Hasil pencarian
9580 hasil ditemukan dengan pencarian kosong
- Senjata Rahasia yang Dikembangkan Amerika Serikat dalam Perang Dunia II
SERANGAN Jepang terhadap Pearl Harbor, pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pulau Oahu, Hawaii, pada 7 Desember 1941, mengejutkan penduduk Negeri Paman Sam. Gempuran pada Minggu pagi itu tak hanya menenggelamkan dan merusak sejumlah kapal, tetapi juga menewaskan ratusan pelaut dan warga sipil Amerika.
- Tembaga untuk Amerika
NEGOSIASI delegasi pemerintah Indonesia dengan Amerika Serikat menghasilkan “korting” tarif untuk produk Indonesia dari 32 persen menjadi 19 persen. Sebaliknya, Amerika menikmati tarif 0 persen dengan beberapa syarat yang mengikuti untuk produk-produknya. Salah satunya yang disinggung Presiden Amerika Donald Trump, yakni tembaga, di mana Indonesia salah satu produsen tembaga terbesar dunia dengan kualitas tinggi.
- Arloji Mewah Swiss, Dari Mana Mulanya?
SETIAP kali bicara arloji, kerap kali hal pertama yang muncul di kepala adalah merk-merk mewah asal Swiss. Seperti arloji Richard Mille berharga miliaran milik mantan anggota DPR Ahmad Sahroni yang sempat digondol seorang remaja dalam penjarahan kediaman Sahroni di Tanjung Priok, Jakarta Utara, 30 Agustus 2025. Arloji Richard Mille seri RM 40-01 McLaren Speedtail itu harga pasarannya sekitar 695 ribu dolar Amerika (setara Rp11 miliar).
- Sekolah Tertua di Depok
SEDARI usia 18 tahun, Johanna Laurentia Laurens sudah menjadi guru. Mula-mula dia mengajar di Bogor, lalu Batavia, Solo, Pontianak, Makassar, Batavia, Tangerang, dan terakhir Sukabumi. Dia pensiun pada 1923 di Sukabumi lalu kemudian tinggal di Depok. Pada 1948, Johanna sudah berusia 80 tahun. Diperkirakan dia lahir sekitar 1868 di Depok. Johanna dari keluarga guru. Kakeknya seorang guru terpandang. Tuan Laurens yang dikenal sebagai Masteeer Toea alias Tjang Mètèng, demikian orang-orang menyapanya. Tjang Mètèng, disebut Jan-Karel Kwisthout dalam Drie eeuwen Depok , guru pertama pada Depoksche School yang dirintis misionaris Kristen di Depok. Koran Het Nieuws van den dag voor Ned. Indie tanggal 1 Juli 1939 menyebut Tjang Mètèng pernah sekolah di Jakarta dan diajar pendeta Inggris EW King, yang melayani Gereja Rehoboth di Jatinegara. Riwayat Depok terkait dengan komunitas Kristen Protestan pribumi di selatan Jakarta –Depok dianggap singkatan dari De Eerste Protestantse Organisatie van Kristenen (artinya Organisasi Kristen Protestan Pertama). Dulunya, kawasan Depok adalah adalah tanah milih pegawai tinggi bagian pembukuan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) kaya raya bernama Cornelis Chastelein (1657-1714). Yano Jonathan dalam bukunya Depok Tempo Doeloe mencatat, pada 18 Mei 1696, Cornelis Chastelein membeli tanah-tanah itu dari VOC. Tanah itu lalu diberdayakan hingga menghasilkan tebu, lada, pala dan kopi. Chastelein yang punya banyak budak memberdayakan mereka untuk menggarap tanah-tanah itu. Tanah-tanah itu kemudian dibagikan kepada 12 keluarga budak-budaknya yang masuk Kristen. Marga-marga para budaknya itu adalah Bacas, Isakh, Jonathans, Jacob, Joseph, Leon, Laurens, Leander, Tholense, Soedira, Samuel, dan Zadokh. Para bekas budak Chastelein itu dianggap sebagai Kristen pribumi pertama di tanah itu. Gereja tempat