top of page

Hasil pencarian

9580 hasil ditemukan dengan pencarian kosong

  • Banjir di Kerajaan Tarumanegara

    Dahulu sungai yang bernama Candrabhaga digali oleh maharaja yang mulia dan memiliki lengan kencang serta kuat, yaitu Purnnawarmman. Alirannya ditujukan ke laut. Itu setelah saluran sungainya sampai di istana kerajaan yang termasyhur. Pada tahun ke-22 bertakhtanya Yang Mulia Raja Purnawarmman yang berkilau-kilauan karena kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji segala raja, ia menitahkan pula menggali kali yang permai dan berair jernih. Gomati namanya. Itu setelah alirannya melintas di tengah-tengah tanah kediaman Yang Mulia Sang Pendeta Nenekda Sang Purnnawarmman.  Pekerjaan ini dimulai pada hari baik tanggal 8 paro-gelap bulan Phalguna. Lalu disudahi pada tanggal ke-13 paro-terang bulan Caitra. Jadi hanya berlangsung 21 hari lamanya. Saluran galian itu panjangnya 6.122 tumbak. Selamatan baginya dilakukan oleh para Brahmana disertai 1.000 ekor sapi yang dihadiahkan. Begitulah yang dicatat Prasasti Tugu, peninggalan Raja Purnawarman. Prasasti itu diperkirakan ditulis pada abad ke-5, yaitu pada tahun ke-22 pemerintahan Raja Purnawarman. “Pokok isi Prasasti Tugu adalah penggalian dua sungai, yaitu Sungai Candrabhaga dan Sungai Gomati,” kata Dwi Cahyono, dosen sejarah dan arkeolog Universitas Negeri Malang. Kali Gomati digali atas perintah dari Purnawarman. Bahkan, sang raja mungkin terjun langsung dalam penggalian itu. Pasalnya, teks dalam prasasti mengibaratkan sang raja memiliki lengan kencang serta kuat. “Waktu penggalian dilakukan pada tahun ke-22 masa pemerintahannya, ketika Purnawarman telah berusia separoh baya,” ujar Dwi. Banyak yang menafsirkan bahwa saluran-saluran itu dibuat untuk mengatasi banjir. Salma Fitri Kusumastuti dalam “Banjir dalam Beberapa Berita Prasasti” termuat di Menggores Aksara, Mengurai Kata, Menafsir Makna, menjelaskan bahwa prasasti itu mengindikasikan Kali Chandrabhaga digali Raja Purnawarman karena alirannya sampai ke istana. Untuk kedua kalinya Raja Purnawarman kembali memerintahkan penggalian kali yang lain, Gomati. “Air yang masuk ke lingkungan kerajaan dapat diartikan sebagai banjir,” tulis Salma. Karena mungkin masih mengganggu kehidupan di istana, Purnawarman pun mengambil langkah dengan menggali saluran lainnya. Prasasti beraksara Pallawa dan berbahasa Sanskerta itu menyebutkan penggalian kedua selesai selama 21 hari. Dimulai sejak tanggal 8 paro-gelap ( krsnapaksa ) bulan Phalguna hingga 13 paro terang ( sukapaksa ) bulan Caitra . Menurut Dwi kalau dikonversikan ke masa sekarang kegiatan ini berlangsung sejak pertengahan Februari-Maret hingga pertengahan Maret-April. “ Bisa jadi untuk memperlebar dan memperdalam aliran air sungai kecil yang telah ada sebelumnya, sepanjang 6 . 122 tumbak,” kata Dwi . Prasasti Tugu memakai satuan pengukuran tumbak sebagai satuan ukuran tanah. Pada lingkungan budaya Sunda, 1 tumbak sama dengan 14 m². Sebutan lainnya di Jawa untuk tumbak adalah ubin atau bata. Apabila ruas sungai Gomati yang digali adalah 6.122  tumbak, artinya ruas yang digali adalah 6.122 x 14 m² sama dengan 85.708 m². “Galian seluas itu dikerjakan selama 21 hari. Suatu luas gali yang besar untuk ukuran zamannya, yang untuk itu butuh pengerahan orang dalam jumlah besar,” kata Dwi. Letak Bencana Empat belas abad kemudian, Prasasti Tugu ditemukan kembali di Jakarta Utara. Dalam laporan Notulen Bataviaasch Genootschap 1879 disebutkan bahwa Prasasti Tugu ditemuan di Kampung Tugu. Saat ini unsur nama “Tugu” ditemukan pada nama dua kelurahan di Kecamatan Koja, Jakarta Utara, Kelurahan Tugu Utara, dan Kelurahan Tugu Selatan. Di Kecamatan Koja, terdapat kelurahan lain bernama Koja, Lagoa, Rawa Badak Selatan, dan Rawa Badak Utara. Melihat ini, kata Dwi, sangat mungkin kalau wilayah Tugu Utara dulunya sempat berupa areal perairan sub-marine .Sementara kelurahan Tugu Selatan berbatasan dengan jalan Plumpang-Semper, Kelurahan Tugu Utara, Kali Bendungan Melayu, Kelurahan Rawa Badak Selatan, Kali Cakung Lama di Kelurahan Semper Barat, dan Kali Bendungan Batik di Kelurahan Pegangsaan Dua. Karenanya, menurut Dwi , lokasi awal berdirinya Prasasti Tugu pasti di Kelurahan Tugu Selatan. Tepatnya di suatu kampung bernama “Batu Tumbuh”, yang ada di sekitar Simpang Lima Semper, tak jauh dari tepi Kali Cakung Lama.  “Boleh jadi, toponimi ‘Tugu’ yang kini menjadi nama dari dua kelurahan itu berasal dari adanya batu prasasti, yang bentuknya silindirs, yang menyerupai tugu batu,” kata Dwi. “Ketika diketemukan pada 1879, seolah ada batu yang tumbuh dari dalam tanah, sehingga muncul sebutan Batu Tumbuh.” Kini nama kampung Batu Tumbuh jarang dikenal publik. Untungnya, masih ada lorong pendek di dalam kampung yang mempunyai nama Jalan Batu Tumbuh, dengan akses timur ke barat, melintasi Sungai Cakung Lama yang mengalir dari selatan ke utara.  Konon, kata Dwi, beberapa meter sebelah utara dari ujung barat lorong itu dulunya ada semacam punden desa. Punden desa biasanya sebutan untuk awal mula desa itu berkembang. Oleh warga setempat lokasi itu dinamai Kramat Batu Tumbuh. “Sayangnya, kini sudah tak ada lantaran kena gusur untuk pelebaran Jalan Pegangsaan Dua,” kata Dwi.  Sungai Itu Kini Filolog, R.M.NG. Poerbatjaraka dalam Riwayat Indonesia I menulis kalau Sungai Candrabhaga yang disebut dalam Prasasti Tugu kini berubah sebutan menjadi Kali Bekasi. Namanya mengalami perubahan dari Candra , yang berarti bulan dan Bhaga ,menjadi Bhaga dan Candra , kemudian Bhaga dan Sasi . Sama seperti candra, sasi berarti bulan. Kali Candrabhaga atau yang kini menjadi Kali Bekasi, menurut prasasti mengalir melintasi istana Kerajaan Tarumanagara yang masyhur. Artinya, kemungkinan lokasi Tarumanagara berada di Daerah Aliran Sungai Kali Bekasi sekarang. Adapun nama Gomati, kata Dwi, dipinjam dari nama sungai di India. Ia adalah anak dari Sungai Gangga, sebagai sungai suci. “Baik Sungai Gomati atau Candrabhaga merupakan nama dua sungai yang terkenal di Punjab,” kata Dwi. Sungai Gomati kini berubah sebutan menjadi Kali Cakung Lama. Unsur sebutan “lama” memberikan gambaran bahwa sungai kecil ini adalah kali purba. Sungai Cakung kini menjadi buangan banjir dari Kota Bekasi maupun Jakarta Timur dan Utara. Nama-nama di kawasan itu mempunyai unsur “rawa”, seperti Rawa Badak, Rawamangun, Rawasari, Rawa Lumbu, Rawa Bebek, Rawa Terate, Rawa Bunga, dan seterusnya. Adapula tempat-tempat yang mempunyai unsur nama “pulo”, yaitu daratan yang menyembul di perairan rawa. Seperti Pulo Gadung dan Pulo Gebang. Ada pula unsur nama “muara”, misalnya Kamal Muara, Kapuk Muara, dan Cipinang Muara. Terdapat juga unsur nama “teluk”, seperti Teluk Pucung, serta habitat “buaya”, seperti Lubang Buaya.   Karenanya Kali Candrabhaga maupun Kali Gomati sengaja digali untuk menangani banjir tahunan pada sekitar pusat pemerintahan Tarumanagara di daerah Bekasi dan Jakarta Timur sekarang. Ikhtiar ini didasari oleh kesadarannya bahwa areal tempat ia tinggal berawa-rawa, yang rentan banjir di musim penghujan. “Kesadaran adaptif-ekologis telah dimiliki oleh raja Purnawarman beserta rakyat Tarumanegara kala itu. Suatu teladan bijak dari masa lampau,” kata Dwi.  Candrabhaga dan Gomati, kata Dwi, merupakan sungai-sungai yang penting di wilayah kekuasaan Tarumanegara, selain sungai induk Citarum, yang unsur “tarum”-nya dijadikan sebagai unsur nama dari kerajaan Tarum(anagara).  “Ketiganya adalah sungai-sungai yang rentan menimbulkan bencana air bah pada wilayah yang menjadi DAS-nya,” ujarnya.   Kini, Kali Cakung yang dulu adalah buah karya Maharaja Purnawarman sebagai solusi banjir justru menjadi salah satu biang banjir di kala penghujan. “Tragis memang,” kata Dwi.

