top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Riwayat Sawo Kecik Pengikut Diponegoro

Para pengikut Diponegoro saling mengenali melalui kode khusus, sawo kecik. Mengandung makna filosofis yang berakar di dalam budaya Jawa.

Oleh :
15 Apr 2015

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Gambar sawo kecik (manikara kauki) dari buku Hortus Indicus Malabaricus karangan Hendrik Adriaan van Rheede tot Drakenstein, 1683. (Missouri Botanical Garden, St. Louis, USA).

  • Aryono
  • 15 Apr 2015
  • 2 menit membaca

SETELAH Diponegoro ditangkap pada 28 Maret 1830, yang menandai berakhirnya Perang Jawa (1825-1830), pasukannya bercerai-berai. Untuk mengenali satu sama lain, mereka membuat kode khusus: menanam sawo kecik di kanan-kiri rumah mereka. Selain sawo kecik, ada juga yang menanam kemuning dan kepel atau burahol.


“Mereka hingga hari ini masih merasa pengikut Diponegoro. Sawo kecik, menurut mereka,  merupakan representasi sang pangeran. Sebab, pohon sawo kecik dulu sangat banyak di Tegalrejo,” ujar FX Domini BB Hera, kerap dipanggil Sisco, keturunan eks pasukan Diponegoro yang menyingkir ke Ngantang, perbatasan Blitar-Kediri, kepada Historia.


Bukan hanya sebagai kode rahasia, lanjut Sisco yang sedang menempuh pendidikan master ilmu sejarah di UGM, para pengikut Diponegoro mempercayai sawo kecik akan mendatangkan kebaikan bagi penanamnya.


Bagi orang Jawa, sawo kecik memiliki arti sarwa becik atau serba baik. Keraton-keraton pecahan Kerajaan Mataram, seperti Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta, menanam sawo kecik. Kedudukannya sejajar dengan pohon beringin, asam, dan gayam. Pakubuwana X (memerintah 1893-1939) menanam 76 sawo kecik di lingkungan Kasunanan Surakarta. Sawo kecik juga banyak ditemukan di Kesultanan Yogyakarta.


Pada masa revolusi kemerdekaan, pohon sawo kecik di belakang keraton Yogyakarta menjadi tempat berkumpul para pejuang. Menurut Hardi, salah satu tokoh Partai Nasional Indonesia dan pernah menjabat wakil perdana menteri I, jika hendak melapor Sultan Hamengkubuwana IX di keraton, para pejuang menyamar sebagai abdi dalem dengan berpakaian Jawa, lalu berkumpul di bawah pohon sawo kecik di belakang keraton.


“Jika suasana dianggap aman dari incaran intelijen Belanda, baru kami buru-buru masuk keraton,” kata Hardi dalam Api Nasionalisme: Cuplikan Pengalaman.


Sawo kecik memiliki kisah sendiri jelang kematian Sultan Hamengkubuwana IX. Pada 30 September 1988, keraton Yogyakarta kedatangan Kanselir Jerman Barat, Helmut Kohl. Dua putra sultan, Hadiwinoto dan Joyokusumo, bersama Poeroeboyo, kakak Sultan Hamengkubuwono IX, menerima tamu itu mewakili sultan yang sedang berobat ke Amerika Serikat.


Ketika Helmut Kohl sedang melihat koleksi keraton, tiba-tiba datang beberapa ekor burung gagak dan hinggap di pohon sawo kecik di halaman keraton. “Burung gagak itu nganeh-anehi. Biasanya kalau demikian, akan terjadi sesuatu,” kata Hadiwinoto dalam Sri Sultan, Hari-hari Hamengku Buwono IX.


Menurut kepercayaan orang Jawa, jika di sekitar rumah kedatangan gagak, burung pemakan bangkai, tidak lama lagi akan ada orang yang meninggal. Benar saja, Sultan Hamengkubuwono IX mangkat di rumah sakit George Washington University, Amerika serikat, pada 3 Oktober 1988.


Selain bermakna filosofis, pohon sawo kecik juga bernilai guna tinggi. Para empu sering membuat pegangan keris dari kayu sawo kecik karena keras, tak mudah retak, berwarna merah kecoklatan, dan seratnya halus.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Persekutuan Tuan Rondahaim dan Sisingamangaraja

Persekutuan Tuan Rondahaim dan Sisingamangaraja

Tuan Rondahaim dan Sisingamangaraja bersekutu melawan Belanda. Keduanya telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
Pengusaha Hiburan Malam Naik Haji

Pengusaha Hiburan Malam Naik Haji

Pengusaha hiburan malam yang mengorbitkan banyak penyanyi beken ini mengalami kejadian aneh saat menunaikan ibadah haji.
Biarkan Batin Melayang

Biarkan Batin Melayang

Zaman berubah. Kekuasaan berganti. Namun, S.K. Trimurti mampu melewatinya tanpa membuatnya tersingkir dari sejarah.
Banjir Besar di Jakarta

Banjir Besar di Jakarta

Banjir besar yang melanda Jakarta merendam kawasan Monas. Rencana Presiden Soeharto dan Ibu Tien meninjau diorama Supersemar di museum Monas terpaksa dibatalkan.
Kisah Prajurit Doyan Kawin

Kisah Prajurit Doyan Kawin

Poligami dipraktikkan oknum tentara sejak dulu. Ada yang dapat hukuman karenanya.
bottom of page