orang-orang Kristen Depok itu menjadi tujuan dari pelayanan pendeta-pendeta Eropa. De Locomotief tanggal 5 Juli 1939 menyebut Scheurkogel, Akersloot, W. Medhurst dan H. Wentink adalah misionaris yang melayani gereja Depok pada abad ke-19. Semasa Medhurst melayani di sana, terjadi hal penting: sebuah sekolah diadakan. Diperkirakan sekolah itu dimulai pada 1830. Empat tahun kemudian, Medhurst melaporkan sekolah itu punya 52 murid. Tjang Mètèng diajak Medhurst mengajar di sekolah itu. Tjang Mètèng kemudian dibantu Meester Jacob, saudaranya. Dengan menggunakan bahasa Melayu sebagai pengantarnya, mata pelajaran yang diberikan adalah membaca, menulis dengan huruf Latin dan Arab, aritmatika, menyanyi, dan agama. Tambahan terjadi ketika Wentink melayani gereja di Depok, di mana kerajinan tangan juga diajarkan. Mula-mula sekolah itu menempati gedung yang akan rusak. Kemudian pada 1837, kegiatan belajar-mengajar diadakan di gedung baru. Dari masa ke masa, gedungnya pun mengalami perbaikan dan perluasan. Gedung sekolah ini dulunya sering disebut sebagai Russische Gevangenis (Penjara Rusia) setelah diperluas. Sekolah ini dulunya dikenal sebagai sekolah Kristen dengan doa yang mengawali dan mengakhiri hari belajarnya. Beberapa bulan setelah Indonesia Merdeka, kerusuhan anti-Belanda yang membabibuta di Depok terjadi pada Oktober 1945. Gedoran Depok, demikian orang menyebutnya, membuat nyawa orang-orang Depok terancam amuk massa rakyat yang tak mengenyam pendidikan formal sekolah-sekolah kolonial dulu. Nyawa Johanna Laurentia Laurens juga terancam. Namun nyawa pensiunan guru ini tertolong berkat bantuan dua mantan muridnya yang tergabung dalam Tentara Nasional Indonesia (TNI). Mula-mula dia diamankan di Kamp Bogor sebelum dibawa ke Jakarta. Setelahnya, Johanna tinggal di Jalan Mampang. Sementara, sekolah pertama di Depok tempat kakek Johanna bernama Tjang Mètèng mengajar dulu, tetap bertahan mesti telah berganti “wajah”. Gedung Ebenhaezer, demikian tempat itu disebut, sempat menjadi gedung pertemuan Komunitas Depok dan kendati tetap menghelat kegiatan belajar-mengajar. “Kini, Ebenhaezer telah kembali pada fungsi semulanya sebagai gedung sekolah dengan nama SMA Kasih,” menurut Praswasti Pembangunan Dyah Kencana Wulan dalam Digitalisasi Depok Lama: Sejarah, Peristiwa, dan Tinggalan Materinya .
- Dapur Perjuangan di Priangan
BERADA di antara puluhan lapak barang bekas dan gerobak pedagang makanan keliling, rumah ini sekilas tampak biasa. Tak ada ticket box , spanduk besar, maupun papan nama Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Penandanya hanyalah bendera merah putih yang berkibar di atas sebuah plakat bertuliskan Rumah Bersejarah Inggit Garnasih. Ia terlihat rapi dan bersih dibanding bangunan di sekitarnya.
- Wasit Hindia di Olimpiade
RABU malam, 13 Juni 1928. Stadion Olimpiade di Amsterdam, Belanda, dipenuhi ribuan penonton. Mereka antusias untuk menyaksikan final ulangan cabang sepakbola Olimpiade yang mempertemukan dua kekuatan besar Amerika Selatan: Uruguay dan Argentina. Di tepi garis lapangan, berdiri seorang hakim garis dari negeri jauh di timur. Sosoknya mungkin tidak dikenal oleh publik Belanda. Namun, kehadirannya menjadi kebanggaan tersendiri bagi sepakbola Hindia Belanda. Dia adalah Max Foltynski.
