top of page

Hasil pencarian

9591 hasil ditemukan dengan pencarian kosong

  • Persahabatan Kyai Mansur dengan Pendiri Muhammadiyah

    Nama Kyai Haji Ahmad Dahlan dan Kyai Haji Mas Mansur akan selalu terkenang dalam sejarah perjuangan kaum Muslimin di Indonesia. Keduanya berperan penting dalam mensyiarkan gema Islam ke seluruh lapisan masyarakat sejak Indonesia masih berada di bawah kuasa kolonialisme Belanda. Melalui organisasi Islam Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan dan KH Mas Mansur mampu membawa perubahan bagi umat Muslim di Indonesia. Pertemuan dua tokoh penting Muhammadiyah ini terjadi pada permulaan abad ke-20, tepatnya pada 1915, atau tiga tahun setelah Muhammadiyah berdiri. Dikisahkan Sutrisno Kutoyo dalam biografi Pahlawan Nasional: Kyai Haji Mas Mansur , nama KH Ahmad Dahlan telah sering didengar KH Mas Mansur sejak ia tinggal di Mesir dan Mekah. Ketika pada 1915 berkesempatan kembali ke tanah air, KH Mas Mansur tidak langsung pulang ke rumahnya di Surabaya, tetapi memilih pergi ke Yogyakarta untuk menemui KH Ahmad Dahlan. Pertemuan pertama tersebut memberi kesan yang amat mendalam bagi Mansur muda. Ketika itu usianya baru menginjak 20 tahun, sementara KH Ahmad Dahlan berusia 48 tahun. Bagi KH Mas Mansur, KH Ahmad Dahlan adalah sosok seorang ayah. Wajah yang tenang dan selalu dihiasi senyuman ketika berbicara membuat kiyai muda itu nyaman berbincang lama dengannya. Meski baru pertema bertemu, KH Mas Mansur merasa sosok pendiri Muhammadiyah itu memiliki budi pekerti tinggi. “Dalam kehidupan Kyai Haji Mas Mansur, maka tokoh Kyai Haji Ahmad Dahlan mempunyai pengaruh yang besar. Antara pribadi Kyai Haji Mas Mansur dengan Kyai Haji Ahmad Dahlan, dua tokoh yang harus ditulis dengan tinta emas dalam sejarah kebangunan umat Islam di Indonesia, terdapat hubungan yang mendalam,” ungkap Kutoyo. Namun perjumpaan tahun 1915 itu hanya terjadi singkat. KH Mas Mansur harus segera pergi ke Surabaya untuk menyelesaikan urusannya. KH Ahmad Dahlan lalu menganjurkan kepada pemuda Mansur untuk kembali ke Yogyakarta ketika memiliki waktu yang lebih lapang. Ia ingin membicarakan banyak hal dengan KH Mas Mansur, termasuk tujuannya mendirikan Muhammadiyah, yakni memperbaiki keadaan umat Islam di Indonesia. Paruh pertama tahun 1916 kedua tokoh ini berkesempatan mengadakan pertemuan keduanya. KH Mas Mansur kembali mengunjungi KH Ahmad Dahlan di Yogyakarta. Kali ini KH Mas Mansur datang di waktu luang sehingga tidak akan ada gangguan seperti pada pertumuan sebelumnya. Ia benar-benar berusaha bertukar pikiran dengan KH Ahmad Dahlan karena jika ditinjau dari segi ilmu, KH Ahmad Dahlan adalah guru bagi KH Mas Mansur. Pada pertemuan ini KH Ahmad Dahlan menerangkan jika orang perlu kembali kepada tauhid, dan kehidupan umat Muslim secara sadar harus didasarkan pada ketentuan Islam. Sehingga alat terbaik untuk memperbaiki umat Islam di Indonesia hanyalah kitab suci Al-Qur’an dan Hadits dari Nabi Muhammad SAW dan para ulama terdahulu. Tapi bukan berarti pencarian terhadap ilmu pengetahuan mesti dikesampingkan, atau malah dihilangkan. Bahkan salah besar jika banyak umat Muslim yang masih menganggap bahwa Islam itu hanya soal shalat atau ibadat saja. Manusia hidup di dunia, kata KH Ahmad Dahlan, karenanya perlu juga dibekali pengetahuan, serta menaruh perhatian akan segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya. “Pendirian Kyai Haji Ahmad Dahlan ini sesuai pula dengan pendirian yang dianut oleh Kyai Haji Mas Mansur, yaitu bahwa sebab-sebab yang menjadikan kaum Muslimin Indonesia itu mundur, ialah karena pendidikan kepada akhirat terlalu dalam. Akibatnya mereka melupakan akan kehidupan dunianya. Mereka terlalu mendalam perasaan bahwa Al mautu haqqun (mati itu pasti), sehingga kaum Muslimin Indonesia lupa bahwa hayat itu mesti pula diperhatikan dan dimanfaatkan,” tulis Kutoyo. Menurut KH Mas Mansur, gurunya itu senang sekali mengupas keterangan-keterangan tafsir. Beliau selalu menyelidiki terlebih dahulu makna dalam setiap perkataan dalam ayat satu per satu. Kemudian perkataan dalam ayat itu dikaitkan dengan ayat-ayat lain. “Kemudian barulah beliau sesuaikan sehingga keterangan beliau itu hebat, dalam, serta tepat,” ucapnya. Bagi KH Ahmad Dahlan juga setiap hal yang bersangkutan dengan ibadah harus dikembalikan kepada ketentuan agama. Sedikit pun tidak boleh dilebihkan dan tidak ada yang perlu dikurangi. Meski begitu KH Ahmad Dahlan tetap memiliki sikap pendekatan ilmiah. Sebelum ilmunya disebar kepada umat, ia seringkali mengadakan penelitian secara teratur agar tidak ada kesalahan dalam penyampaiannya. “Kyai Haji Ahmad Dahlan selalu menganjurkan sedikit bicara dan banyak bekerja. Biar lambat dan tenang tetapi terus, lebih baik dari pada cepat tetapi terjungkir sesudah beberapa langkah,” ungkap Kutoyo.

