Hasil pencarian
9581 hasil ditemukan dengan pencarian kosong
- Pangeran yang Terbuang
BAGI mayoritas warga Cianjur, Pangeran Hidayatullah bukanlah nama asing. Selain digunakan sebagai nama seruas jalan di kawasan kota, dia meninggalkan banyak jejak. Salah satunya Kampung Banjar yang saat ini diubah namanya menjadi Jalan Yos Soedarso. “Ya memang di kawasan itulah kakek buyut saya tinggal setelah dibuang Belanda dari Banjarmasin pada 1862,” ujar Johan Rangga (45), yang akrab dipanggil Bonang. Menurut Bonang, kendati nama Hidayatullah dikenal khalayak di Cianjur, dia sangsi mereka tahu sejarah hidup kakek buyutnya. Terlebih selama 42 tahun tinggal di tanah pembuangan, sepak terjang Sang Pangeran sangat dibatasi oleh pemerintah Hindia Belanda. “Ruang lingkup hidupnya seolah rumah-masjid agung-rumah-masjid agung saja,” ujarnya kepada Historia. Kisah Hidayatullah yang pernah melawan Belanda juga sangat dirahasiakan di tanah pembuangan. Selain pejabat dan petugas pemerintah Hindia Belanda, hanya bupati Cianjur dan keluarganya yang tahu. Praktis, masyarakat kala itu hanya mengenalnya sebagai ulama kharismatik yang selalu memakai jubah kuning bila pergi beribadah ke Masjid Agung Cianjur. Kepala Pemberontak Hidayatullah bukanlah sembarang pangeran. W.A. van Rees, veteran Perang Banjar (menurut versi Belanda berlangsung dari 1859 hingga 1863), menyebutnya sebagai hoofdopstandeling alias kepala pemberontak. “Di antara orang-orang Banjar yang memberontak dialah yang paling berbahaya,” tulis van Rees dalam De Banjermasinche Krijg 1859-1863 . Menurut Gusti Mayur, keterlibatan Hidayatullah dalam Perang Banjar bermula dari campur-tangan pemerintah Hindia Belanda dalam masalah internal Kesultanan Banjar. Secara sepihak, pada 3 November 1857, pemerintah menobatkan Pangeran Tamjidillah sebagai sultan menyusul mangkatnya Sultan Adam Alwasikubillah. “Padahal jika mengikuti adat-istiadat, Pangeran Hidayatullah-lah yang berhak atas posisi tersebut,” tulis Mayur dalam Perang Banjar . Penolakan kalangan istana terhadap Tamjidillah tak dihiraukan Hindia Belanda. Wajar saja karena, dari sekian pangeran Banjar, hanya Tamjidillah-lah yang berani memberikan konsesi pertambangan batu bara kepada orang-orang Belanda. Sebagai catatan, pemerintah Hindia Belanda saat itu bernafsu menguasai batu bara yang terdapat dalam perut bumi Kalimantan Selatan. Selain untuk keperluan industri, mereka membutuhkannya sebagai bahan bakar kapal-kapal perang uap mereka. Maka, perang besar tak terhindarkan. Demi menghadapi orang-orang Banjar yang dipimpin Hidayatullah, pemerintah tak mau ambil risiko. Menurut van Rees, pada tahap awal saja, mereka mengirimkan 3.000 serdadu, ratusan senjata berat, dan 22 kapal perang ke palagan Banjar. Namun keunggulan teknis persenjataan itu tak membuat Hindia Belanda menang dengan mudah. Mereka justru kewalahan menghadapi kecerdikan taktik perang gerilya dan strategi bumihangus dari orang-orang Banjar. Ditipu lalu Dibuang Sadar perang tak tentu ujungnya, Hindia Belanda menawarkan penyelesaian damai. Mereka kemudian menjebak Hidayatullah dalam suatu penangkapan berkedok perundingan. Laiknya nasib Pangeran Diponegoro di tanah Jawa, di tengah perundingan Hidayatullah diringkus secara tiba-tiba. “Demikianlah pada 3 Maret 1862 jam 9 malam, kapal Bali membawa Pangeran Hidayatullah dan pengikutnya dari Banjarmasin ke tanah pengasingan di Pulau Jawa,” ujar Mayur. Sesampainya di Batavia, Hidayat diberangkatkan ke Cianjur, tempat penjara besar bagi dirinya. Di kota yang terletak di kaki Gunung Gemuruh ini, Sang Pangeran sempat memperistri seorang perempuan bangsawan setempat bernama Nyai Etjeuh yang menurunkan silsilah orang Banjar di Cianjur. Pada 24 November 1904, Hidayatullah mangkat dalam usia 82 tahun. Jasadnya dikebumikan di sebuah dataran tinggi yang masuk wilayah Sawahgede.
- Kisah Panji di Thailand
SEJAK pertengahan abad 17 hingga awal abad 18, Kerajaan Ayutthaya di Thailand melakukan perdagangan dengan Jawa. Beras diekspor dari Thailand. Sementara secara reguler, kuda dibeli dari Jawa. Komunitas Jawa pun terbentuk di sana. Di Thailand, Kisah Panji pertama kali disusun oleh dua putri Raja Borommakot (1733-1758) dari Ayutthaya. Kedua putri itu mendapatkan Kisah Panji versi Jawa lewat pelayan mereka yang berasal dari tanah Melayu. Masing-masing putri kemudian menyusun cerita versi mereka sendiri ke dalam dua bentuk yang digunakan untuk drama tari, yaitu Dalang dan Inao . “Kisahnya (Panji, red. ) hampir berkompetisi dengan kisah Ramayana . Adegan percintaan selalu lebih menarik dibanding adegan peperangan melawan kera dan raksasa,” kata Rujaya Abhakorn, direktur Southeast Asian Ministers of Education Organization Regional Centre for Archaeology and Fine Arts (SEAMEO SPAFA), dalam Seminar Internasional Panji/Inao, di Perpustakaan Nasional RI, Jakarta. Raja Rama I (1782-1809) dari Dinasti Chakri kemudian merevisi cerita Dalang . Sementara putranya, Rama II (1809-1824) mempopulerkan cerita Inao. “Kelangsungan hidup dan ekspansi Kisah Panji berutang kepada raja-raja Thailand,” lanjut Rujaya. Inao kemudian lebih populer dibanding Dalang bahkan dianggap sebagai karya agung puisi Thailand, terutama sebagai teks lakon (sendratari). Rujaya mengatakan saat ini di Perpustakaan Nasional Thailand ada lebih dari 500 manuskrip yang berkaitan dengan kisah Inao . Sementara yang berkaitan dengan Dalang hanya 140 manuskrip. “Menurut para peneliti di Thailand, teks Hikayat Panji Semirang adalah sumber dari kisah Dalang, ” katanya. Thaneerat Jatuthasri, peneliti dari Chulalongkorn University menambahkan, Kisah Panji versi Thailand kian populer sebagai pementasan Lakhon Nai, yaitu tarian hiburan di istana yang umumnya ditampilkan oleh penari perempuan. Tariannya berdasarkan empat cerita Ramakien, Unarut, Dalang, dan Inao, yang terdiri dari musik, tari, dan drama. Narasinya dinyanyikan dengan lagu tradisional. “Beberapa peneliti Thailand menduga kata ‘Lakhon’ juga pengaruh Jawa dari kata ‘Lakon’ dalam istilah pewayangan atau sendratari,” kata Thaneerat. Thaneerat menjelaskan masa keemasan Lakhon Nai Inao pada era Rama II. Sang raja memilih Kisah Panji karena plot dan temanya dapat diterima secara universal. Potret dua tokoh utamanya pun cocok dengan tradisi Lakhon Nai. Inao telah menjadi inspirasi terciptanya banyak karya sastra dan seni. Dalam penyajiannya, plot dan cerita Inao tak beda jauh dengan Kisah Panji Jawa. Hanya saja, pasangan Inao di sana bernama Butsaba. Lydia Kieven, peneliti Kisah Panji dari Jerman, menjelaskan Butsaba mengandung unsur Busba yang berasal dari kata Sansekerta “puspa”. “Puspa berarti bunga atau sekar dalam istilah Jawa. Di Jawa kita kenal tokoh pahlawan Kisah Panji bernama Sekar Taji,” kata Lydia. Karakter Inao juga sama dengan Kisah Panji: tokoh heroik tampan sempurna, ksatria besar, menarik di hadapan perempuan, dan petualang. Dalam penyamarannya dia dikenal sebagai Panyi. Beberapa aspek budaya Jawa lainnya yang ada dalam Kisah Panji Thailand yaitu ritual di gunung suci, ritual bela atau sati, kebiasaan tokoh menggunakan keris, sabuk, menonton wayang, dan penggunaan istilah-istilah Jawa. Di Thailand, Kisah Panji juga diwujudkan dalam lukisan mural di kuil Buddhis abad 19 di Bangkok. Lukisan itu merefleksikan cinta Raja Rama IV kepada istri pertamanya, Ratu Somanat yang meninggal setelah melahirkan pada 1852. Isinya adalah adegan populer dari versi Inao Rama II yang dipentaskan di istana. “Mungkin ini (lukisan Panji, red .) menjadi satu-satunya di kawasan Asia,” kata Rujaya. Secara umum, Kisah Panji mudah diterima di Thailand karena berisi banyak upacara dan ritual yang merefleksikan kehidupan nyata. Kisahnya juga relevan dengan