top of page

Hasil pencarian

9596 hasil ditemukan dengan pencarian kosong

  • Jack Charlton, Legenda yang Acap Bikin Kiper Berang

    KARIERNYA tak bergelimang harta. Namanya bahkan kalah beken dari sang adik. Namun mendiang Jack Charlton dikenal luas sebagai pemimpin natural dan berkarakter. Meski jasanya terhadap Inggris di Piala Dunia 1966 acap dibayangi para bintang lain, ia dicintai setiap insan di kampung halamannya, Ashington, hingga akhir hayat. Charlton beristirahat dengan tenang untuk selama-lamanya pada Jumat, 10 Juli 2020 (Sabtu, 11 Juli WIB) di kediamannya karena kanker limfoma di usia 85 tahun. Tak hanya di kota kelahirannya, namanya juga sudah terpatri abadi di benak warga kota Leeds karena ia menghabiskan karier profesionalnya sebagai one-club man di Leeds United (1952-1973). “Dia seorang legenda ketika sepakbola belum seperti sekarang. Dia tak bermain demi banyak uang. Dia mencintai sepakbola dengan sepenuh hati dan dia sosok yang sangat menyenangkan,” tutur Maria Wood, salah satu warga Ashington, dikutip BBC , Sabtu (11/7/2020). “Dia legenda sepakbola Inggris dan sungguh menjadi keistimewaan bahwa dia bermain untuk Leeds sepanjang 21 tahun. Jack seorang pria sejati di lapangan. Kami takkan melupakan dirinya atau dampak yang ditinggalkannya bagi sepakbola,” papar Ketua Dewan Kota Leeds Judith Blake. Baca juga: Lembaran Getir Tragedi Heysel Charlton jadi orang ke-12 dari generasi emas timnas Inggris yang memenangkan Piala Dunia 1966 yang berpulang. Kini legenda yang masih hidup tersisa10 orang, termasuk sang adik, Bobby Charlton. Pria yang punya 35 caps di timnas Inggris (1965-1970) itu loyal pada Leeds United baik di masa sulit atau jaya. Ia bersumbangsih dengan ikut menyumbang titel Football League Second Division (kini Divisi Championship di kasta kedua) 1963-1964, Football League Cup 1967-1968 (kini EFL Carabao Cup), dan puncaknya gelar Football League First Division 1968-1969 (kini Premier League). Sebagai pelatih, puncak prestasinya mengantarkan Irlandia pertamakali lolos ke Piala Dunia 1990. ( fifa.com ). Namun rentetan pencapaian itu tetap masih kalah pamor prestasi sang adik Bobby. Akibatnya Jack acap merasa berada di bawah bayang-bayang Bobby yang melegenda di Manchester United. Ketika gantung sepatu pada 1973, Jack langsung jadi pelatih Middlesbrough di tahun itu juga. Ia berhasil membawa “The Boro" promosi dari liga kasta ketiga ke kasta kedua dan juara Football League Second Division 1973-1974. Pun dengan Sheffield Wednesday, ia angkat dari kasta ketiga ke kasta kedua pada musim 1979-1980. Puncak karier Jack sebagai pelatih di level internasional adalah membawa timnas Republik Irlandia untuk kali pertama lolos piala dunia pada 1990. Tim berjuluk “Plucky Ireland” itu bahkan ia bawa melangkah sampai ke perempat final. Sepakbola dari Ibunda John ‘Jack’ Charlton yang lahir di Ashington, 8 Mei 1935 merupakan putra sulung dari empat bersaudara pasangan Robert Wallace ‘Bob’ Charlton dan Elizabeth Ellen ‘Cissie’ Milburn. Berbeda dari Robert yang pekerja tambang batubara dan sama sekali tak tertarik pada sepakbola, Cissie sangat menggemari sepakbola. Cissie merupakan guru sekaligus pelatih sepakbola putri di sekolah tempatnya mengajar. Di masa mudanya, Cissie pesepakbola putri. Banyak paman Jack dari pihak ibunya juga berprofesi sebagai pesepakbola: Jim, George, Jack, dan Stan Milburn. Cissielah yang memperkenalkan sepakbola pada keempat anaknya: Jack, Bobby, Gordon, dan Tommy. Namun hanya Jack dan Bobby yang akhirnya menseriusinya. “Biasanya setelah kami bermain di taman, kami melihat Bob hanya duduk dekat perapian, membaca koran. Cissie yang lebih sering memerhatikan, menanyakan sepakbola dan keseharian di sekolah. Bukan karena dia (Bob) tak menyukai anak-anaknya, hanya saja dia tak senang keributannya,” kata Walter Lavery, sohib masa kecil Jack dan Bobby, mengenang sebagaimana dikutip Leo McKinstry dalam Jack and Bobby: A Story of Brothers in Conflict. Cissie Milburn (kiri) saat berduel udara dengan putranya Jack Charlton. (Twitter @TheCaulfieldWay). Kendati mereka berenam tinggal di rumah kecil dan hidup secukupnya, Cissie nyaris tak pernah absen menemani Jack dan Bobby bermain bola di taman dekat rumah dan sekolahnya. Tak jarang Cissie membawa Jack dan Bobby nonton pertandingan Ashington FC dan Newcastle United, klub yang dibela saudara Cissie, Jack Milburn. “Ketika kami bermain bola di sekolah atau di lapangan, biasanya ada beberapa ayah dari pemain yang menemani. Hanya ada satu perempuan, Cissie Charlton, yang kerap berteriak lebih lantang dari para ayah di pinggir lapangan. Dia sering ikut di bus tim sekolah jika ada pertandingan di sekolah lain. Dia juga tahu banyak hal tentang strategi permainan,” kata Bobby Whitehead, kawan kecil Jack dan Bobby lainnya. Baca juga: Lionel Messi, Alien Sepakbola yang Membumi Meski begitu, Jack dan Bobby yang lebih muda dua setengah tahun nyaris tak pernah akur. Sikap itu baru mencair di usia senja. “Seperti kebanyakan kakak, Jack menganggap saya seperti hama pengganggu saat kami kecil, terutama ketika saya memohon ikut dengannya memetik kentang atau memancing ikan. Ketika saya mengadu pada ibu, dia hanya bisa mengeluh sepanjang hari,” kenang Bobby. Jack Charlton bergabung dengan tim muda Leeds United sejak usia 15 tahun. ( thepfa.com ). Di usia 15 tahun, Jack menolak tawaran uji coba di Leeds United, klub tempat Jim Milburn pamannya bermain. Penolakan Jack didorong oleh keinginannya mengikuti jejak ayahnya sebagai penambang. Pilihan itu kemudian disesalinya. “Jack memilih pelatihan sebagai penambang setelah lulus sekolah tetapi dia terkejut dengan kondisi bekerja di bawah tanah; ledakan untuk mengeluarkan batubara membuatnya kocar-kacir dan langsung lari ke permukaan tanah. Tidak lama kemudian dia minta keluar dari pekerjaan itu,” ungkap Jonathan Mayo dalam The 1966 World Cup Final: Minute by Minute. “Lalu dia menerima tawaran dari pemandu bakat Leeds United sebagai ground staff boy . Artinya ia bekerja sebagai penyapu tribun stadion, penyemir sepatu sepakbola pemain, pemotong rumput lapangan, hingga membersihkan toilet,” sambungnya. Baca juga: Frank Lampard Legenda Bermental Baja Saat menjadi ground staff itulah Jack tak menyia-nyiakan kesempatan untuk trial lagi dengan Leeds. Ia berhasil lolos masuk tim muda Leeds di tahun itu juga (1950). “Tumbuh di wilayah timur laut Inggris dengan budaya kelas pekerja artinya kita bekerja dengan upah yang kecil dan menjadi pesepakbola profesional adalah ambisi realistis buat para pemain bertalenta, meski tetap dibutuhkan kerja keras dan jarang mendapat penghasilan yang lebih dari biasanya yang didapat orang-orang kelas pekerja,” ujarnya dalam Jack Charlton: The Autobiography . Warisan Taktik Usil Dengan postur 187 cm, Jack acap diplot pelatihnya sebagai bek tengah. Butuh tiga tahun baginya untuk menembus tim senior Leeds hingga bisa menjalani debutnya pada 25 April 1953 kala Leeds menghadapi Doncaster Rovers di Football League Second Division. Meski kemudian turut membantu Leeds juara liga kasta kedua dan promosi ke liga teratas pada musim 1955-1956, Jack sempat frustrasi di bawah kepelatihan Don Revie. Tak hanya sering “dicopot-pasang” di starting XI , Jack beberapakali ditukar posisi, seperti dari bek tengah ke penyerang tengah, oleh Revie. Kekesalan Jack makin bertambah karena Revie-menginstruksikan agar setiap pemain sudi main kasar. Jack lebih senang mengacaukan pemain lawan lewat gangguan psikis, bukan lewat aksi-aksi kasar. Itu dipraktikkannya termasuk ketika sudah jadi benteng andalan timnas Inggris pada 1965. Duet kokohnya bersama kapten tim, Bobby Moore, turut  mengantarkan Inggris berjaya di Piala Dunia 1966, satu-satunya Piala Dunia yang dimenangkan Inggris hingga detik ini. Salah satu cara gangguan psikis yang digunakan Jack dan lestari hingga sekarang adalah mengganggu kiper di momen tendangan sudut. Trik untuk mengacaukan konsentrasi kiper lawan ini dipraktikkan Jack mulai musim 1968-1969. Taktik Jack Charlton yang selalu bikin berang kiper masih dipraktikkan di seluruh dunia. ( mightyleeds.co.uk /Twitter @LUFCHistory). Ketika terjadi sepak pojok, Jack dengan postur jangkungnya maju ke garis gawang lawan dan ambil posisi tepat di depan kiper lawan. Dengan begitu bola dari sepak pojok tak serta-merta dipetik kiper yang terganggu. Teman-teman setim Jack pun mendapat kans membuat gol. “Charlton mendapatkan ide itu ketika mengusili adiknya, Bobby Charlton, yang sedang mencoba jadi kiper di sesi latihan timnas Inggris. Taktik itu bikin Bobby sangat marah hingga akhirnya Jack membujuk Revie untuk mencobanya,” singkap Rob Bagchi dan Paul Rogerson dalam The Unforgiven: The Story of Don Revie’s Leeds United. “Itu rencana yang brilian karena bahkan kiper-kiper hebat seperti Gordon Banks dan Pat Jennings sangat membencinya. Sampai-sampai mereka sering dengan sengaja memukul kepala Charlton ketika bola (lambung sepak pojok) melayang. Tetapi akibatnya gawang mereka sering terekspos karena Charlton ternyata masih sanggup menyundulnya,” tambahnya. Baca juga: Obituari Gordon Banks: Akhir Hayat Sang Penyelamat Acapkali para kiper yang merasa berantakan konsentrasinya gegara taktik Jack itu memprotes kepada wasit. Namun, lanjut Bagchi dan Rogerson, wasit tak pernah melihat adanya pelanggaran. Postur Jack saja memang sudah bisa jadi halangan dan dia dengan cerdas memanfaatkan keunggulan fisiknya itu dengan memosisikan diri. Para kiper pun pecah konsentrasi. Trik Jack itu lantas ditiru tim lain dari masa ke masa dan sampai zaman kiwari “warisan” itu masih dipakai tim manapun sekolong langit.

