top of page

Sejarah Indonesia

Si Bung Dan Para

Si Bung dan Para Burung

Sukarno tak akan membiarkan seekor burung terpenjara dalam sebuah sangkar.

Oleh :
21 Januari 2018

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Ilustrasi Sukarno melepaskan burung. (Gun Gun Gunadi/Historia.ID).

PRESIDEN Sukarno dikenal sebagai penyayang binatang, terutama burung. Ia paling tidak suka melihat burung terkurung dalam sangkar. Soal ini diketahui kalangan terdekatnya saja. Namun, banyak orang menyangka Sukarno, sebagai keturunan Jawa, tidak lepas dari hobi memelihara burung.


Suatu hari datanglah dua lelaki Maluku ke Istana Negara. Mereka ayah dan anak. Kepada para pengawal presiden, mereka mengatakan ingin mempersembahkan seekor burung nuri raja yang indah kepada presiden.


Bagaimana respons Sukarno? Bambang Widjanarko, ajudan Sukarno, mengisahkannya dalam Sewindu Dekat Bung Karno.


Alih-alih menolak, Sukarno menyambut tamunya dengan ramah. Ia menanyakan keluarga, perjalanan, dan kondisi daerah asal mereka. Diajaknya pula tamunya menikmati minum teh dengan kue. Setelah banyak bercerita, barulah Sukarno menanyakan soal burung nuri raja yang dibawa tamunya.


“Jadi Bapak mau menghadiahkan burung ini kepada saya? Jika ya, saya boleh berbuat apa saja terhadap burung ini, bukan?” ujar Sukarno.


“Ya Pak, tentu saja. Terserah Bapak mau diapakan burung ini,” jawab salah seorang tamu itu.


“Nah kalau begitu, ikutlah saya,” ujar Sukarno sambil menuruni tangga Istana dan berdiri di pinggir taman.


Sambil menoleh kepada si bapak itu, Sukarno lantas memerintahkan seorang pengawalnya untuk melepaskan burung yang indah itu ke alam bebas. Menyaksikan pemandangan tersebut, kedua tamu dari Maluku itu hanya bisa melongo.


“Pak, burung ini akan jauh lebih senang bila ia lepas bebas dapat terbang ke manapun. Biarkan ia merdeka, seperti kita pun ingin merdeka selama-lamanya,” kata Sukarno.


Masalah burung bagi Sukarno tak bisa dikompromikan. Siapapun yang memasung kebebasan burung, jika ia tahu, pasti akan ia suruh melepaskannya. Hal ini juga pernah dialami Letnan Satu C.H. Sriyono, anggota Detasemen Pengamanan Chusus (DPC) Tjakrabirawa dari Corps Polisi Militer (CPM).


Ceritanya, saat bertugas di Istana Tampaksiring, Sriyono membeli seekor jalak bali. Supaya tidak ketahuan Sukarno, ia memasukan jalak bali itu ke salah satu kantong celananya. Namun tetap saja ketahuan.


“Itu apa yang ada dalam saku celana kamu? Kok gerak-gerak?” tanya presiden.


“Siap! Burung, Pak!”


“Lepaskan!”


“Siap!”


Jalak bali pun bebas, terbang tinggi, meninggalkan pembelinya yang gondok luar biasa.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Tuan Rondahaim Pahlawan Nasional dari Simalungun

Tuan Rondahaim Pahlawan Nasional dari Simalungun

Tuan Rondahaim dikenal dengan julukan Napoleon dari Batak. Menyalakan perlawanan terhadap penjajahan Belanda di tanah Simalungun.
Antara Raja Gowa dengan Portugis

Antara Raja Gowa dengan Portugis

Sebagai musuh Belanda, Gowa bersekutu dengan Portugis menghadapi Belanda.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Dewi Sukarno Setelah G30S

Dewi Sukarno Setelah G30S

Dua pekan pasca-G30S, Dewi Sukarno sempat menjamu istri Jenderal Ahmad Yani. Istri Jepang Sukarno itu kagum pada keteguhan hati janda Pahlawan Revolusi itu.
bottom of page