kehidupan istana khususnya tentang tradisi kremasi dan upacara pernikahan kerajaan. Namun, Kisah Panji tetaplah berkaitan dengan mitologi Jawa dan sejarah yang tidak dikenali Kerajaan Thailand pada abad 18. Ia muncul dari konteks budaya Jawa yang berbeda dengan dunia Hindu-Buddha di Thailand, Myanmar, Laos, dan Kamboja, atau pun dunia Islam-Melayu, di mana ada batas penerimaan perilaku dari karakter utama Kisah Panji. “Karena tidak memahami tradisi Jawa, Panji dalam dunia Hindu-Buddha mungkin hanya dianggap sebagai figur menarik yang punya kecakapan duniawi,” kata Rujaya. Kisah Panji di Kamboja dan Myanmar Thailand bukanlah satu-satunya yang mengadopsi Kisah Panji. Dalam Kisah Panji versi Kamboja dikenal Inav-Panyi. “Peneliti Thailand menduga Kisah Panji versi Kamboja yang ditemukan di Thailand dan di Prancis mungkin adalah hasil terjemahan dari teks Inao milik Raja Rama II,” kata Rujaya. Namun, masyarakat Kamboja banyak yang percaya bahwa Inav dibawa dari wilayah Arab. “Ada kecenderungan umum untuk mengelompokkan Jawa dan Arab dalam konteks Muslim yang lebih umum, sama seperti orang menuding apapun yang dari Barat, asalnya dari Prancis,” kata Rujaya. Anggapan itu, kata Lydia Kieven, datang dari interpretasi berdasarkan toponimi dalam Kisah Panji. “Sebagian memang ada yang menginterpretasi nama tempat di Kisah Panji itu merujuk pada daerah di Timur Tengah, seperti Daha, pernah dianggap sebagai Doha,” ujarnya. Sejak keruntuhan Ayutthaya pada 1767, setidaknya 12 judul teks lakon, termasuk Inao , dibawa ke Myanmar. Teks itu diterjemahkan ke dalam bahasa Myanmar oleh tawanan Thailand yang bekerja untuk penyair dan dramawan istana di Myanmar. Sebelum Mindon, raja Burma (1853-1878), teater Inao di istana berkembang menjadi lebih dari 200 pementasan. Namun, Raja Mindon yang taat kepada Buddha, tidak begitu menyukai Kisah Panji karena tema percintaannya. Dia lebih mendukung pagelaran Ramayana . “Dalam tradisi Buddha, obsesi cinta, sama seperti semua nafsu, merupakan kebodohan yang akan membawa kepada penderitaan,” kata Rujaya. Sayangnya, setelah pendudukan Inggris di Myanmar dan runtuhnya sistem monarki pada 1885, Kisah Panji dilupakan hingga kini.
- Perang Sepakbola dan Kemerdekaan Kroasia
BEGITU wasit asal Argentina Néstor Pitana membunyikan peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan final Piala Dunia 2018, Luka Modric langsung lunglai. Para pemain Kroasia lain nampak pasrah kala para pemain Prancis berhamburan merayakan kemenangan. Presiden Kroasia Kolinda Grabar-Kitarovic yang hadir dan turut memberikan medali, memeluk satu per satu patriotnya di lapangan hijau seraya menenangkan dan mengapresiasi mereka. Toh, mereka berhak berbangga diri. Bukan perkara receh mereka bisa memijak laga puncak. Belum lama merdeka, namun Timnas Kroasia sudah menggegerkan dunia dengan jadi finalis Piala Dunia 2018 (Foto: fifa.com) Pencapaian baru itu patut dipuja dan dicontoh lantaran mereka berhasil melewati pencapaian timnas Kroasia di Piala Dunia 1998 yang –juga terhenti oleh Prancis di semifinal– hanya menjadi juara tiga. Pencapaian di Rusia juga mengagumkan mengingat Kroasia belum lama merdeka. Kroasia merdeka pada 25 Juni 1991 dan berhasil bangkit dari kehancuran pasca-Perang Kemerdekaan melawan Serbia (1991-1995). Kerusuhan Suporter Pemicu Perang Stadion Maksimir, kandang tim Dinamo Zagreb, menjadi saksi bisu pertama terjadinya konflik fisik antara bangsa Kroasia dan Serbia kala menjadi arena pertandingan Dinamo Zagreb kontra Red Star Belgrade di Liga Utama Yugoslavia, 13 Mei 1990. Kala itu, tensi di Balkan mulai bergolak. Dua pekan sebelumnya, Kroasia menggulirkan pemilihan legislatif dengan hasil kemenangan Partai Uni Demokratik Kroasia yang dipimpin pejuang ultranasionalis Franjo Tuđman. Naiknya Tuđman mengungkit kembali memori pahit dan dendam Perang Dunia II. “Tuđman membangkitkan semangat nasionalis rakyat yang telah lama tertidur. Memakai ikon-ikon Ustaša , yaitu simbol-simbol fasis Kroasia yang berkolaborasi dengan Nazi dalam membantai ratusan ribu orang Serbia,” sebut Franklin Foer dalam How Soccer Explains the World: The Unlikely Theory of Globalization. Alhasil, luka lama kembali menganga. Etnis Serbia yang kekeuh mempertahankan kesatuan Yugoslavia dengan Liga Komunisnya yang mulai pecah, perlahan mendapat tekanan dari bangkitnya sayap kanan Kroasia itu. Tuđman yang juga menggunakan sepakbola sebagai alat politiknya, didukung penuh oleh Bad Blue Boys (BBB) yang merupakan suporter garis keras Dinamo Zagreb. “Mereka (BBB) menyadari identitas mereka dan cukup berani mengekspresikan kemerdekaan Kroasia saat yang lain masih takut mengutarakannya,” cetus aktivis dan sineas Kroasia Sasa Podgorelec, dikutip Alex J. Bellamy dalam The Formation of Croatian National Identity: A Centuries-old Dream . Konflik Balkan itu lalu tiba pada klimaksnya di Stadion Maksimir, kala Dinamo menjamu Red Star. Red Star yang bertandang ke situ dikawal sekira 3000 suporter fanatiknya, Delije. Meski beberapa tindakan kekerasan sudah muncul di luar stadion sebelum laga, “perang” sebenarnya terjadi di stadion. Saat laga berlangsung, kedua suporter saling mengejek dan menghina. Timpukan batu jadi pelecut kerusuhan kemudian. Foer, yang kala itu meriset gangster dan hooliganisme Serbia, memaparkan bahwa Delije terpaksa mencopot papan-papan reklame sebagai tameng dari serangan lemparan batu massa BBB. Kerusuhan lalu meluas ke lapangan. “Kejadian itu merupakan yang pertama kalinya dalam kurun waktu 50 tahun, di mana Yugoslavia melihat kelompok-kelompok etnisnya bertarung secara terbuka satu sama lain,” sambung Foer. Zvonimir Boban melayangkan tendangan ke arah polisi untuk membela fans-nya, BBB (foto: hkv.hr) Para pemain pun dievakuasi. Tim Red Star diungsikan dengan helikopter, sementara para pemain Dinamo dikawal BBB sampai ke ruang ganti meski beberapa lainnya, seperti Zvonimir Boban, masih tercerai-berai. Kapten Dinamo itu lalu dijadikan pahlawan setelah berusaha melindungi beberapa anggota BBB yang dipukuli polisi dengan melancarkan tendangan kungfu. Kendati mendapat sanksi enam bulan larangan bertanding dan dakwaan hukum dari Induk Sepakbola Yugoslavia, Boban tak menyesal. “Inilah saya, wajah publik yang siap mengorbankan nyawa, karier, dan segala hal yang membuat tenar. Semua karena satu gagasan, satu cita-cita: Cita-Cita Kroasia,” ujar Boban lantang, dilansir CNN , 13 Januari 2011. Kerusuhan itu menimbulkan ratusan korban dengan beragam luka, mulai dari luka lemparan batu hingga luka oleh tembakan senjata api. Kerusuhan baru reda setelah polisi mendatangkan kendaraan lapis baja dan water cannon. Kurang dari setahun berselang, Perang Kemerdekaan Kroasia pecah (31 Maret 1991-12 November 1995) sebagai bagian dari Perang Yugoslavia. Lantaran aktivitas sepakbola terhenti, basis-basis fans, terutama BBB, meleburkan diri menjadi kelompok paramiliter yang menjadi inti HV (Angkatan Darat Kroasia). “Karena saat itu AD Kroasia belum punya emblem, para serdadunya menempelkan emblem (klub) Dinamo ke seragam mereka,” sambung Bellamy. Monumen Peringatan Perjuangan BBB dalam Perang Kemerdekaan Kroasia di Stadion Maksimir, Zagreb (Foto: citypal.me) Mereka berhadapan dengan militer Serbia yang juga diperkuat kelompok paramiliter SDG (Garda Sukarela Serbia) pimpinan Zeljko ‘Arkan’ Raznatovic yang notabene dedengkot Delije. Anak buah Arkan para anggota Delije. Data Institute for War and Peace Reporting (IWPR) menyebutkan, Perang Kroasia itu menewaskan sekira 15 ribu orang di pihak Kroasia dan lebih dari enam ribu lainnya di pihak Serbia sampai berakhirnya perang yang dimenangi Kroasia. Pada 25 Juni, Kroasia atau Republika Hrvatska memproklamirkan kemerdekaan.
