Hasil pencarian
9580 hasil ditemukan dengan pencarian kosong
- Papillon Ogah Pasrah
HANYA dalam satu malam, hidup Henri “Papillon” Charrière (diperankan Charlie Hunnam) berubah drastis. Nasibnya berbalik 180 derajat dari hidupnya yang flamboyan dan glamor di kota Paris menjadi narapidana yang dipenjara di tempat terpencil di seberang Samudera Atlantik. Ganjalan berat juga datang dari asmaranya, Papillon sedang kasmaran dengan pacarnya, Nenette (Eve Hewson). Nestapa itu bermula dari pengkhianatan Papillon terhadap Jean Castili, bos kriminal yang punya banyak jaringan di kepolisian. Setelah sukses mencuri sejumlah berlian dari brankas sebuah bank di Paris pada suatu malam di tahun 1931, Papillon bukannya menyerahkan semua hasilnya untuk “ditukar” dengan honornya tapi malah menyimpan sebagian guna dijadikan hadiah untuk Nenette. Maka, setelah berfoya-foya dan bercumbu semalaman dengan Nenette, Papillon diciduk polisi di kamar hotel. Ia dijebak dengan tuduhan membunuh Roland Le Grande, seorang mucikari yang sebelumnya ia lihat di kantor bosnya sedang menanti eksekusi oleh para anak buah bosnya. Papillon lantas divonis penjara seumur hidup di penjara terpencil di Guyana Prancis, Camp de la Transportation. Jalinan adegan itu jadi preambul yang disajikan sutradara Michael Noer dalam film bertajuk Papillon. Noer tampak tak ingin mengisahkan masa lalu sang karakter utama. Sang sineas langsung menghadirkan kenyataan pahit yang harus dijalani Papillon bersama sejumlah napi lain dalam sebuah kapal buruk yang membawa mereka ke Guyana. Papillon segera insyaf bahwa kehidupannya akan berjalan berbeda dan harus beradaptasi dengan lingkungan yang keras. Dalam perjalanan itu, ia berkawan dengan Louis Dega (Rami Malek), napi kaya yang dipidana atas kasus penipuan. Seiring dengan nasibnya menjadi pesakitan, Papillon merencanakan pelarian dari kamp penjara yang brutal itu. Dia tak peduli ancaman yang disampaikan kepala sipir Barrot (Yorick von Wageningen) saat menyambut para tahanan baru dari daratan Prancis itu. “Saya tahu kalian berpikir untuk kabur. Silakan coba! Akan selalu ada dua penjaga. Semak-semak yang akan membuat kalian kelaparan, atau bisa pilih lautan, di mana hiu-hiu selalu lapar. Jika kalian tertangkap dalam upaya pertama, kalian akan dimasukkan ke sel isolasi dua tahun. Upaya kedua, akan dihukum seumur hidup di Île du Diable (Pulau Setan),” kata Barrot. Pemutaran film Papillon di Erasmus Huis (Foto: Twitter @EuropeonScreen) Upaya pelarian pertama Papillon dilakoni saat diperintah ikut membuang mayat sesama napi yang dihukum pancung akibat membunuh penjaga penjara. Sial, upaya itu gagal. Dia langsung dijebloskan ke sel isolasi selama dua tahun. Namun, Papillon tidak kapok. Upaya kedua direncanakannya selepas pulih dari kondisi memilukan setelah dua tahun mendekam di sel isolasi. Kali ini tidak hanya bersama Dega, Papillon juga berkomplot dengan napi bekas pelaut Celier (Roland Møller) dan rekannya yang acap jadi korban pelecehan penjaga penjara, Maturette (Joel Basman). Kuartet itu memanfaatkan momen nonton bareng film King Kong yang diputar kepala sipir untuk sejumlah pejabat pemerintahan kolonial Guyana Prancis. Memanfaatkan uang simpanan Dega, mereka membayar gerombolan kolonialis sipil demi sebuah perahu. Adegan mereka kabur dari penjara hingga benar-benar lolos amat menegangkan. Mereka bebas! Namun adegan seru tak berhenti sampai di situ. Sebuah pertikaian bermuara pada ditikamnya Celier oleh Dega berkali-kali hingga tewas. Tantangan juga kian menghebat saat ketiga pelarian yang tersisa pontang-panting bertahan dari terpaan badai. Adegan langsung berganti kala Papillon terbangun mendadak di sebuah gubuk. Ia dirawat oleh seorang gadis Indian, Zoraima (Poppy Mahendra). Ternyata, para pelarian itu tersapu badai sampai ke pesisir Kolombia dan diselamatkan penduduk Indian pesisir. Untuk sesaat, mereka aman. Seorang suster kepala mengadukan keberadaan mereka ke kepolisian Kolombia. Mereka pun digeruduk. Maturette ditembak di tempat, sementara Papillon dan Dega ditahan dan dibawa kembali ke penjara Guyana Prancis. Takdir membawa keduanya ke penjara yang lebih buruk, di Pulau Setan. Lagi-lagi, Papillon menolak pasrah. Ia bersama Dega kembali merencanakan pelarian, mengingat pulau itu justru tak dijaga sipir. Kepala sipir mempercayakan keamanan kepada kondisi “alam” pulau itu dan meyakini tak satupun napi mampu lolos. Perkiraan itu salah. Papillon berhasil mengumpulkan batok-batok kelapa dan menyatukannya dengan jaring dan karung sehingga jadi rakit yang akan membawanya ke daratan utama. Namun saat hendak kabur, Dega menolak ikut. Adegan dramatis penuh emosio itu membawa cerita menuju bagian akhir. Dan sutradara Noer mengemas epilog Papillon dengan adegan loncat ke masa senja Papillon di tahun 1969. Di sana, Papillon melakukan hal yang tak hanya penting buatnya tapi juga bagi sejarah. Tidak ketinggalan, Noer memberi post-credit script berisi fakta tentang penjara Guyana dan Papillon. Pilihan Europe on Screen Papillon yang rilis pada Agustus 2018, jadi salah satu dari 14 film komersil populer yang dihadirkan dalam Europe on Screen (EoS) 2019. Film berdurasi 133 menit ini diputar secara cuma-cuma di dua lokasi: Erasmus Huis (Kedutaan Besar Belanda) Jakarta pada 21 April 2019 dan Alliance Française Denpasar, Bali, pada 27 April 2019. Sebagaimana diuraikan oleh Festival Co-Directors EoS Nauval Yazid, tahun ini EoS ingin menonjolkan film-film yang mengandung tema tentang “Our Land” atau tanah dalam berbagai aspek. “Tahun ini (temanya) tentang our land , tentang tanah. Kita ingin angkat isu tanah dari sisi sejarah, turisme, hukum, tanah sebagai tempat tinggal, sampai tanah yang jadi sengketa,” kata Nauval kepada Historia. Papillon dianggap sebagai salah satu interpretasi dari tema itu mengingat film ini merepresentasikan bagaimana suatu tanah jajahan Prancis di seberang samudera berdekade-dekade dijadikan tempat pembuangan napi. Karakter Zoraima yang merawat Papillon selepas kabur dari penjara (Foto: Ram Bergmann Productions) Selain itu, Papillon merupakan remake dari film serupa dengan judul sama, Papillon , yang muncul pada 1973. Kala itu karakter utama Papillon diperankan Steve McQueen. Jalan ceritanya hampir tak beda dan dalam versi 2018 juga menghadirkan aktris berdarah Indonesia, Poppy Mahendra (memerankan gadis Indian bernama Zoraima). Di versi 1973, Zoraima si gadis Indian yang memadu kasih dengan Papillon dimainkan model majalah Playboy Ratna Assan. Hanya saja di versi 2018, Noer tak menggambarkan bagaimana kehidupan Papillon selepas merdeka dari penjara Pulau Setan. Kedua film itu sama-sama mengangkat kisah nyata Henri Charrier yang dituangkannya lewat memoar, Papillon , yang berarti kupu-kupu. Hewan itu menjadi julukan Charrière lantaran dijadikan tato di dadanya. Dalam memoarnya, Papillon berkisah bahwa dia mesti melaut bermil-mil dengan rakit yang terbuat dari batok-batok kelapa sampai ke pesisir Venezuela. Ia sempat ditangkap dan ditahan selama setahun sebelum dibebaskan dan diberi kewarganegaraan Venezuela pada 1945. Diam-diam, ia kembali ke Paris untuk meminta Laffont menerbitkan kisahnya itu. Adalah Rita, istri yang dinikahinya di Venezuela, yang menyarankan Charrier untuk menulis kisahnya selama ingatannya masih kuat. Berkat kisahnya, ia sempat jadi seleb dadakan di Venezuela. Meski statusnya dimaafkan Kementerian Kehakiman Prancis pada 1970, Papillon memilih menetap di Venezuela. Ia mengembuskan nafas terakhirnya di Madrid, Spanyol, pada 29 Juli 1973 akibat kanker tenggorokan.