  • Ranjau Siliwangi Usai Renville

    Berita yang dilansir oleh De Locomotief  pada 22 Februari 1949 sempat membuat heboh. Harian berbahasa Belanda yang terbit di Batavia itu menyebutkan bahwa pada 1 Januari 1949, sejatinya kaum republiken akan melakukan teror di seluruh Jawa Barat. Namun karena dokumen-dokumen rencana tersebut kadung jatuh ke tangan militer Belanda lewat suatu operasi penyergapan di Gunung Dora Desa Parentas (perbatasan Garut-Tasikmalaya) pada 25-26 Oktober 1948, aksi serangan umum itu berhasil digagalkan. Panglima KNIL Jenderal S.H.Spoor sendiri diberitakan naik pitam. Dalam buku karya sejarawan militer J.A. de Moor, Jenderal Spoor: Kejayaan dan Tragedi Panglima Tentara Belanda Terakhir di Indonesia , sang panglima menyatakan bahwa upaya-upaya teror yang dilakukan para pengikut Republik di wilayah Belanda adalah bukti bahwa TNI tidak pernah berusaha loyal terhadap suatu perjanjian damai. Atas penemuan itu, intelijen militer Belanda menuduh Brigade Tjitaroem  sebagai otak di balik rencana-rencana teror di Jawa Barat. Siapakah mereka? Pasca diberlakukannya Perjanjian Renville pada 17 Januari 1948, Divisi Siliwangi harus meninggalkan basisnya di Jawa Barat dan menempati basis baru mereka di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Keputusan itu diterima setengah hati oleh pihak tentara. Menurut buku Siliwangi dari Masa ke Masa  (ditulis oleh Sedjarah Militer Daerah Militer VI Siliwangi/Sendam VI Siliwangi), kendati pada akhirnya menerima keputusan untuk mengosongkan Jawa Barat, namun diam-diam Panglima Besar Jenderal Soedirman telah menugaskan salah seorang perwira intel dari Divisi Siliwangi (Letnan Kolonel Soetoko) untuk tetap mengkoordinasikan perlawanan bersenjata di tanah Pasundan. Lewat Soetoko-lah kemudian pada 18 Januari 1948, berdiri Brigade Tjitaroem. Brigade ini kemudian membawahi unit-unit dari beberapa batalyon Divisi Siliwangi yang tidak ikut hijrah. Di antaranya: Batalyon Soegih Arto (Djaja Pangrerot) di wilayah Cililin, sebagian anggota Batalyon Soedarman di Tasikmalaya, Batalyon Hadi di Sumedang, sebagian Batalyon Kemal Idris di Sukabumi-Cianjur, Satuan Pemberontak 88 pimpinan Letnan Kolonel Oesman Soemantri di Purwakarta-Karawang dan Lasjkar Wanita Indonesia (LASWI). Dalam perkembangan berikutnya, banyak kesatuan lasykar yang ikut bergabung dengan Brigade Tjitaroem. Mereka terdiri dari Laskar Rakyat di Bandung Timur dan Lembang, sebagian anggota Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) Ujungberung, sebagian anggota Hizbullah pimpinan Zainal Abidin di Limbangan dan pimpinan Aceng Kurnia di Cicalengka, Sabilillah pimpinan Enoch di Wanaraja dan Markas Besar Gerilya Galunggung (MBGG) di Garut-Tasiklmalaya. Khusus untuk batalyon-batalyon yang berasal dari Divisi Siliwangi, peleburan ke Brigade Tjitaroem bersifat perintah resmi. Sebagai contoh Letnan M. Adnan misalnya. Anggota Brigade Tjitaroem dari unsur Batalyon Kemal Idris itu masih ingat bagaimana saat dirinya sedang bersiap-siap ikut hijrah, tetiba dipanggil oleh Komandan Brigade Infanteri 2 (Brigif 2) Soerjakantjana Letnan Kolonel A.E.Kawilarang ke Sukabumi.  “Saat bertemu Pak Kawilarang itulah, saya diperintahkan untuk tetap tinggal di Jawa Barat untuk terus menghadapi tentara Belanda,” ujar M. Adnan seperti tertulis dalam dokumen Dewan Harian Cabang Angkatan 45 Cianjur berjudul Beberapa Catatan Tentang Sejarah Perjuangan Rakyat Cianjur dalam Merebut dan Mempertahankan Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia 1942-1949. Namun ada dua syarat yang wajib ditaati oleh pasukan-pasukan Siliwangi yang diperintahkan bertahan itu. Pertama, jika tertangkap oleh militer Belanda jangan pernah mengaku sebagai bagian dari Divisi Siliwangi dan saat beraksi dilarang keras menggunakan nama kesatuan asli. Kedua, seluruh anggota Divisi Siliwangi yang ditanam di Jawa Barat dilarang keras masuk ke wilayah-wilayah Republik Indonesia versi Perjanjian Renville. Jika ternyata tetap ada yang melarikan diri ke wilayah-wilayah tersebut, maka mereka akan langsung ditembak mati tanpa proses pengadilan. Instruksi itu dilaksanakan secara baik oleh para prajurit yang ditinggalkan di Jawa Barat. Menurut BM. Permana (95), eks anggota Kompi IV Batalyon 2 Brigade Infanteri 2 Soerjakantjana Divisi Siliwangi, saat melakukan operasi militer di “daerah Belanda” mereka berlaku laiknya sebuah pasukan liar. “Tentu saja kami kami tidak menggunakan nama Siliwangi lagi, tapi sebagai Kesatuan Patriot Bangsa. Kalau Belanda sih  menyebut kami sebagai “rampoker,” kata BM. Permana. Tak ayal, adanya “kelompok-kelompok liar” itu ibarat ranjau yang ditinggalkan oleh Divisi Siliwangi untuk Belanda. Usai Perjanjian Renville diterapkan, alih-alih bisa beristirahat, tentara mereka justru semakin bekerja keras mengamankan wilayahnya masing-masing. Praktis Jawa Barat menjadi zone gerilya tak terbatas bagi para pejuang Republik yang sengaja ditinggalkan. Selain penghadangan dan penyerangan pos-pos militer Belanda, aksi penculikan  dan pembunuhan terhadap orang-orang sipil yang dianggap pro Belanda pun berlangsung dalam intensitas tinggi. Itu terutama terjadi di Karawang, Purwakarta dan Garut.

  • Empat Kerajaan Buatan tanpa Pengakuan

    DI tengah kisruh beragam skandal, mulai Jiwasraya, Asabri, hingga kegagalan KPK menggeledah DPP PDIP, publik tanah air digegerkan oleh kemunculan Kerajaan Agung Sejagat (KAS). Totok Santoso Hadiningrat dan istrinya, Dyan Gitarja, yang mendirikan kerajaan di Bayan, Purworejo, Jawa Tengah itu mengklaim kerajaan mereka sebagai penerus Kerajaan Majapahit dan dengan kekuasaan meliputi seluruh dunia. KAS memiliki misi untuk menciptakan kedamaian di kolong langit. Kemunculan KAS menambah panjang daftar micronations (negara mikro) atau negara fiksi/khayalan yang berdiri di dalam sebuah negara berdaulat. Sejak abad ke-19, klaim semacam KAS sudah bertebaran di segenap pojok bumi baik yang klaim sungguhan maupun sekadar propaganda iklan. Bentuk mereka beragam, mulai dari republik hingga monarki. Dari ratusan negara khayalan itu, sedikitnya eksis lima negara berbentuk kerajaan dan mengklaim punya dasar historis atas berdirinya kerajaan mereka. Empat di antaranya, mirip KAS yang mengaku memegang warisan janji 500 tahun pasca-runtuhnya Majapahit. Berikut empat kerajaan itu: Principato di Seborga Kerajaan atau lebih tepatnya Kepangeranan Seborga merupakan negara yang didirikan bekas seorang petani bunga hias Giorgio Carbone pada 1963. Monarki itu mengklaim lahan seluas 14 kilometer persegi di Liguria, kawasan di barat laut Provinsi Imperia, Italia. Carbone yang menasbihkan diri sebagai Pangeran Giorgio I, sebagai pemimpin hingga wafatnya pada 2009. The Telegraph dalam obituari sang pangeran menyebut bahwa Carbone punya klaim historis dari dokumen di arsip Gereja Vatikan. Arsip itu menyebutkan bahwa desa yang kemudian menjadi kota Seborga berdiri di atas lahan milik para biarawan Ordo Santo Benediktus sejak diberikan Count Guidone dari Ventimiglia pada tahun 954. Meski dianggap sudah berdaulat pada tahun 954, Seborga disebut baru memiliki bentuk pemerintahan principality (kepangeranan) sejak tahun 1079. Carbone mengklaim Principato di Seborga bukan bagian dari Italia berdasarkan Risorgimento atau perjanjian penyatuan sejumlah kerajaan maupun republik di Italia untuk melebur ke Kerajaan Italia pada 1861, lantaran Seborga tak disebutkan dalam perjanjian itu. Pemerintah Italia tak pernah menanggapi gerakan Carbone meski kepangeranan itu punya bendera –biru dengan garis silang putih seperti panji Santo Bernardus– plus moto negara “ Sub Umbra Sede” (Berdiam di bawah keteduhan). Pemerintah justru melihatnya sebagai daya tarik turisme. Setelah Pangeran Giorgio I mangkat, pemimpinnya dipilih lewat pemilu 25 April 2010. Marcello Menegatto menang dan memperoleh gelar Pangeran Marcello I hingga Nina Menegatto menggantikannya setelah memenangkan pemilu berikutnya, November 2019. Hingga 2018, tercatat 297 orang menjadi warga kepangeranan dengan mata uang Seborga Iuigino itu. Untuk pertahanan, kepangeranan punya pasukan sukarela Corpo delle Guardie. Principality of Sealand Sejak 1960-an Kepangeranan Sealand disebut banyak pihak sebagai negara mikro terkecil, teraneh, dan paling dikenal luas. Kepangeranannya dideklarasikan Paddy Roy Bates, penyiar stasiun radio ilegal Radio Essex . Negaranya berdiri di atas sebuah platform bekas benteng militer Inggris, 11 kilometer lepas pantai Suffolk. Mengutip John Ryan dkk dalam Micronations: Lonely Planet , mulanya platform itu sekadar salah satu bagian menara dari HM Fort Roughs. Benteng itu dibuat pada 1943 di masa Perang Dunia II sebagai benteng pertahanan yang ditempatkan sejumlah meriam antiudara untuk menangkal invasi udara Jerman Nazi. Pada 1956, benteng itu dinonaktifkan dengan ditenggelamkan. Namun menara dan platform tak tenggelam sepenuhnya. Lama tak berpenghuni, platform itu didatangi Bates dan keluarganya pada 2 September 1967. Di sanalah keduanya mendeklarasikan kemerdekaan Roughs Tower dari Inggris dan mendirikan Kepangeranan Sealand. Delapan tahun berselang, barulah kepangeranan memperkenalkan konsitusi, bendera nasional, lagu kebangsaan, mata uang, dan paspornya. Beberapakali negara itu diancam invasi pihak lain. Operator radio bajakan lain, Ronan O’Rahilly, sempat ingin merebutnya dengan kekerasan beberapa bulan setelah Bates mendirikan negara. Ancaman itu akhirnya dilerai pasukan Marinir Inggris dengan tembakan peringatan. Namun, Inggris tidak menindak mereka lantaran perairan tempat platform itu berada di perairan internasional dan belum masuk wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Inggris. Perlahan, negara itu mulai menerima banyak warga baru yang tentu memunculkan perkara baru. Pada Agustus 1978, warga bernama Alexander Achenbach yang ingin menyulap platform itu menjadi kasino dan hotel mewah, melakukan kudeta saat sang pangeran dan keluarganya tengah ke Suffolk. Sang pangeran mampu merebutnya kembali. Sepeninggal Bates, tampuk pimpinan dilungsurkan ke putranya, Pangeran Michael, sejak 2012 hingga kini. Crown Dependency of Forvik Negara Mahkota ( Crown Dependency ) Forvik didirikan Stuart Hill pada pada 21 Juni 2008 dengan mengklaim Pulau Forewick Holm seluas 1 hektar di Selat Sound of Papa yang tak berpenghuni. Lokasinya sekitar 200 meter di selatan Pulau Papa Stour dan Semenanjung Sandness, Skotlandia. Mengutip Steven Roger Fischer dalam Islands: From Atlantis to Zanzibar , Hill mengklaim berhak mendirikan negara dengan pemerintahan sendiri terlepas dari Inggris Raya, berdasarkan perjanjian historis Raja Denmark dan Norwegia Christian I dengan Raja Skotlandia James III pada 1459. Hill menyebut, dalam perjanjian itu Raja Christian I menggadaikan pulau itu beserta Kepulauan Shetland sebagai mahar pernikahan putrinya, Margaret, dengan James III. Lantaran penggadaian itu tak pernah ditebus, Hill meyakini status Pulau Forewick Holm masih jadi sengketa dan dia berhak punya pemerintahan sendiri laiknya Isle of Man atau Kepulauan Channel. Sampai 2015, Hill yang mendapuk diri sebagai perdana menteri, mengklaim sudah punya 218 warga negara. Imperatorskiy Prestol Imperatorskiy Prestol yang berarti Takhta Kekaisaran, didirikan oleh Anton Bakov,  pebisnis dan Ketua Monarkhicheskaya Partiya atau Partai Monarki di Rusia, pada 2011. Mulanya, Bakov memproklamirkan negara monarki konstitusional Romanovska Imperiya atau Kekaisaran Romanov, yang diklaim sebagai penerus Tsarisme Romanov. Kekaisaran itu ditumbangkan Revolusi Bolsheviks pada 1917. Menukil situs resmi negara, romanovempire.com , wilayah kekuasaannya mewarisi kawasan-kawasan yang dijelajahi AL Tsarisme Rusia di masa lalu yang tak menjadi bagian Uni Soviet, di antaranya dataran Antarktika, Inggris Raya, Amerika Utara, dan beberapa pulau di utara Jepang. Warganya tak lain adalah massa Partai Monarki Rusia. Sejak 2014 mereka mengklaim sudah punya 4.000 warga berpaspor Kekaisaran Romanov. Bakov sendiri mendapuk diri sebagai perdana menteri. Pada 31 Maret 2014, Bakov mengangkat Pangeran Nikolai Kirillovich Romanov sebagai Tsar Nikolai III. Nikolai yang punya nama lain Pangeran Karl Emich itu masih cicit buyut Tsar Alexander II. Dengan pengangkatan tsar itu, nama negara Romanovska Imperiya pun diubah menjadi Imperatorskiy Presto dan simbol negara berupa elang berkepala dua. Sementara, benderanya mirip bendera AL Rusia, bendera putih bermotif St. Andrew’s Cross. Berdirinya kekaisaran itu tak pernah ditanggapi pemerintah Rusia. Presiden Vladimir Putin menolak mentah-mentah permintaan lahan di Yekaterinburg oleh Nikolai III untuk dijadikan ibukota dan didirikan istana.