- Mengiris Sejarah Pisau
PISAU adalah teman sejati manusia. Sejak masa prasejarah hingga kini, ia menjadi bagian yang tak terlepaskan dari kehidupan manusia. Ia membantu manusia menyediakan makanan dan tempat tinggal, bahkan menghindar dari binatang buas –dan kemudian berperang. Ia juga berkembang seiring peradaban manusia. Batu Tajam Di Zaman Batu (Paleolitik) 40.000 SM, manusia purba menggunakan tulang atau batu yang dipipihkan dan ditajamkan untuk mengguliti hewan buruan, mengiris daging, dan memotong umbi-umbian. Di masa akhir Zaman Batu, batu-batu tajam ( flintstone ) diperdagangkan. Salah satu daerah penghasil batu tajam berkualitas baik adalah Grand Presiggny di Prancis. Pisau Batu Bergerigi Memasuki Zaman Es, sekira 10.000 SM, manusia membutuhkan alat yang bisa memotong bedan keras macam tulang. Mereka kemudian kemudian menemukan pisau batu bergerigi. Dengan alat ini, manusia yang menghadapi krisis makanan bisa menanggalkan sedikit demi sedikit makanan yang bisa didapatkan dari tulang belulang manusia. Pisau Logam Pada Zaman Logam, manusia mulai membuat dan menggunakan alat-alat dari logam, termasuk pisau. Manusia sudah mengenal teknik melebur logam dan mencetaknya jadi alat-alat yang mereka inginkan. Sesuai periodisasi zaman ini, pisau logam pun berkembang, dari menggunakan bahan tembaga, perunggu, hingga besi. Pisau Bambu Pisau bambu, atau di Jawa dikenal dengan nama welat , adalah sebilah bambu tipis yang dibuat tajam. Pada masa lalu, welat ini digunakan untuk alat khitan atau alat memotong pusar bayi. Welat ini dibuat untuk sekali pakai. Menurut Harry Oxorn dan William R. Forte dalam Ilmu Kebidanan: Patologi dan Fisiologi Persalinan , pisau bambu bebas dari kuman tetanus dan mengandung enzim yang berguna memperlambat infeksi. Tak jelas sejak kapan welat mulai digunakan. Namun diyakini ia adalah alat tradisional yang sudah dikenal lama. Pisau Gading Orang-orang Yunani kuno dan Romawi yang dikreditkan dengan menciptakan pisau lipat, dan juga pisau dengan pisau gading. Pisau Gading lebih disukai untuk memotong buah karena mereka tidak mentransfer rasa logam untuk makanan. Gagang pisau dihiasi indah, dan banyak orang bangga dalam memiliki pisau modis, serta satu dengan pisau tajam daripada yang lain. Pisau Bangsa Kelt Bangsa Kelt di Eropa Tengah memiliki keahlian mengolah logam. Dengan keahlian itu pula mereka bisa mengalahkan Romawi pada 390 SM. Pisau Kelt sengaja didesain untuk medan pertempuran. Beberapa pisau Kelt memiliki dekorasi unik di bagian gagangnya. Pisau Damaskus Pisau ini melegenda karena ketajamannya. Dalam kisah Perang Salib, ia mampu menembus baju baja para ksatria Barat. Kuncinya terletak pada penggunaan materialnya: campuran karbon dan besi –dikenal dengan nama wootz cake– yang didatangkan dari India, tempat peleburan material itu sudah dilakukan sejak 200 SM. Pisau Lipat Pisau lipat tak pernah benar-benar digunakan sebagai senjata. Namun ia populer sebagai peralatan penunjang dalam sebuah perjalanan. Dari jenis ini, pisau lipat Barlow paling populer. Furnace Lukas dari Stannington, Inggris, pada 1760 merancang khusus pisau lipat ini untuk dipasarkan ke Amerika Serikat. Penggunaan pisau lipat kian aman dengan ditemukannya mekanisme penguncian. Setelah penemuan bahan stainless steel oleh Henry Brearley pada 1921, perkembangan pisau kian variatif. Pisau Komando Pada 1940, Eric Anthony Sykes dan William Ewart Fairbairns membuat pisau khusus untuk pasukan Komando Inggris. Pisau ini digunakan kali pertama dalam Perang Dunia II. Desainnya khas penusuk, bermata dua, bisa digunakan untuk menikam atau memotong. Pisau Dapur Ada dua wilayah yang sejak lama dikenal sebagai penghasil pisau terbesar di dunia: Solingen di Jerman dan Seki di Jepang. Di Jerman, Henckels (dibentuk 1731) mempelopori pembuatan pisau dapur, yang secara tradisional mengunakan baja agak lembut. Sementara di Jepang, yang dikenal dengan tradisi pedang samurainya dan teknik pembuatan pisau sudah dimulai semasa era Muromachi di abad ke-14, merek Seki adalah jaminan kualitas terbaik. Sepanjang sejarah, pisau dapur berkembang pesat dan memiliki beragam bentuk dan kegunaan, terutama karena pengaruh Prancis. Dari sisi bahan, setelah 1910-an, penggunaan stainless steel mendominasi. Penemuan material seperti titanium, serat karbon, polietilena, dan serat sintetik memberi sumbangan dalam pembuatan pisau. Material termutakhir adalah pisau berbahan keramik berteknologi tinggi yang disebut zirkonia . Pisau keramik ini memiliki beberapa kelebihan seperti lebih keras, lebih ringan, lebih kaku, tahan terhadap panas, serta lebih tahan korosi ketimbang pisau stainless steel . Lempar Pisau Saat ini penggunaan pisau tak hanya untuk membunuh atau menyakiti lawan, namun menyentuh bidang olahraga, yaitu lempar pisau. James Bowie, seorang tentara Amerika, yang mempopulerkannya pada Revolusi Texas atau perang kemerdekaan Texas pada 1835-1836. Aksi lempar pisau ini begitu populer di kalangan tentara Konfederasi kala itu. Dalam perkembangannya, lempar pisau ini bergeser menjadi semacam olahraga dan memiliki peraturan sendiri. Olahraga lempar pisau ini secara internasional berada di bawah International Knife Throwers Hall of Fame (IKTHOF) yang berkedudukan di Austin-Texas. Olahraga ini berkembang hingga Indonesia, dirintis beberapa mahasiswa Seni Rupa ITB pada 1980-an. Namun, baru pada 2010 terbentuk komunitas D’Lempis, kependekan dari The Lempar Pisau, yang kemudian merambah ke Jakarta. Beberapa anggotanya masuk peringkat 10 besar dalam ajang yang digelar IKTHOF.