- Kapan Perempuan Bercelana Panjang?
Awalnya, celana panjang adalah pakaian militer. Mereka berbentuk celana pendek yang nyaman atau celana panjang longgar yang menutupi pergelangan kaki. Meskipun dipakai oleh kedua jenis kelamin pada zaman kuno, celana panjang adalah pakaian "maskulin" selama ratusan tahun. Sebaliknya, perempuan diharuskan mengenakan rok panjang dan tebal. Namun, pada abad ke-19, perempuan mulai mengenakan celana panjang lagi. Ini dipakai hanya untuk menunggang kuda, meski mereka masih mengenakan rok penuh di atasnya untuk menyembunyikannya. Celana panjang tidak dianggap pakaian perempuan yang dapat diterima hingga 1970-an. Bahkan, di beberapa tempat, ilegal bagi perempuan untuk mengenakan celana panjang. Saat ini, celana panjang dikenakan oleh perempuan untuk semua kesempatan tanpa konotasi maskulin. Celana penunggang kuda ukisan prajurit Amazon mengenakan celana panjangpada keramik kuno dari 470 SM koleksi British National Museum. (kingandallen.co.uk) Laporan pertama yang mencatat tentang celana dibuat oleh ahli geografi Yunani abad ke-6 SM. Mereka mencatat penampilan penunggang kuda Persia, Asia Timur dan Tengah. Demi kenyamanan menunggang kuda dalam waktu yang lama, celana panjang menjadi pilihan yang praktis. Gambar pengendara kuda pria dan perempuan yang mengenakan celana panjang dapat ditemukan pada keramik kuno. Contohnya dalam vas yang menggambarkan seorang perempuan prajurit Amazon dalam mitologi Yunani yang mengenakan celana panjang dan membawa perisai dari sekira 470 SM. Kendati begitu, orang-orang Yunani Kuno menolak pakaian itu, menganggapnya konyol. Mereka menjulukinya thulakos , artinya karung. Begitu pun orang-orang Romawi. Mereka menganggapnya sebagai pakaian yang dikenakan oleh orang barbar. Baju zirah Lukisan Joan of Arc at Prayer karya Peter Paul Rubens koleksi North Carolina Museum of Art Joan of Arc terkenal karena sering mengenakan baju besi seperti yang biasa dipakai laki-laki ketika berperang pada abad ke-15. Dia akhirnya dibakar di tiang pancang sebagian karena hal ini. Pantalettes Pantalettes Pantalettes adalah pakaian dalam yang menutupi kaki yang dikenakan oleh perempuan, anak perempuan, dan anak laki-laki pada awal hingga pertengahan abad ke-19. Pantalettes berasal dari Perancis pada awal abad ke-19. Dengan cepat ia menyebar ke Inggris dan Amerika. Pantalettes berbentuk seperti celana selutut. Ini dikenakan perempuan di bawah rok mereka. Sementara pantalettes untuk anak-anak dan gadis-gadis muda dikenakan sepanjang pertengahan betis dan dimaksudkan untuk ditampilkan di bawah rok pendek mereka. Pantalettes bisa terdiri satu bagian atau dua pakaian terpisah, yaitu satu untuk setiap kaki. Celana ini terpasang di pinggang dengan kancing atau tali. Selangkangan dibiarkan terbuka karena alasan kebersihan. Paling sering pantalettes terbuat dari kain linen putih dan ada yang dihiasi renda atau pita. Baju Koboy Baju Koboy Martha Jane Canary (1852-1903) merupakan seorang perempuan di garis depan Amerika dan pengintai profesional ketika berperang melawan penduduk asli Amerika. Dia lebih dikenal dengan nama Calamity Jane karena kebiasaannya mengenakan pakaian pria. Pakaian yang dikenakan ketika itu mirip pakaian pria di film-film koboy. Bloomers Bloomers Pada awal 1850-an seorang Amerika, Elizabeth Smith Miller (1822-1911) memperhatikan perempuan-perempuan di sanatorium kesehatan Swiss mengenakan celana Turki di bawah gaun pendek mereka yang lebar. Dia kemudian memutuskan mengadopsi model pakaian itu. Dia mendorong sepupunya, Elizabeth Cady Stanton (1815-1902) dan Amelia Blommer (1818-1894) untuk melakukan hal yang sama. Lahirlah gaya bloomers . Gaya berpakaian ini memadukan rok selutut dengan celana longgar yang bagian mata kakinya berkerut. Pakaian atasnya dikenakan tanpa korset. Karenanya ia nyaman dan praktis. Gaya ini sangat disukai para feminis awal. Namun, berpakaian semacam ini juga sering menjadi bahan olok-olok. Pada 1860 pakaian ini ditinggalkan agar pegiat hak-hak perempuan ditanggapi lebih serius. Celana kulot Celana kulot Pada 1880-an Rational Dress Society yang baru dibentuk mempromosikan pakaian belah. Itu berupa rok celana atau kulot. Gaya ini populer di kalangan pengendara sepeda perempuan. Pasalnya bersepeda sulit dilakukan dengan rok lebar. Sayangnya gaya berpakaian ini tak diterima oleh sebagian besar masyarakat. Dalam satu kasus pengadilan, seorang hakim bahkan membenarkan pengusiran seorang perempuan dari sebuah hotel karena memakai pakaian belah. Celana Harem Celana Harem Budaya timur mengilhami perancang Prancis, Paul Poiret (1879–1944) untuk menjadi salah satu yang pertama merancang celana perempuan. Pada 1913, Poiret menciptakan celana panjang longgar yang pas untuk perempuan yang disebut celana harem, yang diberi label "jupe-kulot”. Rancangannya itu didasarkan pada kostum opera Sheherazade yang populer. Ditulis oleh Nikolai Rimsky-Korsakov pada 1888, Sheherazade didasarkan pada kumpulan legenda dari Timur Tengah, 1001 Arabian Nights . Celana ini hanya dikenakan oleh para pengikut mode paling berani. Setelan maskulin Setelan maskulin Sebagai seorang aktivis politik untuk hak-hak buruh di Puerto Rico, Luisa Capetillo, menjadi perempuan pertama di negaranya yang mengenakan celana di depan umum. Itulah yang membuatnya ditangkap pada 1919. Hakim kemudian membatalkan dakwaan, dan dia dapat membantu mengesahkan undang-undang upah minimum untuk pekerja. Lalu hadir Katharine Hepburn menjadi ikon mode ketika mulai mengenakan celana panjang pria pada saat gaya semacam itu tak biasa dilakukan. Bagi seorang perempuan, untuk mengenakan celana panjang pada 1930-an, adalah tanda pemberontakan. Namun, aktris Amerika itu sangat gigih melakukannya dan bersikeras mengenakan celana panjang baik di dalam maupun di luar syuting. Karena melakukan hal itu, dia mendapat julukan “racun box office ”. Namun belakangan dia menjadi sangat populer lagi ketika orang-orang mulai mengaguminya karena keberaniannya. Freedom-Alls Freedom-Alls Levi Strauss & Co menawarkan model pakaian perempuan pada awal 1918 bertajuk "Freedom-Alls”. Pakaian ini berupa one-piece yang namanya membangkitkan emosi Perang Dunia I. Freedom-Alls semacam tunik berikat pinggang di atas celana harem panjang. Bahannya ringan. Pada bagian betis hingga pergelangan kaki biasanya tersembunyi di balik sepatu bot. Celana lonceng Celana lonceng Dari model celana bagi Angkatan Laut pada 1812, celana model lonceng ini memasuki dunia mode pada 1920-an berkat desainer Prancis, Coco Chanel. Chanel merevolusi industri mode pada masa itu dengan membawa perempuan keluar dari korset dan gaun yang membatasi, lalu menempatkan mereka dalam celana panjang. Untuk urusan ini, Chanel tertarik pada celana pelaut yang longgar. Model ini kemudian menjadi