top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Permusyawaratan Perempuan

Menjelang Konferensi Meja Bundar, para perempuan aktivis menghelat permusyawaratan. Hasilnya dikirim ke delegasi Indonesia di KMB.

Oleh :
28 Des 2017

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Permusyawaratan Wanita Seluruh Indonesia di Yogyakarta, 26 Agustus-2 September 1949. Inset: Maria Ulfah/Foto: Iwan/Historia.

BERSAMA 360 perempuan yang dipimpinnya, Nyonya Hafni Abu Hanifah bergegas ke Yogyakarta dari Jakarta. Mereka tak menghiraukan bahaya yang bakal menghadang akibat belum usainya perang. Beberapa daerah yang bakal dilalui keretapi yang mereka tumpangi masih dikuasai tentara Belanda.


Dalam perjalanan, di daerah kekuasaan tentara Belanda, mereka harus mengalami pemeriksaan. Tentara Belanda menggeledah seisi gerbong. Satu per satu anggota rombongan Nyonya Hafni menjalani interogasi.


Toh, hal itu tak meluluhkan tekad mereka untuk menghadiri dan menyukseskan acara Permusyawaratan Perempuan. Lewat acara itu, para perempuan akan menentukan sikap perjuangan baik bagi kaum mereka maupun kedaulatan negeri.


Sumbangsih Untuk Negeri


Mendengar akan dilaksanakannya Konferensi Meja Bundar (KMB), para perempuan aktivis bersemangat untuk ikut serta. Bukan dengan cara langsung ikut dalam KMB tapi dengan mengadakan Permusyawaratan Wanita Seluruh Indonesia di Yogyakarta, 26 Agustus-2 September 1949. Burdah Yusupadi, Siti Sukaptinah, dan Maria Ulfah, sesuai hasi Kongres Wanita Indonesia VII di Solo (1948), dipercaya menjadi panitia penyelenggaranya.


“Kongres yang penyelenggaraannya mendekati KMB ini menunjukkan tekad para perempuan dalam mencapai kemerdekaan nasional,” tulis Saskia Eleonora Wieringa dalam Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia.


Meski kondisi politik masih panas dan beberapa daerah masih dikuasai Belanda, 82 perwakilan organisasi perempuan dari seluruh Indonesia menghadiri acara tersebut. Perjuangan mereka untuk bisa sampai Yogya tak mudah. Sama seperti rombongan dari Jakarta, yang dikisahkan Cora Vreede-de Stuers dalam Sejarah Perempuan Indonesia, rombongan dari luar Jawa, yang datang menggunakan moda transportasi laut, juga mengalami penggeledahan, interogasi, dan lain-lain.


Adanya tekanan Belanda tak membuat pertemuan itu batal. Kerjasama erat panitia dan peserta justru membuat acara berjalan lancar.


Dalam acara itu, masing-masing perwakilan membacakan laporan. Laporan antara lain berisi tentang pembunuhan pegawai-pegawai PMI dan pengungsi di Solo. Ada pula laporan tentang pembunuhan terhadap 4.000 orang di Sulawesi Selatan, lalu laporan peristiwa penembakan Gunung Sumping terhadap perempuan dan anak-anak di Pasar Kembang, Solo.


Laporan-laporan itu sontak membuat para peserta memprotes keras perbuatan-perbuatan kejam yang dilakukan tentara Belanda. Mereka menuntut hukuman setimpal bagi pelakunya.


Tuntutan itu menjadi satu dari sekian tuntutan hukum yang didiskusikan dan dibuat dalam Permusyawaratan itu. Buku terbitan Kowani, Sejarah Setengah Abad Kesatuan Pergerakan Wanita, menyebutkan tuntutan-tuntutan yang mereka ajukan meliputi persamaan kedudukan di bidang hukum dan pemerintahan bagi tiap warga negara, adanya hak atas pekerjaan dan penghidupan layak bagi kemanusiaan untuk tiap warga negara, adanya peraturan dalam undang-undang kerja di RIS yang melindungi pekerja khususnya perempuan pekerja.


Pada hari kelima, 30 Agustus 1949, Permusyawaratan membuat resolusi. Selain berisi tuntutan kemerdekaan penuh dan tidak bersyarat bagi Indonesia di tahun itu juga, lewat resolusi itu para perempuan menuntut dibebaskannya para tawanan akibat perjuangan kemerdekaan, dan mendukung resolusi Kongres Pemuda Indonesia tentang penarikan tentara Belanda sebelum pengakuan kedaulatan dan mengakui hanya satu bendera, merah-putih, dan lagu “Indonesia Raya”.


Permusyawaratan juga membentuk Badan Kontak yang terdiri dari 19 organisasi. Badan kontak yang diketuai Maria Ulfah itu menyepakati tujuan perjuangan perempuan Indonesia dalam Kowani adalah mewujudkan kemerdekaan penuh bagi seluruh Indonesia.


Setelah menyalin, panitia mengirim tuntutan-tuntutan maupun resolusi hasil Permusyawaratan ke pers, berbagai organisasi gerakan perempuan seluruh dunia, dan delegasi BFO maupun Republik Indonesia untuk diperjuangkan di KMB.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
Prajurit Keraton Ikut PKI

Prajurit Keraton Ikut PKI

Dua anggota legiun Mangkunegaran ikut serta gerakan anti-Belanda. Berujung pembuangan.
Dewi Sukarno Setelah G30S

Dewi Sukarno Setelah G30S

Dua pekan pasca-G30S, Dewi Sukarno sempat menjamu istri Jenderal Ahmad Yani. Istri Jepang Sukarno itu kagum pada keteguhan hati janda Pahlawan Revolusi itu.
bottom of page