top of page

Sejarah Indonesia

Tugas Berat Ahmad Subardjo

Tugas Berat Ahmad Subardjo

Tanpa fasilitas kantor, anggaran banyak dan pegawai mencukupi, Ahmad Subarjo memimpin Departemen Luar Negeri RI yang pertama dalam sejarah Indonesia.

20 Agustus 2020

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Ahmad Subardjo dan Wakil Presiden AS Richard Nixon tahun 1951 (Perpustakaan Nasional RI)

Pasca menyatakan diri merdeka pada 17 Agustus 1945, Indonesia perlu segera memilih orang-orang untuk menjalankan tugas pemerintahan. Maka dua hari kemudian, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan rapat di Pejambon, Jakarta. Hasilnya, Sukarno ditunjuk sebagai presiden pertama RI, dengan Mohammad Hatta mendampingi sebagai wakil. Undang-undang dasar juga disahkan.


“Pada hari-hari pertama setelah proklamasi kemerdekaan, kesibukan ditujukan untuk melengkapi perangkat kenegaraan yang bersifat pokok, seperti memilih presiden dan disusul dengan membentuk kabinet pertama pertama Republik Indonesia,” tulis Iin Nur Insaniwati dalam Mohammad Roem: Karir Politik dan Perjuangannya 1924-1968.


Untuk menjalankan republik, Kabinet Sukarno-Hatta dilengkapi sepuluh departemen dan enam menteri negara. Tugas mereka adalah memastikan seluruh elemen negara berjalan baik. Dicatat Mohammad Hatta dalam Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi, semua posisi menteri diisi oleh tokoh-tokoh yang ahli dibidangnya. Seperti Ahamd Subardjo yang menduduki kursi departemen luar negeri.


Namun bukan perkara mudah menjalankan tugas menteri di negara yang baru terbentuk. Di dalam otobiografinya Ahmad Subardjo menceritakan bagaimana dia menghadapi kesukaran memenuhi kewajiban di departemen yang dipimpinnya. Terutama ketika harus menghadapi kenyataan bahwa dia belum memiliki kantor beserta alat-alat penunjang tugas. Bahkan pegawai pun tidak ada. Ahmad Subardjo benar-benar memulainya dari nol.


“Teman-teman saya beruntung sudah dapat mulai kerja secara normal, mempunyai segala sesuatu untuk memimpin departemen pemerintahan, namun belum banyak hal yang diurusnya. Mereka hanya berkewajiban agar pegawai-pegawainya bersumpah untuk setia kepada pemerintah republik,” tulis Subardjo dalam Kesadaran Nasional: Sebuah Otobiografi.


Ahmad Subardjo memulai tugasnya dengan memasang iklan di Asia Raya untuk mencari pegawai. Dia memasang iklan: “Siapakah yang ingin menjadi pegawai Departemen Luar Negeri?”. Rupanya hanya dalam beberapa hari iklan dipasang, Ahmad Subardjo sudah bisa memulai pekerjaannya. Dia mendapat 10 orang pelamar. Seluruhnya diterima bekerja. Lima orang ditempatkan sebagai sekretaris, lima lainnya diberi tugas mengatur administrasi.


Selesai dengan soal kepegawaian, Ahmad Subardjo segera mencari tempat untuk dijadikan kantor. Dia memakai sebuah rumah di Cikini Raya No. 82. Rumah itu hanya sementara digunakan. Departemennya perlu mendapat gedung yang lebih layak, mengingat tugas dan fungsi departemen luar negeri yang begitu penting untuk mempertahkan kedaulatan Indonesia.


“Saya yakin bahwa dalam waktu mendatang Departemen Luar Negeri akan menarik banyak peminat untuk mengabdikan diri kepada negara di suatu bidang yang baru dan buat kebanyakan orang Indonesia belum dikenal,” ungkap Ahamd Subardjo.


Meski belum mendapat perangkat kerja yang lengkap, Ahmad Subardjo tetap menjalankan semua tugasnya dengan baik. Baginya, keberadaan departemen luar negeri sangat penting dan merupakan sebuah hal mendesak. Kekalahan Jepang bisa menjadi gerbang masuknya kembali Belanda ke Indonesia. Menurut hukum internasional mengenai perang, negara-negara yang menang perang harus melucuti mereka yang kalah dan mengembalikan ke tanah airnya. Penting untuk tidak lengah dalam situasi tersebut karena Belanda bisa kembali masuk ke Indonesia yang masih lemah.


Melalui departemen luar negeri, kata Ahmad Subardjo, bangsa ini harus bergerak cepat masuk ke lingkaran politik internasional. Penting untuk mencari sebanyak-banyaknya negara yang bersedia membantu memberi kemerdekaan sesungguhnya bagi Indonesia.


Menjalin hubungan baik dengan warga dunia pada masa awal kemerdekaan sebagian sebagian dilakukan secara personal. Indonesia yang belum memiliki perwakilan di luar negeri harus memanfaatkan koneksi tokoh-tokoh mereka dengan tokoh penting di negara lain. Untuk tugas administrasi, departemen luar negerilah yang mempersiapkannya.


“Segera setelah Departemen Luar Negeri mulai menunaikan kewajibannya, kami menghadapi soal-soal yang memerlukan penyelesaian dengan cepat dan tepat. Hal demikian membawa kami ke dalam keadaan di mana kami memecahkan soal demi soal asal saja dapat diselesaikan. Tapi kita tidak melupakan dasar dan tujuan revolusi kita,” ungkap Ahmad Subardjo.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page