoerd Albert Lapré, "anak Jakarte" yang jadi komandan kompi di Batalyon Andjing NICA. Pasukannya terdepan dalam melawan kombatan Indonesia.
Para Raja Luar Jawa dalam Perang Jawa

Para Raja Luar Jawa dalam Perang Jawa

Dianggap kawan oleh Belanda dan tak mengenal Diponegoro, banyak raja atau kepala masyarakat mengerahkan penduduk mereka melawan Diponegoro dalam Perang Jawa.
Macan Ketawa Beraksi di Tapal Kuda

Macan Ketawa Beraksi di Tapal Kuda

Pasukan berlambang harimau tertawa ini jadi andalan Belanda di sisi tenggara Jawa Timur semasa Agresi Militer II.
Macan Ketawa Dukung Negara Djawa Timoer

Macan Ketawa Dukung Negara Djawa Timoer

Pasukan Jawa Timur berisi eks Tjakra Madoera dikirim ke Maluku untuk memadamkan RMS. Sebelumnya, mereka mendukung Negara Djawa Timur alias lawan TNI.
Bakar Kilang, Simon de Waal dapat Bintang

Bakar Kilang, Simon de Waal dapat Bintang

Simon de Waal memimpin pembakaran kilang dan sumur minyak di Tarakan sebelum menyerah pada tentara Jepang. Alih-alih dianggap kesalahan, Simon justru dianggap berjasa.
bottom of page