top of page

Sejarah Indonesia

Pengkhianatan Voc Terhadap Joncker

Pengkhianatan VOC Terhadap Joncker

Karena rasisme dan iri dengki, seorang pejabat VOC menyemai intrik yang berujung kematian sang hamba setia kompeni.

Oleh :
28 Juli 2019

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Makam Kapiten Joncker di Pelabuhan Alfa, Marunda. (Hendi Jo)

SUKSES di ranah Minang, menjadikan nama Kapiten Sangaji alias Joncker populer di kalangan elite VOC. Sebagai bentuk penghormatan,pada 1 Januari 1665, Maskapai Perdagangan Hindia Timur itu mendapuk Sangadji menjadi kepala orang-orang Ambon di Batavia. Pamor Si Kapiten Maluku semakin mencorong. Seiring dengan ketenaran itu, “order” dari VOC  pun membludak. Sangaji dan pasukannya kerap diberangkatkan ke berbagai palagan di belahan Nusantara seperti di Jambi, Palembang, Jawa Timur dan Banten.


Salah satu operasi militer yang menjadikan bintang Sangadji  semakin kinclong adalah saat ia berhasil memadamkan sekaligus menangkap Trunojoyo, seorang Madura yang melakukan pemberontakan besar terhadap kekuasaan Sultan Amangkurat II yang didukung oleh VOC.


Gubernur Jenderal Cornelis Janszoon Speelman tentu saja sumringah.Tanpa banyak pertimbangan, putra Maluku tersebut diganjar medali berbentuk rantai kalung emas (seharga 300 ringgit) dan dihadiahi sebidang tanah di kawasan Pantai Marunda.Posisi inilah yang konon menjadikannya dipanggil sebagai Joncker yang artinya raja muda.


Namun tidak selalu perjalan hidup Kapiten Joncker berjalan mulus. Demi menyaksikan kesuksesan Joncker, diam-diam perasaan dengki pun muncul di kalangan pejabat VOC terutama yang berkebangsaan Belanda. Menurut mereka, sehebat apapun Joncker, ia tetaplah seorang bumiputera dan tak memiliki hak atas jabatan bergengsi di hirarki elit VOC. Salah satu klik grup Belanda totok itu dipimpin oleh seorang anggota Dewan Hindia bernama Isaac de Saint Martin yang menurut sejarawan Van der Chijs memiliki rasa dengki yang berkarat kepada Joncker.


Isaac adalah tipikal politisi ulung. Ketika Joncker ada di puncak kesuksesannya, ia sama sekali tak memperlihatkan sikap aslinya. Namun pasca meninggalnya Gubernur Jenderal Speelman pada 1884, mulailah Isaac kasak-kusuk dan meniupkan rumor  bahwa Joncker sedang mempersiapkan sebuah pemberontakan terhadap kekuasaan VOC dan suatu hari merencanakan akan menyerang Batavia. Ia disebutkan  memiliki ambisi membunuh semua orang Belanda di Batavia karena mereka beragama Kristen.


 “Itu jelas sebuah tuduhan yang sangat serius  di Batavia saat itu, karena akan berakibat hukuman mati,”tulis Van der Chijs dalam Kapitein Jonker.


Joncker bukan tidak mengetahui soal isu miring itu. Dari tempat tinggalnya di Marunda, ia dan kelompoknya berusaha sekuat tenaga menyangkal semua yang ditudukan kepada mereka. Dan memang secara logis, kata Van der Chijs, adalah konyol jika Joncker berniat mengobarkan pemberontakan, mengingat begitu kuatnya kedudukan VOC kala itu.


Namun pengaruh Issac de Saint Martin sudah terlalu kuat menancap di kalangan para pejabat VOC. Selain  karena adanya sentimen rasis di kalangan orang-orang Belanda, bisa jadi itu juga disebabkan oleh kekurangtahuan akan situasi politik dari Gubernur Jenderal Johannes Camphuys, yang baru saja menggantikan Gubernur Jenderal Speelman yang meninggal secara mendadak. Intrik pun semakin beringas.


Tahun 1688, VOC mulai mengawasi dan menyempitkan gerakan Joncker. Beberapa fasilitas yang didapatnya dari Speelman mulai dilucuti. Di lain pihak provokasi terus dilakukan oleh Issac de Saint Martin dan kliknya di tubuh VOC. Mungkin karena tidak kuat lagi dengan berbagai tekanan, intrik dan pengawasan, setahun kemudian Joncker dan pengikutnya terprovokasi untuk menyerang Batavia.


Penyerangan itu tentu saja memang gagal total. Selain posisi militer VOC terlalu kuat, Joncker pun melakukannya setengah hati. Kemarahan Joncker semakin mereda ketika VOC menyatakan bahwa mereka memaafkan ulah pengikut setianya itu. Beberapa hari kemudian Angkatan Perang VOC baru bereaksi. Mereka mengirimkan ratusan pasukannya lewat darat dan laut. Marunda dikepung dari tiga penjuru. Sebagai perwakilan VOC untuk bicara dengan Joncker, diutuslah Kapiten Wan Abdul Bagus alias Cik Awan, pemimpin komunitas Melayu di Batavia.


“Cik Awan dan pengikutnya bermarkas di suatu tempat yang sekarang bernama Cawang dan Kampung Melayu,” ungkap jurnalis sejarah Alwi Shahab.


Saat bernegoisasi itulah, tiba-tiba sebutir peluru dari penembak runduk VOC menghantam tubuh Joncker. Si Kapiten Maluku itu pun tewas seketika. Seiring dengan terbunuhnya Jonker, ratusan pasukan VOC secara kilat menyerbu posisi Pasukan Ambon yang sama sekali tidak sedang siap siaga. Akibatnya 130 prajurit Ambon terbantai dan mayatnya bergelimpangan di tepi Pantai Marunda.


Jasad Joncker kemudian dibawa ke Batavia. Konon kepala jagoan Pasukan Maluku itu dipenggal dan sempat dipamerkan di kawasan Kota (Nieupoort). Setelah puas, barulah jasadnya dibawa kembali ke Marunda dan dimakamkan di tepi pantai dekat Marunda, bekas tempat tinggalnya.


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Soeharto Menemukan "Tempatnya" di Barak KNIL

Soeharto Menemukan "Tempatnya" di Barak KNIL

Sebagai anak “broken home”, Soeharto pontang-panting cari pekerjaan hingga masuk KNIL. Copot seragam ketika Jepang datang dan pulang kampung dari uang hasil main kartu.
Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang turut berjuang dalam Perang Kemerdekaan dan mendirikan pasukan khusus TNI AD. Mantan atasan Soeharto ini menolak disebut pahlawan karena gelar pahlawan disalahgunakan untuk kepentingan dan pencitraan.
Melatih Andjing NICA

Melatih Andjing NICA

Martin Goede melatih para mantan interniran Belanda di kamp. Pasukannya berkembang jadi andalan Belanda dalam melawan pejuang Indonesia.
Anak Jakarta Jadi Komandan Andjing NICA

Anak Jakarta Jadi Komandan Andjing NICA

Sjoerd Albert Lapré, "anak Jakarte" yang jadi komandan kompi di Batalyon Andjing NICA. Pasukannya terdepan dalam melawan kombatan Indonesia.
bottom of page