  • Enam Kegagalan Mongol di Seluruh Dunia

    Satu demi satu kerajaan-kerajaan di dunia jatuh di bawah Kekaisaran Mongol. Kekuasaannyamenghubungkan Asia dan Eropa, menjadi yang terbesar dalam sejarah. Namun, gelombang kemenangan mereka bukannya tak terpatahkan. Paling tidak ada enam kegagalan yang pernah dialami Mongol.  Bulgar Volga Volga Bulgaria, negara berbahasa Turki di Eropa Timur yang eksis pada abad ke-9 hingga pertengahan abad ke-13. Negara ini menguasai tanah luas yang sebagian besar berada di sekitar sungai Volga tengah dan Kama. Volga Bulgaria penting karena mengendalikan rute utama antara Asia Tengah dan Eropa utara. Mereka adalah orang-orang yang pertama masuk Islam di Eropa Timur. Awalnya hidup sebagai penggembala nomaden, sama seperti orang Mongol. P ada perkembangannya Volga Bulga ria mengembangkan peradaban perkotaan , namun sebagian besar penduduk nya tinggal di luar pusat kota. Volga Bulgaria memiliki dua kota, Bulgar dan Suvar. Mereka menguasai kawasan Sungai Volga di dekat wilayah yang hari ini merupakan Kazan. Pada 1223, Jochi, anak tertua Jenghis Khan, mengalami kekalahan. Mongol pun mengakui Volga Bulgariasebagai lawan terberat. Menurut John Man, sejarawan Inggris, dalam  Jenghis Khan, Legenda Sang Penakluk dari Mongolia , setelah mengalami kekalahan pertama yang juga satu-satunya, orang Mongol mundur sekaligus mencamkan dalam benak mereka rasa malu yang akan tetap bertahan. Balas dendam mereka baru bisa terwujud 15 tahun kemudian. Pada 1236, bangsa Mongol akhirnya menaklukkan negara Volga Bulgaria, yang akhirnya berkembang menjadi Kekhanan Kazan. Mamluk (Mesir) Pada 1258, Hulagu Khan menyerang Timur Tengah, menaklukkan Persia dan Baghdad di Irak. Ia kemudian mengirim utusan ke Sultan Qutuz. Penguasa Dinasti Mamluk di Mesir itu menolak mengakuinya bahkan mengeksekusi utusan itu. Dalam  Battles that Changed History  yang diterbitkan Smithsonian dijelaskan, Hulagu Khan yang sedang menghadapi masalah suksesi di kampung halamannya, mundur ke Azerbaijan. Ia bersama sebagian besar pasukannya, mundur ke wilayah yang lebih dekat dengan Mongol. Letnan Kitbuga tetap tinggal memimpin 20.000 penunggang kuda. Sultan Qutuz mengambil keuntungan untuk menyeberang dari Mesir ke Palestina. Pada 3 September 1258, pasukan Sultan Qutuz menghadapi Mongoldi Ain Jalut, Galilea. Jenderal Baybars mencontek taktik lawannya: menyembunyikan sebagian besar pasukan, lalu mundur dengan kekuatan kecil untuk menarik maju pasukan Kitbuga. Pasukan Mongol tertipu. Namun, meski sudah dihujani panah Mamluk, mereka masih berhasil membekuk sayap kiri tentara Mesir. Mamluk mendapat peluang ketika sekutu Kitbuga dari Suriah membelot. Tentara Mongol melarikan diri. Mamluk mengejarnya sambil memukul telak reputasi Mongol sebagai yang tak terkalahkan. Kendati Mongol kembali ke Suriah pada 1262, dan mencoba maju lagi ke Mesir beberapa kali 50 tahun kemudian, Ain Jalut tetap menandai batas ekspansinyadi Timur Tengah. Lukisan dari 1281 tentang kekalahan pasukan Mongol dan Armenia dari Dinasti Mamluk. (Wikipedia). Dai Viet (Vietnam) Mongol tiga kali menyerang Dai Viet di bawah kekuasaan Dinasti Tran (1225–1400 M). Serangan pertama dipimpin oleh Mongke Khan, cucu Jenghis Khan . Vu Hong Lien, sejarawan Vietnam-Inggris dalam  The Mongol Navy: Khubilai Khan’s Invasions in Dai Viet and Champa , menjelaskan Mongke mengirim adiknya, K h ub i lai Khan , ke Yunnan untuk membuka rute darat ke perbatasan selatan Cina, melalui wilayah Dai Viet , utara Vietnam saat ini. Tujuannya, untuk menjebak Dinasti Song di tengah dua kekuatan militer Mongol. Namun, Dai Viet menolak bekerja sama. K h ubilai Khan pun menugaskan Jend e ral Uriyangkhadai untuk menginvasi Dai Viet pada 1257. Menurut Vu Hong