- Proses Lahirnya Konsep Pengembangan Jabotabek
TIM perancang Rencana Induk Jakarta ( Master Plan ) 1965-1985 merampungkan pekerjaannya pada akhir 1965. Mereka serahkan Rencana Induk ke Gubernur Soemarno. Tapi Soemarno tak bisa langsung menggarapnya karena belum disahkan DPRD Jakarta. Sebab, Jakarta lagi riuh oleh Peristiwa G30S. Ali Sadikin naik jadi gubernur di tengah situasi kacau Jakarta oleh demo-demo mahasiswa anti-Sukarno pada April 1966. Sejak awal menjadi gubernur, dia telah menekankan bahwa pemerintah daerah harus punya pedoman besar untuk memperbaiki, membangun, dan mengembangkan sebuah kota. Pedoman itu berupa Rencana Induk yang memuat rencana peruntukan tanah dan ruang. Kehadiran Rencana Induk diharapkan dapat menyambung hidup warga kota dan menjaga lingkungan kota dari pertumbuhan di luar kendali. “Landasan ini diwujudkan dengan diajukannya Rencana Induk Kota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong pada saat itu untuk disahkan,” ungkap Ali Sadikin dalam Gita Jaya , laporan pertanggungjawabannya sebagai gubernur Jakarta. Hari untuk melaksanakan Rencana Induk Jakarta tiba pada 3 Mei 1967. Sidang DPRD Gotong Royong mengesahkan Rencana Induk melalui Surat Keputusan No. 9/DPRD-GR/P/1967. Rencana Induk memuat 40 peta Jakarta masa itu dan masa depan untuk rentang 20 tahun. Peta-peta tersebut menunjukkan pengembangan Jakarta ke tiga wilayah Jawa Barat: Bogor di selatan, Tangerang di barat, dan Bekasi di timur. Ali Sadikin memperkenalkan Rencana Induk saat gubernur se-Jawa dan menteri dalam negeri bertemu di balaikota pada suatu malam di bulan Mei 1967. Dia sadar pelaksanaan Rencana Induk Jakarta tak bisa berhasil melalui peran satu pihak saja, melainkan juga perlu dukungan dari banyak pihak seperti pemerintah pusat dan gubernur Jawa Barat yang turut menghadiri pertemuan. “Pelaksanaan daripada penggarapan Rencana Induk yang menyangkut perluasan wilayah DKI Jakarta masih harus dipecahkan lebih lanjut dengan pemerintah daerah yang bersangkutan: pemerintah DKI Jakarta, pemerintah daerah tingkat I Jawa Barat, dan pemerintah pusat sampai terwujudnya UU mengenai perluasan wilayah DKI Jakarta,” tutur Ali Sadikin dalam “Approach Gubernur Ali Sadikin mengenai Kemungkinan Perluasan Wilayah”, termuat di Djaja , 13 Mei 1967. Ali Sadikin juga mengemukakan bahwa Rencana Induk masih merupakan kerangka besar. “Masih harus diuraikan dan digarap lagi menurut tahap-tahap yang telah digariskan sampai menjadi rencana detail untuk dapat dilaksanakan,” lanjut Ali Sadikin. Pemerintah Jakarta telah mengeluarkan rencana turunan pada 1966, satu tahun setelah Rencana Induk rampung. Bernama Rentjana Regional Metropolitan Djakarta, rencana ini memaklumatkan pembentukan daerah pertumbuhan baru melalui penyebaran industri, permukiman, dan fasilitas umum di wilayah sekitar Jakarta (Botabek). “Dengan terbentuknya daerah-daerah pemusatan baru, diharapkan ia dapat berkembang menjadi semacam counter magnet dengan daya tarik yang positif,” tulis Djaja , 26 Maret 1966. Maksudnya ialah agar Jakarta tak lagi sebagai satu-satunya pusat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, beban Jakarta lambat-laun berkurang. Para perancang Rentjana Regional Metropolitan Djakarta telah menargetkan beberapa wilayah sekitar Jakarta agar menjadi pusat pertumbuhan baru. Wilayah itu antara lain Cibinong dan Citereup di Bogor. Cibinong sebagai pusat perdagangan buah, sedangkan Citereup menjadi industri. Sebuah jalan raya akan tersedia guna mendukung pembangunan di Cibinong dan Citereup. Jalan raya itu bernama Jagorawi (Jakarta-Bogor-Ciawi). “Jalan itu sendiri lebarnya 100 meter. Kiri-kanan jalan Jagorawi diapit oleh jalur hijau, masing-masing selebar 1.000 meter,” tulis Djaja . Memasuki dekade 1970-an, rencana menambah pusat pertumbuhan baru di Jakarta kian gencar. Wilayah calon pusat pertumbuhan baru juga menjadi lebih jelas. Ini tak lepas dari laporan kursus tenaga-tenaga perencana dari Kabupaten Bogor, Tangerang, dan Bekasi pada 1973. Kursus itu melibatkan tenaga ahli planologi (ilmu perencanaan) kota dari Belanda dan bertujuan menjabarkan pengaruh perkembangan fisik Jakarta terhadap daerah sekitarnya. Wujud penjabaran kursus itu tertuang dalam laporan berjudul Jabotabek: a Planning Approach of its Absorption Capacity for New Settlements within the Jakarta Metropolitan Region. Laporan mengandung proyeksi pertumbuhan jumlah penduduk Jabotabek dari 1973 hingga 2000. Selain itu, terdapat pula pemetaan industri dan pembangunan infrastruktur pendukungnya. Kemudian laporan itu masuk ke instansi pemerintahan seperti pemerintah DKI Jakarta, departemen dalam negeri, dan pemerintah daerah Jawa Barat, lalu menjadi pembicaraan dan pertimbangan banyak pihak untuk menyusun rencana pengembangan Jabotabek jangka panjang. Inti laporan itu menggali lebih dalam konsep Jabotabek sebagai langkah dekonsentrasi planologis untuk mendukung Rencana Induk Jakarta. Dekonsentrasi Planologis berarti menyebarkan kegiatan-kegiatan baru dan sebagian yang sudah ada ke pusat-pusat perkembangan baru di daerah sekitar Jakarta. “Dengan demikian diharapkan pusat-pusat perkembangan baru ini akan menarik pertambahan penduduk kota Jakarta untuk bermukim di pusat-pusat ini,” tulis Hendropranoto Suselo dalam “Tinjauan Singkat Perkembangan Jabotabek” termuat di Prisma, 5 Mei 1977. Harapan mewujudkan konsep Jabotabek menjadi lebih konkret ketika pemerintah pusat mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 151 tahun 1975 tentang perubahan dan pembulatan batas wilayah DKI Jakarta. “Di mana sebagian dari wilayah provinsi Jawa Barat dimasukkan dalam wilayah DKI Jakarta dan sebagian wilayah DKI Jakarta dimasukkan dalam wlayah provinsi Jawa Barat,” lanjut Hendropranoto. Pemerintah daerah Jakarta menyambut SK tersebut dengan memaparkan rencana jangka panjang pengembangan Jabotabek. Ali Sadikin menyebut karakteristik wilayah Jabotabek terbagi tiga: wilayah perkotaan, perdesaan, dan peralihan dari desa ke kota. Menurut Ali Sadikin dalam Gita Jaya , pengembangan Jabotabek akan melalui tiga tahap. Tahap pertama (1975-1980) menyasar pengembangan Tangerang, Depok, dan Bekasi sebagai permukiman dan industri. Berikut dengan pembangunan fasilitas pendukung seperti listrik, sekolah, jalan raya, dan pasar. Tahap kedua (1980-1990) menekankan pengembangan daerah industri di Cibinong, Bogor, Tangerang, dan Cikarang. Dalam tahap ini juga ada pembangunan daerah hijau di sekitar Jakarta dan upaya meningkatkan daya tampung Tangerang, Bogor, dan Cikarang menjadi masing-masing 250 ribu jiwa. Sarana pendukungnya antara lain jalan lingkar luar Jakarta dan jalur rel tunggal kereta api Depok-Bogor yang akan ditingkatkan menjadi jalur rel ganda kereta api. Tahap ketiga (1990-2000) berupa peningkatan daya tampung Bogor sebesar 500 ribu jiwa, Tangerang sebanyak 250 ribu jiwa, dan Cikarang sekira 400 ribu jiwa. Tahap ini juga menyasar pengembangan Ciputat, Ciledug, Cileungsi, dan Cibinong menjadi permukiman. Lalu juga ada pengembangan wilayah industri di selatan Tangerang, jalan Cibinong-Bogor, dan sebelah timur Cikarang. Konsep pengembangan Jabotabek telah terwujud. Tapi pengembangan sesungguhnya baru dimulai selepas masa Ali Sadikin menjabat gubernur.