inspirasi bagi celana panjangnya yang lebar, yang dikenal sebagai "celana berperahu pesiar" dan "piyama pantai", sebagai pelopor bagi celana lonceng pada zaman modern. Celana ini mendapat sambutan lebih luas ketika hadir kembali pada pertengahan 1960-an. Menjelang akhir 1970-an, semua orang membuat celana bagian bawah mereka berbentuk lonceng. Bahannya pun beraneka ragam, denim, katun, korduroi, polyester, dan satin. Celana jeans Celana jeans Levi Strauss & Co. mengambil risiko selamanya dengan mengubah arah mode bagi perempuan. Pada musim gugur 1934, perusahaan itu memperkenalkan jeans pertama di dunia yang dibuat khusus untuk perempuan,Lady Levi’s jeans. Pertama kali jeans perempuan ini dikembangkan untuk mereka yang bekerja di pertanian dan peternakan. Celana kodok Celana kodok Pada awal 1940-an, ketika Perang Dunia II berkecambuk, banyak perempuan mendaftarkan diri ikut perang, juga bekerja jauh dari rumah. Karenanya mereka mendapat kebebasan lebih daripada sebelumnya. Perempuan pun mulai mengenakan pakaian yang biasanya dipakai pria untuk bekerja dan bersantai. Perempuan banyak yang bekerja di ladang menggantikan suami mereka. Mereka dan para pekerja pabrik pun mengenakan celana secara rutin. Dungarees atau celana kodok, pun menjadi pakaian yang biasa dipakai para perempuan pada masa itu. Jumpsuit Jumpsuit Jumpsuits atau "pakaian sirene" juga salah satu celana yang dipakai selama Perang Dunia II pada 1940-an. Celana ini terbuat dari kain flanel lembut atau bahan yang lebih ringan. Pakaian ini ideal dipakai di atas piyama atau gaun tidur jika perlu diganti dengan cepat selama serangan udara. Mereka membuka ritsleting di bagian depan untuk membuatnya mudah dikenakan. Pixie pants Pixie pants Aktris Audrey Hepburn (1928-1993) pernah berperan sebagai seorang beatnik (bohemian) dalam Funny Face (1957). Pada 1950-an, celana panjang well-cut pun tak absen dari lemari-lemari gadis muda yang modis. Perlu satu dekade lagi agar perempuan yang lebih tua mau mengenakan celana panjang. Celana Kekinian Celana Kekinian Pada masa sekarang celana bagi perempuan makin beraneka modelnya. Yang sedang naik daun misalnya model Ruffle Pants, celana dengan akses ruffle. Lalu Plaid Pattern, celana bermotif kotak-kotak yang sebenarnya sudah ada sejak dulu, tetapi kembali beken pada masa kini. Kemudian Fringe Jeans, yaitu celana berbahan jeans dengan detail rumbai di bagian bawahnya. Celana kulot yang memiliki potongan lurus dan lebar dari pinggang hingga bawah juga kembali digemari. Ada pula track pants yang biasanya dihiasi list putih pada bagian samping dengan aksen belah pada bagian luar betis. Jumlah dan warna list pada track pants pun beragam.
- Mula Kedatangan Telepon Umum
KETIKA melakukan perjalanan dinas ke London, Inggris, beberapa karyawan Perusahaan Umum Telekomunikasi (Perumtel) melihat baiknya layanan dan ketersediaan telepon umum di negeri tersebut. Pengalaman itu menginspirasi mereka untuk meniru dan menerapkannya di Indonesia. Begitu kembali ke tanah air, mereka langsung mengusulkan agar Perumtel membuat layanan telepon umum jenis kartu. Namun Direktur Utama Perumtel Willy Moenandir meragukan terwujudnya gagasan mereka. Pasalnya, ketersediaan dan persebaran kartu akan jadi PR baru untuk perusahaan plat merah tersebut. Dus, masyarakat masih awam dengan telepon umum. Sebagai jalan tengah, pada 1981 Perumtel meluluskan ide mereka membuat layananan komunikasi telepon umum namun dengan jenis berbeda. “Akhirnya telepon umum pertama itu yang koin. Di eranya Pak Cacuk jadi dirut, dibangun besar-besaran tahun 89, dimasukkan juga dalam proyek pembangunan,” kata Setyanto P Santosa, kepala Bagian Pemasaran Jasa Telekomunikasi periode 1980, kepada Historia . Lewat proyek Telekomunikasi Nusantara, penyediaan telepon umum ( publicpayphone ) dilakukan besar-besaran bersamaan dengan peningkatan layanan pos. Pembiayaannya dilakukan lewat bantuan Bank Dunia. Oleh karenanya, teknologi telepon umum yang beredar di Indonesia tergantung negara pemberi bantuan. Sebagian besar telepon umum generasi pertama, misal, keluaran Belgia Telephone Manufacturer yang dirakit di PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI). “Dari Jerman dan Jepang juga ada. Tergantung dari negara asal bantuan utang,” kata Setyanto. Lantaran banyaknya telepon umum yang terpasang, Telkom punya unit khusus yang mengurusi telepon umum meski kini unit itu telah tiada. Para petugas di unit layanan telepon umum bertugas untuk merawat perangkat dan mengangkut koin-koin yang memenuhi kontainer telepon. Koin-koin itu lantas ditukar di Bank Indonesia. Pernah suatu kali saking banyaknya koin yang terkumpul, Telkom kewalahan. Setyanto sempat mengeluh pada Gubernur BI Joseph Sudrajad Djiwandono. Tiap hari pasti ada petugas yang berkeliling mengecek kondisi telepon sebab bukan hanya rusak karena dipakai, tapi juga rusak karena dijahili. Ada yang ditempeli permen karet, dimasukkan koin yang sudah dilubangi untuk kemudian ditarik lagi. Ada juga orang yang mencuri koin dengan merogoh dari tempat koin kembalian. Gara-gara kejahilan itulah Telkom merugi, termasuk beberapa telepon umum rusak. Ketika Setyanto menjabat Dirut Telkom, dia meminta bantuan ibu-ibu Dharma Wanita untuk segera memberitahu suami mereka bila mendapati telepon umum rusak. “Ada banyak kejahilan. Tapi kalau yang kartu relatif sulit untuk diakali,” kata Setyanto. Namun, kisah tentang telepon umum –yang setelah jenis koin dilanjutkan dengan jenis kartu– kini sudah berhenti. Telepon umum sudah ditinggalkan. Telepon umum berwarna biru di pinggir Jalan Praja Dalam, Gandaria Utara, misalnya, perangkat beserta tudung pelindungnya masih ada. Namun, gagang teleponnya raib, terputus dari kabel. Besi penutup koinnya pun hilang. Kondisi telepon umum semacam ini jamak ditemui. Kadang malah perangkat teleponnya sudah tak ada, hanya tersisa tudungnya saja. Beberapa telepon umum bernasib baik, masih utuh terpasang. Di Bintaro Plaza, misalnya. Namun, sudah tidak berfungsi. Unit yang mengurusi telepon umum pun sudah ditiadakan dari Telkom. Telepon umum hadir sebagai media komunikasi populer hanya berlangsung dari dekade 1980-an hingga 1990-an. Realita itu berbeda dari realita di beberapa negara. “Di Singapura dan Amerika, masih ada. Kehadiran telepon umum intinya adalah pelayanan untuk masyarakat,” kata Setyanto menjelaskan kebijakan beberapa negara tersebut yang tetap dipertahankan kendati eranya sudah era ponsel. Meski ponsel menjadi barang “wajib” punya, menurutnya, tak semua orang memilikinya. Pun, bila pengguna ponsel mengalami keadaan darurat, seperti hilang, habis daya, atau hilang sinyal, telepon umum bisa menjadi andalan. “Kalau menurut saya, layanan telepon umum harus tetap ada. Itu bagian dari PSO ( public service obligation ).”