Lien, berdasarkan  Catatan Dinasti Yuan, Sejarah Vietnam , dan  Sejarah Singkat Annam,  bangsa Mongol hanya bertahan sembilan hari di ibukota Dai Viet, Thang Long (sekarang Hanoi). Mereka diserang penyakit dan kelaparan. Pada 1258, Uriyangkhadai manarik sisa pasukannya ke Yunnan. Sikap ramah Dinasti Tran terhadap orang-orang Dinasti Song tak luput dari perhatian Khub i lai Khan, yang sudah menjadi kaisar Dinasti Yuan. Permusuhan terbuka antara Dai Viet dan Dinasti Yuan meningkat pada 1276. Namun , Dai Viet terhindar dari invasi karena Mongol disibukkan dengan misi di Pagan (sekarang Myanmar ) dari 1271-1287. Invasi kedua Mongol ke Dai Viet terjadi pada 1285. Penyebabnya, Dinasti Tran menolak permintaan Jenderal Alihaya,untuk mengizinkan tentara Dinasti Yuan menyeberang tanah Dai Viet untuk menyerang Champa pada 1283. Kendati penuh persiapan, Mongol tetap kesulitan karena menghadapi serangan panah beracun yang menewaskan Jenderal Li Heng. Mongol mundur dengan sedikit prajurit. Invasi ketiga pada 1287-1288. Khubilai Khan menambah armadanya. Sebelas dari 70 kapal perbekalan diserang Dai Viet. Akibatnya, tentara Mongol kekurangan makanan. Ditambah lagi mereka kalah mahir dalam peperangan di laut. Tiga serangan Mongol ke Dai Viet pun berakhir dengan kegagalan. Invasi ketiga Mongol ke Đại Việt pada 1288. (Wikipedia). Jepang Setelah menaklukkan Dinasti Goryeo di Korea pada 1260, Khubilai Khan dua kali menyerang Jepang. Sebelumnya, pada 1266 ia mengirim utusan agar Jepang mengakui kekuasaan Mongol dan mengirim upeti. Sang shogun, Hojo Tokimune, menolak. Menurut Sejarawan Queens College dan Columbia University, Morris Rossabi dalam  Khubilai Khan: His Life and Times , Tokimune percaya diri dengan kekuatan para samurai. Ia juga menganggap pulau-pulau Jepang terlalu sulit untuk diakses. “Tokimune dan pendahulunya Hojo Masamura, menolak permintaan duta Mongol,” tulis Rossabi. Di satu sisi, menurut Rossabi, keputusan menaklukkan Jepang untuk mendapatkan nilai baik di mata bangsa Tiongkok. Ini merupakan bagian dari strategi Khubilai Khan untuk mengambil alih negeri-negeri yang secara berkala mengirimkan upeti kepada penguasa Dinasti Sung.Karenanya ia tak hanya meminta upeti dari Jepang. Ia juga mengirim tuntutan serupa ke negara-negara Asia Tenggara, seperti Pagan (kini Myanmar), Dai Viet, dan Champa. Penolakan Jepang membuat Khubilai Khan untuk pertama kali terlibat dalam pertempuran laut.“Meski ia tak berniat (awalnya,  red .) melakukan perang angkatan laut, inisiatifnya terhadap Jepang membawanya pada keputusan yang mengerikan,” tulis Rossabi. Dua serangan Mongol ke Jepang digagalkan oleh cuaca buruk dan cacat dalam desain kapal. Armada mereka hancur. Serangan pertama pada 1274, dengan armada 900 kapal terdiri dari tentara Korea dan Mongol. Masih tak menyerah, pada 1281, Khubilai Khan menggunakan banyak pelaut Tionghoa yang lebih berpengalaman. Namun, lagi-lagi kandas akibat serangan topan. Samurai Jepang menyerang kapal Yuan pada 1281 (Wikipedia) Champa (Vietnam) Serangan ke Champa diawali dengan tuntutan Mongol yang menginginkan hubungan lebih dari sekadar mitra dagang. Champa diincarkarenalokasinya lebih menguntungkan untuk mengendalikan rute perdagangan maritim timur-barat. Champa selama bertahun-tahun secara rutin mengirimkan hadiah kepada penguasa Dinasti Song. Tujuannya untuk menjaga hubungan dagang dengan Cina agar terus lancar. Maka, Champa tak merasa aneh ketika Dinasti Yuan di bawah Khubilai Khan mengundangnyapada 1278. Raja Champa, Jaya Indravarman V, mengirim utusan setahun kemudian. Namun, kemitraan sudah berubah. Dari sudut pandang Dinasti Yuan, hadiah berarti upeti sebagai wujud bakti bawahan kepada yang lebih berkuasa. Ia memandang hubungan ini lebih