top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Sukarno Melepaskan Burungnya

Sukarno menyayangi binatang. Tak tega melihat burung dalam sangkar.

6 Jun 2015

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Sukarno dan putranya, Guntur yang sedang memegang anjing, mengunjungi Gubernur Jenderal Massey di Kanada, Juni 1956. (KITLV).

SUKARNO lahir pada 6 Juni 1901 di Surabaya, di bawah bintang Gemini. Lambang anak kembar ini, bagi Sukarno, mencerminkan dua sisi karakternya: lembut dan keras.


“Aku seorang yang suka memaafkan, akan tetapi aku pun seorang yang keras kepala,” kata Sukarno dalam otobiografi Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya Cindy Adams. “Aku menjebloskan musuh-musuh negara ke balik jeruji penjara, namun aku tidak tega membiarkan burung terkurung di dalam sangkar.”


Hal itu karena Raden Sukemi Sosrodiharjo, mengajari anaknya, Sukarno, untuk menyayangi binatang. Dia pernah memarahi, bahkan memukul pantat Sukarno kecil pakai rotan, karena menjatuhkan sarang burung. “Kukira aku sudah mengajarimu agar menyayangi binatang,” bentak Raden Sukemi.


“Masih ingatkah kau arti kata-kata: Tat Twan Asi, Tat Twan Asi?” Raden Sukemi menjawab sendiri. “Artinya: ‘Dia adalah aku dan aku adalah dia; engkah adalah aku dan aku adalah engkau’. Dan apakah tidak kuajarkan kepadamu bahwa ini memiliki arti khusus?” Tat Twan Asi adalah ajaran Hindu tentang kesusilaan tanpa batas.


“Ya, Pak. Maksudnya, Tuhan berada di diri kita semua,” jawab Sukarno.


Raden Sukemi bertanya lagi, “Bukankah engkau sudah diperintahkan untuk melindungi makhluk Tuhan? Dan coba katakan padaku apa sebenarnya burung dan telur itu?”

“Mereka adalah ciptaan Tuhan,” jawab Sukarno.


Menurut Guntur Sukarnoputra, ayahnya adalah orang yang halus perasaannya. Cinta dan sayangnya pada binatang-binatang bisa dijadikan bukti. “Sewaktu di kompleks Istana ada seekor burung yang dikurung, Bung Karno marah besar kepada pengawal. Kemudian burung itu dilepaskan. Kepada seekor nyamuk pun Bung Karno tidak pernah tega membunuhnya. Nyamuk-nyamuk itu cukup dihalaunya saja keluar dari kelambunya,” kata Guntur dalam Wartawan Bertanya, Guntur Sukarno Menjawab.


Sewaktu menjalani pembuangan di Bengkulu, Sukarno membeli 50 ekor burung gelatik dengan harga sangat murah, dan sepasang burung barau-barau atau cucakrawa. Dia beli sangkar yang besar. Dengan memelihara burung, kata Sukarno, “aku mencoba mengalihkan pikiran dari persoalan pribadi.” Namun, malah membuatnya tidak tenang. “Aku harus melepaskan hewan-hewan ini. Aku tidak tega melihat sesuatu dikurung dalam sangkar,” kata Sukarno.


Tak hanya melepaskan burung dari sangkar, Sukarno juga melepaskan monyet dan kanguru. “Pernah di Sumatra aku diberi seekor monyet. Hewan itu diikat dengan rantai. Aku tidak tahan melihatnya. Aku lepaskan monyet itu kedalam hutan. Ketika Irian Barat dikembalikan kedalam kekuasaan kami, aku mendapat hadiah seekor kanguru. Hewan itu dikerangkeng. Kuminta agar dia dibawa ke tempat asalnya dan dilepaskan,” katanya.  


Selain melepaskannya, Sukarno juga menunjukkan kesayangannya terhadap binatang dengan cara memeliharanya. Dia pernah memelihara anjing, kucing, dan rusa di Istana Bogor, yang semula hanya sembilan rusa jantan dan 48 betina.


“Aku menyayangi mereka, memberi mereka pisang dari tanganku dan mereka berbiak,” kata Sukarno. “Adakah presiden lain yang memiliki 700 ekor rusa yang lepas berkeliaran di halaman rumputnya? Hewan-hewan ini sekarang menjadi bagian dari keluarga kami.”


Ternyata, kata Guntur, ajaran bapaknya di kala Sukarno kecil untuk menghafal dan menghayati Tat Twam Asi sampai beliau mempunyai anak, belum juga luntur. Dan ajaran ini pun diajarkannya kepada Guntur dan adik-adiknya. “Kalau aku sampai ketahuan menembak binatang, uh, jangan tanya Bapak akan marah setinggi langit,” kata Guntur.*


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang turut berjuang dalam Perang Kemerdekaan dan mendirikan pasukan khusus TNI AD. Mantan atasan Soeharto ini menolak disebut pahlawan karena gelar pahlawan disalahgunakan untuk kepentingan dan pencitraan.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
Prajurit Keraton Ikut PKI

Prajurit Keraton Ikut PKI

Dua anggota legiun Mangkunegaran ikut serta gerakan anti-Belanda. Berujung pembuangan.
bottom of page