  • Perubahan Peran Perempuan di Nusantara

    Penelitian genetis menunjukkan kemungkinan migrasi Austronesia ke kepulauan Nusantara hingga Oceania didominasi oleh masyarakat yang menganut paham matrilineal. Ini menyiratkan bahwa perempuan berperan besar dalam kependudukan di kawasan itu. "Mereka sepertinya telah sangat mendominasi migrasi pada masa lalu. Sistem kekerabatan matrilokal atau matrilineal pun diduga mendukung fenomena itu," ujar Marlin Tolla, peneliti Balai Arkeologi Papua dalam diskusi via zoom , yang diadakan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas). Kesimpulan itu berdasarkan sampel data DNA mitokondria yang ditemukan pada penduduk Papua. DNA mitokondria diwarisi lewat garis ibu, sedangkan DNA kromosom diwarisi dari garis ayah. Karenanya data DNA mitokondria itulah yang kemudian bisa menunjukkan adanya kontribusi perempuan dalam menciptakan dinamika demografi di wilayah persebaran para penutur Austronesia. "Berkembangnya bahasa Austronesia bisa saja adalah campur tangan sistem matrilokal," kata Marlin. Marlin menjelaskan, kependudukan manusia paling awal di Papua diperkirakan dimulai sejak 40.000-55.000 tahun lalu. Pihaknya menemukan adanya haplogroup (kelompok gen) DNA mitokondria, yakni haplogroup P, Q, dan N, tersebar sangat pesat di wilayah ini sebelum masa persebaran Austronesia. Haplogroup N diperkirakan muncul di Afrika Timur pada 55.000 hingga 67.000 tahun lalu, yangdikuatkan oleh temuan arkeologis dan genetis. " Haplogroup N adalah salah satu cikal bakal atau tertua yang ditemukan terutama di Papua hingga saat ini," kata Marlin. Tertinggi adalah haplogroup Q terutama ditemukan di dataran tinggi Papua dari sekira 28.000 tahun lalu. Didapatkan pula di dataran rendah sebagian. Sedangkan haplogroup P diperkirakan muncul sekira 45.000 tahun lalu. Persebaran terbanyak di dataran tinggi Papua. "Tentu dengan haplogroup ini berpengaruh terhadap bagaimana hubungan mereka ketika penutur Austronesia masuk ke Papua pada masa holosen," kata Marlin. Berdasarkan teori Out of Taiwan , sekira 4.000 tahun yang lalu para penutur Austronesia tiba di kepulauan Nusantara dari Taiwan, lalu menyebar hingga kepulauan Oceania. Mereka datang membawa paket budaya Neolitik, di antaranya budaya gerabah, beliung, bahasa, kemampuan berlayar, bertani, menciptakan teknologi, mengolah makanan, dan domestikasi hewan. "Sebaran penutur Austronesia kita dapatkan bahkan juga di Papua yang kita pikirkan hanya orang-orang berbahasa Papua yang hadir di sana. Nanti kita lihat dari sisi genetik," kata Marlin. Sepertinya, kata Marlin, perempuan dan komunitas yang menganut paham matrilineal merupakan cikal bakal kependudukan Austronesia di Papua. Pihaknya menemukan sebaran haplogroup B dari masa persebaran Austronesia. Adapun haplogrup B diperkirakan berasal dari Taiwan atau Cina Selatan. "Ternyata mitokondria DNA leluhur Asia sangat tinggi ditemukan sebanyak 94 persen, sementara mitokondria DNA leluhur Melanesia hanya menyusun enam persen dari garis keturunan mama yang didapat pada pemukim di Papua," kata Marlin. Adapun Y kromosom, yang menandai garis keturunan ayah, ada sebanyak 28 persen, berasal dari leluhur Asia. Kemudian 66 persennya adalah leluhur Melanesia atau penutur bahasa Papua. Artinya, kata Marlin, pengaruh perempuan Austronesia sangat kuat pada saat itu, terutama di antara penduduk Polinesia kala itu. Sebaliknya, pengaruh perempuan Melanesia sangat sedikit. "Fenomena apa ini? Apakah Austronesia perempuan sangat kuat? Kenapa laki-laki atau orang Melanesia yang berdiam di Papua sebelum kedatangan Austronesia lebih memilih mengadakan percampuran dengan penutur Austronesia perempuan yang datang?" kata Marlin. Teorinya, penutur Austronesia kemudian mewarisi sistem matrilokal atau matrilineal. Ini yang lalu mempengaruhi peranan besar perempuan dalam pengambilan keputusan, kepemilikan atas kekayaan, dan status dalam kehidupan masyarakat. Bahkan di daerah asalnya, dominasi perempuan ini tampaknya sudah ada. Ini didapati lewat temuan di situs kubur yang berada di Cina Selatan. Komunitas di sini merupakan para penutur Austronesia awal. Bekal kuburnya yang melimpah, yaitu berupa perhiasan, keramik, dan tumpukan kerang menjadi penanda status perempuan dalam komunitas itu. "Penutur Austronesia mewarisi sistem kekerabatan matrilokal atau matrilineal sebelum patrilokal terjadi seperti pada masa sekarang," kata Marlin. Pada masa kini, warisan dominasi perempuan masih bisa dilihat jelas di Papua. Misalnya, penduduk perempuan di sekitar Danau Sentani telah dikenal sebagai nelayan andal. Beberapa klan di Papua hingga Oceania juga diketahui memiliki pemimpin perempuan. Ada pula rumah adat yang diperuntukkan bagi perempuan sebagai kepala suku. Namun, karena adanya difusi budaya, respons adaptasi, gaya hidup, dan sebagainya, dalam perkembangannya dominasi semacam itu hanya dianut oleh beberapa suku di Papua dan terutama di Oceania. "Tidak ada salahnya dengan sistem patrilineal, tapi ini kadang menjadi faktor perempuan menjadi orang kedua dan tidak berperan dalam hal besar," kata Marlin. Masyarakat Agraris Menurut Denys Lombard dalam Nusa Jawa: Warisan Kerajaan-Kerajaan Konsentris , para antropolog telah mempelajari bahwa di masyarakat Indonesia bagian timur pembagian tugas dan kekuasaan merata antara kedua jenis kelamin. Lebih jauh, ia membandingkan perempuan yang hidup di lingkungan masyarakat agraris memang lebih bebas daripada di kota-kota niaga di pesisir. Sebagai wilayah yang juga menjadi pendaratan para penutur Austronesia, di Jawa gelar kebangsawanan juga bisa diturunkan lewat garis ibu. Ada beberapa data sejarah yang membenarkan bahwa perempuan pada masa lalu mengambil bagian besar dalam kehidupan ekonomi dan politik. Tersebutlah penguasa Ho-ling dari 674 bernama Sima (Hsi-mo) yang diyakini sebagai perempuan. Pada masa-masa berikutnya tercatat nama Sri Isanatunggawijaya dari Kerajaan Medang, sebagai perempuan pertama di atas singgasana raja yang tercatat dalam prasasti. Kemudian ada Tribhuwanattunggadewi Jayawisnuwarddhani dan Dewi Suhita dari masa Majapahit. Beberapa prasasti juga menyebut bangunan suci yang didirikan oleh para ratu ( bini-haji ). Prasasti tertua, Prasasti Teru I Tepusan (842) mencatat peristiwa dibukanya lahan persawahan milik Sri Kahulunan. "Agaknya ia adalah permaisuri raja yang berkuasa," kata Lombard. Prasasti lain menyebut peran perempuan sebagai pemilik tanah. Prasasti Taji (901) yang ditemukan di Ponorogo memberitakan pembukaan tanah untuk pembangunan candi. Tercatat nama-nama perempuan pemilik tanah yang tanahnya dibeli:Si Padas, ibunya Ni Sumeg, dan Si Mendut, ibunya Ni Mangas. Kebebasan perempuan dalam usaha juga disebut dalam prasasti. Prasasti Kinawe dari masa Kadiri (928) menyebutkan sebuah kawasan tanah milik perempuan bangsawan bernama Dyah Muatan yang ternyata penguasadari Gunungan. Dijelaskan bahwa yang bakal menjadi pewarisnya ialah putranya sendiri Dyah Bingah serta keturunan Dyah Bingah. Bukan saudara tirinya, baik laki-laki maupun perempuan, hasil perkawinan Dyah Muatan dengan suaminya sekarang. "Sebab tanah milik itu bukan kepunyaan rakryan suaminya," kata Lombard. Di luar itu, dikenal pula tokoh perempuan dalam pewayangan Jawa yang menonjol karena keberaniannya. Srikandi, salah seorang istri Arjuna, selalu siap sedia menyambar musuh dengan busurnya. "Seperti juga Srikandi, di kalangan perempuan Jawa masih tetap ada segi jantan dan semangat juangnya," kata Lombard. Diketahui juga kalau raja-raja Jawa mempunyai pasukan pengawal yang terdiri dari perempuan perkasa. Di antaranya yang terkenal adalah korps perempuan dari keraton Jawa, prajurit estri Mangkunegaran. Pengaruh yang Mengubah Lombard berpendapat kecenderungan untuk membatasi kebebasan perempuan dan mengawasi segala gerak-geriknya muncul bersamaan dengan perkembangan bandar-bandar dan agama Islam. "Bahkan di Jawa Tengah, para priyayi mengembangkan suatu kesusastraan sok moralis yang sangat seksis sifatnya dengan tujuan menampilkan perempuan sebagai makhluk yang tak pernah dewasa," kata Lombard. Lombard mengutip pepatah terkenal wong wadon iku suargane nunut, nerakane katut. Artinya perempuan itu, baik ke surga maupun ke neraka selalu mengikuti suaminya. "Mereka boleh dikatakan disisihkan dari kehidupan politik yang sebelumnya menjadi ajang mereka berkiprah," lanjut Lombard. Menurut Lombard, tak seorang pun perempuan bertakhta ketika Mataram Islam atau kota-kota di pesisir Jawa naik ke atas panggung sejarah. Terkecuali adalah Ratu Kalinyamat yang menguasai pelabuhan Jepara pada abad ke-16. Terlepas dari pendapat Lombard, ketika perkembangan budaya India di Nusantara pun kedudukan perempuan tak selalu setara dengan laki-laki. Kedudukan perempuan yang lebih rendah, salah satunya, muncul dalam praktik sati, di mana perempuan harus mengikuti suaminya hingga ajal menjemput. Jika tidak ia bukanlah istri setia. Namun, kebiasaan yang ditemukan di Jawa sedikit berubah dari asalnya di India. Menurut Titi Surti Nastiti, epigraf Puslit Akenas, dalam berita Portugis disebutkan sati tidak hanya dilakukan perempuan. Laki-laki bangsawan diketahui melakukan bunuh diri sebagai tanda setia kepada rajanya. Ada lagi anggapan kalau perempuan pada masa Jawa Kuno sering kali dijadikan hadiah untuk raja. Misalnya, dikisahkan dalam naskah Nagarakrtagama , Raja Majapahit Hayam Wuruk bersuka cita menikmati gadis-gadis ketika mampir di suatu desa dalam lawatan agungnya bekeliling negeri. Soal ini, kata Titi, konteks zaman haruslah diperhatikan. Perbuatan Hayam Wuruk kala itu belum tentu dipandang buruk. Justru mungkin ia akan dianggap sebagai raja yang dicintai. Apalagi jika mengingat Mpu Prapanca sebagai penulis Nagarakrtagama , tak akan mungkin menuliskan hal buruk tentang rajanya. Sementara itu, sejarawan Peter Carey pernah berpendapat saat acara bedah bukunya, Perempuan-perempuan Perkasa di Jawa Pada Abad ke XVIII dan XIX, bahwa tatanan perempuan berubah 180 derajat setelah Perang Jawa. Pada masa Hindia Belanda (1818-1942) yang menandai era kolonial sesungguhnya, Jawa mengadopsi sistem patriarki. Ini terasa pada masa berkuasanya Herman Willem Daendels (1808-1811). "Daendels mengumumkan bahwa 'perempuan tidak punya tempat dalam penghormatan umum, dengan perempuan hanya ada urusan pribadi'," kata Carey. Pilihan sebagai Manusia Modern Ayu Utami, sastrawan yang banyak mengangkat tema feminisme, dalam diskusi yang diadakan PuslitArkenas itu, berpendapat perlunya melihat apa yang membedakan kondisi dulu dengan kini. Khususnya soal apa yang membuat struktur masyarakat yang tadinya memberi peran besar kepada perempuan kemudian bergeser ketika masuknya pengaruh dari India, Arab, dan Barat? “Masyarakat Asia Tenggara memberi peran lebih besarkepada perempuan. Lalu bagaimana pergeserannya dari struktur Asia Tenggara tadi ketika bertemu dengan pengaruh India, Arab, dan Barat?” kata Ayu. Yang jelas, lanjut Ayu, kini ada hal istimewa yang dimiliki oleh masyarakat modern, yaitu kesadaran akan hak asasi manusia. Dulu, mungkin tak ada kesadaran itu sehingga bisa menjadikan perempuan tak dilihat sebagai manusia yang berdiri sendiri. Mereka dianggap dalam perlindungan tuan, suami, atau ayahnya. “Kita mendukung emansipasi, mendukung siapapun manusia mengaktualisasi dirinya tanpa diskriminasi. Itulah kesadaran modern, juga kesadaran yang dimungkinkan sistem masyarakat modern yang sudah mengakui hak asasi manusia,” kata Ayu. Menurut Ayu, dalam kehidupan modern di mana ada perlindungan langsung dari negara, pandangan lama tentang perempuan semacam itu harus diubah. “Masalah kita sekarang bagaimana menggunakan hasil penelitian tadi kepada pilihan modern atau pilihan kita hari ini. Bagaimana hasil penelitian ini mempengaruhi sikap kita dan mutu argumentasi kita dalam membuat pilihan, baik politik maupun sehari-hari,” kata Ayu .

