Hasil pencarian
9596 hasil ditemukan dengan pencarian kosong
- Alkisah Bing Slamet
BING SLAMET menimba sumur seni sejak remaja. Guru seninya banyak. Hidupnya berpindah-pindah. Tujuannya satu: mengabdi seni untuk kemanusiaan. Lama tak pulang ke rumah, Bing pernah ditangkap tentara Jepang dan Belanda. Tapi dilepaskan karena statusnya sebagai seniman. Memasuki 1950-an, usaha Bing berbuah. Dia merengkuh gelar “Bintang Pelawak” pada 1953. Dua tahun kemudian, gelar “ Bintang Radio ” disabetnya. Bing beroleh peran utama dalam film. Honornya mahal. Namun Bing tak lantas jemawa. Hidup bersahaja dengan rumah sederhana dekat Pasar Senen. Bing laksana cahaya, banyak orang merubungnya. Tangan Bing selalu terbuka. Sejumlah nama beken pernah dibimbingnya. Sebutlah sedikit nama: Titiek Puspa , Kris Biantoro , dan Benyamin Sueb . Tapi Bing bukan tanpa kritik. Pernah lawakannya dianggap membosankan. Meski begitu, Bing tetap dicintai. Saat wafat, iring-iringan pelayatnya mencapai empat kilometer. Jasadnya mungkin lapuk, tapi jasanya awet dikenang. Tiada Bing lagi. Hingga kini tempatnya belum tergantikan. Berikut ini laporan khusus Bing Slamet: Anak Kolong dari Cilegon Kisah Penyanyi Pengelana Pejuang Penghibur Musisi Sosial Bing Sang Bintang Melawak Tanpa Babak Kesenian Kelas Jongos Bing Slamet Menebus Dosa Pesta Penghabisan Dinasti Bing Slamet
- Polemik Kapal Van Der Wijck
PADA 7 September 1962, lewat tulisannya di “Lentera” milik Bintang Timur , Abdullah Said Patmadji menuduh novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka merupakan plagiat dari novel Al Majdulin atau Magdalaine karya sastrawan Mesir Mustafa Al Manfaluthi. Al Majdulin sendiri merupakan terjemahan dari novel Sous les Tilleuls karya Alphonse Karr.
- Menjajal Medan Konstituante
AWAL hijrah ke Jakarta pada 1950, Hamka menghadapi dilema. Terjun ke gelanggang politik atau tetap menjadi sastrawan. “Di manakah tempat saya?” tanyanya membatin, seperti cerita Hamka pada Emzita dalam “Seorang Ulama dan Pujangga Islam Indonesia”, termuat di Kenang-Kenangan 70 Tahun Buya Hamka .
- Membantah Kisah Tuanku Rao
SOSIOLOG Mochtar Naim belum lama menjejakkan kakinya di tanah air ketika dia mendirikan Center for Minangkabau Studies pada 1968. Lembaga itu kerja bareng beberapa perguruan tinggi di Padang, instansi pemerintahan, dan organisasi masyarakat, menggelar seminar sejarah masuk dan berkembangnya Islam ke Minangkabau, pada 23–26 Juli 1969.
- Ketika Hamka Menggugat Imajinasi
PARA nabi yang pensiun, bosan di surga. Mereka ingin kebagian jatah cuti bergilir turun ke bumi. Tuhan bertanya kepada Nabi Muhammad, untuk apa ke bumi. Muhammad menjawab untuk riset karena akhir-akhir ini umatnya sedikit yang masuk surga. Menurut Tuhan, kebanyakan mereka dari daerah tropis karena kena racun Nasakom (nasionalis, agama, dan komunis).
- Jejak Peranakan dalam Alunan Sejarah Jazz
LAHIR dan populer di kalangan Afro-Amerika pada akhir abad ke-19, musik jazz terus berevolusi seiring pertemuan dan percampuran dengan beragam aliran musik. Jazz juga merambah ke berbagai tempat termasuk ke Indonesia.
- Hamka dalam Dua Zaman Penjajahan
HANYA perlu waktu seminggu buat Tengku Abdul Jalil untuk mengubah sikap dari kagum jadi antipati terhadap tentara Jepang. Sikap menentang itu timbul sejak 29 April 1942 saat Jepang memerintahkan seluruh rakyat Aceh melakukan seikerei , sikap badan membungkuk ke arah matahari terbit untuk menghormati kaisar Jepang. Kemarahan rakyat tak terbendung lagi. Tengku Jalil tak tinggal diam. Ulama tarekat itu menyerukan bahwa Jepang adalah Ya’juj dan Ma’juj (bangsa yang membuat kerusakan di bumi, red. ).
- Di Bawah Panji Muhammadiyah
PEMBARUAN Islam di Minangkabau terjadi saat Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piobang datang dari Makkah pada 1803. Mereka berikhtiar memurnikan Islam dari praktik ritual yang mencemari agama, antara lain takhayul (mistik), bidah (melakukan ritual yang tak dicontohkan Rasulullah) dan khurafat (percaya kepada kekuatan gaib selain Allah).
- Cara Belajar Si Bujang Jauh
HAMKA sudah bisa memegang telinganya dengan tangan melalui ubun-ubun di usia sembilan tahun pada 1917. Dia pun dimasukkan ke sekolah desa (kalau di Jawa disebut sekolah ongko loro ) yang hanya sampai kelas tiga. Mulanya, dia akan dimasukkan ke sekolah Europeesche Lagere School (sekolah dasar untuk anak Belanda), namun tidak menerima murid lagi karena penuh. Sekolah desanya ditempatkan dekat sekolah gubernemen (pemerintah) itu, di tangsi militer Gubuk Melintang, Padang Panjang.
- Buya Jadi Juru Warta
PADA 1925, Hamka muda pulang ke Padang Panjang. Hatinya sumringah. Banyak hal yang tersimpan di kepalanya, hasil belajar ke banyak guru selama perantauannya di Jawa. Di kampung halaman, ia langsung ikut serta mendirikan Tabligh Muhammadiyah, sekolah untuk mendidik kader-kader Muhammadiyah di kampung halamannya.
- Bukan Sejarawan Sekolahan
SEJAK muda Hamka memang gandrung sejarah. Dia, sebagaimana diakuinya sendiri, tak pernah mengenyam pendidikan formal ilmu sejarah, tetapi punya minat tinggi pada sejarah. “Perhatian saya kepada Sejarah Islam adalah amat besar, sehingga sejak masa masih belajar di Sumatra Thawalib (1918–1924) di Padang Panjang dan Parabek, buku-buku Sejarah berbahasa Melayu dan Arab sangat menarik hati saya,” kata Hamka dalam kata pengantar buku Sejarah Umat Islam jilid keempat.
- Berguru Kepada Guru Bangsa
PADA suatu hari di tahun 1924, sehabis makan siang, Hamka berkata kepada ayahnya, “Hamba hendak ke Jawa, abuya!” Air matanya menitik.






















