top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Barisan Pemberontak Tionghoa

Laskar etnis Tionghoa ini menyatakan setia kepada Republik Indonesia.

22 Agu 2013

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Barisan Pemberontak Tionghoa (kiri). Foto: repro buku "Semangat dalam Rekaman Gambar" IPPHOS karya sejarawan AB Lapian.

Barisan Pemberontak Tionghoa (kiri). Foto: repro buku "Semangat dalam Rekaman Gambar" IPPHOS karya sejarawan AB Lapian.


BUKU foto Semangat ’45 dalam Rekaman Gambar IPPHOS karya sejarawan AB Lapian memuat tiga foto aktivitas warga Tionghoa yang terlibat dalam revolusi fisik. Ini menunjukkan bahwa warga Tionghoa bukan hanya menyambut proklamasi dengan hangat, tapi juga bertekad dan berkorban untuk mempertahankan apa yang telah diproklamasikan atas nama rakyat Indonesia. “Kekuatan-kekuatan inilah yang sering kita sebut Semangat ’45…,” tulis Lapian.


Dalam buku itu, Lapian memberikan keterangan: “Markas masyarakat Tionghoa di Solo, 1949, dengan berani menyatakan identitas di depan: Barisan Pemberontak Tionghoa (foto kiri)”; “Dua anggota masyarakat Tionghoa sedang berjuang di front Jawa Timur (foto kanan)”; dan “Beberapa anggota masyarakat Tionghoa sedang berbincang-bincang di depan markas di mana bambu runcing juga tertancap. Mereka turut berjuang untuk Republik dalam mencari bahan makanan (foto tengah).”


Sayangnya, foto-foto tersebut tidak dimuat dalam buku foto terbitan pemerintah Orde Baru, 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1949. Ini menunjukkan bagaimana kebijakan pemerintah Orde Baru terhadap etnis Tionghoa.


Menurut sejarawan Didi Kwartanada dalam tulisannya “Tionghoa dalam Api dan Bara,” dimuat majalah Historia, No. 10 Tahun I, 2013, meskipun masyarakat Tionghoa memilih tak berpihak atau netral pada masa revolusi karena posisi historis sebagai “minoritas perantara”, tak sedikit dari mereka yang turun ke garis depan dalam perjuangan kemerdekaan.


Sebut saja pahlawan nasional Mayor (AL) John Lie alias Jahja Daniel Dharma sebagai pemasok senjata.



Beberapa Tionghoa masuk dalam militer atau mendirikan laskar perjuangan. Di Pemalang, muncul Laskar Pemuda Tionghoa. Tokohnya adalah Tan Djiem Kwan, alumnus Sekolah Tionghoa (THHK) Tegal, yang giat memberikan kursus antikolonialisme pada pemuda Tionghoa dan mendorong pengibaran bendera Merah-Putih. Laskar ini memainkan peran penting dalam melucuti balatentara Jepang di Pemalang.


Sementara di Surakarta terdapat Barisan Pemberontak Tionghoa yang dipimpin Yap Tek Thoh. Azas-tujuan Barisan Pemberontak Tionghoa, sebagaimana dimuat koran Gelora Rakjat, 20 April 1946, “untuk mempererat tali persaudaraan antara saudara-saudara Indonesia dan Tiong Hoa, juga menjunjung tinggi azas yang diwariskan oleh Dr Sun Yat Sen, bapak dari Republik Tiongkok, menjaga keamanan umum dan menurut (kepada) peraturan dari pemerintah Republik Indonesia.”


Barisan Pemberontak Tionghoa geram tatkala mendengar orang-orang Tionghoa yang tergabung dalam Angkatan Muda Tionghoa di Bandung bikin ulah. Menurut kabar dan siaran radio, mereka merampas harta benda milik penduduk yang sedang mengungsi ketika peristiwa Bandung Lautan Api pada Maret 1946.


Perbuatan jahat itu, kata Yap Tek Thoh, bukan saja melukai perasan saudara-saudara Indonesia, tapi juga dapat merusak hubungan antara Tionghoa dan Indonesia. Perbuatan itu juga membikin cemar nama dan kehormatan bangsa Tionghoa di seluruh Indonesia


“Mengingat perbuatan-perbuatan tersebut,” Yap Tek Thoh menegaskan, “kami sebagai ketua Barisan Pemberontak Tionghoa di Surakarta, dengan ini menyatakan dengan sumpah dalam sanubari tetap setia kepada pemerintah Republik Indonesia dan tetap berpendirian dengan jiwa berontak untuk membantu menegakkan kemerdekaan Indonesia 100% yang kekal dan abadi.”


Mereka juga berjanji, apabila ada orang Tionghoa di Surakarta yang melakukan perbuatan seperti Angkatan Muda Tionghoa, “kami sekalian akan menunjukkan bukti atas kesetian terhadap pemerintah Republik Indonesia dengan rela hati dan berani berkorban jiwa untuk membasmi perbuatan-perbuatan semacam itu atas tanggung jawab kami sekalian.”

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang turut berjuang dalam Perang Kemerdekaan dan mendirikan pasukan khusus TNI AD. Mantan atasan Soeharto ini menolak disebut pahlawan karena gelar pahlawan disalahgunakan untuk kepentingan dan pencitraan.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Prajurit Keraton Ikut PKI

Prajurit Keraton Ikut PKI

Dua anggota legiun Mangkunegaran ikut serta gerakan anti-Belanda. Berujung pembuangan.
Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
bottom of page