  • Papa T. Bob, Pencipta Lagu Anak Generasi 1990-an

    Papa T. Bob, pencipta lagu anak-anak ternama era 1990-an, meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit pada Jum’at, 10 Juli 2020. Jenazahnya dimakamkan pada hari itu juga sore harinya di Tempat Pemakaman Umum Jurang Mangu Timur, Tangerang Selatan, Banten. Selama dekade 1990-an, Papa T. Bob menciptakan banyak lagu anak-anak dan menjadi hits di radio serta televisi. Lagu-lagu itu kemudian dijual dalam bentuk kaset dan laris manis di pasaran. Berkat lagu-lagunya, sejumlah nama penyanyi cilik menjadi tenar. Seperti Enno Lerian, Dhea Ananda, Leony, Alfandy, Joshua Suherman, dan Tina Toon. Papa T. Bob bernama asli Erwanda Lukas. T. Bob adalah nama anaknya. Dia menyebut dirinya Papa T. Bob setelah menciptakan lagu anak-anak untuk kali pertama pada awal 1990. Theodore K.S., pengamat musik yang pernah mewawancarai Papa T. Bob, mengatakan kepada Historia , lagu “Semut-semut Kecil” terinspirasi setelah Erwanda memperhatikan gerak-gerik T. Bob sewaktu berusia satu tahun enam bulan. Bermula dari Musik Humor dan Rock Erwanda Lukas lahir pada 22 Oktober 1960. Tak seperti pencipta lagu anak-anak generasi sebelumnya seperti Ibu Sud (Saridjah Niung), Pak Kasur, dan Pak Dal (Daldjono Hadisudibjo), dia termasuk terlambat dalam urusan mencipta lagu anak-anak. Sebab dia sebelumnya lebih sering bermesraan dengan lagu humor dan musik rock. Sebagian lagu humor itu sempat bermasalah. “Humornya nakal. Sering berurusan dengan pihak yang berwajib,” kata Theodore. Kemudian Erwanda beralih ke jalur rock dengan membentuk grup Caesar Rock Group One. Nama panggung Erwanda adalah Wanda Chaplin. Menurut Kelompok Penyanyi Jalanan dalam Catatan Seperempat Abad Kelompok Penyanyi Jalanan , Wanda Chaplin tak sungkan tampil di jalanan. Baca juga:  Ibu Sud Bahagiakan Anak Indonesia Erwanda berupaya masuk ke jalur profesional dengan menawarkan lagu-lagu rock ciptaannya kepada produser. Tapi tak seorang produser pun menerimanya. “Malah dia ditanya, ‘punya lagu anak-anak nggak ?’” terang Theodore. Di sinilah titik balik hidup Erwanda. Dia melihat ini kesempatan untuk menapak jalur profesional. Erwanda menjawab sekenanya. “Ada!” Padahal saat itu dia belum punya lagu anak-anak. “Saya pikir apa salahnya dengan lagu anak-anak? Maka saya bilang ada, jadilah ‘Semut-semut Kecil’ yang dinyanyikan Melisa dan diterbitkan Gajah Mada Records,” tulis Kompas , 12 Mei 1991. “Semut-semut Kecil” menjadi hits . Bersama terbitnya lagu itu, Erwanda meninggalkan nama Wanda Chaplin dan menggantinya dengan Papa T. Bob. Sukses lagu pertamanya bikin kepercayaan diri Papa T. Bob dalam berkarya tumbuh pesat. Dia menciptakan lagu anak-anak lainnya, seperti “Si Kodok” dan me-­ medley dua lagu anak-anak tradisional, “Cublak-Cublak Suweng” dan “Soleram”, dengan cita rasa musik pop. Tapi liriknya tetap bermuatan pendidikan. Baca juga:  Liku-Liku Hidup Ibu Sud Kombinasi Papa T. Bob ini ternyata berhasil mengerek penjualan kaset berisi empat lagu tadi. “Rata-rata mencapai angka penjualan 200.000–800.000 kopi kaset,” catat Barut Junia Sandra dalam Jenis Kalimat dan Pola Kalimat Lagu Populer Kanak-Kanak , penelitian di Fakultas Sastra Universitas Indonesia pada 1993. Karya-karya Papa T. Bob merupakan hasil kompromi keadaan pada masa itu. Sebab, saat itu dia harus mempertimbangkan pula aspek komersil lagu anak. Tapi di sisi lain, dia enggan mengurangi muatan pendidikannya. Papa T. Bob (kiri) bersama anak-anak binaannya dulu yang kini telah dewasa, Tina Toon dan Leony. (Instagram @papatbob_official) Mencari Trio Anak-anak Kaprah pada masa itu lagu anak-anak bercita rasa musik pop laris di pasaran. Tapi unsur pendidikannya sangat kurang. Lirik lagu juga menjadi lebih panjang daripada lirik lagu periode sebelumnya. Lagu ciptaan Papa T. Bob termasuk berlirik panjang. “Syair lagu anak-anak pada dekade tahun 90-an memiliki kecenderungan untuk berlawanan dengan realitas sehari-hari yang memiliki konsep yang salah terhadap pemahaman akan sesuatu,” tulis Djoko Marihandono dalam laporan penelitiannya di Universitas Indonesia, “Perkembangan Tematis Syair Lagu Anak-Anak”. Baca juga:  Mengenal Pak Dal, Pencipta Lagu Bintang Kecil Setelah selesai dengan penciptaan lagu, Papa T. Bob melangkah lebih jauh. Dia mencari anak-anak untuk menyanyikan lagu ciptaannya. “Maka dia mengintip penyanyi anak-anak yang setiap hari Minggu manggung di Pasar Seni Ancol. Keinginannya membentuk sebuah trio,” kata Theodore. Kebetulan saat itu ada tiga anak tampil: Johani, Johermin, dan Indah Pratiwi. Usia ketiganya baru menginjak sepuluh tahun. Papa T. Bob terkesan dengan kualitas vokal mereka sehingga mengajaknya masuk dapur rekaman. Dia menamainya Trio Anak Manis. Selama bersama anak-anak itu, Papa T. Bob menerapkan psikologi anak-anak. Dia tak pernah memaksa mereka untuk memenuhi misi pribadinya. “Bisa saja sedang take (merekam) vokal, mereka mengeluh capai, haus, mengantuk, dan sebagainya,” kata Papa T. Bob dalam Kompas . Dia menyesuaikan cara kerjanya dengan keadaan mereka seperti kapan harus memulai rekaman atau menghentikannya. Baca juga:  Balonku dan Rahasia Penciptaan Lagu Anak-anak Papa T. Bob membuat terobosan baru dalam penggarapan album Trio Anak Manis. Dia mengisi musiknya dengan irama disko. Tujuannya agar pasar menerima album ini. Dengan cara demikian, dia juga tetap dapat menyampaikan pesan dalam lirik lagu ciptaannya. Tercatat, selama lebih dari sepuluh tahun lagu ciptaan Papa T. Bob mendominasi pasar lagu anak-anak. Anak-anak binaannya juga tenar dimana-mana. Anak-anak Indonesia kelahiran 1980-an akhir dan 1990-an awal, hapal di luar kepala lirik lagu ciptaannya. Hilang dari Peredaran Papa T. Bob mendulang rupiah dari mencipta lagu anak-anak dan mengorbitkan anak-anak ke televisi. Dia langsung bisa menebus sebuah apartemen hanya dengan sebuah lagu. Tapi saban kali merayakan hari ulang tahunnya, dia memilih berbagi kebahagiaan dengan sesama yang kurang beruntung. “Bagi pencipta lagu anak-anak ini, ulang tahunnya cukup dirayakan di rumah yatim piatu atau dengan sunatan massal,” catat Ummat , Vol . 2, Isu 8-13. Nama Papa T. Bob sempat hilang beberapa lama pada dekade 2000-an. Inilah dekade kebangkrutan lagu anak-anak. Beberapa pencipta lagu anak-anak sudah marhum sejak dekade sebelumnya. Sementara itu, industri televisi juga mulai menyingkirkan beberapa acara anak-anak dan enggan menayangkan lagu anak-anak. Baca juga:  Lima Dekade Lagu Anak-anak Indonesia Masa itu Papa T. Bob terbelit sejumlah kasus dan tuduhan tak sedap: pelecehan, perjudian, dan penipuan. Dia sempat aktif kembali menulis lagu pada 2005. Tapi masa jayanya sudah lewat. Lagu-lagu itu tak laku. Kondisi ekonominya merosot. “Saya tidak bisa hidup lagi di dunia orang kaya. Dunia saya sekarang ada di warteg (warung tegal),” kata Papa T. Bob dalam Tabloid Bintang, 9 Juni 2010. Ketika kekerasan terhadap anak-anak mulai jadi perhatian orang di negeri ini, Papa T. Bob muncul lagi. Dia membuat satu lagu khusus berjudul “Anti Kekerasan Anak” pada 2014. Setelah itu, nama Papa T. Bob lenyap lagi dari peredaran. Dia mengidap penyakit diabetes dan harus menjalani perawatan rutin. Semua sakit Papa T. Bob berakhir Jum’at kemarin. Dia wafat meninggalkan lagu-lagu anak-anak hasil kompromi zaman. Anak-anak yang pernah mendengar lagu ciptaannya dulu, kini telah tumbuh dewasa. Melalui media sosial, mereka mengungkap rasa kehilangannya. Selamat jalan, Papa T. Bob.

  • Aksi Pembangkangan Boyke Nainggolan

    Sepulang dari pendidikan di Amerika Serikat (AS), Mayor Boyke Nainggolan sedianya disiapkan menjadi perwira masa depan oleh Markas Besar Angkatan Darat. Namun dalam perkembangan selanjutnya ternyata Mayor Boyke justru bersilang pendapat dengan pemerintah. Dia tidak setuju dengan cara pemerintah pusat menyelesaikan masalah PRRI lewat operasi militer. Karena ketidaksetujuannya tidak digubris, maka komandan Batalion Pengawal Kota Medan itu pun bikin kejutan sebagai wujud koreksinya. “Mayor Boyke Nainggolan di Medan melakukan kudeta yang (dia) menamakan Operasi Sabang-Merauke,” ungkap Dinas Sejarah TNI dalam Biografi Jenderal Besar Dr. A.H. Nasution: Perjalanan Hidup dan Pengabdiannya . Aksi pembangkangan Mayor Boyke terhadap pemerintah pusat itu terjadi pada 16 Maret 1958. Nainggolan bergerak setelah Mayor Jenderal Abdul Haris Nasution, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), “menghukum” kekuatan PRRI lewat “Operasi Tegas” di Pekanbaru, Riau. Pasukan Nainggolan berasal dari Batalion Infantri 131 yang sebelumnya di bawah pimpinan koleganya, Mayor Henry Siregar. Dalam waktu sehari, Nainggolan berhasil menguasai kota termasuk memborbardir pangkalan AURI di Polonia. Stasiun Radio Republik Indonesia (RRI) Medan pun diduduki untuk kemudian menyiarkan aksi Operasi Sabang-Merauke. Nainggolan menyatakan dirinya sebagai pendukung gerakan daerah sekaligus mengultimatum pemerintah pusat. Selain itu, Nainggolan memerintahkan pasukannya menangkap pejabat-pejabat yang berpihak kepada pemerintah pusat. Atas aksi tersebut, Kolonel Djatikusumo, Deputi KSAD Nasution dan Koordinator Operasi Militer di Sumatra, terpaksa melarikan diri ke Pelabuhan Belawan di pantai timur. Di sana, Djatikusumo mencari perlindungan kepada pihak Angkatan Laut RI.  Hoegeng Iman Santoso, waktu itu menjadi kepala reserse kriminal kepolisian Sumatra Utara  mengenang suasana mencekam. Di sepanjang jalan, terlihat truk-truk dengan bendera putih yang memberi indikasi PRRI. Pada saat hujan mortir menggoncang keheningan di Polonia, datanglah komando pusat baik dari Nasution maupun Kepala Staf Angkatan Udara Laksamana Suryadarma. “Isinya perintah, agar Polonia dipertahankan sampai titik darah penghabisan!” ujar Hoegeng dalam otobiografinya Hoegeng: Polisi Idaman dan Kenyataan yang disusun Abrar Yusra dan Ramadhan K.H.    Selain merebut kota, pasukan Boyke Nainggolan menggedor Bank Indonesia cabang Medan. Dalam Sejarah Rumpun Diponegoro dan Pengabdiannya yang diterbitkan Kodam Diponegoro disebutkan bahwa uang-uang yang ada di bank-bank dirampas oleh Nainggolan. Uang tersebut digunakan Nainggolan untuk mendanai prajurit-prajurit yang ikut bergabung dengannya. Setelah mendapat kabar pemerintah pusat akan mengerahkan pasukan elite RPKAD ke Medan, pasukan Nainggolan lantas mengundurkan diri ke pedalaman Tapanuli. Dia membawa serta ratusan prajuritnya, sejumlah besar senjata, dan uang jarahan sekira seratus juta rupiah dari Bank Indonesia cabang Medan. Setiba di Tarutung, Boyke Nainggolan menggabungkan diri dengan atasannya, Kolonel Maludin Simbolon yang telah lebih dahulu membentuk basis perjuangan. Keyes Beech, jurnalis Amerika Serikat yang menjadi koresponden Los Angeles Times  untuk Timur Jauh mencatat, dari uang hasil rampasan Nainggolan sebanyak 10 juta dolar Amerika digunakan untuk membiayai perjuangan PRRI.   “Para koresponden Amerika,” tulis Keyes dalam Not Without the Americans: A Personal History , “dengan bangga mencatat bahwa Nainggolan adalah lulusan kehormatan Sekolah Staf dan Komando Forth Leavenworth.”