- Onani di Balik Jeruji Besi
SEJUMLAH publik figur kedapatan melakukan masturbasi dalam video yang menyebar di twitter baru-baru ini. Beberapa diantaranya adalah artis dan seorang atlet bulutangkis nasional. Entah apa motifnya yang jelas rekaman itu kini ramai jadi pemberitaan . Masturbasi merupakan pemuasan seksual secara mandiri. Sebutan lainnya untuk perbuatan serupa bagi kalangan pria adalah onani. Aksi merancap penis dengan tangan ini dilakukan oleh pria yang ingin melampiaskan birahi tanpa pasangan. Di masa lalu, kegiatan onani cukup akrab bagi mereka yang hidup di balik jeruji besi. Sewajarnya, laki-laki dewasa yang sehat punya hasrat untuk memenuhi kebutuhan biologis bersama pasangannya. Dalam penjara, kebutuhan tersebut mustahil ditunaikan. Seorang istri tak diperkenankan tinggal bersama suaminya yang berstatus tahanan. Maka merancaplah yang menjadi jalan keluarnya. Bung Karno yang kelak menjadi presiden pertama negeri ini punya pengalaman soal “kegiatan” ini. Antara 1929—1931, Sukarno pernah dipenjara oleh pemerintah kolonial dengan tudingan subversif. Sewaktu mendekam di penjara Sukamiskin, Bandung, Sukarno prihatin menyaksikan para tahanan melakukan onani karena tidak ada pelampiasan lain. “Aku menyaksikan kejadian-kejadian yang memilukan hati. Aku menyaksikan kawanan setahanan menjadi gila karena syahwatnya. Dengan mata kepalaku sendiri aku melihat mereka melakukan onani. Pemuasan nafsu terhadap diri sendiri. Aku mengetahui dan telah menyaksikan akibat yang menakutkan daripada pengasingan terhadap laki-laki yang normal,” tutur Sukarno dalam otobiografinya Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat yang dituturkan kepada Cindy Adams. Menurut Sukarno, onani adalah aktivitas seksual yang menyimpang. Namun itu terjadi akibat kejamnya kehidupan penjara yang ikut memasung jiwa narapidana. Penjara menjadi pengasingan yang dapat menggoncangkan dan membelokkan kehidupan seorang tahanan. Ketika Sukarno berkuasa, Mochtar Lubis, jurnalis Indonesia Raya yang kritis terhadap pemerintah dipenjara. Mochtar dipenjara di Rumah Tahanan Madiun dari 1956 sampai 1966. Di sana, Mochtar pun menyaksikan pemandangan yang sama. Dalam memoarnya selama di penjara Madiun, Mochtar mencatat seputar kebiasaan orang-orang tahanan, salah satunya adalah melakukan onani. “Masalah seksual orang tahanan; banyak mengaku melakukan onani, tapi tidak homo,” tulis Mochtar Lubis dalam Catatan Subversif . Berlanjut ke era Orde Baru, tersebutlah nama Andi Mappetahang Fatwa atau AM Fatwa. Pemerintah memenjarakan Fatwa, politisi muda dari kalangan Islam dan salah satu penandatangan Petisi 50. Rezim Soeharto yang berkuasa saat itu menyebut Fatwa berada di balik aksi pemboman gedung BCA di Jakarta Kota bersama Letjen (Purn.) H.R. Dharsono. Selama 14 tahun, Fatwa menghabiskan hidupnya di penjara. Dalam kurun waktu itu, Fatwa berpindah penjara mulai dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang (Jakarta), Cirebon, Sukamiskin (Bandung), hingga Palendang (Bogor). Pengalaman suka dan duka dalam penjara tersua dalam kumpulan suratnya yang dibukukan Menggugat dari Balik Penjara: Surat-surat Politik A.M. Fatwa . Dalam salah satu surat yang ditujukan kepada sahabatnya, Mahmud Djunaidi, sastrawan dan politisi NU, Fatwa secara jujur menuturkan pergumulannya akan kebutuhan seksual. Bermula ketika Fatwa mengomentari tulisan Mahmud yang dimuat majalah pria Matra tentang seorang tukang becak di Aceh yang memotong alat vitalnya. Fatwa yang merefleksikan tulisan itu ke dalam dirinya merasakan getir soal hasrat batin ini. “Soalnya alat vital yang saya pelihara betul-betul dipenjara yang selama 4 tahun ini praktis tidak terpakai – kecuali sekali-sekali masturbasi menunggu mimpi basah tidak datang-datang – tetap saya dambakan bisa ampuh dipakai kelak setelah saya merdeka kelak,” tulis Fatwa dalam suratnya kepada Mahmud Djunaidi bertanggal 13 September 1988 yang ditulis di Penjara Palendang, Bogor. Fatwa berharap, kewajibannya sebagai seorang suami dapat tersalurkan secara layak selepas bebas. Fatwa juga menitip pesan kepada Mahmud agar Fikri Jufri, pemimpin redaksi Matra berkenan mewawancarainya. Soal apa? “Bagaimana cara memelihara dan memanfaatkan alat vital di penjara,” demikian celoteh Fatwa dalam surat yang sama. “Apalagi setelah saya bergaul dengan macam-macam napi dari penjara ke penjara, maka sudah banyak ilmu keampuhan menggunakan alat vital. Ya Allah, semoga saja masih bisa dipraktikkan nanti,” kata Fatwa penuh harap.
- Orang Indonesia di Palagan Pasifik
SUATU hari jurnalis Hanna Rambe mendapat informasi menarik dari salah seorang kawannya. Sang kawan bercerita bahwa dia mengenal seorang pensiunan perwira tinggi Komando Pasukan Sandi Yudha (sekarang Kopassus) yang pernah menjadi prajurit US Army (Tentara Amerika Serikat) dalam Perang Dunia ke-2. Namanya Raden Soedirmo Boender. “Dia sekarang menjadi tenaga ahli sekuriti sebuah pabrik semen di Cibinong,” ujar kawan Hanna. Hanna tertarik mengangkat kisah hidup sang veteran ke dalam tulisan. Lewat perantara kawannya itu, dia lantas menemui Soedirmo. Alih-alih disambut baik, Hanna malah dicurigai dan diserang berbagai pertanyaan oleh calon narasumbernya tersebut. “Sambil bicara, matanya tajam menyelidik. Di awal-awal, beliau memang sangat tidak kooperatif,” kenang eks wartawan majalah Mutiara itu. Namun sebagai penulis yang sudah makan asam garam, Hanna membalas kecurigaan itu justru dengan kesabaran. Dia sangat maklum jika calon narasumbernya ini mengalami trauma akibat pengalaman pahit dalam perang. “Saya perlu “sebuah teknik pendekatan khusus” supaya beliau mau saya wawancarai,” ungkap Hanna. Setelah berhari-hari bergaul akrab, lelaki itu mulai mempercayai Hanna. Dia mulai terbuka kepada gagasan untuk membuat buku yang mengisahkan pengalaman hidupnya. Terlebih saat dia berpikir untuk menghadiahkan sesuatu yang abadi kepada putri sulungnya yang akan menikah. Singkat cerita, berlangsunglah wawancara-wawancara penting itu. Setiap melakukan wawancara, Hanna tak jarang memutuskan untuk sejenak berhenti mengingat Soedirmo begitu sangat emosional. Kadang dia bersemangat, kadang dia bicara terbata-bata. “Matanya memerah dan suaranya kerap parau menahan tangis,” ungkap Hanna Lantas seperti apakah perjalanan hidup Soedirmo hingga membuat jiwanya begitu terluka? Lari ke Batavia Soedirmo lahir di Yogyakarta pada 12 Februari 1920. Dia merupakan putra dari pasangan priyayi Jawa yang tinggal di kawasan Bintaran. Dalam bukunya yang disusun Hanna Rambe, Terhempas Prahara ke Pasifik , Soedirmo tak pernah menceritakan secara jelas tentang masa lalunya, termasuk nama lengkap ayah dan ibunya. Dia hanya berkisah bahwa ayahnya seorang priyayi berkumis tebal yang dingin, tak banyak bicara dan sangat kaku pendiriannya. Sang ayah memberlakukan disiplin yang sangat ketat kepada Soedirmo kecil. Dia pun dididik dalam tradisi pantang menonjolkan diri dan taat kepada Tuhan. Semua itu membentuk Soedirmo menjadi lelaki yang berwatak keras. Karena kekakuan sifat sang ayah itu pula, suatu hari Soedirmo bertengkar hebat dan menjadikannya terusir dari Bintaran. Itu terjadi karena soal masa depan Soedirmo sendiri. Sang ayah ingin putra sulungnya itu meneruskan sekolah di Jawa saja, sedangkan Soedirmo kukuh menginginkan lanjut ke fakultas kedokteran yang ada di AS (Amerika Serikat). “Kebencianku kepada penjajah Belanda menjadikanku pantang mendapatkan gelar dokter berijazah Belanda,” ujar Soedirmo. Silang pendapat itu tak menemukan titik temu. Dengan marah, sang