top of page

Sejarah Indonesia

Perang Sepakbola Dan Kemerdekaan

Perang Sepakbola dan Kemerdekaan Kroasia

Kroasia merebut kemerdekaannya dengan pengaruh sepakbola. Dipicu “perang” di stadion dengan ultras Serbia.

15 Juli 2018

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Langkah Kroasia ke partai puncak Piala Dunia 2018 jadi prestasi yang patut disanjung, meski kalah di final dari Prancis. Mengingat negeri mereka belum lama merdeka (Foto: fifa.com)

BEGITU wasit asal Argentina Néstor Pitana membunyikan peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan final Piala Dunia 2018, Luka Modric langsung lunglai. Para pemain Kroasia lain nampak pasrah kala para pemain Prancis berhamburan merayakan kemenangan.


Presiden Kroasia Kolinda Grabar-Kitarovic yang hadir dan turut memberikan medali, memeluk satu per satu patriotnya di lapangan hijau seraya menenangkan dan mengapresiasi mereka. Toh, mereka berhak berbangga diri. Bukan perkara receh mereka bisa memijak laga puncak.



Pencapaian baru itu patut dipuja dan dicontoh lantaran mereka berhasil melewati pencapaian timnas Kroasia di Piala Dunia 1998 yang –juga terhenti oleh Prancis di semifinal– hanya menjadi juara tiga. Pencapaian di Rusia juga mengagumkan mengingat Kroasia belum lama merdeka. Kroasia merdeka pada 25 Juni 1991 dan berhasil bangkit dari kehancuran pasca-Perang Kemerdekaan melawan Serbia (1991-1995).


Kerusuhan Suporter Pemicu Perang


Stadion Maksimir, kandang tim Dinamo Zagreb, menjadi saksi bisu pertama terjadinya konflik fisik antara bangsa Kroasia dan Serbia kala menjadi arena pertandingan Dinamo Zagreb kontra Red Star Belgrade di Liga Utama Yugoslavia, 13 Mei 1990. Kala itu, tensi di Balkan mulai bergolak. Dua pekan sebelumnya, Kroasia menggulirkan pemilihan legislatif dengan hasil kemenangan Partai Uni Demokratik Kroasia yang dipimpin pejuang ultranasionalis Franjo Tuđman.


Naiknya Tuđman mengungkit kembali memori pahit dan dendam Perang Dunia II. “Tuđman membangkitkan semangat nasionalis rakyat yang telah lama tertidur. Memakai ikon-ikon Ustaša, yaitu simbol-simbol fasis Kroasia yang berkolaborasi dengan Nazi dalam membantai ratusan ribu orang Serbia,” sebut Franklin Foer dalam How Soccer Explains the World: The Unlikely Theory of Globalization.


Alhasil, luka lama kembali menganga. Etnis Serbia yang kekeuh mempertahankan kesatuan Yugoslavia dengan Liga Komunisnya yang mulai pecah, perlahan mendapat tekanan dari bangkitnya sayap kanan Kroasia itu. Tuđman yang juga menggunakan sepakbola sebagai alat politiknya, didukung penuh oleh Bad Blue Boys (BBB) yang merupakan suporter garis keras Dinamo Zagreb.


“Mereka (BBB) menyadari identitas mereka dan cukup berani mengekspresikan kemerdekaan Kroasia saat yang lain masih takut mengutarakannya,” cetus aktivis dan sineas Kroasia Sasa Podgorelec, dikutip Alex J. Bellamy dalam The Formation of Croatian National Identity: A Centuries-old Dream.


Konflik Balkan itu lalu tiba pada klimaksnya di Stadion Maksimir, kala Dinamo menjamu Red Star. Red Star yang bertandang ke situ dikawal sekira 3000 suporter fanatiknya, Delije. Meski beberapa tindakan kekerasan sudah muncul di luar stadion sebelum laga, “perang” sebenarnya terjadi di stadion.


Saat laga berlangsung, kedua suporter saling mengejek dan menghina. Timpukan batu jadi pelecut kerusuhan kemudian. Foer, yang kala itu meriset gangster dan hooliganisme Serbia, memaparkan bahwa Delije terpaksa mencopot papan-papan reklame sebagai tameng dari serangan lemparan batu massa BBB. Kerusuhan lalu meluas ke lapangan.