- Aktivis PKS Ditangkap Polisi
Pada medio Desember 1941 polisi pamong praja Mangkunegaraan menerima laporan intelijen tentang bangkitnya kembali PKS (Pakempalan Kawula Surakarta). Polisi menemukan bukti bahwa PKS sedang mempersiapkan pemberontakan setelah mereka menemukan ratusan bambu runcing di salah satu kantor ranting PKS di Sragen dekat Solo. Pengakuan beberapa anggota yang terungkap dalam interogasi polisi, menjadi bukti awal yang cukup bagi kepolisian untuk melakukan penangkapan.
- Sinema dalam Sejarah: Dari Epik Sampai Detektif
MELALUI kisah-kisah asmara, kerajaan, serta pembalasan dendam di negeri jauh pada masa lampau, film epik merupakan tontonan mewah berlatar megah dengan bintang-bintang dan anggaran yang tak kalah besarnya. Genre film ini kali pertama muncul di Italia pada era film bisu. Biasanya menceritakan perang dan intrik Romawi Kuno. Sebagai film bisu berdurasi 15 menit termahal yang pernah dibuat pada 1907, Ben Hur (1925) memuat adegan berwarna, pertempuran laut, dan balapan liar ksatria bersandal serta balapan kereta kuda yang spektakuler.
- Virus Revolusi
NEGARA-negara Arab seolah terjangkiti virus ganas. Virus itu bernama revolusi. Demonstrasi massa yang melanda Tunisia dan Mesir –kerap disebut Hari-hari Penuh Amarah– menjalar ke Yordania dan Yaman. Terakhir, riak-riak kemarahan massa juga muncul di Syiria. Meski pemberontakan yang muncul belakangan ini amat mengkhawatirkan, gelombang revolusi serupa telah muncul lebih dari 200 tahun silam.
- Mesir di Tangan Mubarak
“TURUN, turun. Turunkan Mubarak!” dan “rakyat harus mengakhiri kekuasaan rezim ini!” teriak massa yang marah di sekeliling masjid Al-Istiqama di Giza Square, Kairo, Mesir usai salat Jumat, 28 Januari lalu, sebagaimana dilaporkan BBC . Dalam hitungan menit, meriam air menghujani para demonstran. Diikuti bunyi dentuman keras ketika polisi menembakkan gas air mata. Orang-orang berlarian di sepanjang jalan, sambil menahan efek gas yang membuat mata mereka berair. “Biarkan dunia melihat apa yang terjadi di negeri ini,” teriak seorang laki-laki tua, ”kami tak akan berhenti… sampai pemerintahan ini tumbang.”
- Membebaskan yang Marjinal
TAK seperti saat ini, pada 1950-an dan 1960-an Negeri Paman Sam bukanlah tempat tinggal ideal bagi kaum homoseksual. Sebelum Perang Dunia II, masyarakat Amerika yang agraris sedang mengalami transisi menjadi masyarakat industri. Ini memberikan peluang bagi berkembangnya homoseksualitas. Keluarga tradisional tak lagi menjadi satu-satunya pilihan bagi individu. Bermunculan kota-kota besar, di mana individualitas dan otonomi menjadi ciri utamanya. Kehidupan pribadi yang bebas menjadi sepenuhnya hak individu.
- Madu Berapa?
HARI itu, 7 Juli 1953, bertempat di Istana Cipanas yang sejuk, sebuah pesta perkawinan sederhana dilangsungkan. Meski sederhana dan tertutup, tapi buntut dari acara itu tidaklah sederhana. Pasalnya pengantin laki-laki yang menikah itu masih berstatus sebagai suami orang. Lebih pelik karena banyak orang menaruh harap padanya untuk menentang poligami. Ya, kala itu Presiden Sukarno mempersunting Hartini, perempuan asal Ponorogo, yang usianya terpaut 23 tahun lebih muda darinya. Sebelumnya, Sukarno meminta izin pada Fatmawati, yang baru melahirkan. Tapi Fatmawati tak ingin dimadu.





















