Hasil pencarian
9597 hasil ditemukan dengan pencarian kosong
- 150 Tahun Max Havelaar karya Multatuli
DI Indonesia, tak ada peringatan untuk mengenang 150 buku Max Havelaar karya Multatuli. Di negeri Belanda, pada 2 Februari lalu, Universitas Amsterdam dan Multatuli Genootschap menggelar pameran “150 tahun Max Havelaar.” Walikota Amsterdam Job Cohen dalam sambutannya mengatakan, “Dan kepada tuan saya mempersembahkan buku ini, Willem III, raja, adipati besar, pangeran dan kaisar dari Insulinde yang cantik dan kaya, Jamrud Khatulistiwa, karena di tempat itu lebih dari 30 juta rakyatmu dianiaya dan diperas atas nama tuan,” ujarnya sebagaimana dikutip Fediya Andina dari Radio Nederland Wereldom roep.
- Hachiko, Sepuluh Tahun Penantian
CERITA berawal ketika Prof. Parker Wilson (Richard Gere) menemukan seekor anjing kecil di stasiun kereta api Bedridge, Wonsocked, Amerika Serikat, tempat ia biasa pergi dan pulang bekerja. Ia membawa pulang anjing berjenis akita itu ke rumah dan memberinya nama Hachiko. Parker dan istrinya Cate (Joan Allen) merawat Hachiko hingga tumbuh besar. Tiada hari yang dilewatkan Parker tanpa bermain dengan Hachiko.
- Belajar dari Sepakbola Tionghoa
PADA mulanya, sepakbola di Hindia Belanda hanya dimainkan oleh orang-orang Barat, terutama Belanda. Sepakbola adalah prestise. Tak mau disebut warga negara kelas dua, sepakbola kemudian dimainkan oleh orang Tionghoa, juga bumiputra. Perkembangan ini ditunjang pula oleh kebijakan Politik Etis. Sekolah-sekolah yang didirikan oleh Belanda seperti MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) , AMS (Algemene Middelbare School) , dan HBS ((Hogere Burger School) mengajarkan olahraga, dan salah satunya sepakbola.
- Duel Sniper Legendaris di Stalingrad
RISAU oleh kampanye “sniperisme” Rusia, Jerman menjawab: membuat propaganda tandingan. Jerman langsung menerbangkan supersniper dari Berlin untuk menghabisi Vasily Zaitsev dan menetralisir sniper-sniper Rusia. Dari salah seorang tawanan Jerman, Rusia mendapatkan informasi bahwa tak lama lagi Vassily akan dihabisi oleh supersniper itu.
- Vasily Zaitsev dan Tradisi Sniper Rusia
HINGGA kini, keberadaan sniper masih diselubungi misteri. Militer di banyak negara sengaja “menyembunyikannya”. Dalam sejarah, “hanya Soviet yang pernah memuja-muja sniper, sewaktu Perang Dunia II dengan apa yang mereka namakan ‘sniperisme’,” tulis Chris Petit dalam tulisan yang dimuat guardian.co.uk/books : “Bang, Bang – You’re Dead”.
- Roman Cinta dan Politik
SULAIMAN, tokoh utama dalam novel Azalea , merasa politik bukan dunianya. Ia bukan hanya tak tertarik, tapi juga ngeri karena politik acap dipakai sebagai alat pemaksa. Dan ia selalu punya jawaban ketika ia ditanya mengenai aktivitas politiknya.
- Jembatan Keledai Tan Malaka
TOKOH pergerakan Tan Malaka menggunakan “jembatan keledai” untuk menulis buku magnum opus -nya: Madilog . Madilog berasal dari jembatan keledai: yakni MAterialisme, DIalektika, dan LOGika.
- Bertahan dari Hukuman IOC, Dulu dan Sekarang
KOMITE Olimpiade Internasional IOC menggugat Indonesia sebagai imbas pemerintah Indonesia tak memberikan visa bagi kontingen Israel untuk mengikuti Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025 di Jakarta (19-25 Oktober 2025). Ini bukan kali pertama Indonesia berurusan dengan IOC soal Israel.
- Neraka Hitler di Stalingrad
SUATU tempat di barat Rusia, 129 tahun pasca-invasi Napoleon Bonaparte ke negeri itu. Suasana tak begitu berbeda dari hari-hari sebelumnya. Serdadu Tentara Merah di pos perbatasan tetap berjaga seperti biasa hingga sesuatu yang ganjil terjadi sekitar pukul 03.30 tanggal 22 Juni 1941.
- Emiria Sunassa, Perupa Perempuan Genius
“SENIMAN menciptakan sesuatu dari apa yang dinamakan ketiadaan,” ujar Emiria Sunassa.
- Wisata Ziarah dan Akulturasi di Ganjuran
SETELAH melewati pepohonan di kiri-kanan jalan, sawah, dan ladang tebu, sampailah saya di kompleks gereja dan candi di Ganjuran, Bantul. Celoteh burung menyambut di pintu masuk. Kompleks ini lengkap. Ada gereja, rumah sakit, biara, panti asuhan, sekolah, dan sebuah candi yang mengesankan: Candi Hati Kudus Yesus.
- John Lie, Si Penyelundup yang Humanis
SUATU hari di sekitar tahun 1921. Laksamana Muda John Lie tak akan pernah melupakannya. Sebuah kapal eskader Angkatan Laut Belanda berlabuh di Manado. Ukurannya besar dan canggih. Banyak penduduk ingin melihat dari dekat dan menaiki kapal itu dengan membayar 10 sen.






