  • Upaya CIA Membunuh Pemimpin China di Bandung

    PEMERINTAH Indonesia dan peserta Konferensi Asia-Afrika (KAA) terkejut mendengar kabar pesawat Kashmir Princess yang ditumpangi delegasi China kecelakaan. Pesawat carteran milik Air India itu meledak dan mendarat di laut Kepulauan Natuna. Korbannya 16 orang tewas dan tiga selamat.

  • Ilmu Eksak Tertua

    Manusia Nusantara sudah mengenal ilmu perbintangan sejak 35.000 tahun lalu. Di salah satu lukisan cadas tertua, Leang-leang di Maros dan Pangkep, Sulawesi Selatan, ditemukan penggambaran proses perburuan babi dan rusa, telapak tangan, dan gambar-gambar geometris. Diperkirakan itu melambangkan bintang dan matahari. Sementara itu, peradaban Mesopotamia mencatat pengetahuan astronomi untuk pertama kali pada 4.000 tahun silam. Mesopotamia bahkan telah mengenal planet-planet seperti Dewi Isthar atau Inana, sekarang dikenal dengan nama Venus. “ Mereka juga telah memperkenalkan konsep makrokosmos dan mikrokosmos yang mencapai India pada awal milenium pertama . Kemampuan leluhur mempelajari langit dan angkasa merupakan ilmu eksak paling tua yang ada di muka bumi,” kata Ayu Dipta Kirana, kurator Museum Sonobudoyo, Yogyakarta . Karin menjabarkan sejarah perkembangan pengetahuan astronomi lewat pameran temporer Etnoastronomi bertajuk “Angkasa Raya, Ruang dan Waktu” di Museum Sonobudoyo Yogyakarta. Salah satunya soal bagaimana astronomi mempengaruhi religi masyarakat kuno hingga kini. Menurut Karin,dimulai sejak kepercayaan animisme dan dinamisme, praktik penyembahan terhadap matahari sudah dijumpai. Komunitas pendukung kebudayaan itu meyakini kalau matahari memberikan kehidupan terhadap mereka. Aliran kepercayaan ini kemudian berkembang secara konseptual menjadi agama dunia yang lebih kompleks. Nekara, salah satu dari corak kebudayaan logam awal, merupakan salah satu perangkat dalam upacara. Nekara ini dihiasi dengan berbagai unsur alam dan angksa, seperti simbol matahari, rembulan, dan bintang. (Wikipedia). Nekara, salah satu dari corak kebudayaan logam awal, merupakan salah satu perangkat dalam upacara. Nekara ini dihias dengan berbagai unsur alam dan angksa, seperti simbol matahari, rembulan, dan bintang. Praktik peribadatannya kemudian turut pula dipengaruhi oleh konsep langit dan arah mata angin, seperti dalam agama Hindu atau Buddha. “Ada pengetahuan kuno mengenai konsep kosmologi yang menjadi dasar spiritual beberapa kepercayaan kuno. Manusia adalah bagian dari sebuah jagad besar (makrokosmos) alam semesta ini, manusia juga representasi dari jagad kecil (mikrokosmos),” kata Karin. Karenanya, manusia percaya kalau nasib dan garis hidupnya sudah ditentukan dan dibaca oleh langit. “ Konsep makrokosmos dan mikrokosmos merupakan konsep tua dari masa Babilonia yang kemudian menyebar ke India, mempengaruhi perkembangan agama Hindu-Buddha juga ,” lanjut Karin . Misalnya dalam pembangunan bangunan suci. Biasanya orang kuno menggunakan konsep mandala . Mandala adalah representasi dari alam semesta yang diwujudkan dalam konstelasi dewa-dewa berdasarkan tingkatannya. Konsep ini merupakan imajinasi visual mengenai alam raya. Sebagaimana yang dijabarkan dalam pameran, Candi Borobudur menjadi contoh bangunan Buddhis yang memperlihatkan konsep mandala dengan jelas. Dikenal arca lima tokoh Tataghata yang mewakili unsur pokok alam semesta: Wairocana, Aksobhya, Ratnasambhawa, Amitabha, dan Amoghasiddhi. Menurut arkeolog Universitas Indonesia, Supratikno Rahardjo dalam Peradaban Jawa arca Wairocana menguasai zenith dengan sikap tangan memutar roda dharma . Aksobhya menguasai arah timur dengan sikap tangan kanan seakan menyentuh bumi. Ratnasambhawa menguasai arah selatan, dengan sikap tangan mengajar. Amitabha menguasai arah barat dengan sikap tangan bersemadi. Lalu Amoghasiddhi menguasai arah utara dengan sikap tangan menolak bahaya. Karena menjadi bagian dari jagad besar, gerak konstelasi bintang pun bisa dijadikan pertanda masa depan. Segala peristiwa dan kejadian dapat diprediksi dan berjalan sesuai dengan tatanan kosmik yang telah berlangsung selama ribuan tahun. Dalam pameran yang masih berjalan hingga 10 Februari 2020 itu dijumpai cawan zodiak atau yang disebut dengan prasen. Ini biasanya menjadi perlengkapan upacara adat masyarakat Tengger, yang mendiami dataran tinggi di sekitar kawasan Pengunungan Bromo-Tengger-Semeru, Jawa Timur. Prasen digunakan sebagai wadah air suci oleh Dukun Pandita. J.G. de Casparis, epigraf asal Belanda, dalam Indonesian Chronology menjelaskan prasen umumnya dibuat pada era Majapahit, abad ke-14 hingga ke-15. Ia berbahan perunggu. Pada permukaannya terdapat simbol-simbol zodiak. Di antaranya Mesa (domba jantan, Aries), Vrsabha (lembu jantan, Taurus), Mithuna (anak kembar, Gemini), Karka (ketam, Cancer), Simha (singa, Leo), Kanya (gadis, Virgo), Tula (timbangan, Libra), Vrscika (kalajengking, Scorpio), Dhanusa (busur panah, Sagitarius), Makara (uadng, Capriconus), Kumbha (guci, Aquarius), Mina (ikan, Pisces). “Kehadiran tanda-tanda zodiak mirip jam matahari berhubungan dengan pengukuran waktu, misalnya penggunaannya dalam upacara keagamaan, mengetahui waktu kapan matahari memasuki setiap tanda zodiak,” jelas Casparis. Angkasa yang menjadi dasar konsep waktu hadir dalam konsep spiritual hingga masa kini. Tanda-tanda pergantian waktu diterjemahkan praktik ibadahnya. Karin mencontohkan dengan waktu-waktu kapan azan, sebagai penanda waktu salat dalam Islam, dikumandangkan. “Dalam Islam, perubahan waktu amat penting sebagai pondasi spiritual, termasuk untuk menentukan waktu perayaan ibadah seperti Ramadan,” kata Karin. Menurutnya, pengamatan bintang dan benda-benda langit di alam raya membantu manusia untuk mewujudkan kepercayaan mereka. Tak heran, sejak dulu mereka yang ahli mengamati pergerakan benda langit mendapat tempat penting di masyarakat. Di Jawa Kuno dan Bali Kuno dikenal jabatan wariga . Daud Aris Tanudirjo, arkeolog Universitas Gadjah Mada, menjelaskan tugas wariga adalah menentukan waktu dan tempat yang baik untuk memulai suatu pekerjaan. Caranya dengan membaca kejadian alam yang berulang atau gerakan benda-benda di langit. Beberapa prasasti menyebut profesi itu. Misalnya, prasasti-prasasti dari masa pemerintahan Rakai Kayuwangi (856-883) dan Rakai Watukura (901-910). Di sana disebut beragam jabatan di desa. Menurut ahli epigrafi, Boechari dalam Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti , jika dijumlahkan semuanya kira-kira lebih dari 30 jabatan, di antaranya wariga . “Kita saat ini sudah memegang pengetahuan luar biasa itu dalam alat bantu berupa kompas atau GPS, misalnya. Smartphone kita memuat semua pengetahuan itu terasa sangat sederhana, tapi dulu, tak semua orang bisa memahami pengetahuan langit,” kata Karin. Pembaca bintang dan benda langit pada masa lalu tak cuma penting dalam spiritual, tapi dalam keseharian bahkan politik. Langit menentukan waktu tanam, waktu perjalanan, navigasi, menerjemahkan konsep pagi, siang, malam, untuk beradaptasi terhadap lingkungan, hingga meramal nasib kerajaan.