“Kejadian itu merupakan yang pertama kalinya dalam kurun waktu 50 tahun, di mana Yugoslavia melihat kelompok-kelompok etnisnya bertarung secara terbuka satu sama lain,” sambung Foer.



Para pemain pun dievakuasi. Tim Red Star diungsikan dengan helikopter, sementara para pemain Dinamo dikawal BBB sampai ke ruang ganti meski beberapa lainnya, seperti Zvonimir Boban, masih tercerai-berai. Kapten Dinamo itu lalu dijadikan pahlawan setelah berusaha melindungi beberapa anggota BBB yang dipukuli polisi dengan melancarkan tendangan kungfu.


Kendati mendapat sanksi enam bulan larangan bertanding dan dakwaan hukum dari Induk Sepakbola Yugoslavia, Boban tak menyesal. “Inilah saya, wajah publik yang siap mengorbankan nyawa, karier, dan segala hal yang membuat tenar. Semua karena satu gagasan, satu cita-cita: Cita-Cita Kroasia,” ujar Boban lantang, dilansir CNN, 13 Januari 2011.


Kerusuhan itu menimbulkan ratusan korban dengan beragam luka, mulai dari luka lemparan batu hingga luka oleh tembakan senjata api. Kerusuhan baru reda setelah polisi mendatangkan kendaraan lapis baja dan water cannon.


Kurang dari setahun berselang, Perang Kemerdekaan Kroasia pecah (31 Maret 1991-12 November 1995) sebagai bagian dari Perang Yugoslavia. Lantaran aktivitas sepakbola terhenti, basis-basis fans, terutama BBB, meleburkan diri menjadi kelompok paramiliter yang menjadi inti HV (Angkatan Darat Kroasia). “Karena saat itu AD Kroasia belum punya emblem, para serdadunya menempelkan emblem (klub) Dinamo ke seragam mereka,” sambung Bellamy.



Mereka berhadapan dengan militer Serbia yang juga diperkuat kelompok paramiliter SDG (Garda Sukarela Serbia) pimpinan Zeljko ‘Arkan’ Raznatovic yang notabene  dedengkot Delije. Anak buah Arkan para anggota Delije. Data Institute for War and Peace Reporting (IWPR) menyebutkan, Perang Kroasia itu menewaskan sekira 15 ribu orang di pihak Kroasia dan lebih dari enam ribu lainnya di pihak Serbia sampai berakhirnya perang yang dimenangi Kroasia. Pada 25 Juni, Kroasia atau Republika Hrvatska memproklamirkan kemerdekaan.



Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Bertahan dari Hukuman IOC, Dulu dan Sekarang

Bertahan dari Hukuman IOC, Dulu dan Sekarang

Indonesia tegar menerima konsekuensi dari IOC gegara menolak visa atlet-atlet Israel di kejuaraan dunia senam. Bukan kali pertama.
Cape Verde, Si Hiu Biru yang Menggebrak Sejarah Piala Dunia

Cape Verde, Si Hiu Biru yang Menggebrak Sejarah Piala Dunia

Charles Darwin pernah mampir ke Cape Verde. Timnasnya lolos ke Piala Dunia tak semata karena naturalisasi dan barisan diaspora namun juga karena dedikasi dan kemauan berproses.
Perkara Naturalisasi Malaysia, Dulu dan Kini

Perkara Naturalisasi Malaysia, Dulu dan Kini

Bukan kali ini saja pemain naturalisasi “Harimau Malaya” bermasalah. Kala kali pertama saja juga dipermasalahkan FIFA.
Varia Maskot Piala Dunia

Varia Maskot Piala Dunia

Maskot Piala Dunia terilhami dari bermacam hal. Mulai fauna khas negeri tuan rumah hingga buah hingga keffiyeh terbang.
DNA Sepakbola dan Tinju Ricky Hatton

DNA Sepakbola dan Tinju Ricky Hatton

Penggemar Bruce Lee yang beralih dari lapangan hijau ke ring tinju. Legenda yang humble hingga dihormati Mayweather hingga Pacquiao.
bottom of page