ayah lantas memberikan pilihan kepada Soedirmo untuk mewujudkan sendiri cita-citanya tanpa bantuan keluarga. Darah muda Soedirmo menggelegak. Harga dirinya membuhul. Tanpa banyak bicara, dia pun pergi dari rumahnya menuju Batavia. Setelah lama terlunta-lunta dan menjadi gelandangan di Batavia, Soedirmo ditemukan oleh seorang lelaki Amerika bernama Bowen. Dia kemudian diangkat anak dan disekolahkan ke AMS-Bagian B. Karena kecerdasannya, keluarga Bowen lantas mengabulkan permintaan Soemardi untuk melanjutkan sekolah ke fakultas kedokteran di AS. Terkena Wamil Di Amerika Serikat, Soedirmo terdaftar sebagai mahasiswa fakultas kedokteran St. Anthony College, San Francisco. Sebagai mahasiswa perantau, dia memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari dengan bekerja serabutan, mulai menjadi buruh pemetik buah hingga penyaji makanan dan minuman di restoran. Pada 7 Desember 1941, ratusan pesawat pembom Kekaisaran Jepang menyerang Pearl Harbor. Sekitar 3000 orang Amerika menjadi korban dan pangkalan militer kebanggan militer AS itu pun hancur lebur. AS pun berang dan menantang perang Jepang. Inilah awal yang menjadikan AS terseret secara langsung dalam Perang Dunia II. Pernyataan perang AS terhadap Jepang diikuti dengan munculnya berbagai kebijakan militer yang dikeluarkan pemerintahnya. Salah satu kebijakan itu adalah diberlakukannya wamil (wajib militer) kepada kaum muda AS yang mampu berperang. Soedirmo tidak termasuk dalam kekecualian. Setelah menjalani latihan militer yang sangat berat, dia pun bergabung ke Divis Infanteri Angkatan Darat ke-42 yang lebih termasyhur dengan nama Rainbow Division, sebuah kesatuan pasukan infanteri yang berasal dari berbagai latar belakang bangsa. Dia kemudian diterjunkan di palagan Pasifik. Sejak itulah Soedirmo ikut menyabung nyawa melawan militer Jepang, mulai dari Rabaul hingga Okinawa. Sebagai serdadu dia termasuk alat perang yang terampil dan berani. Karena itu, Soedirmo lantas didapuk menjadi komandan peleton dan terlibat aktif memimpin operasi-operasi pemusnahan gua-gua pertahanan Jepang di Pasifik. Sepanjang palagan, Soedirmo menjadi saksi betapa kejamnya perang. Dia yang tadinya bercita-cita ingin memelihara nyawa manusia justru harus terlibat dalam pemusnahan brutal sesama manusia. Hatinya yang dulu penuh cinta, sejak itu harus terbiasa menghujamkan bayonet ke tubuh lawan atau mencekik sampai mati seorang prajurit Jepang dalam pertarungan satu lawan satu. “Kami seperti dipaksa masuk dalam hari-hari yang penuh dengan mimpi buruk,” ujar Soedirmo kepada Hanna. (Bersambung)
- Bertukar Kata Lewat Kamar Bicara
LANTAI dasar Gedung Telkom di Jakarta Pusat penuh pengunjung. Di dekat ruang tamu, tempat layanan Kantor Telepon berada, orang-orang duduk mengantri untuk menggunakan Kamar Bicara Umum (KBU). Antrian cukup panjang, kadang membuat orang-orang menunggu hingga larut. “Kalau lihat dari lantai atas, Kantor Telepon di Gambir ramai sekali dulu. Biasanya sampai malam masih ramai,” kata Setyanto P Santosa, Direktur Utama Telkom periode 1992-1996, kepada Historia . KBU merupakan Layanan keluaran Telkom yang jadi cikal-bakal wartel. Setyanto terlibat langsung dalam pembuatan kebijakan wartel. Mulanya, Telkom hanya menyediakan KBU di Kantor Telepon. Tiap KBU berisi kursi, perangkat telepon, kipas angin, serta monitor durasi dan biaya. Namun, Kantor Telepon hanya terdapat di kantor-kantor Telkom sehingga ketersediaannya masih terbatas. Rekan Setyanto, Benny Nasution (Kepala Wilayah Telekomunikasi 8 Denpasar periode 1980-an), menemui kendala mengurusi kebutuhan komunikasi di Denpasar yang banyak turis. Ia pun mengusulkan agar Telkom bikin kios telepon supaya ketersediaan layanan telepon umum lebih luas. Usul itu disambut baik Telkom Pusat. Kios telepon pun, menurut Setyanto, pertama muncul di Kuta, Bali pada 1982. Setelah itu pada 1984-1988, wartel-wartel mulai dibangun meski jumlahnya baru 48 buah. “Setelah diskusi, kita kasih nama Warung Telekomunikasi disingkat wartel. Waktu itu dibahas dengan saya, karena saya di Kantor Telkom Pusat yang membidangi regulasi. Jadi Wartel itu perpanjangan KBU,” kata Setyanto. Melihat konsep dan pelaksanaannya yang baik, Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Soesilo Soedarman sangat senang dengan proyek ini. Digencarkanlah pembangunan wartel di seluruh Indonesia sejak 1988. Pada 1989 jumlah wartel meninggat jadi 128 buah dan melonjak pada 1993 sampai 1190 wartel. Pihak swasta mulai dilibatkan. Orang-orang bisa menjalin kerjasama dengan Telkom sebagai agen penyedia layanan komunikasi. Syaratnya, mereka harus menyediakan minimal dua alat dan bilik. Urusan sambungan dan teknis disediakan oleh Telkom. Sebagai agen jasa komunikasi, pengelola wartel mendapat komisi dari tiap keuntungan yang didapat Telkom. Usaha ini rupanya laris-manis, model komunikasi telepon makin bisa dinikmati masyarakat luas. “Melalui wartel, swasta mulai berperan dalam bidang telekomunikasi. Laris sekali dulu, kalau pakai kelamaan, digedor-gedor pintunya,” kata Setyanto. Ramadhan KH dalam Dari Monopoli Menuju Kompetisi menulis, kebijakan wartel keluar karena Telkom masih kesulitan memenuhi kebutuhan sambungan telepon di daerah. Rusli Hariyanto, kini pebisnis rental kendaraan di Yogyakarta, menceritakan pengalamannya sebagai pelanggan wartel saat dia nyantri di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Probolinggo, tahun 2002. “Dulu belum bawa HP. Semua di pesantren pakai wartel,” ujarnya kepada Historia . Sayangnya, antrian berjubel, padahal waktu yang disediakan untuk istirahat hanya 30 menit, mulai ba’da isya sampai waktu belajar tiba. Maka, sambungnya, “Rebutan itu.” Lantaran KBU yang disediakan wartel di pesantren hanya sedikit, Rusli kadang nekad. “Kadang sih keluar cari wartel karena saking penuhnya, walaupun sebetulnya nggak boleh ya keluar pesantren.” Begitu masuk bilik, dia langsung menghubungi nomor telepon rumahnya. Sebelum di rumahnya ada telepon, Rusli biasa menggunakan telepon umum koin di dekat pertigaan rumahnya di Situbondo, Jawa Timur. Kalau telepon umum koin itu berdering, biasanya teman sekampung yang nongkrong dekat situ akan mengangkat. Rusli lantas minta temannya untuk memanggilkan ibunya. Ketika ibunya meraih gagang telepon, di situlah rindu tuntas terbalas. “Halo, Bu, ini Rusli…”
- Nasution dan Buku Terakhirnya
A.H. Nasution merupakan jenderal yang sangat produktif menulis. Dibantu Moela Marboen, dosen Universitas Indonesia, dan beberapa perwira Dinas Sejarah TNI AD, Nasution menerbitkan buku Sekitar Perang Kemerdekaan sebanyak sebelas jilid. Bahan-bahannya dikumpulkan pada 1953-1955. Setelah pensiun pada 1972, Nasution menulis memoarnya, Memenuhi Panggilan Tugas sebanyak tujuh jilid. Semangat Nasution dalam menulis terus menyala bahkan ketika dia terbaring sakit dan di pengujung usianya. Pada 1986, Nasution menjalani operasi katup jantung di RSAD Pusat Walter Reed di Washington DC Amerika Serikat. Kesehatannya sebagai manula semakin mudah terkena segala macam penyakit. Yang paling gawat sering terjadi pendarahan yang berasal dari kelenjar prostat akibat obat pengencer darah yang harus diminumnya setelah operasi katup jantung. Menurut dr. Frits Kakiailatu yang merawat Nasution, kejadian yang sangat mengkhawatirkan waktu pendarahan hebat dan berulang kali terjadi sumbatan bekuan, hingga dia tidak bisa buang air kecil. Secara darurat dilakukan tindakan sistoskopi dengan bius spinal ditambah terapi penenang. Pertolongan itu berhasil menghentikan pendarahan tetapi dia setengah sadar. “Pak Nas menjadi sulit berkomunikasi. Masalahnya, meski berada di rumah sakit, beliau sedang merampungkan bukunya yang terakhir,” kata Frits dalam Pak Harto, Pak Nas, dan Saya . Seorang pencatat selalu berada di samping Nasution untuk mencatat ucapan-ucapannya. “Tetapi, tampaknya orang tersebut sulit dan bingung menangkap ucapan dan pikiran Pak Nas. Apa yang didikte Pak Nas sering kacau atau berulang-ulang. Selain itu, pekerjaannya ini sering terhalang kalau kepada pasien harus dilakukan tindakan bius,” kata Frits. Hari-hari berikutnya, syukurlah keadaan Nasution sedikit pulih dari efek bius. Lamanya kira-kira satu setengah bulan. Dia bisa diajak bicara dan pendiktean bukunya bisa diteruskan sampai selesai. Buku tersebut baru diterbitkan setelah Nasution meninggal dunia pada 6 September 2000. Pada 2008 Yayasan Kasih Adik bekerja sama dengan Dinas Pembinaan Mental Angkatan Darat (Disbintal AD) menerbitkannya dalam tiga jilid: Kenangan Masa Purnawirana (jilid terakhir memoarnya), Kepemimpinan Nasional dan Pemimpin Bangsa , dan Bersama Mahasiswa , Aset Utama Pejuang Nurani .