  • Cerita Malari Versi Judilherry

    Raut riang Judilherry seketika berubah tegang. Percakapan kami tetiba membangunkan kembali ingatannya tentang malapetaka 15 Januari 46 tahun lalu itu. Masih segar dalam ingatannya, malam itu ia bersama kawan-kawan sesama mahasiswa bergerak menentang kebijakan ekonomi pemerintahan Orde Baru. Kejadian itu memang sudah sangat lama, tapi masih melekat begitu dalam di ingatan Judilherry. “Saya bersama kawan-kawan mahasiswa bergerak demi menyampaikan hati nurani rakyat, menentang ketidakadilan. Tidak ada maksud lain di balik semua itu,” tegas Judilherry saat ditemui di Gedung Ganeca, Kalibata, Jakarta Selatan (14/1/2020). Judilherry Justam (Fernando Randy/Historia) Judilherry Justam (72 tahun) menjadi salah satu tokoh utama peristiwa 15 Januari 1974, yang dalam narasi sejarah bangsa ini dikenal sebagai Tragedi Malapetaka 15 Januari. Bersama dengan Hariman Siregar, Judilherry berada di pusat aksi mahasiswa kala itu. Hariman bertindak sebagai Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia (DMUI), sementara Judilherry dipercaya mendampinginya sebagai Sekertaris Jenderal DMUI. Upaya Mencegah Sejak permulaan peridoe 1970-an segala bentuk proyek pemerintah mulai disoroti. Umar Syadat Hasibuan dan Yohanes S. Widada dalam Revolusi Politik Kaum Muda , menyebut jika selama periode tersebut kalangan cendekiawan dan mahasiswa menjadi corong penyalur rasa tidak puas masyarakat terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Potensi lahirnya pertentangan-pertentangan besar pun tidak bisa dihindari. “Mahasiswa mulai tidak puas terhadap kebijaksanaan pejabat pemerintah. Berbagai masalah yang disoroti mahasiswa waktu itu adalah Pertamina, Proyek TMII yang dianggap mirip proyek mercusuar, hingga peranan modal asing,” tulis Umar dan Yohanes. Menurut Judilherry kecaman-kecaman terhadap kebijakan pemerintah sebetulnya tidak hanya datang dari kalangan mahasiswa saja. Di berbagai lapisan masyarakat sering diadakan diskusi-diskusi terkait isu pembangunan dan modal asing yang semakin marak di Indonesia ini. Mahasiswa hanya berusaha meramu isu-isu tersebut menjadi sebuah pemikiran yang konkret. Semua orang sama-sama cemas akan keberlangsungan negeri ini. Kekhawatiran yang berkembang kala itu adalah potensi korupsi besar-besaran dalam tubuh pemerintah. Melambungnya harga minyak, ditambah masuknya sejumlah besar modal asing ke Indonesia ditakutkan menjadi pembuka jalan bagi tindak kejahatan. Maka harus ada yang bergerak untuk mecegahnya. Pada 24 Oktober 1973, DMUI mengundang sejumlah tokoh dalam sebuah acara diskusi. Turut hadir mantan Walikota Jakarta, Sudiro; Menteri Luar Negeri Adam Malik; tokoh pers BM Diah; dan tokoh Angkatan 66 Cosmas Batubara. Dalam acara diskusi tersebut dibahas berbagai hal tentang kinerja pemerintah dalam upaya pembangunan di Indonesia. Di akhir diskusi disepakati sebuah petisi, dikenal sebagai Petisi 24 Oktober, yang menyatakan perlunya penyusunan strategi pembangunan baru yang lebih seimbang, baik di sektor ekonomi, sosial, maupun politik. Pada 28 Oktober, bertepatan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda, DMUI mengeluarkan petisi itu. Dalam situasi yang tidak menentu, DMUI melalui Hariman terus menggiatkan aksi protesnya. Pada 31 Desember 1973, ia berorasi di halaman depan Fakultan Kedokteran UI, di hadapan massa dari berbagai kalangan. Dalam biografi Judilherry, Anak Tentara Melawan Orba , Hariman mengajak semua komponen masyarakat untuk menolak modal asing yang masuk ke Indonesia, dan bersama-sama memperjuangkan keadilan bagi seluruh rakyat. Modal asing yang dibahas kali ini sudah lebih mengarah pada perusahaan-perusahaan Jepang yang masuk ke Indonesia. “Karena kebetulan Jepang yang datang ke Indonesia, ya Jepang jadi sasaran. Kalau Amerika yang datang mungkin sasarannya Amerika. Aksi ini dilakukan untuk menolak adanya modal asing di Indonesia, tidak peduli siapapun mereka,” ucap Judilherry. Jurnalis Jopie Lasut, dalam Malari: Melawan Soeharto dan Barisan Jenderal Orba , menyebut jika dominasi perusahaan Jepang tahun 1970-an telah tumbuh semakin besar di Indonesia. Tidak hanya produk otomotif, restoran Jepang juga mulai tumbuh berkembang di pusat-pusat keramaian ibukota. Bahkan lambang Toyota sampai bertengger gagah di puncak menara Wisma Nusantara, gedung tertinggi di Indonesia kala itu. Salah satu perusahaan yang disalahkan atas masuknya produk-produk Jepang ke Indonesia ketika itu adalah Astra. Perusahaan tersebut membawa sejumlah produk otomotif Jepang, seperti Toyoya, Mistubishi, dan Honda. “Waktu itu citra Astra kurang begitu bagus. Astra disebut royal bagi-bagi uang tanpa arah dan tujuan yang jelas. Kegiatan peragaan busana hingga event rally mobil mereka danai. Tapi mereka nampak kurang peduli dengan orang-orang miskin di sekitar pabrik mereka. Padalah suasana anti Jepang sudah berkecamuk di benak sebagian besar masyarakat,” kata Jopie. Puncak Aksi Memasuki Januari 1974, penolakan terhadap modal asing semakin memanas di kubu mahasiswa. Demi meredam suasana, Kepala Staf Kopkamtib Soedomo lalu memediasi pertemuan antara mahasiswa dengan Presiden. Pada 11 Januari 1974 Presiden Soeharto bersedia menemui perwakilan mahasiswa di Bina Graha. Dari DMUI hadir Hariman Siregar, Judilherry, dan Slamet Rahardjo (Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa UI). Dalam pertemuan itu, para perwakilan mahasiswa membacakan ikrar mahasiswa Indonesia dari Dewan-dewan Mahasiswa se-Indonesia. Menurut Judilherry ketika itu ia yang membacakan ikrar tersebut. Isinya kurang lebih: “Pertama kita menuntut bahwa pola pembangunan yang berorientasi kepada keadilan sosial dan kemakmuran bagi rakyat banyak. Kedua, terwujud iklim politik yang berasaskan demokrasi sehingga pemerintah benar-benar milik rakyat untuk kepentingan rakyat. Ketiga, pembangunan hukum yang terkait tertib hukum dan mekanisme peradilan yang tidak memihak, di mana setiap warga memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Keempat, pembatalan segala bentuk kemewahan dan mengadakan pemberantasan korupsi.” Namun ternyata pertemuan dengan presiden itu tidak memberi dampak signifikan terhadap keputusan pemerintah. Ikrar mahasiswa tersebut tidak mampu mencegah gelombang asing masuk. Terlebih pada 14 Januari 1974 pemerintah akan menerima kunjungan dari Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka ke Indonesia. Mengetahui hal itu, malam 14 Januari mahasiswa berkumpul di lapangan terbang Halim Perdanakusuma. Mereka mengepung pangkalan udara itu sebagai bentuk penolakan Tanaka di Indonesia. Tetapi kumpulan mahasiswa di sana tidak mampu menahan rombongan PM Jepang itu. Ia berhasil meloloskan diri dan masuk ke Indonesia. “Kita hanya ingin menghambat dia (PM Tanaka) keluar. Ini simbol bahwa kita tidak ingin PM Jepang datang ke Indonesia,” kata