top of page

Sejarah Indonesia

Saksi Bisu Kerusuhan Mei 1998 Di Glodok

Saksi Bisu Kerusuhan Mei 1998 di Glodok

Menelusuri kawasan yang paling mencekam saat peristiwa kerusuhan Mei 1998. Walau sudah 24 tahun berlalu kawasan itu tak juga bangkit.

29 Mei 2021

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Sebuah Transjakarta melintas di depan gedung yang terbengkalai di Jalan Pintu Besar Selatan Glodok. (Fernando Randy/Historia.id).

Indonesia layaknya negara berkembang lainnya mengalami banyak gejolak dalam setiap perjalanannya. Gejolak yang sangat membekas dalam ingatan adalah kekerasan terorganisir pada 13—15 Mei 1998. Kekerasan ini membuat suasana berbagai sudut kota Jakarta mencekam. Kekerasan ini puncak dari peristiwa penembakan mahasiswa Universitas Trisakti kala itu.


Seorang warga melintas ditengah kawasan pertokoan sekitar Glodok. Tampak sebelah kanan deretan toko yang sudah tutup. (Fernando Randy/Historia.id).
Seorang warga melintas ditengah kawasan pertokoan sekitar Glodok. Tampak sebelah kanan deretan toko yang sudah tutup. (Fernando Randy/Historia.id).
Tampak bangunan yang sudah tak berpenghuni dikawasan Glodok sudah dipenuhi oleh pepohonan. (Fernando Randy/Historia.id).
Tampak bangunan yang sudah tak berpenghuni dikawasan Glodok sudah dipenuhi oleh pepohonan. (Fernando Randy/Historia.id).

Kekerasan ini terutama sekali menyasar etnis Tionghoa. Toko-toko mereka dijarah hingga tak bersisa. Salah satu daerah yang mengalaminya adalah Glodok, Jakarta Barat.Kawasan ini penuh dengan berbagai toko milik etnis Tionghoa. Maklum karena memang pada masa lalu Glodok merupakan salah satu kawasan Pecinan terbesar di Batavia. Pada hari-hari berdarah itu, ribuan warga menyerbu Glodok untuk menjarah berbagai barang, dari komputer hingga kulkas.


Salah satu bangunan yang terbengkalai di sekitar Glodok. (Fernando Randy/Historia.id).
Salah satu bangunan yang terbengkalai di sekitar Glodok. (Fernando Randy/Historia.id).
Wi Sen, salah satu pemilik toko pipa air yang kini sepi pembeli di kawasan sekitar Pintu Besar Selatan Glodok. (Fernando Randy/Historia.id).
Wi Sen, salah satu pemilik toko pipa air yang kini sepi pembeli di kawasan sekitar Pintu Besar Selatan Glodok. (Fernando Randy/Historia.id).
Berbagai bangunan yang sudah tak terpakai dikawasan sekitar Glodok. (Fernando Randy/Historia.id).
Berbagai bangunan yang sudah tak terpakai dikawasan sekitar Glodok. (Fernando Randy/Historia.id).

Peristiwa itu sudah 23 tahun berlalu. Tapi sisa-sisa ingatan kelamnya masih tampak. Bila berjalan di sekitar Pintu Besar Selatan, akan sangat terasa bagaimana kerusuhan ini bukan hanya merenggut harta benda mereka tapi juga trauma yang tidak bisa hilang.


“Saya masih Sekolah Dasar. Seingat saya, toko saya tidak dijarah, karena mungkin hanya jual pipa air,” ujar A Ling (31), anak salah satu pemilik toko di Pintu Besar Selatan. Tapi tokonya tetap rusak karena penimpukan batu oleh massa tak dikenal.


A Ling salah satu saksi kerusuhan Mei 1998 di Glodok. (Fernando Randy/Historia.id).
A Ling salah satu saksi kerusuhan Mei 1998 di Glodok. (Fernando Randy/Historia.id).
Salah satu bangunan yang terbengkalai di sekitar Glodok. (Fernando Randy/Historia.id).
Salah satu bangunan yang terbengkalai di sekitar Glodok. (Fernando Randy/Historia.id).
Salah satu bangunan yang terbengkalai di sekitar Glodok. (Fernando Randy/Historia.id).
Salah satu bangunan yang terbengkalai di sekitar Glodok. (Fernando Randy/Historia.id).
Wi Sen salah satu pemilik toko di kawasan Pintu Besar Selatan. (Fernando Randy/Historia.id).
Wi Sen salah satu pemilik toko di kawasan Pintu Besar Selatan. (Fernando Randy/Historia.id).
Salah satu bangunan yang sudah tak berpenghuni di sekitar jalan Pintu Besar Selatan. (Fernando Randy/Historia.id).
Salah satu bangunan yang sudah tak berpenghuni di sekitar jalan Pintu Besar Selatan. (Fernando Randy/Historia.id).

A Ling ingat toko tetangganya bernasib lebih nahas. “Yang dijarah ini toko di samping toko saya. Toko kaca. Tapi sekarang lagi tutup,” lanjut A Ling. Ada dua toko lagi di sampingnya. Tapi sudah tutup permanen.“Sudah lama ditinggalkan pemiliknya,” lanjutnya.


