Hasil pencarian
9584 hasil ditemukan dengan pencarian kosong
- Kemenangan dari Masa Lalu
Pada 8 September 2008, KUKB mewakili sembilan janda Rawagede, resmi menuntut negara kerajaan Belanda untuk bertanggungjawab secara hukum atas “kerugian yang diderita warga Rawagede akibat tindakan tentara Belanda”. Pada 21 November 2008, negara menyatakan kepada pengacara para penggugat tersebut “tidak bersedia memberi ganti rugi atas kerugian yang mereka ajukan”. Para janda penggugat menuduh negara Belanda bertindak onrechtmatig ( unlawful , melawan hukum) dengan melakukan: Pertama , eksekusi terhadap para suami dari para penggugat dan seorang ayah dari seorang penggugat dan penembakan Saih, dan kedua , karena tidak melakukan penyelidikan dan penyidikan hukum yang baik dan tidak mendakwa serta tidak mengadili militer Belanda yang bertanggungjawab atas eksekusi.
- Kisah Duka dari Rawagede
Kapten Lukas Kustaryo alias “Begundal Karawang” kepalanya dihargai 10 ribu gulden oleh Belanda. Kustaryo dan pasukannya yang dicari-cari Belanda itu menjadikan Desa Rawagede (sekarang Desa Balongsari Kecamatan Rawamerta) sebagai basis gerilya. Seperti gaya hit and run , dari desa itu dia menyusup ke kota Karawang di malam hari untuk melakukan penyergapan pasukan Belanda dan langsung menghilang usai menjalankan aksinya. Entah berapa banyak pos Belanda yang diserang olehnya, yang pasti membuat Belanda geram dan bernafsu menangkapnya: hidup atau mati.
- Mitos 350 Tahun Penjajahan
SEBAGAI orang yang nyaris 25 tahun menetap di Belanda, saya sering ditanya tentang masa lampau Belanda di Indonesia. Ada pertanyaan menarik seperti adakah bekas-bekas masa lampau itu terlihat di Belanda? Ada pula pernyataan langsung seperti “Apakah Belanda sampai 350 tahun menjajah Indonesia?” Bagi saya, itu tidak terlalu menarik. Apakah benar Belanda menjajah selama itu?
- Jejak Tafsir Kaum Ahmadi
RUMAH tinggal Mirza Wali Ahmad Baig, mubaliq Ahmadiyah Lahore, menjadi tempat bertemu orang-orang Muhammadiyah, khususnya anak-anak muda. Mereka terutama belajar bahasa Inggris. Haji Oemar Said Tjokroaminoto dan para anggota Sarekat Islam (SI) juga kerap datang. Hubungan SI dan Muhammadiyah masih akur. Tjokro tak sekadar belajar bahasa Inggris. Diam-diam dia menterjemahkan karya Maulana Muhammad Ali, presiden Ahmadiyah Lahore, berjudul The Holy Qur’an , ke dalam bahasa Melayu. Dia mendapat dukungan dari Ahmad Baig. “Dia bahkan mengerjakannya di kapal ketika dia, sebagai wakil SI, bersama Haji Mas Mansur dari Muhammadiyah berangkat ke Mekah untuk Mu’tamar ‘Alam Islami,” tulis Tempo , 21 September 1974, merujuk Kongres Islam Internasional (biasa disebut Kongres Mekkah), upaya membangun institusi pan-Islami baru setelah Mustafa Kemal Pasha menghapus sistem khilafah dan mendirikan Republik Turki pada 1924.
- Riwayat Al-Qur'an Bombay
UMAT Muslim sedunia mengutuk aksi nekat Terry Jones yang akan membakar Al-Qur'an pada peringatan ke-9 tragedi 11 September 2010. Jika pendeta gereja kecil di Gainesville, Florida, Amerika Serikat, itu jadi membakar Al-Qur'an, kehidupan beragama pasti terancam. Namun, bagaimana jika pembakaran Al-Qur'an terjadi di Indonesia? Dua tahun sebelum pembentukan Lajnah Pentashih Al-Qur'an pada 1957, terjadi peristiwa yang diingat banyak orang: “Pembakaran beberapa ribu mushaf cetakan Bombay di Lapangan Banteng, persis pada hari Idulfitri, karena mengandung beberapa kesalahan,” tulis Tempo , 14 April 1984.
- Kisah Satu Sisi
DENGAN sepatu botnya ia melangkah di tanah yang dirembesi air laut. Sambil berbincang, sesaat ia menunjuk pelataran luas yang dijejali ratusan nisan kayu berbentuk salib, lalu menyentuh pundak kawan bicaranya yang telah lewat paruh baya. Ia, Peter Steenmeijer ( Oorlogsgraven-Stichting , Jakarta), bercerita tentang ratusan orang yang mati, sebagian besar disembelih, semasa pendudukan Jepang di Indonesia. “Prajurit Australia, Inggris, dan Belanda terkubur di sini,” ujarnya. Ratusan nisan di Ancol itulah kubur mereka, pengingat kisah-kisah pedih yang telah lewat puluhan tahun.
- 17 Agustus vs 1 Oktober
SAYA datang ke Indonesia pertama kali 1969 dan sudah berkali-kali kembali ke Indonesia. Sebagai seorang yang memulai perjalanan kehidupan intelektual sebagai mahasiswa jurusan studi Indonesia, sejak semula saya bergairah untuk belajar sejarah Indonesia –apalagi bila dibandingkan dengan sejarah Australia. Meskipun sejarah Australia juga penuh dengan kisah perjuangan rakyatnya (biasanya melawan elit kaya, baik kolonial maupun modern), ini tak bisa dibandingkan dengan Indonesia. Indonesia mengalami revolusi; rakyat Indonesia menjalankan sebuah revolusi; negeri Republik Indonesia, yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 dan berhasil mengusir kekuatan politik kolonial tahun 1949, tercipta oleh sebuah revolusi nasional yang prosesnya sudah berlangsung 30-40 tahun sebelumnya.
- Sejarah Asinnya Garam
Jangan sepelekan garam. Ia kelihatannya sepele tapi sejak dulu hampir tak pernah absen dari keseharian hidup manusia. Fungsi garam tidaklah sesederhana yang kita kenal. “Angka yang sering dikutip industri garam modern adalah 14.000, termasuk untuk pembuatan obat-obatan, mencairnya es dari jalanan ketika musim dingin, menyuburkan lahan pertanian, pembuatan sabun, melarutkan air, dan pewarnaan tekstil,” tulis Mark Kurlansky dalam Salt: A World History . Garam merupakan salah satu zat dasar terpenting bagi organisme. Bagi manusia, garam, “bukan hanya merangsang selera, tetapi juga kebutuhan biologis. Ketika manusia berkeringat, dia kehilangan beberapa garam alami di tubuhnya dan ini harus diganti dari makanan yang dia makan,” tulis Reay Tannahill dalam Food in History .
- Untuk Apa Gapura Tujuhbelasan
SEBUAH gapura tembok bercat merah-putih, yang mengelupas dan kotor di sana-sini, berdiri kokoh di bilangan Cipondoh, Kota Tangerang. Di atasnya melengkung dua batang besi dan di tengahnya tertulis nama sebuah gang. Tiga bendera merah-putih sudah tak berbentuk lagi. Di kanan-kiri tembok tertulis dengan warna merah:17-8-45 dan 17-8-09. “Biasanya seminggu sebelum tujuhbelasan, ketua RT menggerakkan warga untuk memperbaiki gapura dengan mengecat ulang dan menyesuaikan tahunnya. Biayanya diambil dari hasil iuran warga,” kata Hamdani, warga setempat, kepada Historia.
- Pendekar Pena dari Betawi
NAMA Zahid bin Mahmud sebagai tukang cerite , sebutan bagi pendongeng di Betawi, demikian tersohor di Jakarta pada era 1960-1970-an. Saking populernya lelaki Tanah Abang itu sampai-sampai muncul istilah ngejaid untuk menyebut kegiatan mendongeng. Dongeng Zahid sangat digemari lantaran ia berkisah dengan menyenangkan dan kerap membumbuinya dengan humor. Tradisi tukang cerite memang telah lama ada di kalangan masyarakat Betawi. Hikayat Nyai Dasima karya G. Francis tahun 1896 sudah menyebut perihal tukang cerite . Kisah Nyai Dasima sendiri dipercaya sebagai kejadian faktual di era 1820-an. Sejak masa tersebut hingga era Zahid, Betawi tak pernah kehabisan tukang cerite dengan gayanya masing-masing.
- Al-Qur'an Cetakan Jepang
KEBUTUHAN mushaf Al-Qur'an di Indonesia masih belum terpenuhi. Apalagi pada bulan Ramadan, permintaan meningkat 20 persen dari sekira 570 ribu Al-Qur'an yang dicetak per bulan. Umat Islam yakin bahwa Ramadan dianggap sebagai waktu yang tepat untuk berbuat baik dan bersedakah, salah satunya dengan membagikan Al-Qur'an. Menurut data Kementerian Agama, saat ini jumlah umat Islam di Indonesia sekira 180 juta jiwa. Dengan asumsi setiap kepala keluarga minimal satu Al-Qur'an, dibutuhkan sedikitnya 36 juta eksemplar per tahun. Sementara produksi Al-Qur'an oleh seratus penerbit yang tergabung dalam Asosiasi Penerbit Mushaf Al-Qur'an Indonesia (APQI) hanya mampu memenuhi 20 juta eksemplar per tahun. Begitu pula Lembaga Percetakan Al-Qur'an Kementerian Agama, hanya berkapasitas 1,5 juta eksemplar per tahun.
- Uang Kuno Bukan Sembarang Uang
Hobi mengoleksi uang kuno marak setidaknya dua dekade ini. Penghobinya akan berburu ke berbagai tempat untuk menambah koleksinya. Tak sedikit pula yang menjajakannya, entah asli atau palsu, di pinggiran jalan hingga situs-situs internet. Uang dibeli dengan uang, dengan nilai yang tinggi. Sejak kelahirannya uang selalu menjadi alat tukar yang penting. Keberadaannya tak bisa dilepaskan dengan lalu-lintas perdagangan di Nusantara. Tak heran jika uang yang digunakan pun beragam, baik bahan pembuatan, bentuk, ukuran, maupun penandanya.





