Judilherry Pagi 15 Januari 1974, sekira pukul 08.00 WIB, gabungan mahasiswa dari seluruh universitas di Jakarta berkumpul di UI. Hasil rapat pada malam sebelumnya disepakati bahwa mereka akan melakukan aksi longmarch dari UI ke Universitas Trisakti. Pukul 08.30, di bawah pimpinan Judilherry, sebanyak 500 mahasiswa mulai bergerak menuju Trisakti. Di sepanjang jalan, massa aksi longmarch ini semakin banyak. Mahasiswa dari berbagai universitas mulai turut bergabung hingga membentuk barisan yang cukup panjang. Diperkirakan mencapai 5.000 orang jumlahnya. “Mahasiswa dan lainnya mengambil alih jalan selama masa kunjungan PM Tanaka, dan aksi protes mereka adalah anti-asing, terutama Jepang; anti-birokrasi, terutama ditujukan kepada teknokrat berpendidikan Barat yang mendorong pemerintah untuk lebih percaya pada investasi asing; dan anti-militer, terutama terhadap jenderal-jenderal yang dicurigai banyak diuntungkan dari perjalanan bisnis dengan orang-orang Tionghoa dan asing,” tulis Michael H. Anderson, dalam Madison Avenue in Asia: Politics and Transnational Advertising . Namun Judilherry menyebut jika massa dari kubu mahasiswa tidak benar-benar mengambil alih jalan yang mengakibatkan perusakan. Ia dan kawan-kawannya hanya melakukan aksi longmarch sambil menggaungkan berbagai protes terhadap pemerintah tanpa usil merusak apapun. Mereka lalu tiba di Trisakti sekira pukul 10. Setelah beristirahat dan sedikit orasi, Judilherry mengarahkan para mahasiswa untuk kembali ke Salemba. Massa mahasiswa ini kembali ke UI menumpang truk-truk kosong yang lewat. Mereka sengaja mengambil rute ketika pergi longmarch, melewati jalan-jalan yang telah dilalui. Sampai di Tanah Abang 2, massa diarahkan oleh tentara ke arah Harmoni. Dan betapa terkejutnya mereka ketika melihat banyak mobil yang sudah terbakar, bahkan sampai ada yang diceburkan ke kali. Namun kondisi sekitar saat itu sudah tenang, tidak terlihat ada kerusuhan. Setelah sampai di UI, para mahasiswa mendengar kabar bahwa terjadi kerusuhan dan pembakaran di sekitar Senen. Sejumlah mobil dan bangunan dirusak oleh orang-orang tak dikenal. Judilherry memastikan bahwa perusakan itu bukan disebabkan oleh tangan-tangan mahasiswa yang ia pimpin. Menurutnya ada pihak-pihak tertentu yang berusaha mengkambinghitamkan mahasiswa. Suasana kerusuhan 15 Januari 1974 (Wikimedia Commons) Sore hari hingga malam, di sekitar kampus UI Salemba, Jalan M.H. Thamrin, Jalan Jenderal Sudirman, dan Jalan Diponegoro berkeliaran kelompok-kelompok yang melakukan perusakan. Mereka semakin ganas mengincar mobil-mobil Jepang yang masih baik bentuknya. Gedung perusahaan Jepang juga banyak yang hangus dibakar. Belakangan diketahui, setelah Judilherry berada di tahanan, bahwa banyak organisasi dan kelompok yang terlibat dalam persitiwa ini. “Ada Kesatuan Aksi Pengebudi Becak, Gabungan Usaha Pembaharuan Pendidikan Islam, eks DI/TII, orang-orang PNI lama, di samping para intelektual seperti Mochtar Lubis, Adnan Buyung. Di sini kita mencoba mengorek informasi bahwa mereka inilah yang dikerahkan. Bahkan saya juga dapat informasi bahwa anak-anak STM ikut andil dalam kerjadian ini,” ucapnya. Kerumunan massa kerusuhan 15 Januari 1974 (Wikimedia Commons) Informasi tentang pengerahan massa pelajar itu juga dikemukakan oleh Kees van Dijk dalam “Ketertiban dan Kekacauan di dalam Kehidupan di Indonesia” termuat Orde Zonder Order: Kekerasan dan Demokrasi di Indonesia 1965-1998 . Menurutnya demonstran di dekat Monumen Nasional Jakarta Pusat sebagian besar berasal dari pelajar sekolah menengah. “Di antara 472 orang yang ditahan pada tanggal 15 dan 16 Januari, terdapat 250 buruh dan anak sekolah,” kata Kees. Proses Mengadili Sehari setelah malapetaka 15 Januari, keadaan berangsur membaik. Sudah tidak terlihat kumpulan massa di jalan-jalan utama. Di kampus UI, sejumlah mahasiswa masih berdiskusi di bawah pimpinan Hariman. Pada saat itu, Ali Sadikin datang. Ia bermaksud meminta DMUI mengeluarkan pernyataan terkait kerusuhan semalam di TVRI demi mengendalikan keadaan yang mungkin masih dapat memanas di tengah masyarakat. Ali Sadikin membawa sebuah konsep yang harus dibacakan DMUI. Isinya antara lain: mengecam dan mengutuk tindakan perusakan dan pembakaran oleh massa serta tetap mendukung Soeharto sebagai presiden. Dan meminta agar masyarakat tenang dan tidak terporvokasi. Perwakilan DMUI menerima konsep tersebut. Namun sedikit diubah: mengecam dan mengutuk tindakan perusakan dan pembakaran dari pihak manapun juga . Mereka juga menolak memberikan dukungannya kepada Soeharto sehingga kalimat dukungan terhadap presiden juga ikut dihapus. Malam harinya, Hariman ditemani Judilherry menyampaikan pernyataan itu di TVRI. Dari TVRI, beberapa mahasiswa dibawa ke Markas Kopkamtib. Di sana mereka bertemu dengan Wapangkopkamtib, Soedomo, dan sejumlah jenderal lainnya. Melihat Hariman dkk Soedomo naik pitam. Baginya, mahasiswa harus bertanggung jawab atas peristiwa 15 Januari itu. Akhirnya saat itu juga Hariman dan Gurmilang ditahan. Sementara Judilherry dan mahasiswa lainnya disuruh kembali ke kampus. Pada 17 Januari tersiar kabar bahwa beberapa orang pejabat DMUI, MPM UI, dan Senat Mahasiwa UI juga ikut ditahan, termasuk Theo Sambuaga, Salim Hutadjulu, dan Eko Sudjatmiko. Judilherry sendiri sebagai Sekjen DMUI tidak ditahan. “Saya tidak tahu kenapa tidak ditahan. Saya lalu mengambil alih DMUI sebagai caretaker ketua umum, menggantikan sementara Hariman Siregar.” Malapetaka Januari 1974 (Wikimedia Commons) Penangkapan Judilherry baru terjadi pada malam 13 April 1974. Ia “diambil” dari rumahnya di Jalan Siliwangi Raya oleh sejumlah orang menggunakan mobil Jeep. Ia selanjutnya dimasukkan ke dalam tahanan Kopkamtib. Tempat di mana kawannya, Hariman juga ditahan. Judilherry sendiri masih tidak tahu alasannya ditangkap. Jika memang terkait peristiwa Malari mengapa ia tidak ditahan bersama Hariman dan kawannya yang lain. Namun ia menduga penahanan itu terjadi ketika ia menolak berbagai intervensi dari Opsus Ali Murtopo yang ingin masuk ke tubuh DMUI dan pemakzulan Hariman. “Secara pribadi terus terang saya merasa berat berada di tahanan, terutama ketika tiga bulan pertama. Karena saya hanya diberi ruangan yang sangat sempit, serta aktifitas saya pun dibatasi dan diawasi. Bahkan buang air pun harus di dalam sel, dengan hanya diberi sebuah kaleng yang setiap pagi akan saya cuci,” kenang Judilherry. Pada perkembangan selanjutnya, akibat dari peristiwa Malari aktivitas mahasiswa mulai diawasi oleh pemerintah. Mahasiswa dilarang berkumpul dan bergerombol di dalam kampus tanpa maksud yang jelas. Hingga akhirnya pada 1978, Mendikbud Daoed Joesoef mengeluarkan Surat Keputusan No. 0156/U/1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus. Bahkan tahun selanjutnya ditandatangani SK tentang pembubaran organisasi kampus.

