top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Sebelum Satar Dieksekusi

Satar memimpin penculikan Jenderal S Parman. Karenanya dia dihukum mati.

2 Okt 2023

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Adegan Jend. Parman saat menemui gerombolan penculik yang dipimpin Satar (Tangkapan layar Film "Pengkhianatan G30S/PKI")

Meski hanya seorang bekas sersan mayor (Serma), di dalam Penjara Cipinang Satar menjadi pemuka blok ekstrim kiri. Padahal di blok itu ada bekas menteri dan seorang kolonel yang dulu menjadi atasannya. Satar di Cipinang karena keterlibatannya dalam Gerakan 30 September 1965. Satar terlibat dalam penculikan para jenderal.


Satar bin Atmodimedjo lahir di Jatiguni, Malang, sekitar 1931. Prajurit Angkatan Darat itu merupakan komandan Peleton II Kompi C Batalyon Kawal Kehormatan I Resimen Tjakrabirawa, pasukan pengawal Presiden Sukarno. Komanda batalyonnya adalah Letnan Kolonel Untung.



Buku Gerakan 30 September di Hadapan Mahmillub 2 di Jakarta: Perkara Untung  menyebut, Satar tinggal di Asrama Tjakrabirawa Tanah Abang II, Jakarta. Sebagai seorang bawahan, Serma Satar tak tahu suhu politik nasional, apalagi intrik di dalamnya, terik pada 1965. Dia hanya tahu jiwa-raganya dipertaruhkan untuk keselamatan presiden. Sewaktu ada kabar dari atasannya bahwa akan ada kudeta oleh Dewan Jenderal, Satar percaya saja. Atasan Satar, seperti Letnan Kolonel Untung, meyakini bahwa Dewan Jenderal (para petinggi Angkatan Darat) akan melakukan kudeta kepada Presiden Sukarno pada 5 Oktober 1965.


Maka ketika ada perintah untuk menculik para jenderal demi menyelamatkan presiden dari kudeta Dewan Jenderal, Satar dan rekan-rekannya di Tjakrabirawa atau pasukan lain yang dilibatkan hanya mengikuti perintah atasan semata. Dia berkeyakinan bahwa dirinya dan juga rekannya di dalam penculikan itu hanyalah ingin menyelamatkan presiden RI dari kudeta.



“Pasukan yang bertugas menculik Mayor Jenderal S. Parman dipimpin oleh Sersan Mayor Satar, terdiri dari satu regu dari resimen Cakrabirawa yang diperbantukan pada Satar dan satu peleton dari Batalyon 530 yang dipimpin oleh Sersan Mayor Paat,” catat Sutrisno dalam Letnan Jenderal Anumerta Siswondo Parman.


Untuk tugas itu, menurut buku Kesaksian tapol Orde Baru: Guru, Seniman, dan Prajurit Tjakra, Satar mendapat pangkat Letnan Dua lokal. Pasukannya merupakan bagian dari Pasopati, pasukan dalam G30S yang bertugas menculik para jenderal untuk dihadapkan kepada Presiden Sukarno. Komandan Pasopati adalah Lettu Dul Arief.


“Sebelum pasukan-pasukan itu diberangkatkan, Dul Arief memperingatkan kembali bahwa jenderal-jenderal yang akan diculik itu adalah tokoh-tokoh dari Dewan Jenderal yang akan melakukan kup terhadap presiden. Oleh karena itu mereka harus dibawah, hidup atau mati,” tulis Dinas Sejarah Kodam Jaya dalam Kodam V/Jaya, Pengawal-Penyelamat Ibukota Republik Indonesia.


Mayor Jenderal Siswondo Parman adalah Asisten I Menteri/Panglima AD yang menangani bidang intelijen. Rumahnya berada di Menteng. Parman termasuk jenderal yang dibawa hidup-hidup ke Lubang Buaya, Jakarta Timur. Nyawa Parman berakhir di tempat itu.



“Parman ditembak pada bagian punggung oleh Prajurit Satu Athanasius Buang, berdasarkan perintah Sersan Dua Sulaiman, yang memimpin penyerbuan ke rumah Suprapto,” catat Ruth McVey dan Ben Anderson dalam Kudeta 1 Oktober 1965: Sebuah Analisis Awal.


Para jenderal itu terbunuh pada 1 Oktober 1965. Tak sampai seminggu kemudian, Satar pun ditahan. Tapi Satar baru diadili sekitar 1969 dan dijatuhi hukuman mati. Namun eksekusi matinya tak disegerakan.


Masa-masa menunggu eksekusi itu dijalani Satar dkk. di Penjara Cipinang. Ketegangan yang muncul dalam penantian itu tentu harus diobati dengan ketenangan yang caranya mesti dicari sendiri-sendiri oleh para tahanan, termasuk Satar. Dalam hal ini, Satar yang pada 1966 tercatat beragama Islam, mencari dan mendapatkan ketenangan jiwa lewat pindah agama. Dia menjadi Kristiani. Menjelang eksekusinya, namanya sudah menjadi Paulus Satar Suryanto.



“Kan memang pada waktu itu yang memperhatikan mereka itu misionaris, kan. Kelompok-kelompok persekutuan gereja, pelayanan gereja. Kelompok Islam membenci mereka, kan gak ada satu pun yang mendekat,” kata Fauzi Isman, tahanan politik kasus Talangsari.


Satar dan beberapa kawannya akhirnya dijemput dari sel sekitar 15 Februari 1990. Setelah 20 tahun-an menanti, dia pergi sebagai pengikut Kristus.


Rekannya yang menembak Jenderal Parman, Athanasius Buang, menyusul kemudian sekitar September 1989. Namun tak seperti Satar, Buang ditemukan meninggal dunia dan penyebab kematiannya misterius.


Kendati tak ada perintah tertulis, September dijadikan bulan “pembersihan” para tapol. Bila tak dieksekusi mati, biasanya mereka diintimidasi lebih dari bulan-bulan lain semisal lewat pemindahan tempat tahanan ke tempat yang lebih buruk.


“Mereka tegang biasanya menjelang 30 September karena kebiasaan dulu, Soeharto eksekusi,” aku Fauzi.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang turut berjuang dalam Perang Kemerdekaan dan mendirikan pasukan khusus TNI AD. Mantan atasan Soeharto ini menolak disebut pahlawan karena gelar pahlawan disalahgunakan untuk kepentingan dan pencitraan.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
Prajurit Keraton Ikut PKI

Prajurit Keraton Ikut PKI

Dua anggota legiun Mangkunegaran ikut serta gerakan anti-Belanda. Berujung pembuangan.
bottom of page