top of page

Hasil pencarian

9598 hasil ditemukan dengan pencarian kosong

  • Genosida VOC di Pulau Banda

    PADA 8 April 1608, Laksmana Pieterszoon Verhoeven, bersama 13 kapal ekspedisi tiba di Banda Naira. Perintah Heeren Zeventien, para direktur VOC di Amsterdam, sebagaimana ditulis Frederik W.S., Geschiedenis van Nederlandsch Indie , kepada Laksamana Pieterszoon Verhoeven: "Kami mengarahkan perhatian Anda khususnya kepada pulau-pulau di mana tumbuh cengkeh dan pala, dan kami memerintahkan Anda untuk memenangi pulau-pulau itu untuk VOC, baik dengan cara perundingan maupun kekerasan."

  • Jalan Multatuli Menuju Lebak

    MULTATULI, nama pena Eduard Douwes Dekker, jengah menyaksikan pemerasan dan penganiayaan terhadap rakyat bumiputra oleh penguasa lokal. Sebagai orang Belanda, ia juga tak setuju dengan sikap pemerintah kolonial Belanda yang mendiamkan kezaliman itu.

  • Siapa Peduli Rumah Multatuli?

    RUMAH itu berdiri agak tersembunyi di balik bangunan baru Rumah Sakit Umum Dr Adjidarmo, Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten. Rerumputan tumbuh liar di halaman.  Lantai berdebu, kaca nako merosot hampir lepas dari jepit penyangganya, meja-kursi yang tergeletak tak beraturan menambah kusam penampilan rumah. Rumah itu pun lebih menyerupai kantor yang lama tak digunakan ketimbang bekas kediaman asisten residen yang namanya terkenal ke seantero jagat: Eduard Douwes Dekker alias Multatuli.

  • Lahirnya Max Havelaar, Karya Besar Multatuli

    SETELAH mengundurkan diri sebagai asisten residen Lebak, Multatuli mencari kerja tetapi gagal. Saudaranya, yang sukses berbisnis tembakau, meminjamkan uang untuknya agar pulang dan mencari pekerjaan di Eropa. Istri dan anaknya ditinggalkan di Batavia.

  • Ernest Douwes Dekker, Indo Jadi Menteri

    MULTATULI punya seorang "cucu", yang kelak meneruskan semangatnya, bernama Ernest Douwes Dekker –lebih dikenal dengan nama Danudirdja Setiabudi. Persisnya cucu dari Jan, kakak kandungnya. Nama Setiabudi diabadikan sebagai nama jalan di sejumlah kota penting di Indonesia.

  • Perkara Naturalisasi Malaysia, Dulu dan Kini

    NEGERI Jiran melawan balik. Federasi sepakbola Malaysia FAM akan mengajukan banding setelah sebelumnya tujuh pemain naturalisasi Timnas Malaysia dianggap ilegal oleh FIFA. Ini bukan kali pertama Malaysia tersandung problem naturalisasi di lapangan hijau.

  • 150 Tahun Max Havelaar karya Multatuli

    DI Indonesia, tak ada peringatan untuk mengenang 150 buku Max Havelaar  karya Multatuli. Di negeri Belanda, pada 2 Februari lalu, Universitas Amsterdam dan Multatuli Genootschap menggelar pameran “150 tahun Max Havelaar.” Walikota Amsterdam Job Cohen dalam sambutannya mengatakan, “Dan kepada tuan saya mempersembahkan buku ini, Willem III, raja, adipati besar, pangeran dan kaisar dari Insulinde yang cantik dan kaya, Jamrud Khatulistiwa, karena di tempat itu lebih dari 30 juta rakyatmu dianiaya dan diperas atas nama tuan,” ujarnya sebagaimana dikutip Fediya Andina dari Radio Nederland Wereldom roep.

  • Hachiko, Sepuluh Tahun Penantian

    CERITA berawal ketika Prof. Parker Wilson (Richard Gere) menemukan seekor anjing kecil di stasiun kereta api Bedridge, Wonsocked, Amerika Serikat, tempat ia biasa pergi dan pulang bekerja. Ia membawa pulang anjing berjenis akita itu ke rumah dan memberinya nama Hachiko. Parker dan istrinya Cate (Joan Allen) merawat Hachiko hingga tumbuh besar. Tiada hari yang dilewatkan Parker tanpa bermain dengan Hachiko.

  • Belajar dari Sepakbola Tionghoa

    PADA mulanya, sepakbola di Hindia Belanda hanya dimainkan oleh orang-orang Barat, terutama Belanda. Sepakbola adalah prestise. Tak mau disebut warga negara kelas dua, sepakbola kemudian dimainkan oleh orang Tionghoa, juga bumiputra. Perkembangan ini ditunjang pula oleh kebijakan Politik Etis. Sekolah-sekolah yang didirikan oleh Belanda seperti MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) , AMS (Algemene Middelbare School) , dan HBS ((Hogere Burger School) mengajarkan olahraga, dan salah satunya sepakbola.

  • Duel Sniper Legendaris di Stalingrad

    RISAU oleh kampanye “sniperisme” Rusia, Jerman menjawab: membuat propaganda tandingan. Jerman langsung menerbangkan supersniper dari Berlin untuk menghabisi Vasily Zaitsev dan menetralisir sniper-sniper Rusia. Dari salah seorang tawanan Jerman, Rusia mendapatkan informasi bahwa tak lama lagi Vassily akan dihabisi oleh supersniper itu.

  • Vasily Zaitsev dan Tradisi Sniper Rusia

    HINGGA kini, keberadaan sniper masih diselubungi misteri. Militer di banyak negara  sengaja “menyembunyikannya”. Dalam sejarah, “hanya Soviet yang pernah memuja-muja sniper, sewaktu Perang Dunia II dengan apa yang mereka namakan ‘sniperisme’,” tulis Chris Petit dalam tulisan yang dimuat guardian.co.uk/books : “Bang, Bang – You’re Dead”.

bottom of page