  • Makam Plumbon Jadi Situs Memori CIPDH-UNESCO

    PADA 1980-an, sebuah makam dengan tumpukan batu di hutan Plumbon, Semarang hanyalah sebuah tempat bagi orang-orang yang mencari peruntungan nomor togel. Sesekali ada orang berziarah, namun tak dikenal siapa mereka. Pasca Reformasi, tepatnya pada 2000, Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965 (YPKP 65) yang diketuai Sulami, mantan Sekretaris Jenderal Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia), sempat mengidentifikasi keberadaan makam yang diduga berisi kerangka korban-korban pembunuhan massal 1965 tersebut. Namun, tak ada kelanjutan dari indentifikasi kala itu, hingga pada 2014, sekelompok aktivis yang membentuk Perkumpulan Masyarakat Semarang untuk Hak Asasi Manusia (PMS-HAM) mulai membuka memori masa silam dari makam di tengah hutan jati itu. PMS-HAM memerlukan waktu 7,5 bulan untuk melakukan penelitian mengenai identitas para korban serta melakukan pendekatan kepada masyarakat dan pemerintah. “Jadi kami mencari kolega korban, keluarga korban, kemudian minta izin dari RT, RW, lurah, camat sampai walikota, Polsek, Polres, Polda, Koramil, sampai Kodam, dan kami tembuskan juga ke Mabes TNI,” ujar Yunantyo Adi Setiawan, Koordinator PMS-HAM kepada historia.id. PMS-HAM kemudian berhasil mengidentifikasi delapan nama dari 24 korban yang diperkirakan dikubur di makam tersebut. Mereka adalah Moetiah, Soesatjo, Darsono, Sachroni, Joesoef, Soekandar, Doelkhamid, dan Soerono. Moetiah adalah guru TK Melati dan anggota Gerwani di Patebon, Kendal. Soesatjo adalah patih yang merangkap pengurus PKI Kendal. Joesoef adalah carik di Desa Margorejo dan anggota PKI di Cepiring. Soerono adalah anggota PKI dari Kedungsuren. Sachroni adalah anggota PKI dari Mangkang. Sedangkan, Darsono, Soekandar, dan Doelkhamid , merupakan anggota Pemuda Rakyat. Yunantyo menyebut kedelapan korban dan belasan lainnya dibunuh tanpa proses hukum yang jelas. “Tidak ada pengadilannya. Baru dicurigai tapi sudah dibunuh. Jadi,sebagai upaya kemanusiaan kita waktu itu, rekonsiliasi dalam bentuk memanusiakan makam mereka,” terangnya. Awalnya PMS-HAM hendak melakukan penggalian terhadap makam tersebut. Namun, karena Komnas HAM tidak merespons permohonan izin yang diajukan, maka dipilih opsi pemasangan nisan. PMS-HAM juga berkaca dari peristiwa di Wonosobo pada 2000. Kala itu YPKP65 melakukan ekskavasi kuburan massal di Hutan Kaliwiro, Wonosobo. Ketika hendak dimakamkan ulang di daerah Kaloran pada 2001, terjadi penolakan dari Forum Ukhuwah Islamiyah Kaloran (FUIK). Beberapa kerangka bahkan dibakar. Maka untuk pemasangan nisan makam Plumbon, PMS-HAM melakukan dialog dengan Pemuda Pancasila dan Front Pembela Islam (FPI) terlebih dahulu. “Kita hanya bicara kemanusiaan saja , tidak bicara konflik masa lalu,” terangnya. Doa lintas agama pada acara pemasangan nisan makam korban pembunuhan massal 1965 di Plumbon, Semarang, 1 Juni 2015. (Dok. Yunantyo Adi Setiawan). Pada 1 Juni 2015, acara pemasangan nisan dilangsungkanbersamaan dengan Hari Lahir Pancasila. Dengan mengundang warga, tokoh lintas agama, serta berbagai elemen masyarakat dan ormas, acara dapat berjalan dengan lancar. PMS-HAM juga melibatkan pemerintah daerah, pimpinan Perhutani Kendal selaku pemilik lahan hutan, serta pihak kepolisian dan TNI. Akhirnya, sebuah batu nisan dari marmer bertuliskan delapan nama korban pembunuhan berhasil didirikan. “Intinya waktu itu kita resmikan dengan doa bersama lintas agama bersama warga bahwa tempat itu mulai 1 Juni 2015 menjadi tempat terbuka sebagai upaya kemanusiaan terhadap korban itu,” jelas Yunantyo. Nisan ini menjadi monumen pertama korban pembunuhan masal 1965 yang didirikan secara resmi atas izin pemerintah. Acara ini juga sekaligus menjadi peristiwa rekonsiliasi kultural bagi korban, masyarakat dan pemerintah. Pada 1 Mei 2019, Yunantyo mendapat surel dari The International Center for the Promotion of Human Rights (CIPDH) yang berada dibawah United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), yang meminta materi terkait makam Plumbon tersebut. CIPDH-UNESCO kemudian menetapkan makam itu sebagai situs memori terkait pelanggaran HAM berat. CIPDH-UNESCO didirikan pada 2007 di Buenos Aires, Argentina, untuk meningkatkan kesetaraan dan nondiskriminasi melalui program-program yang mempromosikan kesetaraan gender, keberagaman dan antarbudaya. CIPDH-UNESCO mengandalkan potensi pendidikan warisan budaya dan sejarah sebagai elemen penting dalam membangun identitas kolektif. Selain itu,CIPDH-UNESCO juga memprioritaskan pendidikan HAM sebagai pendorong untuk mempromosikan budaya koeksistensi demokratis dan akses yang setara terhadap HAM. Untuk itu, CIPDH-UNESCO berupaya memvisualisasikan situs-situs terkait dengan memori pelanggaran HAM berat di seluruh dunia sebagai bagian dari warisan budaya kolektif komunitas dalam bentuk peta interaktif. Proyek ini juga bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang bagaimana masyarakat berurusan dengan masa lalu mereka, kebijakan publik apa yang diberlakukan untuk menjaga memori dan untuk mengumumkannya, serta kesepakatan dan konsensus apa yang memungkinkan ingatan ini dikenal. Proyek ini mendata berbagai warisan meliputi arsip, warisan budaya tak benda, monumen, museum dan situs dengan tema perbudakan, genosida dan atau kejahatan massal, konflik bersenjata, dan persekusi politik. Makam Plumbon masuk dalam kategori situs persekusi politik bersama kuburan massal Priaranza del Bierzo di Spanyol dan Space for Memory and for the Promotion and Defense of Human Rights (Former ESMA) di Argentina. Selain makam Plumbon, CIPDH-UNESCO juga memasukan Aksi Kamisan dalam peta mereka. Aksi dengan pakaian dan payung hitam di depan Istana Negara itu masuk dalam kategori warisan budaya tak benda dengan tema persekusi politik.

  • Sepuluh Benda Bersejarah Hasil Repatriasi dari Belanda

    MUSEUM Nasional kini tengah melakukan kajian konten dan kajian konservasi terhadap 1.499 benda bersejarah hasil repatriasi dari Belanda. Sebagian besar benda memang belum memiliki data provenance (asal usul) yang lengkap. Beberapa data bahkan baru berupa perkiraan dari pihak Museum Nusantara, Delf. "Banyak koleksi yang belum jelas provenance -nya (asal usulnya). Perlu kajian khusus untuk memperdalam informasi koleksi itu sendiri," jelas Nusi Lisabila Estudiantin, Kepala Bidang Pengkajian dan Pengumpulan Museum Nasional Indonesia. Nantinya, kata Nusi, benda-benda tersebut akan diklasifikasikan dalam tujuh kelompok, yakni prasejarah, etnografi, arkeologi, numismatik dan heraldik, geografi, keramik dan sejarah. Berikut ini sepuluh dari 1.499 benda bersejarah yang diperoleh dari situs resmi Museum Nusantara ( collectie-nusantara.nl ): 1. Model Perahu dari Cengkeh Model perahu yang disusun dari kuncup-kuncup cengkeh. ( collectie-nusantara.nl ). Model perahu dengan pendayung dan tiga tiang ini terbuat dari susunan cengkeh. Tiap-tiap kuncup cengkeh disatukan dengan cara dijahit menggunakan benang. Benda berukuran 19 x 39,5 x 9 cm ini berasal dari paruh pertama abad ke-20. Terdapat dua model kapal dengan bentuk berbeda serta satu model bentuk set peralatan merokok dan satu set peralatan minum teh. Semuanya berasal dari Ambon, Maluku. 2. Ukiran Tanduk Rusa Tanduk rusa dengan ukiran dari Bali. (Fernando Randy/Historia). Dua tanduk rusa sepenuhnya dihiasi dengan ukiran. Ukiran-ukiran merepresentasikan pangeran, putri, raksasa, dan garuda dan lain sebagainya tersebar pada dua tanduk. Data Museum Nusantara menyebut ukiran tanduk ini "berkualitas tinggi". Dua tanduk tersebut kemungkinan merupakan tanduk rusa Jawa atau rusa Timor ( Cervus timorensis syn . Rusa timorensis ) yang dibuat atau dibawa dari Bali. Kedua tanduk ini diperkirakan berasal dari abad 19–20. 3. Kapak Batu Kapak batu berasal dari 5.000-1.000 SM. ( collectie-nusantara.nl ). Sebuah kapak terbuat dari batu yang diperkirakan berasal dari 5.000-1.000 SM. Kapak ini berbentuk cembung memanjang. Sementara bagian depannya datar dan bagian sisinya sempit dan rata. Data Museum Nusantara menyebut kapak berukuran 3 x 9 x 5,5 cm ini berasal dari Pulau Kalimantan. 4. Peralatan Perak Batak Beragam peralatan perak dari Batak. ( collectie-nusantara.nl ). Terdapat 12 objek berbeda yang digantung dengan rantai yang disatukan oleh cincin logam. Berisi berbagai peralatan seperti pembersih telinga, penjepit rambut, tusuk gigi, kotak tembakau hingga kotak kapur. Peralatan terbuat dari perak ini berasal dari paruh kedua abad ke-19 (sebelum 1890). Kemungkinan dibuat atau dibawa dari Karo, Sumatra Utara. 5. Liontin Ikan Berkepala Naga Liontin ikan berkepala naga dari Jawa Timur. ( collectie-nusantara.nl ). Sebuah liontin berbentuk ikan dengan kepala naga berukuran 10,5 x 13 x 0,4 cm. Liontin ini kemungkinan juga digunakan sebagai jimat keberuntungan. Liontin ini terbuat dari tembaga dan perak dan berasal dari paruh pertama abad ke-20. Kemungkinan berasal dari kebudayaan Peranakan di Jawa Timur. Liontin sejenis disebut sebagai "kalung baderan" atau kalung ikan mas. 6. Gayor Gong Gayor gong yang dibuat oleh seniman M.B. Djadjeng Lesono. ( collectie-nusantara.nl ). Gayor gong atau stand gong ini menurut data Museum Nusantara diproduksi pada 1925 oleh seniman M.B. Djadjeng Lesono dari Yogyakarta. Sementara gongnya disebut dibuat di Bogor dari perunggu. Gayor gong dihiasi ukiran dengan karakter dua orang penjaga dengan pedang di bagian atas. Terdapat  pula karakter naga di kedua sisi. Bagian tengah berupa lubang bundar untuk gong. Kemudian pada bagian atas merupakan pahatan karakter merak dengan ekor mengembang. Gayor gong ini berukuran 173,5 x 140 x 27 cm. 7. Laci Perhiasan Piramida Laci perhiasan berbentuk piramida. ( collectie-nusantara.nl ). Laci berbentuk piramida ini merupakan kotak perhiasan pernikahan. Namun, ada kemungkinan juga merupakan kotak obat. Laci berukuran 43 x 39 x 38 cm ini diperkirakan berasal dari Bali atau Jawa Timur. Dibuat atau dibawa ke Belanda pada paruh pertama abad ke-20. Terdapat satu lagi laci berbentuk piramida yang berasal dari Palembang. 8. Sisir Sisik Penyu Sisir yang terbuat dari cangkang penyu sisik. ( collectie-nusantara.nl ). Sisir dekoratif ini dibuat dari cangkang penyu sisik ( Eretmochelys Imbricata ). Bagian atas sisir melengkung dan memiliki motif cut-out . Di bagian tengah terdapat bentuk sebatang pohon kehidupan. Sementara di kedua sisi berupa ayam jantan yang berdiri di atas seekor rusa. Sisir dekoratif lainnya menunjukan motif garuda di bagian tengah, kuda poni dan seorang gadis. Sisir berukuran sekitar 15 x 13,5 x 5 cm ini kemungkinan berasal dari Sumba, dibuat atau dibawa ke Belanda pada paruh pertama abad ke-20. 9. Jas Hujan Sabut Kelapa Jas hujan sabut kelapa dari Belitung. ( collectie-nusantara.nl ). Benda ini berasal dari paruh kedua abad ke-19 (sebelum 1895). Jas hujan berdimensi 125 x 120 cm ini berasal dari daerah Dendang, Pulau Belitung (dulu Biliton). Jas hujan yang dibuat dari sabut kelapa ini berasal dari kebudayaan China dan menurut data Museum Nusantara, jas hujan ini memang digunakan oleh penambang China di Pulau Belitung. 10. Model Rumah Adat dan Perahu Model perahu dagang dari Kota Baru, Sumatra Barat. (Fernando Randy/Historia). Terdapat setidaknya 16 model perahu serta 12 model rumah dan masjid yang tururt dikembalikan. Model-model perahu mewakili bentuk perahu dari Bugis, Makassar, Sangihe, Bacan, Jawa, Madura, hingga Sumatra. Model perahu paling besar berupa perahu dagang dari Kota Baru, Sumatra Barat. Model perahu berukuran 197 x 53 cm bahkan memiliki dua atap. Diperkirakan berasal dari paruh kedua abad ke-19. Sementara model rumah, masjid, dan lumbung merepresentasikan berbagai kebudayaan di Nusantara. Sebagian besar dibuat atau dibawa ke Belanda pada paruh kedua abad ke-19. Selain benda-benda di atas, masih ada ratusan tekstil, mata uang, litograf, perabot rumah, perhiasan, dan senjata. Pihak Museum Nasional telah menyiapkan gedung baru berlantai tiga yang akan difungsikan sebagai storage di belakang Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Kedepan, juga akan dilakukan berbagai kegiatan penunjang penelitian dan konservasi museum di storage baru ini. "Nanti akan ada untuk pelatihan konservasi, sekolah konservasi, untuk museum-museum di Indonesia dari sana. Semacam workshop ," ujar Siswanto, Kepala Museum Nasional. Setelah kajian konten dan konservasi selesai, Museum Nasional rencananya akan menggelar pameran benda-benda hasil repatriasi pada Juni mendatang.