dari sekadar mitra dagang, tapi penyerahan total kepada Dinasti Yuan. Selama 1276 hingga 1282 interaksi Champa dan Dinasti Yuan selalu bernada ancaman. K emungkinan invasi Mongol mendorong Champa mencari sekutu di seantero Laut Cina Selatan. Ia pun mempererat hubungan dengan Chenla, Dai Vi e t, dan Jawa. Hubungan dengan Jawa bahkan diikat dengan perkawinan. Prasasti Po Sah (1306) di dekat Phanrang menyebut seorang permaisuri Raja Champa adalah putri dari Jawa bernama Tapasi. Adik Kertanegara itu menikah dengan Raja Jaya Simhawarman III (1287-1307). Maka, ketika Mongol menyerang, Champa meminta bantuan kepada sekutu-sekutunya. Pada 19 Maret 1283, pasukan Mongol di bawah komando Sodu berada dalam kesulitan besar. “Pasukannya kurang, situasinya kritis, ia harus mengirim utusan meminta diselamatkan,” tulis Vu Hong Lien. Ditambah lagi Mongol harus menghadapi medan perang yang sulit. Hutannya penuh malaria dan penyakit tropis lainnya. Kendati pasukan Mongol telah diperkuat pasukan Cina utara dan selatan untuk membantu mengatasi iklim dan medan selatan, pasukannya tetap banyak yang tak bertahan. Majapahit (Jawa) Jawa tak luput dari incaran Mongol. Pada 1280, 1281, dan 1286, Khubilai Khan mengirim utusan ke Singhasari untuk meminta raja mengakui kekuasannya. Namun, menurut Slamet Muljana dalam  Menuju Puncak Kemegahan,  Raja Kertanegara yang sadar akan keagungannya dan kekuasannya tidak sudi menyerah. Utusan Mongol terakhir datang pada 1289. Kali ini mukanya dirusak oleh Kertanegara. Untuk menghukum Kertanegara, Khubilai Khan mengirim angkatan perang  ke Jawa pada 1292. Namun, Kertanegara telah tewas di tangan Jayakatwang, penguasa Glang Glang. Kedatangan pasukan Mongol dimanfaatkan Raden Wijaya, menantu Kertanegara , untuk menyerang Jayakatwang. Mongol meminta Raden Wijayamengakui kekuasaan Khubilai Khan. Namun, ia mengajukan syarat: akan tunduk kalau Mongol membantunya melawan Jayakatwang. Pada 20 Maret 1293, tentara gabungan Raden Wijaya dan Mongol mengepung Jayakatwang. Pasukannya kocar-kacir dan terjun ke Sungai Brantas. Lebih dari 5.000 orang mati.  Jayakatwang dan pengikutnya menyerah.  Setelah kemenangan itu, Raden Wijaya minta izin pulang ke Majapahit untuk menyiapkan upeti bagi kaisar. Ternyata, itu cuma dalih. Raden Wijaya dan pasukan Majapahit berbalik menyerang Mongol hingga mundur ke laut. Selain karena muslihat Raden Wijaya, ada pendapat bahwa kekalahan Mongol diakibatkan strategi pasukan berkuda mereka tidak cocok dipakai di Jawa. Adieyatna Fajri, dosen arkeologi Universitas Gadjah Mada, mengatakan di Jawa wilayah dengan padang rumput sulit ditemui. Sementara tentara Mongol datang ke Jawa via Tuban. Pada abad ke-13, sebagian besar Jawa masih ditutupi hutan. Karenanya pasukan Mongol tak bisa berperang secara efektif. “Kuda itu paling cocok habitatnya di Asia Tengah yang daerahnya stepa,” kata Adieyatna. Kondisi Nusantara berupa kepulauanjuga menyulitkan pasukan Mongol. Sebelum tiba di Jawa, mereka harus berlayar mengarungi samudera selama 68 hari. Berkat hubungan baik Kertanegara dengan Champa, Raja Jaya Singhawarman III tidak mengizinkan armada Mongol menurunkan jangkar di pelabuhan Champa untuk mengisi perbekalan dan beristirahat. Mongol kehilangan 3.000 prajurit. Panglimanya, Shin Bi dan Iki Mese dihukum. Mereka gagal menunaikan tugas. Sisanya kembali ke Tiongkok pada 24 April 1293. Dua tahun setelah Kertanegara dihabisi Jayakatwang, Khubilai Khan wafat pada 18 Februari 1294. Akhirnya, ambisi Khubilai Khan tak melulu terpenuhi. Kendati demikian, pasukan Mongol tak pulang dengan tangan kosong. Mereka membawa lebih dari seratus tawanan, peta, daftar penduduk, surat bertulis dari Bali, dan barang lainnya yang bernilai sekira 500 ribu tail perak.