  • Kisah Sunyi Ali Sastroamidjojo

    Mendung membekap Jakarta senja itu. Matahari malas menampakan diri. Di Taman Makam Pahlawan Kalibata, sunyi terasa ketika beberapa laki-laki dan perempuan berdoa pada sebuah makam. Wajah-wajah syahdu tefekur dalam diam, memandang lurus nisan putih bertuliskan: Ali Sastroamidjojo SH, eks Wakil Ketua MPRS. Sejatinya hidup Ali Sastroamidjojo adalah kisah sunyi yang nyaris tak tersampaikan. Terlalu sempit sumbangsih-nya jika hanya dibatasi sekadar jabatan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS). Terlebih dalam sejarah Indonesia, namanya lekat sebagai pejuang empat zaman dan ikut membidani kelahiran bayi Republik Indonesia. “Pak Ali itu satu angkatan dengan Bung Karno. Pada zaman pergerakan, mereka sama-sama aktif di PNI (Partai Nasional Indonesia) dan bahkan dia pernah dipenjara pula oleh pemerintah Hindia Belanda karena kegiatan politiknya,” ujar sejarawan Rushdy Hoesein. Pernyataan Rushdy tentunya bukan isapan jempol semata. Dalam otobiografinya Bung Karno Penjambung Lidah Rakjat Indonesia (ditulis Cindy Adams), Sukarno beberapa kali menyebut nama Ali Sastroamidjojo dan memanggilnya secara akrab sebagai “kawan lama”. Ali sendiri mengenang nama Sukarno sudah ada di benaknya saat dia belajar ilmu hukum di Belanda. Namun secara pribadi, dia kali pertama berkenalan dengan Sukarno pada akhir 1928 di Yogyakarta. Saat itu sebagai anak muda berusia 25 tahun, dia menyaksikan langsung bagaimana Sang Singa Podium beraksi. “Saya sangat terpukau oleh cara dan kata-kata yang digunakannya…”ungkap Ali dalam otobiografinya, Tonggak-Tonggak di Perjalananku . Sejak itulah Ali bersahabat dengan Sukarno yang usia-nya lebih tua dua tahun darinya. Bahu membahu mereka membangun PNI dan menjadikannya alat untuk melawan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Akibat kegiatan politik itulah, Ali sempat masuk penjara. Ali tidak lama ditahan di penjara. Dia kemudian dibebaskan dengan syarat tidak terlibat aktif lagi dalam kegiatan politik. Syahdan, tak lama setelah pembebasan itu, Ali diajak Sukarno untuk hadir dalam pidato umumnya di Madiun. Entah bagaimana ceritanya, tetiba Sukarno menawarkan Ali untuk menyampaikan pidato pokok. “Tidak Bung. Bung tahu saya baru keluar dari penjara. Saya harus menjaga gerak-gerik saya…” tolak Ali.   Singkat cerita, tibalah waktu Sukarno bicara di depan khalayak. Seperti biasa, sebelum pidato, dia memanjatkan doa. Kemudian setelah meminum seteguk air putih, barulah dia melangkah ke atas mimbar dan berteriak lantang: “Saudara-saudara! Di sebelah saya duduk salah seorang dari saudara kita yang baru saja keluar dari penjara, tidak lain karena dia berjuang demi cita-cita. Tadi dia menyampaikan kepada saya keinginannya untuk menyampaikan beberapa pesan kepada saudara-saudara…” Ali tentu saja terhenyak. Dia sadar telah “dikerjain” oleh sahabatnya itu. Namun menurut Sukarno dalam otobiografinya, hal tersebut dia lakukan justru demi mengangkat mental Ali  dan memberinya kepercayaan diri kembali. Selain itu, dia ingin memberi contoh kongkret kepada rakyat tentang perlawanan kepada kaum kolonialis yang tak mengenal kata berhenti. “Aku tidak mau menjerumuskannya dalam kesukaran. Akan tetapi secara psikologis hal ini penting buat yang hadir, supaya mereka bisa melihat wajah salah seorang dari pemimpinnya yang telah meringkuk dalam penjara karena memperjuangkan keyakinannya dan masih saja mau mencoba lagi.” Menolakkah Ali? Tentu saja tidak. Dia pun berpidato di depan khalayak. * Bisa dikatakan Ali sangat setia dengan jalan nasionalisme. Itulah yang kemudian menjadikannya kembali aktif di PNI pasca Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945. Lewat partai lamanya itu, Ali yakin bisa menyumbangkan segala kemampuan terbaiknya untuk negara. Di awal era revolusi, Ali aktif sebagai orang ke-2 di Kementerian Penerangan RI setelah Amir Sjarifuddin. Sebagai Wakil Menteri Penerangan RI, tugasnya mencakup berbagai hal termasuk ikut mengurusi kelahiran tentara. Ketika Didi Kartasasmita (seorang eks opsir KNIL)  menyatakan akan mengkoordinir kawan-kawannya untuk mendukung RI, Ali ikut patungan bersama Amir untuk membiayai safari Didi keliling Jawa. Hal itu diakui oleh Didi dalam otobiografinya, Pengabdian bagi Kemerdekaan (disusun oleh Tatang Sumarsono). “Saya dibekali oleh Ali Sastroamidjojo dua ribu rupiah…” Begitu pula ketika kemudian sejumlah eks perwira KNIL yang dikoordinasi Didi itu membuat petisi dukungan kepada pemerintah RI, Ali-lah yang mengusulkan kepada Amir Sjarifuddin (yang kala itu berlaku juga sebagai Menteri Pertahanan add interim ) untuk diumumkan selama 10 hari berturut-turut di Radio Republik Indonesia (RRI). Akhir 1948, ketika Yogyakarta diduduki militer Belanda, Ali juga ikut ditawan bersama Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mochamad Hatta. Padahal setahun sebelumnya, dia menjadi salah satu anggota delegasi dalam perundingan Indonesia-Belanda di atas kapal perang Amerika Serikat (AS) bernama Renville. Pasca penyerahan kedaulatan oleh Belanda pada 27 Desember 1949, Ali ditugaskan sebagai Duta Besar RI yang pertama untuk AS. Jabatan itu pula yang kemudian mengantarkannya ke posisi sebagai perdana menteri selama dua kali pada 1953-1955 dan 1956-1957. Banyak kalangan menyebut Ali sebagai pengikut setia Sukarno. Pendapat itu tentu saja ada benarnya mengingat kedekatan Ali dengan Sukarno yang sudah berusia lama. Soal ini bahkan diakui sendiri oleh Tatiek Kemal (66), salah seorang cucu Ali Sastroamidjojo. “Kedekatan itu bahkan sampai menjadikan nenek saya memiliki hubungan yang sangat baik dengan Ibu Fatmawati,” ujar Tatiek. Kendati demikian, tidak serta merta kedekatan itu menjadikan Ali berlaku sebagai pembebek. Alih-alih menuruti semua kata Sukarno, yang ada Ali malah pernah berselilih paham secara keras dengan sahabatnya itu. Ceritanya, saat kembali dipercaya untuk menyusun kabinet yang kedua kali-nya pada 1956, Ali tidak melibatkan Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai salah satu mitra koalisi-nya. Selain sudah merasa cukup berkoalisi dengan Masyumi dan NU yang menolak berkoalisi dengan PKI, Ali pun melihat kecenderungan jika PKI dilibatkan dalam pemerintahannya maka itu sama saja memberi peluang partai komunis ke-3 terbesar di dunia tersebut akan menjadi lebih kuat pada pemilu berikutnya. Suatu hal yang tentu saja tidak dikehendaki oleh PNI. Apa yang terjadi kemudian? Bung Karno marah besar. Dia menuduh Ali telah berlaku tidak adil dan mengidap penyakit komunisto-phobi. “Saudara sebagai formatur bersikap tidak adil terhadap PKI. Bagaimana suatu partai besar yang mendapat suara dari rakyat  lebih dari 6 juta itu, tidak kau ikut sertakan dalam kabinet baru? Ini tidak adil!” sergah Bung Karno. Kendati Ali mengemukakan alasan-alasan di atas kepada Si Bung Besar, namun tindakannya tetap disalahkan. Tak ada titik temu. Ali akhirnya menyarankan presiden untuk mencabut mandat yang diberikan kepadanya dan menyerahkan kepada formatur baru. “Saya tidak bisa merubah susunan kabinet karena saya sudah terikat pada kesepakatan bersama dengan partai-partai koalisi itu,” ujar Ali. “Kau menempatkan persoalan selalu dengan cara yang terlampau tajam. Saya belum mengatakan bahwa saya menolak hasil susah payah kau ini!” jawab Sukarno. Alhasil, presiden pada akhirnya mau menandatangani susunan kabinet yang disodorkan Ali. Kendati demikian Ali tahu, Bung Karno hanya setengah hati menerimanya. (Bersambung).