- Mula Kristen di Sri Lanka
HARI Paskah yang mestinya damai berubah duka. Korban tewas mencapai 310 orang akibat serangkaian aksi terorisme di sejumlah gereja dan hotel di Sri Lanka, Minggu (21/4/2019). Para pemimpin dunia turut berbelasungkawa, tak terkecuali Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). “Indonesia mengecam keras serangan bom di beberapa tempat di Sri Lanka, hari ini. Atas nama seluruh rakyat Indonesia, saya juga menyampaikan duka cita yang mendalam kepada Pemerintah Sri Lanka dan seluruh keluarga korban. Semoga korban yang luka-luka dapat segera pulih,” ungkapnya via akun Twitter @jokowi, Minggu malam, 21 April 2019. Aksi biadab itu jadi catatan kelam bagi umat Nasrani di Sri Lanka yang jejaknya sudah ada berabad-abad lampau. Lembaran sejarah berbicara bahwa negeri-pulau di selatan India itu sudah bersentuhan dengan agama Nasrani sejak abad pertama dan Nasrani jadi agama ketiga yang dikenal masyarakat setempat selain Buddha dan Hindu. Leonard Pinto dalam Being A Christian in Sri Lanka: Historical, Political, Social and Religious Considerations mengungkapkan, agama Nasrani pertamakali dibawa Santo Thomas Rasul, satu dari 12 rasul Yesus Kristus, pada tahun ke-52 Masehi ketika negeri itu di bawah Kerajaan Anuradhapura. “Ada bukti bahwa para pengikut Kristen Santo Thomas telah tinggal di Sri Lanka pada abad pertama (Masehi). Sejumlah ukiran tiga salib (Salib Anuradjapura) terlihat di Mutwal, Kotte, dan (kota) Anuradhapura. Salah satunya disimpan di Museum Anuradhapura,” kata Pinto, kendati tak dipaparkan detail jumlah masyarakat Sinhala yang menganut Kristen saat itu. Salib Anuradhapura itu sendiri penemuannya baru terjadi pada sebuah proyek ekskavasi di Anuradhapura tahun 1912. Salib itu merupakan salah satu warisan Portugis yang diwariskan oleh Komisioner Arkeologi Ceylon (nama lama Sri Lanka) Edward R. Ayrton. Salah satu relic yang dipercaya merupakan warisan Kristen Santo Thomas Rasul (Foto: Wikipedia) Suksesornya, Arthur Hocart, dalam catatannya pada 1924, Memoirs of the Archaelogical Survey of Ceylon , meyakini salib itu berasal dari masa lebih tua, yakni peninggalan Kristen Nestorian. Tapi sejumlah pakar lainnya mempercayai salib itu berasal dari masa Santo Thomas lantaran catatan sejarah berbicara bahwa Portugis tak pernah menjejakkan kaki di Anuradhapura. Pada masa Taprobane, istilah bahasa Yunani untuk menyebut Sri Lanka di masa itu, penganut Kristen yang disebarkan Santo Thomas Rasul disebutkan berkembang pesat di negeri yang masih didominasi pemeluk Buddha dan Hindu itu. Bahkan, lanjut Pinto, selama periode 479-497 M di Sri Lanka sempat muncul seorang ratu beragama Kristen, sejumlah prajurit Kristen asal India Selatan yang dipimpin Panglima Kristen asal Sinhala. Sebelum masuknya kolonialis Portugis, disebutkan pula pernah tinggal satu komunitas Kristen Nestorian yang disebarkan para pendeta Nestorian asal Mesir. Pada abad ke-13, para penganut Nestorian ini meleburkan diri ke agama Kristen Santo Thomas Rasul. Di abad ke-16, keduanya “terpaksa” dileburkan ke agama Katolik yang dibawa kolonialis Portugis. Kristen Warisan Portugis Kurangnya informasi mengenai Kristen dan gereja pertama di masa Santo Thomas Rasul pada abad pertama merupakan imbas dari latinisasi para penganut Kristen Santo Thomas Rasul yang jadi proses penyebaran agama Katolik oleh Portugis. Klimaksnya terjadi pada 1599, 94 tahun setelah penjelajah Portugis pertama, Laurenço de Almeida, bersama armadanya menginjakkan kaki di Sri Lanka. Kedatangan De Almeida sedianya merupakan ketidaksengajaan. Ia sampai ke Kolombo gegara badai dalam perjalanannya di Samudera Hindia. Negosiasinya dengan Raja Dharma Parakramabahu IX, penguasa Kerajaan Kotte, membolehkan De Almeida untuk tidak hanya tinggal dan berdagang, namun juga membangun Kapel Santo Laurensius, rumah peribadatan Katolik pertama di Sri Lanka. Di kapel ini pula tercatat digelarnya kebaktian pertama yang dipimpin Franciscan Friar Vicente, pastor yang turut dalam perjalanan armada De Almeida. Kaum Katolik lalu bersinggungan dengan para penganut Kristen Santo Thomas di berbagai wilayah. “Bertemunya para penjelajah Katolik dan pemeluk Kristen Santo Thomas itu terlibat friksi. Mulanya kedua komunitas Kristen ini saling ketergantungan, namun lama-lama perbedaan keduanya memisahkan mereka. Klimaksnya ketika para penganut Kristen Santo Thomas dipaksa bergabung ke gereja Katolik Portugis. Sejumlah dokumen dan catatan dihancurkan,” tulis Klaus Koschorke dkk dalam A History of Christianity in Asia, Africa and Latin America 1450-1990: A Documentary Sourcebook . Penyebaran Katolik oleh Portugis kian intens sejak 1543 dipimpin Santo Francis Xavier, atas titah Raja João III. Raja Kotte, Dharmapala, bahkan lantas menganut Katolik, memberikan kebebasan seluas-luasnya untuk Santo Francis menyebarkan agama Katolik. Tapi “masa jaya” Portugis di Sri Lanka berakhir pada 1658 kala Belanda datang. “Penjajah baru itu melarang Katolik berkembang di Sri Lanka. Masyarakat Sinhala dipaksa beralih kepercayaan dari Buddha dan Katolik menjadi Protestan,” tulis Paul Hattaway dalam Peoples of the Buddhist World: A Christian Prayer Diary . Walau termasuk minoritas, agama Katolik merupakan agama tertua ketiga di Sri Lanka (Foto: nccsl.org) Agama Katolik tetap bertahan secara diam-diam meski sempat tiga dekade tak memiliki satupun pastor. Pada 1687, Pastor Joseph Vaz diam-diam datang dari Goa, India, untuk menghimpun para penganut Katolik yang tersisa. Mereka eksis secara klandestin di bawah perlindungan Raja Kandy dari Sinhala. Kebebasan beragama baru kembali di tanah Sri Lanka saat Inggris mendepak Belanda pada 1769. Bersamaan dengan itu, Kristen Anglikan masuk. Hingga kini, gereja-gereja beragam aliran Kristen muncul. Tidak hanya Katolik, Protestan dan Anglikan, Kristen Luther juga eksis di Sri Lanka walau tak banyak penganutnya. Mengutip laman Kementerian urusan Kristen Sri Lanka, pada 1838 tercatat jumlah penganut Kristen mencapai 74.787 jiwa, 72.870 di antaranya Katolik. Sementara, menurut sensus demografi pemerintah Sri Lanka pada 2012, hingga kini penganut Kristen tercatat 7,4 persen dari total 22.409.381 penduduk. Gereja tertua yang masih berdiri di Sri Lanka hingga kini adalah Gereja Santo Thomas di Kotahena, dekat Kolombo. Gereja para penganut Kristen Anglikan ini didirikan Gubernur Jenderal Ceylon Sir Robert Brownrigg pada 1816.