  • M. Jusuf Kerjai Solichin GP Saat Tertidur

    PERINTAH Presiden Sukarno agar Kahar Muzakkar ditangkap hidup atau mati sebelum 17 Agustus 1964 menjadi tugas berat yang harus dilaksanakan dengan sukses oleh Pangdam Hasanuddin Kolonel M. Jusuf. Untuk itu, Jusuf meminta tambahan pasukan dari Siliwangi. “Untuk menumpas Kahar Muzakkar, selain berhasil mendapat 2 brigade infantri dari Siliwangi plus Yon 330, Panglima Jusuf juga mendapat dukungan sejumlah perwira staf dari Siliwangi. Salah seorang yang kemudian berperan penting dalam operasi pemulihan keamanan di Sulawesi Selatan adalah Kolonel Infantri Solichin GP. Oleh Jusuf ia dijadikan Kepala Staf Operasi ‘Kilat’,” tulis Atmadji Sumarkidjo dalam Jenderal M. Jusuf Panglima Para Prajurit. Keputusan Jusuf memilih Solichin GP tepat. “Penghujung 1964 pasukan Siliwangi, di bawah komando Solichin, berhasil memburu Kahar Muzakkar dan sisa-sisa gerombolan DI/TII sampai memasuki wilayah Sulawesi Tenggara,” tulis Syafruddin Usman dalam Tragedi Patriot dan Pemberontak Kahar Muzakkar .  Operasi militer yang digelar mulai April 1964 itu berhasil diselesaikan pada 3 Februari 1965 dengan tertembaknya Kahar, mantan atasan Jusuf selama revolusi. Karena kinerja apik Solihin itulah Jusuf tak pernah melupakannya. Termasuk ketika Jusuf sudah diangkat Presiden Sukarno menjadi Menteri Perindustrian Ringan di Kabinet Dwikora I. Saat menjabat sebagai menteri itu Jusuf masih tetap menyandang jabatan Pangdam Hasanuddin karena Menpangad Letjen A. Yani sampai wafatnya belum sempat menunjuk pengganti Jusuf. Akibatnya, Jusuf mesti mondar-mandir Jakarta-Makassar. Menetapnya Jusuf di Jakarta baru terjadi setelah G30S. Menpangad Jenderal Soeharto yang membutuhkan tenaga Jusuf, akhirnya mencari orang yang pas untuk meminpin Kodam Hasanuddin. Setelah berkonsultasi dengan Jusuf, Soeharto menunjuk Solichin. Penunjukan itu tak diberitakan langsung kepada Solichin. Akibatnya ketika dia bertemu Jusuf dalam sebuah kesempatan di Makassar tak lama kemudian, dia menolak ajakan Jusuf untuk menghadiri acara syukurannya karena merasa lelah. Namun karena Jusuf memaksa, Solichin tak kuasa menolak. Sesampainya di Jakarta, Solichin tak dibawa Jusuf ke rumahnya atau penginapan, tapi langsung ke tempat acara. Tenda dan deretan kursi serta podium langsung menyambut pandangan matanya. Namun karena lelah dan kantuk yang tak tertahankan, Solichin akhirnya mulai tertidur saat Jusuf menyampaikan pidatonya. Meski masih mendengar secara samar ketika Jusuf mengatakan tugasnya di Makassar sudah berakhir mulai hari itu, Solichin akhirnya kalah oleh kantuknya dan pulas. Sementara, Jusuf terus melanjutkan pidatonya yang juga diisi dengan kejahilannya. “Selanjutnya saya akan melaksanakan tugas baru di Jakarta. Yang akan menggantikan tugas saya sebagai Panglima di Kodam XIV Hasanuddin ini adalah perwira yang sedang ngorok di sebelah saya ini,” kata Jusuf, dikutip Atmadji. Pidato Jusuf sontak disambut gelak-tawa para hadirin. Sebaliknya, pidato itu membuat panik Letnan Said, ajudan Solichin. Sang ajudan buru-buru membangunkan komandannya sambil memberitahu apa yang baru saja dikatakan Jusuf. Solichin yang kaget setelah bangun, langsung duduk dengan tegak. Sikap itu tak mendapat respon apapun dari Jusuf. Usai acara, kejahilan Jusuf pun diprotes Solichin. “Pak, kalau menunjuk saya menjadi panglima, kasih tahu dulu dong. Jangan di saat saya lagi tidur. Saya jadi malu, nanti bagaimana penilaian rakyat kepada saya?” “Ah, kau bereskan saja nanti!” jawab Jusuf santai.

  • Konflik Muslim-Hindu India dari Masa ke Masa

    DI balik melesatnya India sebagai salah satu kekuatan dunia di bidang militer dan gemerlapnya industri hiburan lewat Bollywood-nya, negeri itu dari masa ke masa senantiasa menyimpan konflik bersandarkan agama. Pekan ini minoritas muslim di negeri itu kembali terjebak dalam kerusuhan yang cenderung mendekati genosida dari mayoritas warga Hindu. Kerusuhan Muslim-Hindu kembali meletus di Delhi sepanjang Minggu hingga puncaknya Selasa (23-25 Februari 2020). Kerusuhan bermula dari unjuk rasa kaum muslim yang memprotes Amendemen Undang-Undang Kewarganegaraan yang kental nuansa anti-Islam. Amandemen itu berbunyi bahwa imigran Sikh, Buddha, Hindu, hingga Kristen dari tiga negara tetangga: Pakistan, Bangladesh, dan