  • Pengungsian Lena Mokoginta dari Desa ke Desa

    HADIDJAH Lena Mokoginta-Soekanto lahir di Desa Kotabangon, Sulawesi pada 23 Mei 1912. Ayahnya pejabat Rijkbestuur yang dalam bahasa setempat disebut Yogugu. Sementara, ibunya merupakan putri sulung Raja Bolaang Mongondow. Lena bersekolah di HIS Kotamobagu lalu melanjutkan ke MULO di Tondano, Sulawesi Utara selama enam bulan sebelum pindah ke MULO Pasar Baru. Ketika menginjak kelas dua, Lena pindah ke Christelijke MULO di Gang Menjangan. Di sinilah Lena berkawan dengan Johanna Tumbuan yang kemudian dikenal dengan Jo Masdani. Lena juga bergabung dengan Jong Celebes yang kala itu diketuai Empu Senduk (dr. Senduk).   Ketika organisasi kedaerahan itu difusikan mejadi Indonesia Muda (IM), Lena terpilih menjadi ketua peretemuan tersebut. Di IM ia akrab dengan Soenarti, yang kemudian hari menikah dengan Soelistio Wironagoro. Soenartilah yang mengenalkan Lena pada kakaknya, Soekanto. “Tadinya terjadi perang batin ketika aku hendak menentukan pilihan hati, siapa yang akan menjadi suami. Hati sudah tertambat pada Mas Kanto tapi sayang dia seorang pegawai pemerintah Belanda,” kata Lena dalam kumpulan memoar perempuan Sumbangsihku Bagi Ibu Pertiwi.  Keraguannya terhapuskan setelah dinasihati Mr. Sartono. Kata Sartono, pilihan Soekanto justru mendapat dukungan dari para pemimpin pergerakan karena bila Indonesia merdeka kelak, mereka pasti membutuhkan personil yang ahli di bidang masing-masing. “Mendengar hal itu, mantaplah hatiku untuk memilih Mas Kanto sebagai suamiku,” kata Lena. Di masa pendudukan Jepang, Lena dan Soekanto tinggal di asrama Sekolah Kepolisian di Sukabumi. Soekanto mengajar di sana. Sementara, Lena bergabung dengan Palang Merah di Rumahsakit Bunut, membantu dr. Abu Hanifah dan mengajar baca-tulis serta keterampilan lain pada perempuan muda buta huruf. Setelah Proklamasi, Soekanto ditunjuk Bung Karno untuk membentuk polisi nasional yang disebut Jawatan Kepolisian, di bawah Kementerian Dalam Negeri. Dalam Bapak Kepolisian Negara Republik Indonesia yang disusun Awaloedin Djamin dan G Ambar Wulan, disebutkan, ketika ibukota pindah ke Yogyakarta, Kementrian Dalam negeri juga memindahkan kantornya, namun ke Purwokerto. Kantor Jawatan Kepolisian Negara yang berada di bawah Kementerian Dalam Negeri juga dipindah ke Purwokerto. Soekanto beserta staf memulai tugasnya di sana. Kebetulan, ayah dari ajudan Kepala Kepolisian Negara Toti Soebianto menjabat sebagai Patih Banyumas yang berkedudukan di Purwokerto. Raden Mochammad Poerwodirejo (ayah Toti Soebianto) kemudian menyediakan tempat untuk dijadikan markas kepolisian negara.   Lena mengikuti Seokanto pindah ke Purwokerto. Seminggu sekali, Soekanto berangkat ke Yogyakarta untuk melapor pada Bung Karno dan Hatta. Pada Juli 1947, tentara Belanda membombardir Purwokerto. Penduduk kalang kabut, termasuk tantara Indonesia. Lena sendiri terpisah dari Soekanto yang sedang menghadap presiden di Yogyakarta. Lantaran tak memungkinkan bertahan di Purwokerto, ia pun berjalan kaki ke Yogyakarta dan mengungsi dari desa ke desa bersama pembantunya, Mbok Irah. “Di desa pertama yang kami singgahi aku bertemu seorang teman, Zus Do Walandouw dan suaminya yang seorang dokter hewan, setelah berjalan dua hari kami bertemu dengan Keluarga Mudang,” kenang Lena. Dalam perjalanan bersama keluarga Mudang, Lena bersimpati pada Nyonya Mudang, seorang putri Solo, yang harus meniti terjalnya tebing sungai. Namun Lena yang ingin lekas sampai ke Yogyakarta harus meninggalkan keluarga Mudang karena mereka harus beristirahat lantaran Nyonya Mudang sakit. Wajah Lena yang tak terlihat seperti orang Jawa membuat penduduk suka menanyakan identitasnya selama di perjalanan. Mbok Irah selalu pasang badan dan menjawab dalam bahasa Jawa bahwa Lena merupakan menantunya.  Ketika keduanya sampai di sebuah desa, penduduk sudah mengungsi. Mereka lantas menginap di rumah lurah yang hanya dijaga oleh dua orang suami-istri lanjut usia. Keesokan harinya mereka melanjutkan perjalanan. Ketika sedang beristirahat di tepi sungai, Lena dikagetkan dengan kedatangan dua orang pemuda. Karena takut, Lena berusaha sembunyi namun kemudian diteriaki dua pemuda itu.  “Bu Kanto, kami disuruh Bapak mencari Ibu!” teriaknya dari jauh. Lena kemudian diantar ke Wonosobo, kemudian melanjutkan perjalanan ke Magelang. Di sana sudah menanti suaminya. Begitu berkumpul lagi dengan Soekanto, Lena berangkat menuju Yogyakarta. Di Yogya, mereka tinggal di kediaman Bung Hatta yang sudah ditinggal pergi pemiliknya mengungsi ke Madiun. Lena dan Soekanto mendapat kamar di depan. Alangkah senangnya Lena karena bisa berbaring di kasur setelah beberapa hari berjalan dan tidur tidak menentu.

  • Bung Karno yang Kesepian

    Ketika mengikuti delegasi Suratkabar HarianRakyat ke Vietnam pada 1964, Mendiang Amarzan Lubis, redaktur budaya harian itu, ikut menemui pemimpin Vietnam Ho Chi Minh. Delegasi bertemu Paman Ho di tempat tinggalnya, sebuah rumah kecil di kompleks Istana Kepresidenan Vietnam. Rumah itu terletak di belakang istana. “Antara rumah itu dengan istana ada tali yang direntangkan. Paman Ho harus meloncati tali itu setiap kali ke istana. Itulah caranya melatih fisiknya, kata Amarzan kepada Historia beberapa tahun silam. Dalam kesempatan itu, Paman Ho tak lupa menanyakan kabar Bung Karno. Namun begitu mendapat jawaban Bung Karno secara umum sehat, Paman Ho bertanya lebih jauh apakah mereka sudah lama tidak bertemu dengan presidennya alias tidak setiap saat bisa menghadapnya. “Kalau di sini, Paman Ho bisa ditemui kapan pun oleh wartawan,” kata Paman Ho, dikutip Amarzan.    Sukarno memang tak lagi leluasa bergerak menemui sembarang orang sejak dibentuknya Tjakrabirawa. Meski dirinya sempat menolak, pendirian pasukan pengawal presiden yang digagas KSAD Jenderal Nasution itu tetap dilanjutkan karena pengamanan lebih kepada presiden menjadi keniscayaan mengingat beberapa upaya percobaan pembunuhan dilakukan terhadap Sukarno. Dengan sendirinya Sukarno harus merelakan “kemerdekaannya” sedikit dikurangi. “Biasanya dulu aku bisa keluar istana dengan diam-diam, kadang-kadang seorang diri. Semenjak berdirinya Cakrabirawa ini tak mungkin lagi kulakukan,” kata Sukarno dalam otobiografinya yang ditulis Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia .   Sejak menempati Istana pada 1950 hingga sebelum Tjakrabirawa, 1962, Sukarno kerap melakukan hobinya “turba” keliling kota hanya dengan seorang ajudan berpakaian preman yang mengawal. “Kami pergi dengan mobil kecil tanpa tanda pengenal. Kalau hari sudah malam aku menukar pakaian, pakai sandal, pantalon dan kalau hari terlalu panas aku hanya memakai kemeja. Dan dengan kacamata berbingkai tanduk rupaku lain samasekali. Aku dapat berkeliaran tanpa dikenal orang dan memang kulakukan. Ini kulakukan karena ingin melihat kehidupan ini. Aku adalah kepunyaan rakyat, aku harus melihat rakyat, aku harus mendengarkan rakyat dan bersentuhan dengan mereka,” sambungnya. Berbeda-beda jalan dilaluinya, berbagai sudut kota didatanginya, bermacam orang ditemui Sukarno dalam “turba”-nya. Obrolan, perdebatan, guyonan , rayuan orang yang sedang bermesraan, dan semua dinamika kehidupan rakyat menjadi “santapan rohani” Sukarno dalam turba itu. Sukarno kadang mengajak komunikasi orang-orang yang ditemuinya. Namun itu jarang dilakukannya karena khawatir suaranya dikenal orang. Suara “singa podium” memang familiar di telinga rakyat. Suara itulah yang pernah membuat “penyamarannya” ketahuan. Terbongkarnya penyamaran itu bermula dari ketika Sukarno menanyakan seorang kuli yang sedang mengangkat batu bata. Suara Sukarno itu terdengar oleh seorang perempuan yang tak jauh darinya. Karena kaget mengetahui ada presiden di tengah kampungnya, perempuan itu segera berteriak mengumumkan bahwa Bung Karno ada di situ. Orang-orang pun berduyun-duyun datang sehingga pengawal terpaksa melarikan presiden ke dalam mobil untuk kemudian meninggalkan kerumunan. Selain meminimalisir komunikasi, untuk menghilangkan kecurigaan orang dalam penyamarannya, Sukarno melakukannya dengan meniru kebiasaan yang ada pada rakyat. Ketika lapar, dia akan langsung menuju pedagang kaki lima yang diinginkan dan makan sebagaimana pembeli lain makan. “Ada kalanya aku membeli sate di pinggir jalan. Kududuk seorang diri di pinggir trotoar dan menikmati jajanku dari bungkus daun pisang. Sungguh saat-saat yang menyenangkan,” kata Sukarno. Saat-saat menyenangkan itu tak bisa lagi dilakukan Sukarno ketika Tjakrabirawa sudah mengelilinginya 24 jam dalam tiap harinya. Praktis “nyantai” hanya dilakukan Sukarno di lingkungan Istana entah dengan menteri-menterinya yang dia panggil ikut sarapan bareng atau dengan para pegawai Istana yang tinggal di kompleks Istana. Ketidakbisaan berada di tengah rakyat itu amat menyiksa batinnya. “Ditinjau secara keseluruhan maka jabatan presiden tak ubahnya seperti pengasingan yang terpencil. Seringkali aku duduk-duduk seorang diri di beranda Istana Merdeka. Merenung. Dan memandang keluar ke taman indah yang menghilangkan kelelahan pikiran, taman yang kutanami dengan tanganku sendiri. Dan batinku merasa sangat sepi. Aku merasa terpisah dari jelata. Aku ingin bercampur dengan rakyat. Itulah yang menjadi kebiasaanku. Akan tetapi aku tidak dapat lagi berbuat demikian. Seringkali aku merasakan badanku seperti akan lemas, napasku akan berhenti apabila aku tidak bisa keluar dan bersatu dengan rakyat jelata yang melahirkanku,” ujarnya.