  • Petualangan Evertsen, dari Arktik hingga Arafura

    JANUARI hari ke-15, TNI AL rutin memperingati Hari Dharma Samudera, hari ketika Insiden Laut Arafura terjadi 58 tahun lampau. Insiden tersebut menewaskan Deputi I KSAL Komodor Yosaphat Sudarso setelah kapalnya, KRI Matjan Tutul, dikaramkan kapal perang Belanda Hr. Ms. Evertsen . Evertsen merupakan kapal fregat Koninklijke Marine (KM) atau angkatan laut Belanda  bernomor lambung F-803. Hingga saat ini Evertsen tercatat sebagai kapal terakhir yang memuntahkan peluru dalam pertempuran resmi yang melibatkan Belanda. Setahun setelah Pertempuran Laut Arafura atau yang oleh Belanda disebut “Vlakke Hoek Incident”, Evertsen dipensiunkan dan dibesituakan. Keputusan tersebut mengakhiri petualangan Evertsen sejak Perang Dunia II, Perang Korea, hingga Irian Barat. Mulanya, Evertsen merupakan kapal perusak dari kelas-S milik Royal Navy (Inggris). Namanya HMS Scourge . Menukil H. T. Lenton dalam British & Empire Warships of the Second World War , kapal itu dibuat galangan kapal Cammel Laird di Birkenhead pada 1941 dan rampung tahun berikutnya. Kapal dengan nomor lambung G-01 itu dinamai HMS Scourge saat masuk kedinasan sebagai bagian dari Armada Teritorial Inggris pada 14 Juli 1943. Dua mesin uap Admiralty 3-drum boilers- nya mampu melajukan kapal sepanjang 110,6 meter, lebar 10,9 meter, dan bobot 1.740 ton itu hingga kecepatan maksimal 36 knot . Kapal perusak HMS Scourge G01 milik AL Inggris sebelum berpindah tangan ke AL Belanda mulai 1946 (Foto: Imperial War Museum) Scourge dipersenjatai empat meriam 120mm Mark XII, sepasang meriam Bofors 40mm, empat pasang meriam Oerlikon 20mm, 16 tabung torpedo 21 inci, serta empat pelontar depth charge (bom dalam) berkapasitas 70 bom. Tugas pertamanya di luar perairan Inggris terjadi pada Desember 1943. Scourge turut serta dalam “Konvoi JW 55B”. Konvoi itu merupakan upaya Sekutu mengirim bantuan untuk Uni Soviet yang punya musuh sama dengan Sekutu: Jerman Nazi. Konvoi yang membawa 19 kapal dagang itu dilindungi 32 kapal perang beraneka jenis dari AL Inggris, Amerika, Kanada, dan Norwegia, di mana Scourge termasuk. Setahun berselang, Scourge turut serta dalam invasi Sekutu ke Normandia (D-Day), 5-6 Juni 1944. Scourge bagian dari Gugus Tugas-S, yang bertugas melindungi konvoi Sekutu menyeberangi Selat Inggris dan menyokong pembomban jelang pendaratan. Setahun usai Perang Dunia II, Evertsen diambil-alih Belanda. Beberapa sumber menyebutkan, Evertsen dibeli, bukan dihibahkan. “ Hr. Ms. Evertsen adalah salah satu kapal perang yang diambil-alih oleh AL kerajaan (Belanda, red. ) dari AL Inggris. Sebelumnya sebagai HMS Scourge , kapal itu terlibat dalam konvoi bantuan Sekutu menuju Murmansk. Evertsen di bawah pimpinan Letnan Laut I G. P. Küller pada 21 April tiba di Tanjung Priok dan disambut Panglima AL Belanda di Hindia Belanda Laksamana Madya A. S. Pinke,” sebut suratkabar Het Dagblad , 24 April 1946. Dipermak jadi Fregat Saat baru berpindah tangan ke AL Belanda, Scourge diganti namanya menjadi Hr. Ms . (di beberapa sumber disebut HNLMS) Evertsen dengan nomor lambung D-802. Nama itu untuk kelima kalinya digunakan Belanda untuk menamai kapal perangnya sejak abad ke-19. Nama Evertsen diambil dari nama dua kakak-beradik pelaut yang dianggap Belanda sebagai pahlawan di abad ke-17, Johan dan Cornelis Evertsen. Kala Belanda kembali ke Indonesia, Evertsen berbasis di Modderlust, Surabaya dan ikut dalam serangkaian patroli di Laut Jawa. Hingga 1949, ia juga beberapakali memulangkan para bekas interniran dan tawanan Jepang ke Eropa. Para awak Hr. Ms. Evertsen D802 kala bertugas di Perang Korea (Foto: NIMH) Setahun berselang, Evertsen ikut andil menyokong Sekutu di Perang Korea, sebagai bagian dari Gugus Tugas-96 di Armada ke-7 AL Amerika. Tugasnya memblokade jalur suplai musuh di Laut Kuning dan memberi sokongan salvo dari laut ke pasukan darat PBB. Usai Perang Korea, Evertsen kembali ke Belanda dan pada Oktober 1957 diubah menjadi fregat di galangan kapal Den Helder. Hal itu sebagai dampak kebijakan Belanda yang hendak memperkuat militernya di Irian Barat sekaligus “membesituakan” sejumlah kapal perang tuanya. “ Hr. Ms. Evertsen , Piet Hein, dan Kortenaer yang sebelumnya bertugas sebagai kapal perusak, telah dirombak. Kapal-kapal itu kini telah menjadi fregat pada 1 Oktober karena masih dibutuhkan armada kerajaan,” sebut suratkabar De Tijd , 14 Oktober 1957. Awal 1960, Evertsen yang sudah diubah menjadi fregat dan digganti nomor lambungnya menjadi F-803, berangkat dari Amsterdam ke Hollandia (kini Jayapura) via Terusan Panama. Ia jadi satu dari tiga kapal perang untuk memperkuat perairan Irian Barat, selain fregat Kortenaer dan kapal perusak Utrecht. Ketiga kapal inilah yang menghantam KRI Matjan Tutul pada malam 15 Januari 1962 di Laut Arafura. Dari ketiganya, Evertsen yang maju duluan dan melepas salvo pertama ke tiga kapal ALRI. Suratkabar De Volksrant , 6 April 1960 memberitakan, Evertsen sudah sering berpatroli di perairan Irian dan dikomandani Kapitein-luitenant (setara letnan laut) J.A. van Beusekom. “Pukul 22.07 Evertsen pertama kali memuntahkan peluru meriamnya kepada Matjan Tutul karena diduga akan mengadakan serangan torpedo karena haluan yang mengarah padanya. Pukul 22.10 sebuah tembakan Evertsen tepat mengenai buritan Matjan Tutul . Pada 22.30 tembakan tepat Evertsen mengenai bagian tengah…pukul 22.35 tembakan Evertsen tepat kena anjungan Matjan Tutul ,” sebut Julius Pour dalam biografi Laksamana Sudomo, Mengatasi Gelombang Kehidupan. KRI Matjan Kumbang dan KRI Harimau jelang Pertempuran Laut Aru/Laut Arafura (Foto: Repro "Mengatasi Gelombang Kehidupan") Setelah KRI Matjan Tutul tenggelam 15 menit berselang, Evertsen sebetulnya ingin mengejar dua MTB lain milik ALRI (kini TNI AL) namun Gubernur Nieuw Guinea Belanda Dr. Pieter Johannis Platteel memerintahkan Evertsen , Kortenaer, dan Utrecht kembali ke Hollandia. Setelah tugas di Irian, Evertsen dilelang seperti kapal-kapal perang lain yang sudah renta. Pada 12 Juli 1963 atau sehari setelah mengakhiri masa tugasnya di AL Belanda, ia dibesituakan. “Kemarin, kapal ini dipensiunkan AL kerajaan dan kemudian dilelang secara terbuka oleh inspektorat wilayah setempat (Hendrik-Ido-Ambacht, red ). Setelah dibongkar, 2,5 ton besi tuanya dibeli seharga 245.555 gulden oleh Frank Rijsdijk dalam pelelangan itu,” sebut suratkabar De Volksrant , 13 Juli 1963.  Nama Evertsen tetap digunakan AL Belanda. Setelah kapal fregat F-803 itu, Belanda menggunakannya lagi untuk frigat kelas-Van Speijk, HNLMS Evertsen F-815, yang dipakai sejak 1967 tapi dijual ke Indonesia –dan dinamai KRI Halim Perdanakusuma 355 – pada 1989. Setelah itu, nama Eversten dipakai oleh sebuah fregat kelas-De Zeven Provinciën bernomor lambung F-805, HNLMS Evertsen, yang digunakan sejak 2005 sampai sekarang.