Afghanistan, dibolehkan menjadi warga negara India dengan syarat yang dipermudah. Bila sebelumnya regulasi naturalisasi jadi warga negara India mensyaratkan wajib tinggal di India selama 11 tahun, dengan amandemen kini syarat itu cukup enam tahun saja. Para politisi BJP (Bharatiya Janata Party) yang menopang kekuasaan Perdana Menteri India Narendra Modi, membela amandemen itu. Pengecualian terhadap Muslim, kata mereka, lantaran di tiga negara itu sudah mayoritas muslim dan tak semestinya jadi imigran ilegal di India. Sontak pernyataan itu menuai penentangan banyak pihak yang menyimpulkan amandemen itu justru akan mendelegitimasi warga Muslim. Protes pun menyeruak kemudian dan mendapat tentangan dari mayoritas kaum Hindu. Beberapa korban mengklaim barisan kepolisian turut membantu massa anti-Islam melakukan serangan terhadap warga Muslim di titik-titik konflik di timur laut India dan utamanya di Maujpur, Mustafabad, Jaffrabad, dan Shiv Vihar. Tak hanya rumah-rumah dan pertokoan, masjid-masjid pun turut jadi sasaran amuk massa anti-Islam. “Massa membakar rumah, toko dan mobil saya. Saat saya berusaha memadamkan api, massa melemparkan batu ke arah saya. Seseorang bahkan melempar gas air mata ke dalam rumah saya. Dari samping rumah, saya melihat polisi dan massa bersama-sama melakukan pembakaran. Saya dan keluarga saya harus melarikan diri melompat dari balkon atas,” kata Bhura Khan lirih kepada BBC , Rabu (26/2/2020). Pengamat politik Universitas Brown, Bhanu Joshi, menyatakan kepada BBC  juga bahwa kerusuhan massa anti-Islam itu memang “disokong” polisi atau polisi mendiamkan tindakan massa sehingga kejadian yang lebih parah terjadi. Itu cenderung genosida terhadap Muslim seperti pada kerusuhan 1984 dan 2002 yang bisa saja terulang. Dalam tiga hari kerusuhan di Delhi itu, sekira 20 warga Muslim tewas. Dendam Masa Silam Aksi-aksi kekerasan terhadap Muslim di India tentu  bukan perkara baru. Akarnya jauh membentang ke belakang di abad ke-8 (tahun 712-740) seiring kampanye penaklukan Asia Selatan (Afghanistan, Pakistan, dan India) oleh Kekhalifahan Umayyah. Hingga abad ke-16 tak terkira berapakali  konflik terjadi antara kekhalifahan dari Jazirah Arab dengan dinasti-dinasti Hindu di India. Dalam tulisannya yang dimuat di Violent Internal Conflicts in Asia Pacific , “Hindu-Muslim Conflict in India in a Historical Perspective”, Marc Gaborieau memaparkan penyebab konflik selain karena kampanye penyebaran Islam dari Jazirah Arab ke India di Abad Pertengahan itu, kekerasan sporadis Muslim-Hindu juga tak pernah punah gegara sejumlah kebijakan kolonial Inggris sejak abad ke-19. Salah satu akibatnya, pemisahan India-Pakistan pada 1947. Sementara konflik-konflik di abad ke-20 turut disuburkan oleh Islamofobia yang dipicu sejumlah aksi terorisme mengatasnamakan Islam. “Karena hegemoni politik kaum Muslim di Asia Selatan didirikan lewat penaklukan, bukan ekspansi damai seperti di Indonesia dan itu berjalan selama enam abad sejak berdirinya Kesultanan Delhi di awal abad ke-13 hingga kemunduran mereka di abad ke-18 yang disertai penaklukan Inggris dari 1765-1818,” ujar Gaborieau. Ilustrasi kampanye Pasukan Kekhalifahan Umayyah untuk menaklukkan Tanah India (Foto: Youtube MyNation) Pemicu konflik yang paling banyak mencetuskan kerusuhan di era kolonialisme Inggris adalah soal ritual agama. G.R. Thursby dalam Hindu-Muslim Relations in British India  menguraikan, di era itu kebanyakan warga Muslim dan Hindu tinggal berdampingan namun jarang harmonis. Banyak ritual warga Hindu menggunakan tabuhan gendang yang nyaring dan itu dianggap mengganggu ibadah salat umat Muslim. Sebaliknya, ritual kurban Idul Adha di mana banyak sapi disembelih bikin sakit hati umat Hindu yang mensakralkan sapi. “Setidaknya tercatat ada 31 kerusuhan besar sepanjang 1923-1928 dan kebanyakan terjadi di dekat masjid. Seperti kerusuhan Kalkuta pada April-Mei dan Juli 1926 yang menewaskan 140 orang. Penyebabnya gara-gara seorang penabuh gendang bersikeras memainkan musik dekat masjid di waktu salat untuk prosesi Arya Samaj,” ungkap Thursby. Kerusuhan Berujung Pembantaian Pasca-pemisahan India dan Pakistan, lanjut Thursbys, sejumlah kerusuhan yang terjadi justru ditunggangi isu-isu politik. Kaum Muslim dengan kendaraan politik All-India Muslim