- Final Fenomenal di Senayan
Kota Medan mendadak sunyi senyap. Biasanya anak-anak muda wara-wiri di pusat kota menghabiskan malam minggu. Namun malam itu, hari Sabtu 23 Februari 1985, jalanan tampak sepi dari lalu-lalang kendaran. Tiap sudut rumah menyalakan pesawat televisi. “Apotik yang masih buka malam itu dikerumuni orang terutama pengemudi becak dayung untuk melihat siaran pertandingan bola,” demikian diwartakan Sinar Harapan 25 Februari 1985. Semua warga Medan ingin menyaksikan tim Ayam Kinantan – julukan tim PSMS – berlaga. Final kejuaraan PSSI musim 1984/1985 mempertemukan PSMS Medan dan Persib Bandung. Persib dan PSMS punya tradisi kuat sebagai tim pelanggan laga final dalam liga perserikatan PSSI. PSMS sohor sebagai jawara Sumatera. Sedangkan Persib mulai menabalkan diri sebagai kesebelasan terkuat di ranah Jawa. Kedua tim juga diperkuat oleh pemain-pemain kenamaan masa itu. Sebut saja Robby Darwis (bek), Adeng Hudaya (gelandang/kapten), dan Ajat Sudrajat (striker) yang menjadi top scorer, ada di kubu Maung Bandung – julukan Persib. Sementara itu, PSMS dikenal dengan kualitas mumpuni putra “Jadel” (Jawa Deli) nya, seperti Ponirin Meka (penjaga gawang), Sakum Nugroho (gelandang), dan Sunardi B (gelandang/kapten). Tak berlebihan jika laga kedua tim ini disebut-sebut sebagai el classico nya Indonesia. Persib Bandung tampil dengan dukungan penuh suporternya. Jarak Jakarta yang tak begitu jauh, mengundang suporter Bandung berduyun-duyun datang ke Senayan. Mereka memadati Stadion Utama Senayan (kini Gelora Bung Karno) yang berkapasitas 120.000 penonton. Bangku-bangku stadion berjejal manusia yang menjadikan laga ini sebagai final terbesar sepanjang sejarah. Sekira 150.000 penonton memadati seluruh tribun. “Angka tersebut merupakan rekor jumlah penonton sepanjang sejarah pertandingan sepak bola di tanah air,” tulis Suara Merdeka , 25 Februari 1985. Drama 120+ Menit Pukul 19.00 malam, wasit meniup pluit panjang tanda laga dimulai. Pertandingan berjalan seru dan sengit dalam tempo cepat. Pada babak pertama, PSMS unggul dua gol lewat kaki strikernya, M. Siddik. Di babak kedua Persib balik menekan dan mendominasi jalannya laga. Tim Maung Bandung lantas menyamakan skor 2-2 melalui Iwan Sunarya dan Ajat Sudrajat. Hingga babak perpanjangan waktu dua kali lima belas menit, angka di papan skor tak berubah. Pertandingan pun dilanjutkan dengan adu penalti. Dari lima penendang Persib, hanya Ajat Sudrajat yang mampu menjaringkan bola ke gawang Ponirin. Rupanya, ratusan ribu pasang mata penonton membuat para pemain Persib berada dalam tekanan. PSMS lebih mujur. Dua dari lima pemainnya berhasil mengeksekusi penalti. Mameh Sudiono menjadi penentu kemenangan PSMS sebagai algojo terakhir yang sukses membobol gawang kiper Persib, M. Sobur. PSMS Medan menang atas Persib Bandung dengan skor 4-3 (2-2 waktu reguler dan 2-1 adu penalti). Meski kalah, Persib menampilkan teknik bermain yang ciamik ditambah stamina yang stabil. Ketimbang PSMS, kerja sama diantara pemain Persib lebih padu. Sedangkan PSMS yang teknik sedikit di bawah Persib tampil dengan semangat fanatisme. Menurut pelatih PSMS, Parlin Siagian, anak asuhnya bermain tanpa beban. Para pemain PSMS seluruhnya bangga atas nama besar mereka di bawah naungan kesebelasan Medan. “Jadi kekuatan kami sebenarnya hanya terletak pada kebanggaan,” ujar Parlin dilansir Sinar Harapan . Suasana gegap gempita mewarnai kubu PSMS. Wakil Presiden, Umar Wirahadikusumah, menyerahkan langsung piala kemenangan kepada tim juara. Mulai dari tribun lapangan hingga penonton yang ada di Medan, sontak memekikkan, “Hidup PSMS, PSMS Menang, Horas!” Pendukung Persib pulang dengan sedih hati namun tetap berjiwa besar. Laga akbar itu tak berakhir ricuh. Pesta Kemenangan di Medan Setibanya di Medan, tim PSMS diarak keliling kota. Sejak turun dari Bandara Polonia, penduduk kota Medan membentangkan berbagai poster ucapan selamat. Sekelompok pemuda bahkan menyerahkan seekor ayam jago Kinantan – ayam aduan khas Sumatera Utara – kepada Bawono, manajer tim PSMS. Di Lapangan Merdeka, yang menjadi alun-alun kota Medan, warga tumpah ruah menyambut tim kesayangan mereka. Para pemain disambut bak pahlawan, terutama penjaga gawang Ponirin. “Tidak pernah ada orang sebanyak itu di Lapangan Merdeka sejak Presiden Sukarno berpidato disana tahun 1962,” tulis Kompas 27 Februari 1985. Sepak bola telah menjadi pesta rakyat saat itu.
