top of page

Sejarah Indonesia

Panglima Tentara Dipilih Lewat Rapat Koboy

Panglima Tentara Dipilih Lewat Rapat Koboy-Koboyan

Penentuan panglima besar tentara dengan cara pemungutan suara. Soedirman mengalahkan Oerip Soemohardjo.

Oleh :
4 Oktober 2015

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Oerip Soemohardjo (kiri berpeci) dan Soedirman (tengah).

SEBULAN usai pengumuman maklumat pemerintah tentang pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 5 Oktober 1945 oleh Presiden Sukarno, TKR belum memiliki pemimpin tertinggi. Kendati presiden sudah menetapkan Soeprijadi sebagai Menteri  Keamanan Rakyat, namun sampai batas yang ditentukan, pemimpin pemberontakan pasukan Peta (Pembela Tanah Air) di Blitar itu tak juga muncul. Soeprijadi diperkirakan dibunuh oleh balatentara Dai Nippon.


Berdasarkan situasi tersebut, formatur Kepala Markas Besar Oemoem (MBO) TKR, Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo berinsiatif mengadakan rapat antarperwira. Pertemuan itu diadakan di Yogyakarta pada 12 November 1945, dengan melibatkan para perwira yang paling rendah berpangkat letnan kolonel atau menjabat sebagai komandan resimen.


Dalam film Jenderal Soedirman yang baru-baru ini diluncurkan, digambarkan suasana rapat sedikit hangat. Namun sejatinya, situasi rapat tersebut berlangsung kacau, tidak disiplin dan  sangat panas. Menurut Mayor Jenderal Didi Kartasasmita, sejak awal pun sudah ada kesan rapat perwira itu tidak akan berjalan tertib. Laiknya para koboy, para peserta datang ke ruangan rapat dengan masing-masing menyandang pistol di pinggang.


“Saya menyebutnya sebagai rapat koboy-koboyan,” ujar Didi dalam biografinya Pengabdian Bagi Kemerdekaan karya Tatang Sumarsono.


Kesemrawutan semakin menjadi-jadi saat setiap orang yang tampil bicara di forum selalu  diteriaki  kata “jelek” lalu dipaksa turun dari mimbar. Tak terkecuali, Menteri Keamanan Rakyat ad interim, Suljodikusumo, bekas daidanco Peta, dipaksa turun dari mimbar walaupun dia belum selesai berpidato. “Pokoknya rapat itu jauh dari sikap kedisiplinan sebuah organisasi tentara,” kenang  mantan Panglima Komandemen Jawa Barat tersebut.


Begitu tiba pada sesi pemilihan panglima besar, suasana semakin riuh dan kacau. Setiap orang memaksakan diri untuk bicara di forum itu. Karena situasi ini, maka proses pemilihan pun dilakukan lewat pemungutan suara. Calon yang harus dipilih para peserta yakni Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo dan Kolonel Soedirman, Komandan Divisi V TKR Banyumas. Hasilnya, ternyata Kolonel Soedirman unggul dengan 23 suara, sedangkan Oerip hanya mendapatkan 21 suara. Dengan demikian, Soedirman menjadi panglima besar TKR, sedangkan Oerip Soemohardjo menjadi kepala staf TKR.


Kendati dihasilkan dari “rapat koboy-koboyan,” Oerip dengan besar hati menerima keputusan tersebut. Tanpa merasa dirinya senior, dia lantas memberi selamat kepada Soedirman dan menyatakan janji akan loyal pada semua keputusan yang akan dikeluarkan oleh atasan barunya tersebut. Sebaliknya, Soedirman sendiri yang menyadari “kejuniorannya”, meminta mantan perwira KNIL itu untuk bersedia membantu tugas-tugasnya sebagai panglima besar.


Kelak sejarah mencatat,  janji itu terus dipegang Oerip sampai meninggal pada 17 November 1948. Menurut Mayor Jenderal (Purn) Sukotjo Tjokroatmodjo, hubungan antara Oerip dan Soedirman lebih menyerupai  relasi “abang dan adik”.


“Itu diperlihatkan dalam suasana informal, Pak Oerip lebih suka memanggil Pak Dirman sebagai dimas dan sebaliknya Pak Dirman sendiri  lebih senang memanggil Pak Oerip sebagai kangmas,” ujar wakil ketua Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI).  


Begitu loyalnya Oerip kepada Soedirman, hingga suatu hari, kala kawan baiknya menyitir soal Oerip yang lebih pantas  menjadi panglima besar karena lebih senior dan berpengalaman, dengan santai Oerip menjawabnya, “Soedirman lebih cocok dibanding saya menjadi panglima karena sebagian besar prajurit kita adalah bekas anggota Peta,” ujar Oerip.


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Tuan Rondahaim Pahlawan Nasional dari Simalungun

Tuan Rondahaim Pahlawan Nasional dari Simalungun

Tuan Rondahaim dikenal dengan julukan Napoleon dari Batak. Menyalakan perlawanan terhadap penjajahan Belanda di tanah Simalungun.
Antara Raja Gowa dengan Portugis

Antara Raja Gowa dengan Portugis

Sebagai musuh Belanda, Gowa bersekutu dengan Portugis menghadapi Belanda.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Dewi Sukarno Setelah G30S

Dewi Sukarno Setelah G30S

Dua pekan pasca-G30S, Dewi Sukarno sempat menjamu istri Jenderal Ahmad Yani. Istri Jepang Sukarno itu kagum pada keteguhan hati janda Pahlawan Revolusi itu.
bottom of page