top of page

Sejarah Indonesia

Pertukaran Pelajar Antara Sriwijaya Dan Nalanda

Pertukaran Pelajar antara Sriwijaya dan Nalanda

Kerajaan Sriwijaya dan Nalanda di India membangun hubungan lewat pendidikan. Keduanya saling mengirimkan pelajarnya.

7 Agustus 2017

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Dr. Hassan Wirajuda, mantan menteri luar negeri, sebagai pembicara dalam acara Reviving the Sriwijaya-Nalanda Civilization Trail di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Senayan, Jakarta, 8 Agustus 2017. (Nugroho Sejati/Historia.id).

Sebelas abad lalu, Sriwijaya dan Nalanda membangun hubungan diplomasi budaya yang saling menguntungkan. Nalanda dikenal sebagai universitas kuno dan kota kuno di India. Ia pernah menjadi pusat pendidikan agama Budha dari tahun 427-1197 M di bawah Kerajaan Pala.


“Di masanya ada hubungan langsung antara Sriwijaya dan Nalanda. Penting untuk diketahui, bahwa sebelum zaman modern, bangsa Indonesia sudah terhubung dalam hal yang sangat penting, yaitu pikiran,” kata Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI, dalam sambutannya di seminar “Reviving the Sriwijaya-Nalanda Civilization Trail,” di Gedung Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Selasa, 8 Agustus 2017.


Mantan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda mengatakan bahwa hubungan Sriwijaya-Nalanda lewat pendidikan, khususnya pertukaran pelajar, terbukti ampuh membangun hubungan antarbangsa. “Karena pada akhirnya hubungan people to people penting meningkatkan hubungan antar dua negara,” katanya dalam pidato sebagai pembicara kunci.


Menurut Hassan, Sriwijaya menampilkan diri tidak hanya sebagai pemberi, tapi juga penerima. Kerajaan itu mengirimkan Pangeran Dharmakirti untuk belajar di Nalanda. Di sisi lain, Sriwijaya juga menerima seorang lulusan Nalanda, Atisha Dipankara untuk melanjutkan studi Budhisme di Sriwijaya.


“Atisha pernah berkata, tidak lengkap belajar Budhisme jika tidak pergi ke Sriwijaya,” ujar Hassan.


Padahal, kata Hassan, Atisha bukan tokoh sembarangan. Tokoh besar dalam filsafat Budha dan spiritual itu berpengaruh tidak hanya di India, tapi juga sampai ke Tibet. Saking berpengaruhnya, Atisha sampai dibujuk empat kali oleh raja Tibet untuk datang ke negaranya. Setelah tiga kali menolak datang, dia pun setuju dan menjadi tokoh pembaru Buddhisme di Tibet. “Dan dia alumni Sriwijaya,” kata anggota Nalanda International Advisory Panel itu.


Pelajaran lainnya, kata Hassan, Sriwijaya sangat royal memberikan bantuan kepada kerajaan asing. Sriwijaya menyumbangkan sebuah bangunan biara kepada Nalanda. “Saya bayangkan ini seperti satu unit kesatuan lengkap. Isinya asrama mahasiswa, asrama profesor, perpustakaan, dan sebagainya,” terangnya.


Universitas kuno itu, kata Hassan, memiliki 10.000 pelajar dan 3.000 pengajar. “Di dunia sekarang ini, mungkin adanya hanya di Cambridge dan Oxford,” ujar Hassan.


Bukan hanya bangunan biara, Sriwijaya juga berhasil memperoleh konsesi tanah dari raja setempat yang disumbangkan kembali untuk perawatan biara dan beasiswa.


“Sriwijaya, nenek moyang kita telah mengajarkan agar kita lebih banyak memberi,” kata Hassan.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Seputar Karnak, Kuil Paling Penting di Afrika Utara

Seputar Karnak, Kuil Paling Penting di Afrika Utara

Sudah sejak 150 tahun para arkeolog meneliti Karnak. Akan tetapi asal-usul dan evolusi kompleks kuil dari Peradaban Mesir Kuno itu baru terungkap belum lama ini.
Jalan Panjang Memulangkan Fosil "Manusia Jawa"

Jalan Panjang Memulangkan Fosil "Manusia Jawa"

Akhirnya Belanda serahkan koleksi Dubois. Tidak hanya fosil “Manusia Jawa” tapi juga 28 ribu temuan lain selama Dubois mengeksplorasi Sumatera hingga Jawa.
Ketika Ibukota Khmer Diserbu dan Dijarah Ayutthaya

Ketika Ibukota Khmer Diserbu dan Dijarah Ayutthaya

Konflik antara Kamboja dan Thailand punya sejarah panjang sejak era Khmer dan Ayutthaya yang berimbas pada kejatuhan Angkor.
Candi Preah Vihear dalam Pusaran Sengketa

Candi Preah Vihear dalam Pusaran Sengketa

Riwayat candi yang lebih tua dari Angkor Wat dan sezaman dengan Candi Borobudur. Sudah jadi situs warisan dunia namun melulu dipersengketakan Kamboja dan Thailand.
200 Tahun Perang Jawa: Nama Diponegoro Bakal Terus Hidup

200 Tahun Perang Jawa: Nama Diponegoro Bakal Terus Hidup

Setelah 200 tahun berlalu, Perang Jawa diperingati di Perpusnas RI dalam Pameran 200 Tahun Perang Jawa. Selain tulisan, pelana kuda dan keris Diponegoro turut dipamerkan.
bottom of page