- Ketika Presiden Naik KRL
Presiden Joko Widodo naik Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta bersama sejumlah figur publik pada Sabtu, 20 April 2019. Dia melakukannya setelah menghadiri sebuah pertemuan di pusat perbelanjaan Grand Indonesia. Sebelumnya, dia telah beberapa kali menjajal MRT. Dia juga pernah menggunakan Kereta Rel Listrik (KRL) untuk pulang ke Bogor pada 6 Maret 2019. Saat itu jam sibuk sehingga dia harus berdesakan dengan penumpang lain. Selain Presiden Jokowi, presiden lain yang pernah menjajal transportasi publik berbasis rel di dalam kota adalah Soeharto. “Penggunaan KRL untuk pertama kali dilakukan Presiden Soeharto dalam rangka peninjauan dan peresmian rumah sederhana di Depok Baru pada 12 Agustus 1976,” tulis Tri Wahyuning M. Irsyam dalam Berkembang dalam Bayang-Bayang Jakarta: Sejarah Depok 1950—1990-an. Perjalanan Presiden Soeharto ke Depok, Jawa Barat, menandai penghidupan kembali layanan KRL. Moda ini berhenti melayani warga sejak 1965. KRL hidup kembali lantaran penerapan konsep Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi). Jabotabek bertujuan menciptakan pusat pertumbuhan baru di wilayah penyangga Jakarta demi mengurangi beban Jakarta. Salah satu caranya dengan membangun perumahan di Depok (selatan), Bogor (selatan), Tangerang (barat), dan Bekasi (timur). Penduduk di wilayah penyangga Jakarta memerlukan moda transportasi aman, nyaman, dan cepat untuk pergi ke Jakarta dan pulang kembali ke rumah. Pemerintah berkeputusan menyiapkan moda transportasi berupa KRL. Tapi armadanya berbeda dari KRL sebelumnya. Naik KRL Baru Seluruh armada KRL tahun 1965 ke bawah berasal dari peninggalan Belanda. Badannya terbuat dari kayu dan ditarik oleh lokomotif listrik. Sebagian besar sudah rusak dan ketinggalan zaman. Sejak 1976, KRL berganti rupa dan teknologi. Bahannya dari besi karbon ( mild steel ) dan tanpa lokomotif penarik. “Pemerintah mendatangkan KRL baru kelas ekonomi sebanyak 56 unit jenis reostatik dari Jepang,” catat Akhmad Sujadi dalam Si Ular Besi Antar Jonan Jadi Menteri . Armada baru KRL ini mengantarkan Presiden Soeharto ke Depok. Sepuluh tahun kemudian, 5 Juli 1986, Presiden Soeharto naik KRL lagi. Kali ini dari Manggarai (selatan) ke Tanah Abang (pusat) sejauh 6,6 kilometer. Dia menumpang KRL mutakhir buatan Jepang. Bahannya baja tahan karat ( stainless steel ). Perjalanan Presiden Soeharto bersama KRL berlangsung singkat. Hanya 11 menit. Kalau menggunakan mobil, makan waktu 40 menit. Dengan waktu secepat itu, dia berharap warga tertarik naik KRL. Uji coba KRL baru ini juga bertujuan mengetahui rencana perbaikan prasarana dan sarana KRL. Di stasiun Manggarai, Presiden Soeharto memperoleh penjelasan tentang rencana pengembangan layanan KRL hingga tahun 2000. Antara lain mutu rel kereta, pembuatan rel ganda Depok—Gambir, elektrifikasi jalur barat dan timur, pembangunan jalur layang rute tengah (Manggarai—Kota), perbaikan sarana stasiun, dan pembelian kereta. Presiden Soeharto sempat turun sebentar di Stasiun Dukuh Atas, 2,5 kilometer dari Manggarai. “Dalam uji coba itu presiden sempat memerika Stasiun Dukuh Atas yang telah ditingkatkan kualitasnya dan bentuknya sehingga nyaman bagi masyarakat,” catat Soeharto.co , mengutip Berita Buana, 7 Juli 1986. Setibanya di stasiun Tanah Abang, Presiden Soeharto memeriksa kereta pengangkut besi, baja, dan batu bara. Beberapa rencana perbaikan layanan KRL berhasil terwujud. Misalnya pembangunan jalur layang rute tengah dan perbaikan sarana stasiun. Dikerjakan mulai 1988 dan selesai pada 1992. Melewati Permukiman Kumuh Presiden Soeharto kembali naik KRL untuk ketiga kalinya demi meresmikan operasional jalur layang rute tengah pada 5 Juni 1992. Dia mulai perjalanan dari stasiun layang berlantai tiga, Gambir. Gambir stasiun baru yang megah pada masanya. Sebelumnya stasiun ini berada di permukaan tanah. Kumuh, tua, dan kewalahan mengikuti perkembangan zaman. Atas bantuan konsultasi dan pinjaman lunak dari pemerintah Jepang, stasiun Gambir menjadi bersih, segar, dan tangkas menghadapi perubahan zaman. Lantai beralaskan porselin mengkilap berwarna hijau lumut. Terdapat fasilitas penunjang berupa 13 loket penjualan karcis, papan petunjuk manual dan elektronik, eskalator, toilet, dan telepon umum sistem kartu dan koin. “Gambir barangkali kini menjadi stasiun kereta api paling apik di Indonesia,” tulis Kompas , 6 Juni 1992. Dalam stasiun megah ini, Presiden Soeharto terlihat antre paling depan. Dia membeli karcis seharga Rp1.200 PP untuk dua orang. Dia bersama istri, Menteri Perhubungan Azwar Anas, duta besar negeri sahabat, dan pejabat kereta api dan dinas perhubungan. Setelah pegang tiket, Presiden Soeharto beranjak naik ke lantai tiga. Serangkaian KRL reostatik telah menunggunya. KRL itu berwarna keperakan dengan ornamen strip biru putih. Pintunya bekerja otomatis. KRL mulai berjalan. Soeharto sesekali berdiri dari kursinya, melongok keadaan di sekitar jalur layang melalui jendela. Tersua barisan permukiman padat dan kumuh. Begitu kontras dengan warna-warni cerah tujuh stasiun layang. Perjalanan sejauh 17,8 kilometer tuntas dalam waktu 15 menit. Beda jauh jika berkendara pakai mobil. Habis waktu sekira 90 menit. Soeharto turun sebentar di stasiun Kota. Dia berbicara dengan sejumlah pejabat dan menteri. Kemudian naik KRL lagi untuk kembali ke stasiun Gambir. “Presiden merasa puas dengan peningkatan fasilitas baru ini,” kata Soejono, Dirjen Perhubungan Darat. Inilah kali terakhir Presiden Soeharto naik KRL. Enam tahun berikutnya, dia lengser.