  • Ada Trump di Sudut Ring Mike Tyson

    Grand Ballroom Plaza Hotel, New York, 11 Juli 32 tahun silam (1988) penuh sesak oleh para jurnalis olahraga dan bisnis. Keriuhan mengemuka seiring dua sosok yang dinanti naik ke podium. Para fotografer bertubi-tubi membidik dua obyek foto utama mereka: Donald Trump dan Mike Tyson. Ajang menghebohkan itu merupakan konferensi pers bahwa Trump mulai hari itu jadi penasihat keuangan petinju kelas berat yang tengah naik daun berjuluk “Leher Beton” itu. Trump bakal jadi “pekerjanya” Tyson dalam manajemen yang belum lama didirikannya, Mike Tyson Enterprise. Senyum Tyson dan Trump tak henti mengembang ketika hendak mengumumkannya. Trump, yang saat itu tengah naik daun sebagai miliuner real estate, dan anggota dewan penasihat lainnya di dalam manajemen akan membawa Tyson ke masa depan yang lebih cerah. Baca juga:  Penjelajahan Antariksa dari JFK hingga Trump “Saya teman baik Mike dan saya ingin memastikan dia memiliki masa depan yang substansial. Dia juga respek terhadap saya, jadi saya berada dalam posisi menawarkan nasihat yang bermanfaat,” tutur Trump, dikutip suratkabar The New York Times , 12 Juli 1988. “Apapun yang saya hasilkan dari posisi ini akan diserahkan untuk amal melawan AIDS, celebral palsy (kelumpuhan otak, red. ), sklerosis ganda (penyakit autoimun), dan membantu para tunawisma. Dan sebagai penasihat di pertarungan-pertarungan Mike berikutnya, menjadi kewajiban moral saya untuk membawanya dalam kesepakatan bisnis yang tinggi,” lanjutnya dengan bangga. Donald John Trump (kiri) bangga jadi penasihat keuangan Mike Tyson. (Twitter @darrenrovell). Hari itu Trump resmi jadi penasihat untuk membenahi kekacauan finansial pemilik sabuk gelar kelas berat WBA, WBC, dan IBF itu. Sebelumnya, Tyson terlibat perseteruan dengan promotor dan manajer lamanya, Bill Cayton. Perseteruan dengan Cayton muncul ketika Cayton masih memanajeri Tyson bersama dua mitra lainnya, Jim Jacobs dan Kevin Rooney. “Sebelumnya Cayton dalam kontraknya selalu mendapat 30 persen dari uang pertarungan Mike. Tetapi setelah Jacobs meninggal karena kanker pada Maret 1988, bagian yang diterima Cayton menjadi lebih besar dan itu dipermasalahkan (istri Tyson, Robin) Givens,” tulis John R. O’Donnell, pebisnis kasino yang pernah bekerja sebagai chiefoperating officer (COO) Trump Plaza Hotel and Casino, dalam Trumped! The Inside Story of the Real Donald Trump . Baca juga: Presiden Jago Tinju, Gulat Hingga Jiu-Jitsu Dalam klausul kontrak itu disebutkan bahwa jika salah satu dari tiga manajer itu tiada, bagiannya akan diberikan ke mitra lainnya. Dalam kasus ini Cayton. Pasalnya Tyson tak tahu ketika ia meneken kontraknya, Jacobs sudah sakit parah. Hasilnya setelah Jacobs meninggal, sebagian besar pendapatan Tyson beralih ke Cayton. Tyson nyaris tak mendapat apa-apa dari pertarungannya sendiri. Pertarungan Mike Tyson vs Michael Spinks di Trump Plaza. (Griffins Boxing and Fitness). Ketika Tyson bersama istrinya ingin menegosiasi ulang kontraknya, Cayton menolak. Terlebih pada 27 Juni 1988, Tyson mendapatkan deal pertarungan terbesar dalam kariernya saat itu, melawan Michael Spinks. Tyson yang tengah mempertahankan ketiga gelarnya (WBA, WBC, IBF), menang KO di ronde pertama hanya dalam kurun 1 menit 31 detik. “ Deal pertarungan itu antara Trump dan manajemen Tyson. Pertarungannya pun digelar di Trump Plaza Hotel and Casino, Atlantic City. Pertarungan itu menjadi pertarungan tinju dengan nilai bisnis terbesar di dunia pada saat itu. Pihak (manajemen) Tyson pada saat itu menerima USD20 juta, sementara Spinks USD13,5 juta,” ungkap Thomas Pentzek dalam King of Debt: Businessman Donald J. Trump . Trump Selingkuhi Istri Tyson? Trump sudah mengagumi Tyson sejak lama dan meyakini Tyson akan jadi petinju terhebat dunia sejak 1987. Trump saat itu tengah menjajaki perluasan jaringan bisnisnya dari bisnis kasino ke bisnis tinju. Lewat Tyson, Trump meyakini dia bakal bisa masuk ke lingkaran bisnis tinju global yang kala itu dipegang promotor kondang nan flamboyan Don King. “Donald selalu terkesima akan kemampuan Mike di ring. Dia senang melihat Mike latihan. Jika Mike berlatih tanding di gym kami dan Donald sedang berada di Atlantic City, dia pasti akan selalu menyempatkan hadir. Donald kemudian melihat kesempatan bermitra dengan Tyson ketika manajer lamanya, Clayton, berseteru dengan Robin Givens dan mertua Tyson, Ruth Roper,” sambung O’Donnell. Alih-alih jadi penengah, Trump malah dituduh selingkuh dengan Robin Givens (kanan). (Twitter @MichaelDeLauzon). Sayangnya kerjasama Tyson-Trump hanya seumur jagung. Pemicunya urusan rumah tangga Tyson. Pada September 1988 hubungan Tyson dan istrinya mulai retak. Dalam wawancaranya dengan The New York Times , 30 September 1988, Givens mengklaim jadi korban kekerasan dalam rumahtangga (KDRT). “Mike seorang manic depressive . Hidup bersama Tyson adalah siksaan seperti di neraka, lebih buruk dari yang bisa saya bayangkan,” ujar Givens yang juga seorang aktris itu. Baca juga: Tinju Kiri Muhammad Ali di Jakarta Masalah itu jadi lebih kusut lantaran Trump malah ikut campur. Trump dikabarkan main serong dengan Givens. Dalam TrumpNation: The Art of Being the Donald Tim O’Brien mengungkapkan, Tyson sampai datang melabrak Trump di kantornya dan nyaris kena bogem mentah si “Leher Beton”. “Dia bilang: ‘Saya tanya, apakah Anda meniduri istri saya?’ Saya pun diam membeku. Mati saya, nol kesempatan untuk selamat. Dia juara kelas berat dunia dan saya hanya seonggok samsak,” kata Trump dikutip O’Brien. Namun Trump tak menyingkap bagaimana akhirnya. Kepada O’Donnell, Trump hanya menyampaikan bantahannya. “Bisakah Anda bayangkan saya berselingkuh dengannya? Masak saya mau terlibat hubungan di tempat tidur dengan istri Mike Tyson?” kata Trump, dikutip O’Donnell. Desiree Washington, ratu kecantikan yang disebutkan jadi korban perkosaan oleh Tyson. ( Indianapolis Monthly /Indiana Dept. of Correction). Meski masih jadi misteri, kemungkinan besar tuduhan itu sekadar gosip belaka. Buktinya, Tyson masih sudi minta tolong pada Trump ketika dia terbelit kasus dugaan pemerkosaan terhadap Desiree Washington, ratu kecantikan asal Rhode Island. “Satu orang yang dihubungi Tyson setelah ditahan adalah Trump. Beberapa pekan sebelum sidang putusan vonis, Trump mengadakan konferensi pers untuk mengajukan proposal bahwa Tyson tak semestinya dipenjara karena dugaan itu dan harus diperbolehkan tetap berlatih dan bertarung. Sebagai timbal-baliknya, yang didapat Tyson dalam pertarungannya akan disumbangkan untuk Desiree Washington dan para korban kasus pemerkosaan lainnya,” tulis Michael Kranish dalam Trump Revealed: The Devinitife Biography of the 45 th President. Baca juga:  Kakek Donald Trump Korban Pandemi Kendati begitu, Pengadilan Tinggi Marion County tetap menjatuhkan vonis hukuman enam tahun penjara pada Tyson pada 26 Maret 1992. Tyson akhirnya hanya menjalani hukumannya kurang dari tiga tahun karena bebas bersyarat pada Maret 1995. “Bertahun-tahun kemudian ketika saya datang ke kantornya Trump, saya mendapati satu sabuk kejuaraan tinju terpajang milik Tyson. Trump menjelaskan bahwa itu jadi bayaran terhadap utang yang ‘tak bisa dijelaskan’,” tambahnya, menjelaskan persahabatan Tyson dan Trump yang tetap terpelihara. “Tyson kembali memberi bukti akan rasa terimakasihnya dengan memberi dukungan pada Trump saat hendak maju ke pemilihan presiden Amerika Serikat pada 2015, meski isu Islamofobia begitu kencang dilantangkan dalam kampanye Trump,” tandas Kranish.

  • Kombatan Yahudi Mantan Nazi

    CAT kamuflase wajah yang dikenakan tak melunturkan kejelitaannya. Seragam hijau yang membalut tubuh gemulainya dan sepatu bot merah khas IDF (Tentara Israel) yang membungkus kakinya juga tak mengurangi keanggunannya. Balutan keanggunan dan daya mematikannya kian lengkap dengan baret hijau muda yang bertengger di kepala Sersan Gaya Bertele. Bintara dari kesatuan Batalyon ke-227 “Bardelas”, salah satu batalyon campuran (prajurit pria-wanita) di bawah Brigade Regional Eilat, Komando Militer Selatan IDF, itu amat bangga dengan profesinya. Sersan Gaya sempat berkiprah hingga menjadi komandan skuad di salah satu batalyonnya yang punya lingkup tugas di wilayah Arava di perbatasan Israel-Mesir.  Tetapi lantaran sebuah insiden yang membuatnya cedera, Gaya dipindah dari kombatan di lapangan ke belakang meja di markas brigade. Namun itu tak mengurangi rasa bangga prajurit cantik berusia 23 tahun itu, yang mungkin bisa bikin kakek dari pihak ayahnya bangkit dari kubur. Sang kakek, Johann Bertele, merupakan mantan walikota di sebuah kota kecil di Jerman selatan dan kader Partai Nazi-nya Adolf Hitler. “Kakek saya tak pernah menyesali dukungannya terhadap Naziisme dan teori ras. Dia juga tak mengubah pemikirannya itu setelah perang dan mempertahankannya sampai dia mati. Saya yakin jika dia tahu putranya, ayah saya, akan beralih keyakinan dan saya menjadi komandan tempur di IDF, dia akan marah dan bangun dari kuburnya,” tutur Gaya, sebagaimana disitat Jewish Breaking News , 20 Agustus 2017. Johann Bertele (kiri) & Gaya Bertele bersama kedua ortunya, Hans dan Galit. ( idf.il ). Gaya adalah anak pertama dari dua bersaudara pasangan Hans dan Galit Bertele. Hans yang lahir pada 1945 di Jerman kemudian pindah ke Tel Aviv untuk bekerja sebagai chef pastry di Hilton Worldwide –kini ia membuka toko pastry sendiri. Setelah menikah, Hans yang penganut Kristen lalu pindah menjadi Yahudi.  “Saya mengikuti jejak ayah. Pada usia 26 tahun dia sempat mendaftarkan diri ke IDF. Dia bahkan bertempur sebagai penembak jitu di Perang Yom Kippur (6-25 Oktober 1973, red.). Sementara dari pihak ibu, nenek buyutnya merupakan penyintas Holocaust di Auschwitz, di mana ia kehilangan segenap keluarganya yang lain,” sambungnya. Baca juga: Adik Hermann Goering Anti-Nazi & Penyelamat Yahudi “Saya belajar tentang perlakuan Nazi terhadap Yahudi dari sekolah, namun karena kakek saya seorang Nazi, saya mengerti semua prosesnya dengan lebih jelas. Saya paham apa itu ideologi antisemit Nazi, bagaimana mereka memandang Yahudi. Pekerjaan kakek saya adalah melestarikan kemurnian ras Arya di kota kecil yang ia pimpin. Ini yang jadi motivasi saya menjadi prajurit Israel. Ada lingkaran spiritual di sini, untuk membela bangsa saya yang dahulunya hendak dilenyapkan Nazi,” tandasnya. Tapi, Hans dan Gaya bukan satu-satunya orang berdarah Jerman dengan latarbelakang Nazi yang pernah angkat senjata di bawah panji bintang Daud.  Petualangan Ulrich Schnaft Ulrich Schnaft, mantan prajurit SS yang menyamarkan diri masuk IDF. (Majalah BaHamane , April 1958). Kisah prajurit Israel mantan Nazi yang pernah bikin gempar adalah kisah Ulrich Schnaft. Mantan serdadu Schutzstaffel (SS) kelahiran Königsburg pada 1923 itu, sebagaimana disebutkan Ephraim Kahana dalam Historical Dictionary of Israel Intelligence , pada akhir 1944 ditangkap pasukan Amerika di dekat Sungai Po saat invasi Sekutu ke Italia. Dua tahun pasca-Perang Dunia II, Schnaft dibebaskan namun sulit mendapat penghidupan mengingat negerinya porak-poranda. “Tapi Schnaft melihat situasi di mana para Yahudi yang selamat dan dibebaskan dari kamp-kamp konsentrasi keadaannya jauh lebih baik. Sekutu dan banyak kelompok relawan menyediakan sandang, pangan, papan. Entah bagaimana Schnaft bisa menyamarkan dirinya sendiri menjadi orang Yahudi dengan nama samaran Gavriel Weissman,” tulis Kahana. Setelah mendengar bahwa sejumlah orang Yahudi berencana migrasi ke Palestina secara ilegal, Schnaft pun memulai petualangannya dengan ikut bermigrasi. Sayangnya di Marseille kapal yang membawa sejumlah imigran gelap itu dicegat kapal AL Inggris. Weissman alias Schnaft lalu ditahan di Siprus. “Setelah berdirinya negara Israel pada 1948, para interniran di Siprus itu dibebaskan dan Schnaft sebagai imigran baru langsung dikenakan wajib militer IDF. Mengingat ia berpengalaman dalam teknik-teknik militer, kariernya melesat hingga berpangkat kapten di korps artileri. Tetapi gara-gara sering meracau saat mabuk tentang masa lalunya sebagai prajurit Nazi dan bahwa ia menggunakan identitas samaran, komandannya memilih tak memperpanjang masa wajib militernya pada 1952,” lanjut Kahana. Baca juga: Intel Indonesia Dilatih Intel Israel Kembali terpuruk dengan kondisi kantong kering hingga tak bisa pulang ke negerinya lantaran otoritas imigrasi Jerman Barat menolak paspor Israelnya, pikiran culas kembali menghampiri. Schnaft memutuskan untuk menjual sejumlah informasi dan rahasia militer Israel kepada Mesir, musuh negeri Zionis itu dalam Perang Arab-Israel (15 Mei 1948-10 Maret 1949). Ia mengontak Konsulat Jenderal Mesir di Genoa yang lantas memerantarakannya dengan atase militer di Kedutaan Mesir di Roma. Sebagai imbalannya, Schnaft minta dibantu agar bisa pulang ke Jerman. Pihak Mesir setuju dan paspor Israelnya pun “ditukar” dengan paspor Mesir dengan identitas baru: Robert Hayat. Di Kairo, Hayat alias Schnaft dengan enteng membeberkan semua informasi tentang IDF. Mulai dari unit-unitnya, markas-markasnya, program-program latihannya, hingga sejumlah nama perwira yang pernah ia kenal semua diceritakannya kepada pihak intelijen Mesir.  Namun pengkhianatannya terendus Shin Bet (Agensi Keamanan Israel). Pada 1956 ia ditangkap agen Mossad (Dinas intelijen Israel) di Frankfurt. Setelah divonis bersalah, ia dihukum tujuh tahun bui. Setelah bebas pada 1961, ia kembali ke Frankfurt dan dikabarkan menjadi pendeta di salah satu Gereja Lutheran hingga kini. Otto Skorzeny Agen Mossad Skorzeny dalam penahanan tentara Amerika sebelum melarikan diri. ( ushmm.org ). Sebagaimana Marsekal Erwin Rommel, Jenderal Heinz Guderian atau Kolonel Claus von Stauffenberg, pamor perwira SS Otto Skorzeny di mata para musuh Jerman muncul berkat kegemilangan menyelamatkan diktator fasis Italia Benito Mussolini. Pada akhir perang, sang obersturmbannführer (setara letnan kolonel) dengan bekas codet khas di wajahnya itu diseret ke Pengadilan Dachau dengan dugaan pelanggaran hukum perang. Namun sebelum ketuk palu vonisnya, Skorzeny melarikan diri dari kamp interniran di Darmstadt. Dalam pelariannya, ia “bertualang” menjadi penasihat militer di Mesir hingga Argentina. Meski begitu, ada satu bab dalam petualangannya yang sempat diragukan publik, yakni ketika Skorzeny direkrut Mossad pada 1962. Baca juga: Otto Skorzeny yang Ditakuti Keraguan terhadap perekrutan Skorzeny oleh Mossad kemudian dibantah oleh sebuah artikel investigasi di Majalah Matara tahun 1989. Sebagaimana dinukil Haaretz , 27 Maret 2016, mulanya sekelompok agen Mossad yang mengetahui aktivitas Skorzeny di Madrid, Spanyol, pasca-jadi penasihat militer Mesir, sempat ingin mencabut nyawanya. Tetapi rencana itu diurungkan setelah Direktur Mossad Isser Harel melarangnya dan mengatakan bahwa Skorzeny masih bisa “dimanfaatkan” mengingat masih panasnya tensi Israel-Mesir setelah Perang Arab-Israel. Skorzeny yang ditemui beberapa agen Mossad di kediamannya di Madrid, bersedia membocorkan rahasia pengembangan roket Mesir oleh beberapa ilmuwan Jerman sejauh yang diketahuinya. Pamrihnya tak lain agar sisa hidupnya tak lagi diusik dengan perkara kejahatan Nazi di masa lalu. Deal. Setelah diberi pengenalan latihan dasar intelijen khas Mossad, Skorzeny beroperasi “dikawal” dua agen Avraham Ahituv dan Rafi Eitan. Ketiganya turut terlibat Operasi Damocles, operasi klandestin dengan target sejumlah ilmuwan Jerman dan Austria yang tengah mengembangkan roket untuk Mesir. Selain Otto Joklik, ilmuwan tersebut adalah Wolfgang Pilz, Hans Kleinwachter, dan Heinz Krug. Baca juga: Kisah Mossad Mengejar Gembong Nazi Adolf Eichmann Nama terakhir merupakan figur terpenting proyek roket Mesir. Krug tak hanya ilmuwan tetapi juga pebisnis yang selalu menyuplai kebutuhan perangkat keras militer Mesir. Krug dilaporkan hilang pada September 1962 dekat kediamannya di Munich. Menurut Ronen Bergman dalam Rise and Kill First: The Secret History of Israel’s Targeted Assassinations , muncul dua klaim atas hilangnya Krug.  “Yang pertama, dia hilang karena dibunuh Otto Skorzeny dan jenazahnya tak pernah ditemukan. Tetapi klaim lainnya menyebut dia diculik di Munich oleh agen-agen Mossad yang dipimpin langsung Isser Harel di lapangan dan setelah disiksa dalam interogasinya, Krug dihabisi nyawanya,” tandas Bergman.

  • Dinas Intelijen Cekoslowakia dan Dokumen Gilchrist

    Pada April 1965, seorang Armenia bertubuh tinggi langsing, rambut dan kumis mulai beruban, bersikap aristokratis, tidak menarik perhatian banyak orang. Di Kedutaan Besar Uni Soviet pun hanya beberapa orang dalam yang tahu bahwa orang itu berpangkat jenderal, anggota Dinas Intelijen Uni Soviet. Jenderal Agayants, kepala departemen berita-berita palsu, datang ke Indonesia untuk mengawasi sendiri operasi rahasia yang sedang berlangsung. Dia merasa puas dengan hasil Operasi Palmer. Dinas Intelijen Cekoslowakia menunggangi gerakan anti-Amerika Serikat dengan menjadikan Bill Palmer sebagai korban. Kepala American Motion Picture Association of Indonesia (AMPAI) itu dituduh agen CIA. Sehingga, dia di- persona non grata , AMPAI ditutup, dan impor film-film Amerika Serikat dihentikan. “Hubungan Indonesia-Amerika telah mencapai taraf yang sangat gawat. Bukan Palmer saja yang menghadapi kesulitan,” kata Ladislav Bittman, agen Dinas Intelijen Cekoslowakia, dalam Permainan Curang: Peranan Intelijen Cekoslowakia dalam Perang Politik Uni Soviet . Sukarelawan Peace Corps dari Amerika Serikat di Indonesia juga dituduh agen-agen CIA. Pada pertengahan April 1965, pemerintah Indonesia meminta mereka menghentikan kegiatannya. Perpustakaan-perpustakaan USIA (United States Information Agency) juga ditutup. Pemerintah juga mengambil alih pimpinan perusahaan-perusahaan perkebunan dan pertambangan minyak milik Amerika Serikat. Setelah kembali ke Uni Soviet, Jenderal Agayants memerintahkan siaran luar negeri Radio Moskow untuk menyiarkan mengenai kegiatan mata-mata Amerika Serikat di Indonesia, di antaranya menyebut Palmer sebagai agen CIA kawakan yang tertangkap basah. Operasi Tahap Berikutnya Jenderal Agayants kemudian mengirim telegram persetujuan ke Dinas Intelijen Cekoslowakia di Praha untuk operasi tahap berikutnya, yang disebut Rencana Bersama Inggris-Amerika Serikatuntuk menyerbu Indonesia ( British-American Joint Plan to Invade Indonesia ). “Palmer tidak memainkan peranan pada tahap ini,” kata Bittman. Menurut Bittman, rencana ini dikemukakan oleh Mayor Louda, penggagas Operasi Palmer, dengan pertimbangan “Presiden Sukarno telah matang untuk menerima setiap bukti baru mengenai komplotan Amerika Serikat. Mari kita berikan itu kepadanya supaya senang.” “Sebuah dokumen palsu, berupa laporan dari duta besar Inggris di Jakarta kepada Kementerian Luar Negeri Inggris, akan digunakan sebagai bukti. Dokumen palsu ini diteruskan kepada dr. Soebandrio,” kata Bittman. Duta besar Inggris itu adalah Sir Andrew Gilchrist sehingga disebut Dokumen Gilchrist. Kepala Badan Pusat Intelijen (BPI) Soebandrio menerima surat berisi dokumen itu pada 15 Mei 1965. “Saya orang pertama yang menerima Dokumen Gilchrist, sudah tergeletak di meja kerja saya dalam keadaan terbuka, mungkin karena telah dibuka salah seorang staf saya,” kata Soebandrio dalam Kesaksianku Tentang G30S . Stafnyamelaporkan bahwa surat itu dikirim kurir mengaku bernama Kahar Muzakar. Surat itu tanpa identitas dan alamat. “Namun, berdasar informasi yang kemudian saya terima, dokumen tersebut awalnya disimpan di rumah Bill Palmer,” kata Soebandrio. Dokumen itu ditemukan di rumah Bill Palmer di Gunung Mas, Puncak, Bogor, ketika digerebek oleh pemuda pada 1 April 1965. Menurut wartawan senior Kompas , Julius Pour dalam Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan & Petualang , kalau dicermati, kurang logis bahwa surat rahasia antara dua diplomat senior Inggris, tindasannya justru disimpan oleh orang Amerika Serikat. Surat Gilchrist itu ditujukankepada Sir Harold Caccia, Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri Kerajaan Inggris. Soebandrio kemudian menugaskan Kepala Staf BPI Brigjen Pol. Raden Soegeng Soetarto untuk membandingkan surat itu dengan jenis surat yang pernah diambil dari reruntuhan Kedutaan Besar Inggris dua tahun lalu. Pada 16 September 1963, massa yang berdemonstrasi membakar Kedutaan Besar Inggris di Jakarta sebagai bentuk penolakan terhadap pembentukan Federasi Malaysia. Dari reruntuhan itu, BPI menemukan dokumen kajian strategis, seperti mengenai rivalitas antarangkatan dalam ABRI, dan analisi s Gilchrist yang menyebut posisi Sukarno bagaikan tikus terpojok. Menurut Julius Pour, Soetarto memastikan jenis kertas Dokumen Gilchrist sama dengan surat resmi Kedutaan Besar Inggris. Namun, dia memberikan catatan bahwa belum jelas siapa yang dimaksud dengan local army friends (sahabat Amerika Serikat di Angkatan Darat) dan terdapat kesalahan tata bahasa sehingga diragukan penulisnya diplomat Inggris. Sebelumnya, Soetarto melaporkan kepada Soebandrio mengenai informasi sejumlah jenderal Angkatan Darat yang tidak loyal, khususnya dalam kebijakan Ganyang Malaysia. Pada saat informasi itu sedang didalami, Soebandrio menerima surat berisi Dokumen Gilchrist. Soebandrio mengabaikan catatan Soetarto. Dia meyakini dokumen itu otentik. Sebab, sebelumnya beredar buku mengenai rencana Inggris dan Amerika Serikat menyerang Indonesia. “Saya selaku Kepala BPI telah mengerahkan petugas intelijen untuk melakukan pengecekan. Hasilnya membuat saya merasa yakin, dokumen tersebut otentik,” kata Soebandrio. Namun, Soebandrio menegaskan, lepas dari asli tidaknya, Dokumen Gilchrist merupakan upaya provokasi pertama untuk memainkan Angkatan Darat dalam situasi politik di Indonesia yang tidak stabil. Sedangkan provokasi kedua adalah isu Dewan Jenderal. Soebandrio melaporkan Dokumen Gilchrist kepada Sukarno pada 26 Mei 1965. Sukarno segera memanggil semua panglima angkatan untuk menanyakan tentang our local army friends , apakah ada kesatuan yang harus dicurigai. Kepala Staf Angkatan Darat Letjen TNI Achmad Yani menjawab tidak perlu. Kalau secara perseorangan, Yani memang menugaskan Mayjen TNI Soewondo Parman dan Brigjen TNI Soekendro berhubungan dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat dan Inggris untuk mencari informasi yang harus dilaporkan kepadanya. Mengenai Dewan Jenderal, Yani menjawab memang ada, malah dia sendiri yang memimpinnya. Yang dimaksud Yani adalah Wanjakti (Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi) yang bertugas membahas kenaikan pangkat dan jabatan tinggi di Angkatan Darat. Menurut Julius Pour, selesai rapat, Sukarno mengumumkan bahwa memiliki bukti pihak imperialis merencanakan serangan terbatas ke Indonesia untuk membunuh dirinya, Soebandrio, dan Achmad Yani. Serangan itu untuk menggagalkan Konferensi Asia Afrika II di Aljazair pada Juli 1965. Diumumkan di Kairo Konferensi Asia Afrika II ditundakarena terjadi kudeta di Aljazair. Sukarno yang dalam perjalanan menuju Aljazair terdampar di Mesir. Di sana, dia memerintahkan Soebandrio untuk menyebarkan Dokumen Gilchrist kepada pers internasional. Bittman menyebut, kemungkinan besar Soebandrio dan Sukarno sepakat untuk tidak mengumumkannyadi Indonesia, melainkan dalam pertemuan pemimpin Asia dan Afrika di Aljazair, untuk memberikan arti dan publisitas yang lebih besar kepada dokumen itu. “Ketika Konferensi Asia Afrika itu diundurkan, Sukarno dan Soebandrio memutuskan untuk mengumumkan dokumen itu pada akhir kunjungan mereka ke Kairo,” kata Bittman. Koran Al Ahram , 5 Juli 1965, memuat fotokopi Dokumen Gilchrist dan keterangan Soebandrio bahwa dengan diundurnya Konferensi Asia Afrika II, dia memutuskan untuk mengungkapkan dokumen rahasia itu di Kairo. Sehingga seluruh dunia mengetahui bahwa sikap Indonesia terhadap Malaysia semata-mata untuk mempertahankan diri. Maksud lain untuk memberi tahu dunia mengenai untuk apa Inggris mempunyai pangkalan militer di Singapura dan Malaysia. Soebandrio menambahkan , beberapa dokumen lain mengenai rencana operasional yang akan dilancarkan Inggris dengan bantuan Amerika Serikat juga telah dirampas. Inggris merencanakan serangan ke Indonesia setelah Konferensi Asia Afrika II di Aljazair. Serangan itu akan dilancarkan dari Malaysia , yang berdekatan dengan Sumatra; dari Singapura, pangkalan militer Inggris terbesar di Asia; dan dari daerah-daerah Kalimantan Utara yang berada di bawah kontrol Inggris. Penguasa Inggris dan Amerika Serikat menyangkal keras dokumen itu. Marsekal Sir John Grandy, pemimpin angkatan perang Inggris di Timur Jauh, menyebut tuduhan itu omong kosong. “Tetapi sanggahan-sanggahan Inggris dan Amerika itu hanya menambah panasnya situasi saja. Sanggahan-sanggahan itu dianggap sebagai tipu muslihat untuk menyelimuti maksud-maksud mereka yang agresif,” kata Bittman. Pada akhirnya, Inggris tidak menyerang Indonesia. Konflik bersenjata pasukan Indonesia dan Inggris hanya terjadi di Kalimantan dalam rangka Konfrontasi Indonesia-Malaysia. Dan yang terjadi adalah peristiwa Gerakan 30 September 1965 dengan dalih untuk menggagalkan kudeta oleh Dewan Jenderal yang dianggap sebagai our local army friends . Julius Pour menyebut bahwa Dokumen Gilchrist masih selalu dipertanyakan sebab belum terjawab tuntas. Catatan CIA pada 1968 yang sudah dideklasifikasi menyebut tiga pihak yang diduga ingin Sukarno segera menindak sejumlah jenderal Angkatan Darat yang tidak loyal. Dugaan CIA, salah satu dari tiga pihak itu membuat dokumen palsu sebagai pemicu: Soebandrio, PKI, atau Dinas Rahasia Republik Rakyat China. Sementara itu, menurut pengakuan Bittman, dokumen palsu itu dibuat oleh Dinas Intelijen Cekoslowakia dengan arahan dari Uni Soviet. Dokumen itu disampaikan melalui saluran duta besar Indonesia yang disebut Polan, bukan nama sebenarnya, hingga akhirnya sampai di tangan Soebandrio. Mengapa Dinas Intelijen Cekoslowakia beroperasi di Indonesia? Dalam pengantar bukunya untuk edisi Indonesia tahun 1973, Bittman mengungkapkan, pada waktu itu tidak seorang pun mengetahui bahwa Cekoslowakia, sebuah negara kecil di Eropa, telah ikut serta dalam permainan politik di Indonesia. Indonesia bukan ancaman bagi kepentingan Cekoslowakia di bidang ekonomi, politik, dan militer. “Tetapi Dinas Rahasia Cekoslowakia, seperti halnya dinas rahasia negara-negara satelit Soviet yang lain, adalah alat Soviet,” kata Bittman. Di bawah pengawasan penasihat-penasihat Uni Soviet, lanjut Bittman, departemen informasi palsu Dinas Intelijen Cekoslowakia merencanakan kampanye penipuan dan propaganda untuk menggambarkan Amerika Serikat sebagai musuh utama dan kambing hitam bagi semua kesulitan dalam negeri Indonesia. Informasi palsu itu tidak diberitahukan kepada orang PKI karena model ideologi, pelindung, dan penasihatnya Partai Komunis China, bukan Partai Komunis Uni Soviet. “Sebagai akibatnya, pengaruh Amerika menjadi lemah dan kedudukan Soviet menjadi semakin kuat,” kata Bittman. Mayor Ladislav Bittman alias Brychta kemudian menyeberang ke Amerika Serikat pada 1968 setelah Uni Soviet menyerang Cekoslowakia .

  • Peran Radjiman Wedyodiningrat sebagai Dokter Keraton

    Tahun 1910, nama Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat begitu kesohor di Solo sebagai dokter pribadi keluarga Keraton Surokartohadiningrat. Kendati banyak yang belum pernah melihat sosoknya secara langsung, tiap orang pasti akan langsung tahu saat nama itu disebutkan. Menurut A.T. Sugito dalam Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat: Hasil karya dan Pengabdiannya , keberadaan Dokter Radjiman amat melekat dengan praktek kedokteran modern di lingkungan Keraton Surakarta. Radjiman merupakan satu dari sedikit orang yang memilih untuk mengabdi di bawah naungan keraton, ketimbang kepada pemerintah Hindia Belanda. Padahal kalau dilihat dari riwayat hidupnya, dia merupakan hasil pendidikan gaya Eropa sejak kecil. Sekolah Kedokteran Radjiman bukan berasal dari kalangan elit Jawa. Diceritakan Riris Sarumpaet dalam Seri Pengenalan Tokoh: Sekitar Proklamasi Kemerdekaan, ayahnya, Ki Sutodrono, hanya pensiunan prajurit rendahan dari KNIL. Namun Radjiman kecil terkenal pandai, sehingga keluarganya bertekad memasukan dia ke sekolah Eropa. Setamat dari sekolah rendah Tweede Europese Lagere School Yogyakarta pada 1893, Radjiman diminta bekerja di kantor pemerintahan. Tetapi dia menolak dan lebih memilih mengambil beasiswa pendidikan di Sekolah Dokter Jawa (Stovia) di Batavia. Pada 1898, dia lulus secara gemilang. Tawaran sebagai pegawai di Centrale Burgelijke Ziekenhuis (Rumah Sakit Umum) Batavia pun langsung diterimanya. Radjiman resmi memulai kiprah sebagai dokter Jawa. Dia ditempatkan di Jawa Tengah lalu di Jawa Timur. “Dalam perjalanannya ke berbagai daerah itu, Radjiman berjumpa dengan orang-orang desa dan mengobati yang sakit. Dari pengalaman itu timbulah kesadaran padanya betapa bangsa Indonesia menderita di bawah kekuasaan penjajah,” ungkap Riris. Tahun 1904, Rjiman menerima gelar Indisch Arts. Setelah pengabdian selama enam tahun, pada 1910 dia memilih melanjutkan studinya di Universitas Amsterdam. Sejarawan Harry A. Poeze dalam Di Negeri Penjajah: Orang Indonesia di Negeri Belanda , mencatat Radjiman tiba di Belanda pada 1909. “… Ia tiba di Negeri Belanda untuk melanjutkan pendidikan sebagai dokter dan untuk mengkhitan putra-putra Susuhunan,” ungkap Poeze. Sebelum kembali ke Tanah Air, Radjiman pergi ke Berlin, Jerman, untuk belajar ilmu kebidanan, penyakin perempuan dan ilmu bedah. Tahun 1931, dia memperoleh serifikat dokter untuk Gudascopie Urinoir dari Paris, Prancis. Membangun Kedokteran Keraton Tidak lama setelah menerima gelar Indisch Arts dari STOVIA, Radjiman memutuskan berhenti dari posisinya sebagai tenaga kesehatan di CBZ. Itu berarti dia juga turut melepaskan status kepegawaian di dalam pemerintahan Hindia Belanda yang diterimanya. Menurut Sugito, Radjiman memilih mengabdikan diri kepada masyarakat, ketimbang hidup mudah di bawah pemerintah Hindia Belanda. “Lembaran baru kehidupan Radjiman sebagai dokter sebenarnya tidaklah terlalu berbeda, bilamana dilihat dari segi profesi. Sesuatu yang benar-benar baru dalam pengertian bahwa sebelumnya belum pernah ada dan baru ada pada dirinya setelah bertugas di Keraton ini adalah minatnya terhadap ilmu filsafat dan kebudayaan Timur, khususnya Jawa di samping dia sejak saat di Keraton ini memperdalam tentang teosofi,” ungkap Sugito. Berbekal pengalaman praktik di berbagai daerah, pada 1906 Radjiman diangkat menjadi dokter di Keraton Surakarta. Praktiknya sempat terhenti karena dia menempuh pendidikan di Belanda dan Jerman sepanjang 1910-1911. Begitu kembali, Radjiman membawa perubahan besar bagi pengobatan di lingkungan keraton. Antara 1915-1917, atas usaha Radjiman, Keraton Solo membuka apotek pertamanya. Dinamai Panti Hoesodo , apotek ini dijalankan oleh seorang apoteker yang didatangkan pihak Keraton dari Belanda. Bagi Radjiman, yang sudah merasakan langsung praktik pengobatan Barat, keberadaan apotek sangat penting untuk pemeliharaan kesehatan dan membantu memperlancar proses penyembuhan penyakit. “Jadi, pendirian sebuah apotek ini merupakan suatu keberanian pada saat itu, mengingat tenaga ahli untuk itu memang belum ada. Tetapi keahliannya dalam dunia kedokteran menuntut adanya sarana tersebut,” ungkap Sugito. Tidak hanya apotek, Radjiman juga mengusulkan pendirian rumah sakit untuk abdi dalem keraton. Dia ingin semua memperoleh kesempatan yang sama untuk berobat, tidak hanya orang-orang terdekat sultan saja. Gagasan itu disambut baik oleh banyak pihak, termasuk sultan dan keluarganya. Rumah sakit itu diberi nama Panti Rogo , terletak di Kadipala. Setelah pendirian Panti Rogo, Radjiman terus berusaha mengembangkan keilmuannya. Bermodal pengetahuan dari Jerman soal ilmu kebidanan dan penyakit kandungan, dia membuka kursus kebidanan. Radjiman merasa perlu meningkatkan pengetahuan para dukun bayi agar praktik persalinan berjalan baik dan lebih dapat dipertanggungjawabkan. Mengingat masih banyak masyarakat yang memercayakan proses persalinan kepada para dukun bayi tersebut. “Pengabdian Radjiman di Keraton Solo bukan sesuatu yang kebetulan tanpa tujuan dan makna. Tetapi suatu sumbangsih, suatu darmabakti yang penuh makna dan sebagai perwujudan dari prestasi seorang yang berkarya,” ungkap Sugito. Pada 1934, menjelang usia 55 tahun, Radjiman mengajukan permohonan pensiun kepada Sultan. Keinginan itu dikabulkan. Perjuangan selanjutnya Radjiman ada di bidang politik. Dia bahkan tercatat dalam sejarah sebagai salah satu penyusun rumusan kemerdekaan Indonesia bersama Sukarno dan founding fathers lainnya.

  • Kisah Soemarno Dijuluki Gubernur Sampah

    DIET kantong plastik sekali pakai mulai berlaku per 1 Juli 2020 di Jakarta. Tak boleh lagi ada kantong plastik untuk belanjaan di pertokoan, swalayan, mal, dan pasar rakyat Jakarta. Penerapan aturan ini untuk menekan produksi jumlah sampah dan mencegah degradasi lingkungan hidup di Jakarta.

bottom of page