top of page

Sejarah Indonesia

Lomba Bercocok Tanam Di Masa Silam

Lomba Bercocok Tanam di Masa Silam

Uji coba peningkatan ketahanan pangan pernah dilakukan dengan menyelenggarakan kompetisi menanam tanaman pangan. Memotivasi petani untuk panen maksimal.

7 Maret 2024

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

...

Isu ketahanan pangan akan selalu aktual dalam beberapa dekade mendatang. Lahan pertanian penghasil bahan makanan semakin berkurang. Sementara, populasi manusia terus bertambah. Jika hal ini dibiarkan, maka yang terjadi adalah krisis pangan.


Di Indonesia, isu ketahanan pangan jadi persoalan hangat belakangan ini. Proyek food estate (lumbung pangan) pemerintah yang memakan biaya dan lahan besar, sampai saat ini masih belum menuai hasil signifikan. Targetnya memang untuk jangka panjang. Namun, sejumlah pihak, entah itu politisi, pengamat, maupun aktivis lingkungan, kadung menilainya sebagai proyek gagal. Di masa mendatang, proyek lumbung pangan ini tetap diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri.


Tempo dulu, program ketahanan pangan juga dilakukan dengan berbagai cara. Pada 1950-an, pemerintah mulai memperkenalkan program lomba tanam-menanam kepada petani di Jawa. Dalam kompetisi ini, petani harus menanam tanaman penghasil makanan pokok selama kurun waktu tertentu. Hadiah diberikan pada petani yang menghasilkan tuaian panen paling banyak.



Lomba bercocok tanam ini terbilang berhasil di beberapa daerah. Di Magetan, Jawa Timur, sebanyak 30 orang petani berlomba menanam tanaman penghasil makanan pokok di lahan masing-masing. Hasil kompetisi itu dimuat dalam Harian Umum, 6 Maret 1959, yang mewartakan para petani yang keluar sebagai pemenang.   


Pada lomba menanam padi, petani Wingyo dari Desa Sukowinangun keluar sebagai juara pertama. Sawahnya menghasilkan padi sebanyak 200 kuintal/hektare. Atas pencapaian itu, Wingyo mendapat hadiah 3 cangkul. Pada peringkat dua, yaitu Moh. Saleh dari Desa Tawanganom yang menghasilkan 118 kuintal/hektare. Saleh mendapat hadiah 2 cangkul. Di peringkat ketiga, Thojib dari Desa Balegondo yang menghasilkan 117 kuintal/hektare. Thojib mendapat hadiah 1 cangkul.


Perlombaan penanaman padi gaga (padi di lahan kering), dimenangkan oleh Sarbini dari Desa Balogondo. Sarbini menghasilkan padi gaga sebanyak 104 kuintal/hektare. Dia mendapat hadiah dua cangkul. Pada peringkat kedua, Martosantoso dari Desa Baron yang menghasilkan 58 kuintal/hektare. Martosantoso mendapat hadiah 1 cangkul.



Pada cabang penanaman ketela kaspe dengan cara biasa, pemenangnya adalah Mihardjo dari Desa Tambakredjo. Ladangnya memanen ketela sebanyak 342 kuintal/hektare. Dia mendapat hadiah 3 cangkul. Di peringkat kedua, Hardjosaleh dari Desa Tjampursari yang menghasilkan 332/hektare mendapat hadiah 2 cangkul. Peringkat ketiga, Atmosontono yang menghasilkan 250 kuintal/hektare. Sementara itu, penanaman ketela dengan cara lobangan dimenangkan oleh Soeparto dari Desa Balogondo. Dia menghasilkan 15 kg/pohon dan mendapat hadiah 1 cangkul.


Kategori menanam jagung dimenangkan Mangunwani dari Desa Tjandiredjo. Ladangnya menghasilkan jagung sebanyak 44 kuintal/hektare. Dia mendapat hadiah berupa 1 cangkul.

“Adapun maksud daripada perlombaan tersebut diatas, ialah untuk menggiatkan serta menginsyafkan para petani atas hasil tanamannya sesuai dengan program pemerintah dalam usaha menambah bahan makan,” demikian dilansir Harian Umum.



Lomba tanam-menanam, menurut Soetrisno, berasal dari turunan program yang dirintis Panitia Perbaikan Makanan Rakyat (PPMR). PPMR didirikan di Semarang pada 9 September 1954. Seiring waktu, peran dan wilayahnya semakin meluas hingga ia bersalin nama menjadi Lembaga Perbaikan Makanan Rakyat (LPMR).


“Maksud dan tujuan ialah mengusahakan perbaikan makanan rakyat hingga tercapainya bangsa yang kuat dan sehat, sejahtera, dan bahagia,” catat Soetrisno dalam “Panitija Perbaikan Makanan Rakjat” termuat di Madjalah Berkala Pertanian, No.8, 1958.


Lomba tanam-menanam bukan satu-satunya cara untuk menunjang tujuan tersebut.  Sejumlah usaha lain turut dikembangkan. Beberapa di antaranya yakni pertunjukan pengawetan bahan makanan, pameran makanan sehat, percontohan mengatur pekarangan, dan pertolongan pada daerah yang tidak subur.  


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page