League masih mempertahankan hegemoni politik masa lalunya. Sementara mayoritas kaum sayap kanan nasionalis-Hindu berusaha mengikisnya. Kerusuhan Muslim-Hindu skala besar terjadi pertamakali di India merdeka pada 13 Januari 1964 di Kalkuta. Kronologinya bermula dari hilangnya sebuah benda keramat di sebuah masjid di Srinagar, ibukota Jammu dan Kashmir. Kaum Muslim menuduh pelakunya orang-orang Hindu. Sebagai pelampiasan, mereka menyerang pengungsi Hindu yang baru keluar dari Pakistan Timur (kini Bangladesh). Serangan itu menyebabkan 29 pengungsi Hindu tewas. Kejadian itu memicu pembalasan oleh kaum Hindu di Bengali Barat dan menjalar ke Kalkuta. Di kota itu tercatat setidaknya 100 warga Muslim tewas dan 438 luka-luka. Sementara, 70 ribu warga Muslim lainnya yang menjadi tunawisma sebagai imbas pengeroyokan, penusukan, pemerkosaan, hingga pembakaran oleh massa anti-Islam. Kerusuhan besar Muslim-Hindu berikutnya terjadi di Gujarat medio September-Oktober 1969. Mengutip laporan Depdagri Negara Bagian Gujarat yang disusun Pingle Jagamohan Reddy dkk. pada 1971, kerusuhan itu menewaskan 24 warga Hindu dan 430 muslim. Kerusuhan yang berupa pembunuhan, pembakaran, dan penjarahan itu dibidani perselisihan antaretnis dan agama terkait urusan perut. Warga Hindu merasa dirugikan dengan membanjirnya imigran Muslim yang dianggap merebut lapangan pekerjaan mereka di pabrik-pabrik. Kerusuhan pun pecah pada 18 September yang menyebar di kota-kota di Gujarat, seperti Ahmedabad, Vadodara, Mehsana, Nadiad, Anand, dan Gondal. Sempat reda pada 26 September, kerusuhan itu membara lagi sepanjang 18-28 Oktober. Kerusuhan tak kalah besar terjadi di Desa Nellie, Assam pada 18 Februari 1983, di dikenal sebagai “Pembantaian Nellie”. Pembantaian terhadap pengungsi Muslim dari Bangladesh itu terjadi akibat gerakan dari organisasi pemuda All Assam Students Union dan All-Assam Gana Sangram Parishad yang menentang imigran Muslim Bangladesh. Ahmedabad terbakar kala terjadi Kerusuhan Gujarat 2002 (Foto: Wikipedia) Kejadiannya bermula dari keputusan Perdana Menteri India Indira Gandhi yang memberi hak suara dalam pemilu kepada enam juta imigran Muslim Bangladesh yang mengungsi di Desa Nellie. Keputusan itu ditentang oleh organisasi pemuda Hindu All Assam Students Union dan All-Assam Gana Sangram Parishad. Kedua organisasi terus menyebarluaskan sentimen anti-imigran Muslim dan direspon orang-orang Suku Tiwa (Lalung). Mereka pun bersatu menyerang permukiman imigran di Desa Nellie. Pembantaian pada 18 Februari itu terjadi selama enam. Tak pandang bulu, mereka membunuhi perempuan maupun anak-anak imigran Bangladesh. Rumah-rumah dan tanah imigran juga dirusak. Militer baru berhasil mengkondusifkan situasi empat hari berselang. Akibat Pembantaian Nellie, menurut pemerintah India, 2.191 jiwa melayang. Beberapa sumber tak resmi menyebutkan jumlah korban lebih dari 10 ribu. Pembantaian Nellie jadi genosida terburuk di dunia sejak Perang Dunia II yang dialami jutaan Yahudi oleh Nazi-Jerman. Kerusuhan tak kalah memilukan terjadi di Bhalgapur pada Oktober-November 1989. Kerusuhan dipicu oleh munculnya sejumlah hoaks terkait isu politik. Akibatnya, warga Muslim bentrok dengan polisi yang dibantu warga Hindu yang melakukan pembakaran, penjarahan, hingga pembunuhan di Distrik Bhalgapur. Sepanjang dua bulan masa mencekam itu, lebih dari seribu jiwa melayang, 900 jiwa di antaranya warga Muslim. Belum lagi kerusuhan Bhalgapur hilang dari ingatan, kerusuhan kembali pecah di Mumbai 6 Desember 1992-26 Januari. Pemicu kerusuhan adalah peledakan Masjid Babri oleh para aktivis Hindu dari Partai Shiv Sena. Sekira 900 orang tewas akibat kerusuhan itu. Kerusuhan yang juga bikin pedih kembali terjadi pada Februari-Maret 2002, dikenal sebagai “Pembantaian Gujarat”. Menukil artikel Christophe Jaffrelot bertajuk “Communal Riots in Gujarat: The State at Risk?” yang dimuat dalam Heidelberg Papers in South Asian and Comparative Politics , korban tewasnya lebih dari seribu jiwa, 790 warga Muslim dan 254 Hindu. PM Modi yang pada kejadian itu masih menjabat Ketua Menteri di Gujarat, disebutkan Jaffrelot turut mengorkestrasikan pembantaian oleh Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS), organisasi nasionalis Hindu di mana Modi merupakan mantan kadernya.