  • Agen KGB di Indonesia Dieksekusi Mati

    SALAH satu operasi rahasia CIA (Dinas Intelijen Pusat Amerika Serikat) yang paling sukses terhadap Uni Soviet dilakukan di Indonesia. Operasi bersandi HABRINK ini berhasil mendapatkan informasi dari pejabat militer Indonesia mengenai alutsista dan persenjataan Uni Soviet yang dijual kepada Indonesia, termasuk sistem rudal, kapal selam, kapal perusak, kapal penjelajah, dan pesawat pembom.

  • Apa Kabar Michael Schumacher?

    NAMA Schumacher terpampang di kokpit mobil Formula One (F1) Scuderia Ferrari. Schumacher bahkan sudah menjajal beberapa varian jet darat Ferrari sejak 2019. Belum lama ini, ia mencicipi tiga mobil berjuluk “kuda jingkrak” itu di rangkaian sesi tes resmi musim 2020 di Bahrain. Namun, Schumacher itu bukan si legenda Michael “Schumi” Schumacher yang masih terbaring usia kecelakaan, atau Ralf Schumacher yang kembali dari masa pensiunnya. Schumacher itu ialah Mick Schumacher, anak kedua Schumi dari perkawinannya dengan Corinna Betsch. Mengutip GP Today , Sabtu (11/1/2020), Mick sebelumnya menjajal mobil Ferrari F2004 yang pernah dipakai ayahnya, mobil F2002 sebelum dilelang pihak Ferrari, serta mobil SF-90 yang dipakai duo Sebastian Vettel dan Charles Leclerc pada musim lalu. “Sulit mengatakan mana favorit saya. Mobil 2019 luar biasa. Juga bisa mengendarai F2002 dan F2004 selalu jadi mimpi saya,” ungkap Mick. Mick Schumacher, anak kedua Michael Schumacher yang mengikuti jejak ayahnya di balap mobil (Foto: formula1.com ) Apakah ini pertanda Ferrari bakal merekrutnya sebagaimana tim itu merekrut ayahnya pada 1996? Masih terlalu dini untuk menjawabnya. Usia Mick baru genap 20 tahun. Masih banyak jenjang yang mesti dilewati jebolan akademi balap Ferrari itu untuk bisa mengikuti jejak ayahnya. Mick saat ini masih mengaspal bersama tim Prema Racing di Formula 2. Schumacher yang Dirindukan Sudah enam tahun Schumacher tergolek di kamar perawatan. Koma sebagai dampak cedera trauma otak dialaminya setelah kecelakaan kala berski di Pegunungan Alpen pada 29 Desember 2013. Sempat dirawat intensif di Centre Hospitalier Universitaire de Grenoble, lantas dirujuk ke Centre Hospitalier Universitaire Vaudois, Schumi akhirnya dirawat secara privat di kediamannya di Gland, Swiss. Schumi dikabarkan sudah siuman, namun masih mengalami kelumpuhan. Sempat lima tahun tiada kabar, pada September 2019 Schumi dikabarkan dibawa lagi ke Hôpital Européen Georges-Pompidou, Paris untuk terapi stem cell atau sel punca dan Januari 2020 ini ia kembali menjalani terapi serupa. “Ada satu sampai tiga tahun rencana untuk periode regenerasi (terapi, red. ). Saya secara rutin mengunjungi Schumacher dan bicara pada keluarganya tentang kemajuan yang saya lihat dari kondisinya,” ungkap Profesor Jean-Francois Payen, dokter yang menangani Schumacher, dikutip Express , Senin (13/1/2020). Schumacher mengalami cedera trauma otak usai bermain ski di pegunungan Alpen pada Desember 2013 (Foto: Ferrari) Bagi penggila F1, nama Schumi ibarat dewa di lintasan. Tujuh gelar juara dunia yang digapainya melampaui rekor para legenda pendahulunya macam Juan Manuel Fangio (5 kali), Alain Prost (4), Jack Brabham, Niki Lauda, dan Ayrton Senna (masing-masing 3); sudah cukup banyak berbicara. Schumi memulai debutnya di F1 bersama tim Jordan pada 1992. Petualangannya dilanjutkan bersama tim Benetton. Bersama Ferrari selama satu dekade (1996-2006), Schumi mencetak banyak prestasi hingga namanya melegenda. Kariernya ditutup di tim Mercedes (2010-2012) setelah pensiun sementara pada 2006-2010. Sepanjang kiprahnya merebut tujuh gelar juara dunia (1994, 1995, 2000-2004), Schumi mencetak 68 kali pole position (posisi start terdepan) dan 91 kemenangan dari 155 kali naik podium. Namun cerita tentang Schumi bukan sekadar angka, melainkan penuh warna hingga dipuja banyak pembalap lintas generasi. Jago Balap di Usia Dini Schumi lahir di Hürth-Hermülheim, Jerman pada 3 Januari 1969 dari pasangan Rolf dan Elisabeth Schumacher. Sang ayah berprofesi sebagai pekerja bangunan yang hobi utak-atik mesin otomotif. Ayahnyalah yang memperkenalkan Schumi dengan mobil balap saat membelikan dia  hadiah mainan mobil berpedal di usia empat tahun. “Mainan mobil itu dipasangi mesin motor. Sayangnya ia menabrakkannya ke sebuah pohon. Namun kejadian itu membuatnya makin senang dengan balapan. Orangtuanya membawanya ke trek go-kart di Kerpen-Horrem, untuk didaftarkan ke klub balap sebagai anggota termuda,” ungkap Jack Goldstein dan Frankie Taylor dalam 101 Amazing Facts about Michael Schumacher. Melihat Schumi tumbuh dengan bakat di lintasan, Rolf dan Elisabeth mendukung penuh putranya. Untuk itu, Rolf sampai nyambi bekerja sebagai montir go-kart. Sementara, Elisabeth membantu dengan menjadi pelayan kantin di sirkuit Kerpen. Dukungan itu berbuah manis, Schumi jadi juara termuda antarklub di usia enam tahun. Saat hendak naik ke level pro, Schumi yang butuh mesin go-kart baru seharga 800 deutschemarks, menghadapi masalah. Orangtuanya tak mampu membelikannya mesin itu. Mereka tentu bingung. Schumacher memulai kiprahnya di balapan karting (Foto: michael-schumacher.de ) Beruntung, bakat Schumi dipantau seorang pebisnis lokal, Jürgen Dilk. Dilk, kata James Allen dalam biografi Michael Schumacher , merupakan orangtua Guido, salah satu pembalap cilik yang dikalahkan Schumi pada kejuaraan itu. Dilk memberi pertolongan pada Schumi. “Saya akan membayarnya dengan trofi-trofi, di mana hal itu jadi kesepakatan yang bagus. Lalu saya disponsori olehnya untuk maju ke balapan pertama saya. Dia mendanai 25 ribu deutschemarks dan membantu saya mencari sponsor lain. Ia sosok yang sangat penting bagi saya,” ujar Schumi, dikutip Allen. Batu sandungan lain menghadang Schumi saat berusia 13 tahun. Usianya mengancamnya tak bisa mengikuti kejuaraan Karting Junior lantaran regulasi balap di Jerman mensyaratkan, untuk bisa tampil di kejuaraan Karting Junior Jerman harus punya lisensi go-kart. Lisensi itu bisa didapat setelah seseorang berusia 14 tahun. Schumi pun mencari cara untuk mendapatkan lisensi dengan menyeberang ke  Luksemburg. Di sana, usia 13 sudah boleh mengajukan lisensi. Setelah mendapatkannya, Schumi kembali ke Jerman dan kemudian memenangi kejuaraan itu. Sejak saat itu, nyaris semua kejuaraan go-kart di Jerman maupun Eropa yang diikuti Schumi selalu berbuah trofi. Setelah direkrut tim Eurokart milik pebisnis otomotif Adolf Neubert pada 1987, Schumi memutuskan berhenti sekolah dan memilih menekumi dunia balap 100 persen. Hasilnya, Schumi menjuarai Formula König bersama tim Hoecker Sportwagenservice setahun berselang. Tahun berikutnya, Schumi masuk ajang Formula 3 bersama tim WTS Racing. Benetton jadi tim kedua Schumacher kala merintis kegemilangan di pentas F1 (Foto: michael-schumacher.de ) Willi Weber, pemilik tim WTS Racing, menjadi sosok penting bagi karier Schumi. Dialah yang membuka mata Schumi untuk masuk F1, hal yang sebelumnya tak pernah diimpikan Schumi. Weber ingin melihat ada pembalap Jerman berjaya di lintasan F1. Maklum, di era 1980-an itu pentas F1 masih didominasi pembalap-pembalap Brasil, Prancis, Inggris, dan Italia. “Saya sendiri balapan selama 20 tahun dan F1 selalu jadi misi saya, target utama, namun saya terlalu tua untuk jadi pembalap lagi. Jadi saya bermimpi membawa seorang pembalap muda Jerman ke F1. Michael memberikan saya firasat bahwa dialah orangnya,” kata Weber mengenang, dikutip Allen. Weber pun memasukkan Schumi ke program balapan Mercedes junior pada 1990. Kombinasi Weber dan kerja keras Schumi di beragam ajang, di antaranya World Sports-Prototype Championship dan World Sportscar Championship, membuahkan hasil ketika Schumi berhasil masuk F1 dan direkrut Eddie Jordan dari Mercedes dengan “mahar” USD150 ribu untuk pindah ke tim Jordan-Ford pada 1991. Namun debut Schumi di Belgia berjalan buruk, ia gagal finis di lap pertama. Karier Schumi di Jordan lalu sempat terhambat dokumen kontrak yang ternyata belum legal antara Jordan dan Mercedes. Schumi kemudian “dibajak” tim Benetton. Di Benettonlah Schumi memenangi balapan pertamanya, di Sirkuit Spa, Belgia pada 1992. Dari sana, kemenangan demi kemenangan pun terus dikoleksi Schumi hingga namanya melegenda.

bottom of page