top of page

Sejarah Indonesia

Tentang Bahaya Fasisme

Tentang Bahaya Fasisme

Di Jerman, sejarah jadi bekal masa depan yang baik. Tak pernah sekali pun mereka ingin balik ke masa lalu.

4 Juni 2014

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Adolf Hitler, pemimpin Nazi. (Bundesarchiv).

Diperbarui: 6 Mei

REINER Sprenger, kontributor Historia.ID di Jerman mengajak saya berkeliling kota Buxtehude. Kota kecil ini adalah kota di mana Reiner melewati masa kecilnya. Dia hapal betul semua jalan dan gang kecil di Buxtehude. Saking kecilnya, seorang kawan lain bisa mengendus keberadaan kami berdua dari aroma kretek yang terpapar dari sebuah cafe di mana kami duduk.


Di kota itu, sebelum perang dunia kedua, sebagaimana juga di kota-kota lain di Jerman, warga terbelah. Sebagian mendukung Nazi, sebagian tentu saja anti. Salah satu yang tersisa dari zaman itu adalah sebuah pusat perbelanjaan Stackmann. Sassusnya pendiri Stackmann seorang simpatisan Nazi.


Dukungan Stackmann kepada Nazi membuatnya lebih leluasa menjalankan bisnis ketimbang mereka yang berseberangan. “Keterangan itu datang dari lawan bisnisnya Stackmann, sampai di mana kebenarannya belum bisa diverifikasi,” kata Reiner.


Tapi memang kisah pro-kontra terhadap Nazi bukan isapan jempol. Tentang desas-desus sikap anti dan pro Nazi memang selalu jadi bahan perbincangan menarik. Elisabeth Fisher Spanjer, mantan sekretaris Nationaal-Arbeids Secretariaat (Sekretariat Nasional Pekerja di Belanda), yang saya temui di Belanda juga mengungkapkan hal yang sama. 


“Waktu itu masyarakat Belanda terbelah antara sikap melawan atau mendukung,” kata perempuan berusia 99 tahun yang pernah menjalin hubungan asmara dengan Henk Sneevliet itu.


Ketika Nazi berkuasa, para kaum kolaborator Nazi bermunculan. Di Belanda ada Anton Mussert dengan NSB-nya (Nationaal-Sosialistische Beweging der Nederlanden). Mereka bahu membahu bersama Nazi menyingkirkan lawan politik dengan kekerasan; menumpas warga Yahudi tanpa ampun atas nama kemurnian ras unggul bernama Arya.


Nazi tak main-main dengan politiknya rasialnya. Sebuah penelitian dilakukan untuk menelisik asal-usul ras arya. Ciri-ciri fisik ditetapkan untuk membedakan mana turunan ras arya mana yang bukan. Mereka hendak memurnikan ras dengan perkawinan sesama ras arya dan melarang kawin campur antar ras. Untuk itu, Hitler mengesahkan Undang-Undang Kemurnian Ras pada 14 Juli 1933.


Sejak saat itu, Jerman adalah neraka bagi kaum Yahudi, gay, penyandang cacat dan kelompok anti Nazi. Nilai-nilai kemanusiaan terempas pada titik terendah.  Pada kamp-kamp konsentrasi Nazi terpampang foto-foto warga Yahudi yang hidup di bawah siksaan: tubuh bak tengkorak berbalut kulit, teronggok di sudut kamp menanti maut datang menjemput.


Ketika perang selesai, Nazi kalah, bukan berarti desas-desus berhenti begitu saja. Memasuki periode 1960-an, anak-anak muda yang lahir dan tumbuh pascaperang mulai bertanya-tanya tentang apa yang dilakukan oleh generasi ayah dan kakek mereka lakukan. Mereka ingin agar Jerman bersih dari pengaruh fasisme.


Mereka terus menggugat, berharap agar Jerman bersih dari sisa-sisa petaka masa lalu. Sebuah gerakan lahir: berdamai dengan masa lalu. Dengan cara itu, Jerman mengatasi problem masa lalunya. Sampai hari ini, ingatan tentang kekejian Nazi diwariskan melalui pelajaran sejarah; monumen dan situs kamp konsentrasi yang segaja dilestarikan.


Sejarah tentang kekejian diajarkan bukan untuk merawat dendam, tapi sebagai jalan untuk memahami bahwa kepedihan masa lalu adalah kesalahan yang tak perlu diulang.


Lantas bagaimana dengan di negeri kita? Negeri yang kabarnya berpenduduk paling ramah di dunia ini karena kerap menebar senyum ini ternyata telah menyumbangkan kata “amuk” atau mengamuk (to run amok) ke dalam kamus bahasa Inggris. Apakah sejarah jadi pelajaran yang baik bagi bangsa ini? Tentu saja, di sini, ingatan sejarah bukan sekadar jadi pelajaran, tapi juga memberikan keleluasaan bagi mereka yang datang dari masa lalu untuk ambil bagian di masa kini. Betapa pun kelamnya masa lalu itu.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Tuan Rondahaim Pahlawan Nasional dari Simalungun

Tuan Rondahaim Pahlawan Nasional dari Simalungun

Tuan Rondahaim dikenal dengan julukan Napoleon dari Batak. Menyalakan perlawanan terhadap penjajahan Belanda di tanah Simalungun.
Antara Raja Gowa dengan Portugis

Antara Raja Gowa dengan Portugis

Sebagai musuh Belanda, Gowa bersekutu dengan Portugis menghadapi Belanda.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Dewi Sukarno Setelah G30S

Dewi Sukarno Setelah G30S

Dua pekan pasca-G30S, Dewi Sukarno sempat menjamu istri Jenderal Ahmad Yani. Istri Jepang Sukarno itu kagum pada keteguhan hati janda Pahlawan Revolusi itu.
bottom of page