Sementara itu, Hendra (35), salah seorang penyewa gedung di kawasan itu, mengatakan bahwa ada dua versi soal berbagai toko di sini. Ada yang dijarah, ada pula yang memang sudah dimakan usia. “Ya, bangunan tua dan juga faktor kerusuhan Mei 1998 itu. Mungkin tidak buka lagi karena takut terjadi lagi. Tapi yang pasti di sini mencekam sekali,” katanya.


Sebuah baju digantung di pintu teralis besi gedung yang tebengkalai dan sebuah Transjakarta yang melaju di jalan Pintu Besar Selatan. (Fernando Randy/Historia.id).
Sebuah baju digantung di pintu teralis besi gedung yang tebengkalai dan sebuah Transjakarta yang melaju di jalan Pintu Besar Selatan. (Fernando Randy/Historia.id).
Hartadhi ojek sepada yang menjadi saksi hidup kerusuhan Mei 1998 di Glodok dan suasana kawasan Pintu Besar Selatan. (Fernando Randy/Historia.id).
Hartadhi ojek sepada yang menjadi saksi hidup kerusuhan Mei 1998 di Glodok dan suasana kawasan Pintu Besar Selatan. (Fernando Randy/Historia.id).

Saat menelusuri kembali kawasan Pintu Besar Selatan, terlihat banyak sekali bangunan terbengkalai. Ada yang tergembok rapat, ada pula yang dibiarkan kosong. Mereka seakan ingin mengubur ingatan akan peristiwa kelam itu dalam-dalam. Salah satu bukti bahwa trauma tersebut tidak pernah sembuh dari warga etnis Tionghoa adalah mereka beramai-ramai memasang teralis besi di setiap jendela rumah dan tokonya untuk perlindungan diri.


Teralis besi yang dipasang hampir di seluruh toko kawasan Glodok dan Kusdiono salah satu satpam di kawasan itu. (Fernando Randy/Historia.id).
Teralis besi yang dipasang hampir di seluruh toko kawasan Glodok dan Kusdiono salah satu satpam di kawasan itu. (Fernando Randy/Historia.id).
Suasana kawasan Pintu Besar Selatan Glodok menjelang malam. (Fernando Randy/Historia.id).
Suasana kawasan Pintu Besar Selatan Glodok menjelang malam. (Fernando Randy/Historia.id).
Heri, pedagang nasi goreng di kawasan pertokoan Glodok. (Fernando Randy/Historia.id).
Heri, pedagang nasi goreng di kawasan pertokoan Glodok. (Fernando Randy/Historia.id).

Ketika memasuki malam,situasi kelam kian terasa di sepanjang lorong itu. Tembok yang retak, suasana sunyi, dan bangunan tak berpenghuni. Itu semua tentu saja akan tetap menjadi saksi bisu peristiwa kekerasan berdarah terorganisir pada Mei 1998 sekaligus menjadi pengingat bahwa peristiwa yang memakan korban hampir ribuan orang tersebut tentu saja tidak boleh terulang kembali di negeri ini.


Salah satu bangunan yang terbengkalai di sekitar Glodok. (Fernando Randy/Historia.id).
Salah satu bangunan yang terbengkalai di sekitar Glodok. (Fernando Randy/Historia.id).
Salah satu bangunan yang terbengkalai di sekitar Glodok. (Fernando Randy/Historia.id).
Salah satu bangunan yang terbengkalai di sekitar Glodok. (Fernando Randy/Historia.id).
Suasana sunyi kawasan Glodok di malam hari. (Fernando Randy/Historia.id).
Suasana sunyi kawasan Glodok di malam hari. (Fernando Randy/Historia.id).

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
Banjir Aceh dan Tapanuli Tempo Dulu

Banjir Aceh dan Tapanuli Tempo Dulu

Sumatra Utara dan Aceh dulu juga pernah dilanda banjir parah. Penyebabnya sama-sama penebangan hutan.
S.K. Trimurti di Tengah Tokoh Kiri

S.K. Trimurti di Tengah Tokoh Kiri

Sikap politik S.K. Trimurti bersinggungan dengan tiga tokoh kiri terkemuka Republik: Tan Malaka, Amir Sjarifoeddin, dan Musso.
Bukan Sekadar Gaya Hidup

Bukan Sekadar Gaya Hidup

Jaringan gas untuk rumah tangga sudah tersambung di beberapa kota di Indonesia. Umumnya dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memasak. Dulu jaringan gas hanya menjangkau orang-orang kaya. Kini, siapa saja bisa memanfaatkannya.
Niatnya Membuka Jalur Rempah, Pelaut Belanda Nyasar ke Pulau Paskah

Niatnya Membuka Jalur Rempah, Pelaut Belanda Nyasar ke Pulau Paskah

Menguak misteri patung-patung raksasa di Pulau Paskah. Pertamakali diamati seorang pelaut Belanda secara tak sengaja ketika hendak membuka jalur rempah.
bottom of page