- Peran Connie Sutedja di Dunia Nyata
DI masa jayanya, Connie Sutedja merupakan primadona. Paras geulis mojang Tasikmalaya itu membuat banyak kaum Adam yang kepincut padanya. “Ya banyak dulu yang naksir, sih . Tapi jangan disebut ah , enggak enak sama orangnya. Ada yang sejawat, pernah juga sutradara,” ujarnya saat ditemui Historia di kediamannya di Cilandak, Jakarta Selatan, 11 April 2019. Beberapa di antara yang kesemsem itu pernah menjalin kisah asmara dengan Connie. Sayangnya, tak satupun dari mereka berhasil mengajak Connie naik ke pelaminan. “Banyak yang serius. Kadang saya pacaran sama orang, begitu orang itu mau serius, langsung saya putusin. Sadis banget memang waktu itu saya. Kalau sudah serius ngajak nikah, saya pilih putus saja. Enggak tahu kenapa. Enggak ada angin enggak ada hujan, bingung gitu,” lanjut Connie yang sampai usia 74 tahun ini memilih tetap sendiri. Tapi sejatinya, tidak banyak orang tahu bahwa Connie pernah menikah di usia dini, bahkan sebelum menjalani debutnya di perfilman pada 1964. “Justru ini yang belum pernah dibongkar. Saya itu terjun ke (perfilman) itu istilahnya sudah janda. Dulu di kampung menikah masih muda banget, jadi saya punya anak juga usia muda banget. Makanya orang enggak percaya kalau saya sudah punya anak. Masih ingat saat ketemu Nani Wijaya. Nani, kenalin ini anak saya. ‘Anak dari kuping?’, katanya kaget dia. Ih Nani, ini bener anak saya. Jadi orang pikir saya masih gadis,” ujarnya. Seingat Connie, saat di usia SMA dia dijodohkan dengan pria yang masih kerabat jauh keluarganya. “Iya, saudara jauh, Karsana namanya. Ya namanya di kampung, kalau usia 16-17 tahun kalau belum nikah kan gimana ya pandangan orang. Jadi ya dijodohkan. Kebetulan waktu itu saya juga mau tapi dalam hati saya, enggak lama nih jodohnya,” sambungnya. Suara hati Connie benar menjadi kenyataan. Usia pernikahannya dengan Karsana tak panjang kendati pernikahan itu membuahkan seorang putra, Agus Sutedja. “Akhirnya kemudian pisah dan ya enggak menyalahkan siapa-siapa juga. Waktu ikut (ajang) Ratu Vespa pas saya sudah pisah. Sekarang sudah meninggal orangnya,” sambung Connie. Lama sendiri, Connie kembali pernah jatuh ke pangkuan seorang pria lain yang lama naksir padanya. Adalah Moeslim Taher, Rektor Universitas Jayabaya periode 1962-1988 yang mampu menaklukkan hatinya. "Memang awalnya saya enggak ingin serius sampai menikah. Tapi akhirnya saya bersedia dipersunting pada 1983. Tapi pernikahan keduanya itu pun hanya seumur jagung dan belum sempat memiliki keturunan lagi. "Dua tahun kemudian bercerai lagi. Karena awalnya enggak boleh aktif lagi dan kembali ke dinia film. Padahal di era itu sedang masa puncak karier saya. Awalnya dibilang saya boleh tapi kemudian tidak. Setelah bercerai saya merasa merdeka aja gitu. Tetapi sampai sekarang masih berhubungan baik dengan keluarganya," lanjutnya. Connie akhirnya keukeuh tak menikah lagi setelah gagal dua kali dan menjatuhkan hatinya pada dunia perfilman. “Saya sudah puas sampai saat ini walau enggak dapat (piala) Citra. Cukup satu penghargaan kesetiaan profesi dari Departemen Penerangan. Saya sendiri sudah cinta sekali dunia (film) ini. Apapun kata orang soal dunia film, ini adalah pelengkap kebudayaan Indonesia.” Diguncang Prahara Penipuan Nama besar di dunia film dipupuk Connie dari nol. Sembari menjadi single-parent , dia menapaki tangga demi tangga popularitas hingga akhirnya jadi primadona. Hingga kini pun, Connie masih setia tampil di layar kaca dalam beragam sinetron dan film televisi (FTV), sembari terkadang berbisnis barang antik. Seiring dengannya, keuangan “Ibu Hebring” pun makin menggelembung. Namun pada 2010, ketika dia masih berkibar, pernah tetiba jatuh menghujam bumi. Connie jadi korban penipuan hingga hampir “gulung tikar”. Mengutip Kompas , 29 Maret 2010, Connie ditipu temannya, Syukriani Yunus (SY), yang mengaku seorang pengusaha batubara. Sang pelaku mengajak Connie berbisnis bareng membuka tambang batubara di Maros, Sulawesi Selatan dengan iming-iming keuntungan menggiurkan. Connie setuju. Alhasil, Connie tertipu. Deposito, uang penjualan rumah dan berlian pun raib dengan kerugian mencapai Rp2,6 miliar. Connie Sutedja emosional ketika mengisahkan kasus penipuan yang menerpa dirinya (Foto: Randy Wirayudha/Historia) “Stres saya di situ. Enggak mau syuting, enggak mau apa. Sampai sempat sakit, bolak-balik dirawat ke rumahsakit. Kalau sekarang kasusnya sudah selesai. Dia (SY, pelaku) sudah dipenjara. Tapi ya boro-boro uang balik. Tapi Alhamdulillah , Allah (SWT) baik sekali sama saya. Pas sedang sakit lagi ditemani anak, saya buka-buka Alquran. Tiba-tiba saya ditelefon (rumah produksi) SinemArt. Ditawari peran di drama seri Tukang Bubur Naik Haji pada 2013,” kata Connie. Tapi, Connie tak langsung menerima tawaran itu. Dia belum berniat kembali main di layar kaca sehingga beberapa lama mendiskusikan tawaran itu dengan anaknya. Namun salah seorang utusan SinemArt berhasil membujuknya comeback. Kebetulan, Connie bakal main bareng salah satu sohibnya, Nani Wijaya. “Masih ingat saya, Mbak Nining namanya dari SinemArt yang membujuk saya. Katanya perannya bagus, sudah jalan setahun, menemani Bu Nani juga. Enggak sangka itu anugerah dari Allah. Empat tahun kemudian saya hampir 2000 episode di situ. Keganti! Alhamdulillah…Allah yang ganti, Allah yang ganti, Alhamdulillah malah lebih,” ujar Connie sambil emosional saat menceritakan titik balik hidupnya itu. “Sekarang kalau belum ada calling lagi dari SinemArt, saya milih nunggu. Tawaran lain sih banyak. Tapi kok saya merasa utang budi banget ya sama SinemArt. Enggak apa-apa lah, nunggu, walau makin tua juga makin dikit perannya. Selagi saya mampu, saya enggak pernah merencanakan masa pensiun. Selagi masih ada yang mau pakai saya (untuk peran di layar kaca), saya oke aja,” tutupnya.
- Prabowo dan Kertanagara
Prabowo Subianto tak percaya hasil quick count (hitung cepat) semua lembaga survei yang memenangkan Jokowi-Ma'ruf Amin. Dia juga tak menunggu hasil akhir penghitungan manual KPU yang diumumkan selambatnya 22 Mei 2019. Dia mengklaim menang berdasarkan hasil quick count, exit poll , dan real count yang dilakukan tim internal. Sehingga dia mendeklarasikan diri sebagai presiden. Bahkan sampai empat kali deklarasi.





