  • Kisah Budisucitro, Buangan Digul Nomor 1

    Pada Januari 1926, tiga orang pemimpin Partai Komunis Indonesia (PKI) diburu pemerintah kolonial Belanda. Mereka menghilang dan kemudian diketahui melarikan diri ke Singapura. Ketiga pemimpin itu adalah Musso, Soegono, dan Budisucitro. Nama terakhir kemudian ditangkap pasca gagalnya pemberontakan PKI. Dia dibuang ke Boven Digul dengan nomor deportasi 1. Di kamp Tanah Merah, selain terkenal sebagai buangan nomor 1, Budisucitro juga cukup terhormat. Bersama Aliarcham, ia seringkali menjadi perwakilan para tahanan dalam berbagai persoalan. Misalnya ketika tunjangan 30 sen perhari hendak dicabut, Budisucitro, Aliarcham, dan Said Ali, dikirim untuk menanyakan keputusan itu. Adu debat dengan kontrolir membuahkan hasil, tunjangan tidak jadi dicabut. Peran Budisucitro berlanjut. Pada 24 hingga 27 Januari 1928, diadakan kongres untuk membentuk Centrale Raad Digoel  (CRD) atau Dewan Pusat Digul. CRD berisi 21 anggota yang mendapat suara terbanyak dalam pemilihan langsung. Pemilihan tersebut baru rampung pada 27 Februari 1928. Budisucitro berada di urutan kedua dengan mendapat 462 suara, sedangkan urutan pertama dipegang oleh Aliarcham dengan 515 suara. CRD kemudian membentuk komisi , sebuah tim yang akan menyusun Anggaran Dasar CRD. "Terpilih Aliarcham, Soenarjo dan Budisucitro," tulis Mas Marco Kartodikromo dalam Pergaulan Orang Buangan di Boven Digoel . Sejak awal masa pembuangan, telah terjadi perpecahan karena perdebatan tentang siapa yang bertanggungjawab terhadap gagalnya pemberontakan. Perpecahan membelah kaum buangan menjadi dua. Mereka yang tetap "keras" terhadap kolonialisme dan mereka yang mulai "jinak". Sebagai mantan pemimpin PKI, Budisucitro tentu saja mengambil sikap tegas terhadap kolonial. Bersama Mas Marco Kartodikromo, Thomas Najoan dan pemimpin PKI yang lain, ia dipindahkan ke Gudang Arang, lalu ke Tanah Tinggi. "Ketika pada suatu saat pertentangan hebat merobek-robek Tanah Merah, pemerintah Belanda memandang Budisucitro menjadi ancaman, maka ia pun dibuang ke Tanah Tinggi di hulu," tulis Molly Bondan dalam Spanning The Revolution . Gudang Arang letaknya beberapa puluh kilometer di hulu Sungai Digul. Sementara Tanah Tinggi juga terletak di tepi Sungai Digul. Dibuang ke Tanah Tinggi berarti menjalani kehidupan yang lebih berat dan lebih sepi dari kamp Tanah Merah. Tempat ini ternyata berhasil membuat para pembangkang menyerah. "Di Tanah Tinggi, Budisucitro tanpa disangka-sangka menyerah dan pulang ke Tanah Merah. Begitu pula dengan Najoan dan Marco. Padahal, Budisucitro, Najoan, dan Marco termasuk pimpinan PKI yang keras," tulis Soe Hok Gie dalam Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan . Begitu kembali dari Tanah Tinggi, Budisucitro diangkat menjadi kepala kampung. Jabatan barunya mengubah penampilannya pula. Ia terlihat memakai jas putih, celana putih, lengkap dengan lars dan helm. Sejak itu pula ia mulai tidak disukai sebagian besar orang buangan. Musababnya, pajak pendapatan mulai ditarik dari para tahanan. "Kamu tidak akan pernah dipulangkan jika tidak mau membayar," kata Budisucitro untuk menakut-nakuti tahanan yang enggan membayar. Mereka yang berkeinginan dipulangkan ke kampung halaman kemudian akan berusaha mencari uang dan membayar kepada Budisucitro. Budisucitro kemudian menyerahkan sen demi sen kepada pemerintah kolonial. Padahal, ia tidak mendapat bayaran sepeser pun atas pekerjaannya itu. Semakin hari Budisucitro menjadi pembicaraan dan cemoohan karena dianggap telah berkhianat terhadap partainya dahulu. Bahkan, mereka menjulukinya "Stalin Setalen" yang artinya Stalin 25 sen. Rumah Budisucitro berada di lokasi yang strategis, di sisi persimpangan jalan, tempat bertemunya jalan dari dermaga dengan jalan yang membelah Kampung B dan Kampung C. Di sebelah kirinya adalah rumah yang diberikan kepada Bung Hatta ketika Bung Hatta dibuang ke Digul pada 1935. "Barangkali inilah alasannya, mengapa rumah itu disediakan untuk Bung Hatta; cocok bagi penguasa yang mau memata-matainya," tulis Molly Bondan. Di Digul, Kadirun, mertua M.H. Lukman, mendirikan Malay-English School,  sekolah bagi anak-anak Digul. Sekolah ini kemudian dimatai-matai oleh Budisucitro. Budisucitro mengumpulkan laporan tentang kejadian-kejadian kecil hingga pertemuan-pertemuan sambil lalu. Ia kemudian menyusun laporan sebagai bukti bahwa beberapa tahanan tengah merencanakan pemberontakan. Budisucitro bahkan mendesak pemerintah untuk membuang mereka ke Tanah Tinggi. Budisucitro tampaknya telah benar-benar berubah. Tindakannya menunjukan bahwa ia telah berhasil dijinakkan dan bahkan mengabdi pada pemerintah kolonial. Perubahan sikapnya itu akhirnya membuahkan hasil bagi dirinya sendiri. Buangan nomor 1 itu dipulangkan ke Jawa dengan kapal Albatros pada 19 Maret 1938. "Sesudah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Budisucitro masuk Partai Sosialis Amir Sjarifuddin, barangkali ia takut masuk Partai Komunis baru karena para anggotanya yang lama tentu masih ingat pada pengkhiatannya ketika di Digul," sebut Molly Bondan. