top of page

Sejarah Indonesia

Adu Hewan Di Kesultanan Aceh

Adu Hewan di Kesultanan Aceh

Sabung ayam dan adu hewan populer di berbagai tempat di Nusantara. Termasuk di Kesultanan Aceh.

23 Juli 2024

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Diperbarui: 16 Jul

SUATU hari, perwira tinggi armada laut Kerajaan Perancis bernama Augustin de Beaulieu pergi ke Istana Sultan Iskandar Muda. Augustin berada di Bandar Aceh (kini Banda Aceh) sekitar tahun 1621 dengan tujuan ingin membeli lada langsung ke petani di Aceh. Perihal ini tentu harus ada restu dari Iskandar Muda yang sedang bertakhta di Aceh. Orang asing oleh sultan diharuskan membeli lada dengan harga yang berbeda dari yang dibeli raja. Harga yang ditetapkan pada orang asing adalah dua kali lipat dibanding harga normal dari petani.


”Pada hari Selasa 9 Maret, saya menghadap raja dengan membawa berbagai hadiah, karena tanpa hadiah sambutannva akan lain. Hadiah itu saya bawa cukup banyak, agar dia mau mengabulkan permohonan saya untuk membeli lada dari penduduk biasa,” kenang Augustin de Beaulieu dalam Orang Indonesia dan Orang Prancis dari Abad XVI sampai dengan Abad XX yang disusun Bernard Dorleans.



Augustin yang tak bisa berbahasa Aceh tentu butuh seorang penerjemah agar upayanya membeli lada dengan harga murah bisa terlaksana. Beruntung dia kenal syahbandar Aceh dan bisa diajak sebagai penerjemahnya. Syahbandar itu kerap menemani Augustin dan dia adalah pintu masuknya ke raja.


“Kami mendapati raja sedang menyabung ayam, memasang empat taruhan dalam jumlah besar melawan banyak orang,” kata Augustin.


Adu hewan merupakan kegemaran di sebagian masyarakat di Nusantara. Ada bermacam hewan yang diadu. Di Jawa, misalnya, adu jangkrik juga populer.


“Itulah yang terjadi pada adu jangkrik yang dewasa ini sudah langka, namun pada zaman Hamengku Buwono VII (1877-1921) telah merasuki seluruh kraton Yogyakarta,” tulis Denys Lombard dalam Nusa Jawa: Silang Budaya Jilid 2, Jaringan Asia.


Tentu, adu ayam atau sabung ayam juga populer di Jawa. Namun, sabung ayam tersebar merata di Nusantara. Sabung ayam merupakan kegemaran para raja dan rakyat Nusantara. 



Meski asyik dengan ayam jagoannya yang sedang diadu, Iskandar Muda sempat sebentar memperhatikan Augustin dan memberinya keris bergagang emas berharga mahal. Pembicaraan soal izin beli lada ke petani yang jadi tujuan kunjungan Augustin justru tak terjadi.


Zonk buat Augustin. Baginya, keris hadiah raja tak lebih berharga daripada izinnya. Di tengah kehampaan kerja tanpa izin sultan itu, Augustin mendapat kabar bahwa ayam Iskandar Muda kalah dalam sabung ayam. Terpaksa Augustin melihat pemandangan agak mengerikan.


“Ia murka ketika mengetahui dirinya kalah dan berdalih bahwa ayamnya salah makan,” kata Augustin mencatat tentang sultan.



Sultan kuat yang sangat ditakuti rakyatnya dan disegani di sekitar Selat Malaka itu tak menerima kekalahannya dalam taruhan tersebut. Iskandar Muda sebagai raja kuat tentu merasa kemenangan adalah satu-satunya hal yang patut dicapai. Oleh karenanya, lawannya dia buat tak bahagia dengan kemenangan ayam jagonya. Sultan tak hanya curiga pada ayam milik lawannya, “la memerintahkan untuk memotong tangan pemilik ayam yang menang itu.”


Perintah sultan itu ibarat perintah Tuhan, mesti dilaksanakan. “Kaki-tangan” sultan pun dengan taat menjalankan perintah memotong tangan si pemilik ayam menang tadi. Maka hilanglah tangan si pemilik ayam. Augustin melihat si pemilik ayam diantarkan pulang dengan digotong dan tangannya sudah tertutup kain untuk menghentikan darah agar tidak keluar.



Iskandar Muda tentu saja tak kehilangan barang taruhannya sama sekali karena dia tak kalah dalam perjudiannya. Namun, rupanya tak hanya Iskandar Muda saja yang suka adu binatang. Dalam Menuju Sejarah Sumatra, Antara Indonesia dan Dunia, Anthony Reid mencatat bahwa Iskandar Thani, pengganti Iskandar Muda selaku sultan Aceh, juga suka mengadu gajah, kerbau, kambing, dan lainnya. 


“Di pihak lain, pada masa pemerintahan Ratu Taj al Alam, acara adu binatang tampaknya berangsur-angsur digantikan oleh acara-acara yang lebih tenang yang diadakan di istana-istana peristirahatan kerajaan yang dibangun di atas atau dekat air –memancing, musik, dan berjudi,” tulis Anthony Reid.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page