- Horor Sadis Keluarga Pengabdi Iblis
SELEPAS kematian sang ibu, Ellen Leigh, Annie Graham (Toni Collette) tak bisa hidup tenang. Arwah sang ibu seolah masih menggentayangi rumahnya. Kesuraman hidupnya diperparah dengan meninggalnya sang putri bungsu, Charlie Graham (Milly Shapiro), dengan cara mengenaskan. Dengan plot yang berjalan lamban di awal plus iringan ilusi tata suara yang “menghiptonis” degup jantung penonton, sutradara muda (31 tahun) Ari Aster meracik suasana awal nan mencekam film pertamanya itu, Hereditary, dengan cara anti-mainstream . Film indie ber- genre horor supranatural ini tak lazimnya film-film horor Hollywood di era kekinian. Selingan jump scare akan terasa sangat langka di film berdurasi 127 menit yang diproduksi PalmStar Media, Finch Entertainment, Windy Hill Pictures, dan A24 ini. Penonton justru lebih sering diajak menahan napas sembari menggeretakkan gigi lewat beragam adegan-adegan yang cenderung sadis seperti scene saat Charlie tewas dengan kepala terpenggal akibat terkena tiang listrik atau kala Annie kesurupan dan memenggal kepalanya sendiri dengan kabel. Hereditary, berarti “turun-temurun”, menuai banyak pujian dari para kritikus, tidak hanya di belahan bumi Barat tapi juga di Indonesia. Rilis pada 8 Juni 2018 di Amerika Serikat, film ini tayang di Indonesia sejak 26 Juni 2018 dan so far diklaim sebagai horor paling mencekam dan mengerikan yang pernah ada. “Level creepiness -nya bikin jarum jebol. Sutradaranya baru 31 tahun. Film pertama. Sutradara Indonesia mesti nyembah. Dan malu kalo bikin film asal-alasan. Apalagi kalo sok,” kicau sineas Joko Anwar di akun Twitter-nya, @jokoanwar, 26 Juni 2018. Keluarga Graham yang "dicengkeram" masa lalu menyeramkan (Foto: sundance.org) Alur cerita Hereditary cukup familiar dengan para penggila horor tanah air. Beberapa alurnya sungguh mirip alur Pengabdi Setan , film horor era 1980-an yang di- remake Joko Anwar 2017 silam. Kemiripan terjadi misalnya di adegan pembuka dengan meninggalnya anggota keluarga tertua, pengungkapan rahasia terkait pemujaan setan, dan adanya penumbalan anggota keluarga demi pelestarian sekte pengabdi iblis. Di Hereditary , pengabdi iblisnya adalah Ellen dan Joan (Ann Dowd), seorang yang awalnya diminta bantuan psikis kala Annie berduka hebat. Dalam menit-menit akhir film, Aster mengungkap siapa Ellen dan Joan dan dari mana mereka bisa berjamaah menyembah raja setan Paimon. “Roh Paimon yang bersemayam sejak Charlie lahir, terkirim ke Peter di akhirannya karena Paimon menginginkan tubuh seorang laki-laki,” tutur Aster kepada Variety , 11 Juni 2018. Siapa Paimon? Paimon –kadang disebut Paimonia, Poymon, Peyman, atau Bayemon– pertama kali disebutkan dalam literatur demonologi karya Ioannes Wierus (Johann Weyer), De Praestigiis Daemonum . Tabib dan ahli demonologi asal Belanda ini merilis karya itu dalam edisi cetak pertama kali di Basel pada 1563. Wierus merangkumnya dari berbagai manuskrip yang tak diketahui asal masanya, seperti kitab Liber Officiorum Spirituum . Wierus menggambarkan Paimon sebagai raja iblis kesembilan dari 72 raja iblis lain yang dia data. Paimon salah satu pengikut paling taat Lucifer, malaikat yang dibuang dari surga yang dianggap perwujudan iblis. Ilustrasi Wujud Raja Iblis Paimon (Foto: Dictionnaire Infernal) Wujud asli Paimon sebagaimana ditulis bab “Ars Goetia” dalam kitab Lesser Key of Solomon atau dikenal Lemegeton, yang merangkum manuskrip-manuskrip dan karya Wierus pada abad 17, adalah sesosok iblis laki-laki namun berwajah perempuan yang menunggangi unta. Dia sosok raja neraka berlimpah harta dan punya wawasan ilmu pengetahuan luas. Paimon juga digambarkan sebagai raja iblis yang punya pengetahuan masa lalu dan meramalkan masa depan. Paimon berkemampuan menghidupkan kembali makhluk-makhluk yang telah mati. Dia pendiri Ordo Dominion yang punya pasukan 200 legiun arwah. Kekuatan-kekuatan itu membuatnya punya pengikut, seperti yang dituangkan Aster dalam Hereditary . “Dia (Paimon) ahli dalam seni, ilmu pengetahuan, dan ilmu gaib. Dia bisa dipanggil dan terikat pada tubuh manusia,” ungkap S. Connoly dalam Daeomolatry Goetia.
- Asal-Usul Kondom
KONDOM sudah dikenal sejak berabad-abad lalu dengan beragam fungsi. Pro-kontra selalu menyertai perjalanan sejarahnya. Pada era modern, kondom dipakai untuk mencegah penularan penyakit kelamin dan mencegah kehamilan. Berikut ini perjalanan panjang sejarah kondom: 11.000 SM Grotte Des Combarrelles, gua di Prancis, memiliki lukisan di dinding yang menggambarkan kondom. Para ilmuwan meyakininya sebagai bukti awal keberadaan kondom. 1000 SM Di Mesir kuno, sejarawan percaya orang menggunakan selubung linen untuk melindungi kelamin dari serangga dan penyakit tropis. 1400 Tiongkok dan Jepang menggunakan glans condom yang berfungsi menutupi kepala penis untuk mengontrol kelahiran dan mencegah infeksi. Di Tiongkok, ia terbuat dari usus domba atau kertas sutra yang diminyaki, sementara di Jepang dari kulit kura-kura atau tanduk binatang. 1500-an Gabriello Fallopio, ahli anatomi dan dokter dari Italia, menerbitkan De Morbo Gallico tahun 1564 yang mendeskripsikan pengunaan kondom untuk pencegahan penyakit sifilis. Selubung linen direndam dalam larutan kimia dan dibiarkan mengering sebelum digunakan. Ia dipakai untuk menutupi kepala penis dengan sebuah pita. 1600 Pada abad ke-17, Dr. Condom atau Earl of Condom, dokter Raja Charles II di Inggris, menemukan alat untuk mencegah penyakit kelamin yang terbuat dari selubung usus domba. Bukti awal dari kondom ini ditemukan dalam penggalian di Kastil Dudley, West Midlands, Inggris. Nama kondom diduga berasal dari nama sang dokter. 1800-an Pada 1839, Charles Goodyear, ahli kimia dan insinyur manufaktur dari Amerika Serikat, menemukan vulkanisasi karet, yang kemudian dipakai dalam pembuatan kondom yang elastis dan lebih kuat. Namun kondom karet pertama baru diproduksi tahun 1855. 1912 Julius Fromm, seorang ahli kimia Jerman, menciptakan metode baru untuk memproduksi kondom. Dia mencelupkan cetakan kaca ke larutan karet mentah yang membentuk tekstur pada kondom. 1920-an Menyusul penemuan lateks, bermunculan kondom berbahan lateks yang lebih tipis dan kuat. Penghasil kondom lateks pertama adalah Young's Rubber Company dari Amerika Serikat. Kondom ini diproduksi secara massal dan jauh lebih murah daripada kondom linen. 1929 The London Rubber Company (LRC), perusahaan karet London mendaftarkan Durex sebagai merek. Brand kondom lateks pertama ini menjadi merek terkenal dan terdistribusi luas saat ini. Sebelumnya, pada 1915, perusahaan yang didirikan oleh L.A. Jackson ini menjual kondom impor dan perlengkapan tukang cukur. 1957 Durex menciptakan kondom dengan pelumas. 1984 Lasse Hessel, seorang dokter Denmark, menyerahkan dan kemudian mengembangkan sebuah prototipe kondom perempuan pertama. 1992 Origami Condom, sebuah perusahaan Amerika Serikat, mengembangkan Origami Anal Condom (OAC) yang dirancang untuk aktivitas seks anal. 1995 Mulai diperkenalkan kondom plastik, seperti Avanti dari Durex, yang lebih kuat, tipis, dan bisa dilapisi pelumas berbahan dasar minyak tanpa membusuk seperti karet. Belum begitu popular jika dibandingkan kondom lateks yang lebih murah. 2005 Sonetha Ehlers, seorang dokter perempuan dari Afrika Selatan, memperkenalkan kondom antipemerkosaan bernama Rape-aXe yang terbuat dari lateks. Ketika terjadi pemerkosaan, rangkaian kancing giginya akan mencengkeram penis dan hanya bisa dilepaskan seorang dokter. 2000-an Kondom berkembang lebih variatif, dari segi tekstur, ukuran, bentuk, warna, dan bahkan memiliki varian rasa. Sumber: soc.ucsb.edu/sexinfo , condom-sizes.org , The Humble Little Condom: A History karya Aine Coiller.
- Pemberontakan Terhadap Sastra India
KISAH Panji terpahat pada dinding candi-candi Kerajaan Majapahit. Kemunculannya menunjukkan pemberontakan terhadap sumber-sumber bacaan India. Karsono H. Saputra, dosen Sastra Jawa Universitas Indonesia menjelaskan Kisah Panji berawal dari tradisi lisan yang muncul sebelum 1400 M. Kisah ini kian dapat panggung pada era akhir Majapahit. Setidaknya ia dijumpai dalam bentuk seni rupa, relief, arca dan seni pertunjukkan. “Beberapa candi punya relief Kisah Panji. Misalnya, Candi Gambyok, Candi Panataran, Candi Gajah Mungkur, Candi Yuddha, dan Candi Sakelir. Semuanya dibangun era Majapahit akhir,” ujar Karsono dalam acara seminar internasional Kisah Panji/Inao 2018 di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Selasa (10/7). Beriringan dengan pemahatan di relief, Karsono berpendapat besar kemungkinan Kisah Panji juga dituangkan dalam bentuk wayang beber. Pasalnya, dalam terdapat informasi adanya kesenian itu. Sementaraditulis antara 1575-1635 M. “Wayang beber jadi sudah ada paling tidak sebelum atau pada saat ditulis,” lanjutnya. Sementara dalam bentuk tulis, Kisah Panji baru muncul kemudian. Ini dihasilkan oleh skriptorium pesisiran pada akhir abad ke-16 hingga awal abad ke-17 berupa naskah. Banyak seni pertunjukan juga diilhami Kisah Panji. Misalnya, wayang gedhog, wayang topeng, opera tari, sendratari. Dongeng lisan cerita rakyat juga mengenal kisah dan lainnya. Persebaran kisahnya pun tak cuma di tanah Jawa, tempat ia lahir. Kisah Panji juga dikenal dalam budaya Bali, Lombok, Melayu, Bugis, Siam, Vietnam, dan Kamboja. “Persebaran Kisah Panji ke berbagai geografi budaya sebagian besar nampaknya melalui seni pertunjukkan,” kata Karsono. Bagaimana mulanya Kisah Panji menjadi populer? Peorbatjaraka dalam menyebut kalau pemilihan Kisah Panji sebagai bahan bacaan era akhir Majapahit adalah karena kebetulan. Ini berdasarkan asumsi kalau orang Jawa waktu itu sudah bosan dengan bacaan yang bersumber dari India. Di samping itu mereka juga tak paham lagi bahasa Jawa Kuno sebagai wahana sastra. Bagi Karsono, alasan kebahasaan mungkin bisa diterima. Penggunaan bahasa Jawa pertengahan sebagai sarana penulisan prasasti merebak pada akhir era Majapahit. Artinya, penggunaan bahasa Jawa Kuno sebagai bahasa resmi telah surut. Meski demikian sastra Jawa Kuno masih ditulis hingga abad ke-16 dan abad ke-17, yang sebagian di antaranya dihasilkan di Bali. Bersamaan dengan Kisah Panji, waktu itu juga muncul karya-karya yang bersumber dari lokal. Dalam ranah sastra, merupakan contoh teks yang tak berkiblat pada sastra India. Itu kecuali dalam hal bingkai . Kisahnya merupakan rekaman perjalanan penulisnya, Mpu Prapanca, ketika mengikuti tur Raja Hayam Wuruk ke wilayah kekuasaan Majapahit di Jawa bagian timur. juga contoh lain teks sastra yang tidak merujuk pada sastra India. Teks ini memadukan ajaran Siwa-Buddha. Salah satu bagiannya kemudian juga mengilhami semboyan Indonesia . Pun kehadiran dan Ini adalah bentuk puisi tradisional yang dinyatakan para ahli sebagai asli Jawa. “Itu mempertegas pemberontakan dan pendobrakan atau yang halusnya semangat kembali ke Jawa,” kata Karsono. Bukan cuma sastra, seni bangunan di era itu juga menunjukkan semangat yang sama. Contohnya Candi Sukuh yang merupakan bangunan suci dengan unsur punden berundak. “Dalam konteks semangat kembali ke Jawa inilah Kisah Panji berperan dan mengada pada masa akhir Majapahit,” ujar Karsono. Karsono menilai kehadiran Kisah Panji dalam bentuk tulis yang dipelopori skriptorium pesisir utara Jawa juga menunjukkan gejala budaya keselarasan. Pada abad 16-17 wilayah itu sudah dimasuki pengaruh budaya Islam. Pun kala itu sudah berkembang pula sastra bernapas Islam. Sementara Kisah Panji ditulis dan digubah di wilayah ini. Padahal Panji sangat bernuansa Hinduisme. Kendati begitu, keberadaannya mendapat kesempatan untuk ditulis, disalin, dan digubah beriringan dengan teks sastra Islam. “Sebelum mengembara, naskah Panji adalah simbol keberagaman budaya Nusantara abad ke- 16 lalu berubah menjadi diplomat mengembara ke luar Nusantara,” kata Karsono.
- Penyergapan Tentara Belanda di Tanah Karo
KOTA Binjai pada 13 Juli 1949 tampak lengang. Prajurit I.J.C Hermans masih ingat hari itu cuaca cerah dan kelihatannya begitu aman, damai dan tenteram. Namun, menjelang petang, keadaan di markas militer Belanda mendadak berubah penuh hiruk-pikuk. “Seorang prajurit dalam keadaan terengah-terengah melapor pada komandan setempat di Binjai. Sang komandan melihat dengan keheranan seorang asing yang tiba-tiba muncul di hadapannya, berpakaian hanya bercelana dalam saja,” kenang Hermans dalam “Ups and Downs in Kompani Doea” termuat dalam kumpulan tulisan, Gedenkboek 5 – 11 RI . Prajurit yang cuma mengenakan sempak itu bernama Jan van Thoor, anggota kolone perbekalan Belanda yang hendak menuju Desa Telagah di Langkat Hulu. Dia salah satu korban pengadangan di Bukit Gelugur, Rumah Galuh dekat kampung Keriahen, Tanah Karo. Menurut pengakuan Thoor, saat dalam perjalanan ke Telagah tiba-tiba diserbu dan dilumpuhkan tanpa perlawanan. Yang masih hidup ditawan dan dilucuti. Perbekalan dirampas oleh pasukan penyergap. Tak hanya senjata, pakaian yang dikenakan turut dilucuti hingga menyisakan celana dalam. Beberapa serdadu yang tertangkap adalah Dr. van Bommel, Sersan Donken, Sjengske Vaes, Jan Wolfs, Van Galen, Gerrit Stoffelen, dan Thoor yang berhasil menyelamatkan diri. Mereka dari Kompi 2 Batalion 5-11 yang pernah menghadapi Jerman dalam Perang Dunia II. Menurut veteran tentara pelajar Amran Zamzami dalam memoarnya, Jihad Akbar di Medan Area , Batalion 5-11 beroperasi di jalur Binjai–Tanjung Pura dan sekitarnya. Pasukan infanteri ini dibantu Barisan Pengawal Negara Sumatera Timur, pasukan lokal yang berpihak pada Belanda. Saat terjadi penyergapan di Langkat, nasib mereka tidak dapat dipastikan. Namun, berdasarkan kesaksian Thoor, banyak tentara Belanda yang terluka berat. “Kami berhari-hari melakukan patroli yang melelahkan untuk mencari mereka. Tiap kali kami berangkat dengan penuh pengharapan, pada waktu pulang kami selalu merasa terpukul karena tidak berhasil,” catat Hermans mengenai situasi pasca penyergapan. Terjebak di Basis Gerilya Penyergapan terjadi karena tentara Belanda berada di wilayah berbahaya. Mereka memasuki sarang lawan. Dalam buku Kadet Berastagi suntingan Arifin Pulungan, Desa Telagah adalah pintu keluar–masuk orang-orang gunung dan gerilyawan Indonesia yang ingin melintas ke dataran tinggi Tanah Karo melalui jalan-jalan tikus (jalan setapak). “Sebenarnya apa yang terjadi pada tanggal 13 Juli 1949 dalam peristiwa penelanjangan serdadu Belanda di Desa Telagah adalah hasil penyergapan pasukan TNI Kompi Mohammad Yusuf Husein dari Batalion Nip Xarim yang berlokasi di daerah kantong ini. Dan pasukan yang menyergap itu adalah peletonnya Lukman Husin,” tulis Arifin. Setelah pertempuran selama satu jam, tentara Belanda kewalahan dan menyerah. Pasukan TNI melucuti senjata mereka. Dalam catatan A.R Surbakti, veteran perang kemerdekaan di Tanah Karo, sebanyak tiga tentara Belanda tewas dan tiga orang ditawan. Beberapa orang dari Barisan Pengawal Negara Sumatera Timur juga jadi korban. Sementara di pihak TNI, Kopral Dahlan dan Prajurit Azis gugur. Keduanya dikebumikan di kampung Gurubenua, Tanah Karo. “Dua pucuk senjata otomatis dan enam pucuk karaben dirampas dan sebuah truk dibakar,” tulis Surbakti dalam Perang Kemerdekaan II: Di Tanah Karo-Karo dan Dairi Area. S ejak Januari 1949, lanjut Surbakti, memang telah digencarkan operasi penyerangan untuk merebut pos pertahanan Belanda di sepanjang garis status quo . Pada April 1949 setiap batalion menggilir kompi-kompinya untuk menyusup ke daerah pendudukan Belanda. Tawanan dan Korban Tentara Belanda melakukan pencarian dengan intensif. Pesawat-pesawat capung ( pipercub ) Belanda mengedrop obat-obatan dan bahan-bahan pembalut luka untuk pertolongan pertama di sekitar Desa Telaga. Namun, beberapa hari kemudian tak diperoleh berita perihal tentara Belanda yang tertawan. Setelah gencatan senjata pada 15 Agustus 1949, semua tawanan dipulangkan secara bertahap. Pada Oktober, Van Galen dan Stoffelen dilepaskan disusul Dr. van Bommel dan Sersan Donken. Prajurit Wolfs dan Vaes dipastikan tewas akibat luka-luka. Jenazah Wolfs diketemukan dan kemudian dimakamkan di pekuburan Belanda di Padang Bulan, Medan. Sedangkan jenazah Vaes, secara resmi dinyatakan hilang.
- Kisah Nasional Majapahit
KALAU India punya kisah Mahabharata , Jawa punya Kisah Panji. Cerita tentang Raden Panji Inu Kertapati dan Galuh Candra Kirana ini begitu populer hingga menyeberang keluar Nusantara. Awalnya, tradisi Panji dimulai dari cerita lisan paling tidak sejak 1400 M. Pada era Majapahit, kisah ini mewujud dalam bentuk relief di candi-candi Jawa Timur. Arkeolog Universitas Indonesia Agus Aris Munandar menyebut, salah satu candi yang punya relief candi adalah Panataran di Blitar, Jawa Timur. Candi Panataran bisa diibaratkan sebagai candi nasionalnya Majapahit. “Apabila Kisah Panji dipahatkan di percandian nasional Majapahit, Kisah Panji pun jadi kisah nasional Majapahit. Tak heran akhirnya dikenal di berbagai kawasan Nusantara dan Asia Tenggara,” ucap Agus dalam Seminar Internasional Panji/Inao 2018, di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Selasa (10/7). Kisah Panji populer karena digemari di wilayah Majapahit. Menurut Agus, hubungan daganglah yang menyebarluaskan kisah ini ke luar Jawa. “Panji itu adalah simbol ideal ksatria Nusantara,” ujarnya. Sementara itu, peneliti Kisah Panji dari Jerman, Lydia Kieven berpendapat selain soal kepahlawanan, kepopuleran Kisah Panji didukung beberapa aspek. Kisah Panji adalah teladan bagi rakyat, tapi menyajikan kisah yang tak rumit. Jalan ceritanya mudah dipahami. Ia banyak menyajikan nilai-nilai religius, tapi tak terlalu banyak menyebut persoalan kedewataan yang jelimet. Kisah Panji juga merupakan karakter yang kreatif. Ia seringkali digambarkan sedang bermain musik dan seni lainnya. Menurut Lydia, hal ini bisa jadi inspirasi bagi masyarakat. “Panji berkarakter spiritual, ini bisa jadi sumber inspirasi kesenian yang dihargai,” jelasnya. Adapun Kisah Panji adalah petunjuk bagi kehidupan yang baik. Kisahnya tentang mengatasi segala halangan demi mencapai satu tujuan. Meski begitu, Panji tetap digambarkan sebagai manusia biasa seperti gemar bermain-main dengan perempuan di samping cinta sejatinya, Galuh Candra Kirana (Dewi Sekartaji). Ini membuatnya menjadi sosok yang tak muluk-muluk. “Kisah ini romantis, erotis, tapi bukannya menjadi jorok,” kata Karsono H. Saputra, dosen Sastra Jawa Universitas Indonesia. Kisah Panji, menurut Karsono, mendapatkan bentuk tulisnya baru pada abad 16-17 dalam bentuk naskah yang ditulis di skriptorium-skriptorium pesisiran. “Terlihat dialek pesisiran abad ke-17, sayangnya (naskah, .) yang paling awal yang kita tahu dari abad ke-18,” ujarnya. Peneliti sekaligus Direktur KITLV Jakarta, Roger Tol menunjukkan kalau Kisah Panji sejak dulu pastilah dianggap penting. Pada perkembangan berikutnya, kisah ini banyak ditulis ulang ke dalam berbagai bahasa dan versi. “Suatu karya sastra yang banyak disalin dari masa ke masa biasanya adalah karya yang penting,” katanya. Kisah Panji, selain tersebar di Nusantara, juga tersebar di wilayah Asia Tenggara. Ia telah digunakan dalam 13 bahasa. Bentuknya pun beragam. Ada wayang, teater, tarian, lukisan, sastra lisan, tulis, variasi bahasa, bahan dan variasi ceritanya. Dalam pendaftaran naskah Kisah Panji sebagai Memory of the World UNESCO tahun lalu pun, didasarkan atas variasi naskah yang begitu banyak. Itu berdasarkan empat koleksi di Perpustakaan Nasional Kamboja (1 naskah), Perpustakaan Negara Malaysia (5 naskah), Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (76 naskah) dan Perpustakaan Universitas Leiden (260 naskah). Jumlah ini belum semua karena masih banyak naskah yang tersimpan di perpustakaan lain yang belum sempat terinventaris. “Variasi besar lainnya dalam segi bahan dan bahasa. Ada lontar, daluang, kebanyakan kertas Eropa,” kata Roger. Meski dipakai dalam 13 bahasa, naskah yang didaftarkan di UNESCO terdiri dari 10 bahasa: Jawa-Bali, Jawa, Bali, Melayu, Sasak, Sunda, Aceh, Bugis, Thai, Khmer. Sementara tiga lainnya adalah Myanmar, Vietnam, dan Laos. Roger menyebutkan variasi naskah Panji misalnya, dari Bali. Naskah tertuanya dari tahun 1725, berbahasa Jawa-Bali dan beraksara Bali. Lalu ada variasi naskah dari Gresik (1823). Ada dari perpustakaan Susuhunan, Surakarta (1830). Ada juga dari Surakarta (1808). Kemudian koleksi Perpustakaan Nasional yang disalin tahun 1801. “Ini langka karena indah dengan ilustrasi. Kalau di Leiden yang seperti ini tidak ada,” kata Roger. Lalu ada versi Sasak, yang disebut Versi ini berbahan lontar dan diperkirakan berasal dari abad ke-19. Dari Aceh ada koleksi C. Snouck Hurgronje dari tahun 1873. Ada lagi naskah yang sering digunakan sebagai bahan studi oleh pakar-pakar Panji, seperti Poerbatjaraka, yaitu naskah Panji Melayu berjudul dari tahun 1821. Dari Bugis ada Versi ini beraksara Bugis. Ditulis pada 1870 dan diadaptasi dari Adapun adalah versi Khmer dari kisah Panji. Koleksi Perpustakaan Nasional Kamboja ini beraksara dan bahasa Khmer. “Dari semua itu, variasi ceritanya sangat banyak namun cerita pokoknya sama,” kata Roger. Kisah Panji di mana pun selalu tentang Raden Inu Kertapati dan kekasihnya Candra Kirana. Mereka dipisahkan dan harus mengatasi banyak rintangan luar biasa sampai akhirnya bersatu lagi. Terdapat banyak versi dari kisah pokok ini. Baik soal lokasi, tokoh, maupun nama. “Kita bisa menemukan metamorfosis, penyamaran, bahkan perubahan gender, di samping segala kejadian ajaib,” kata Roger.*





















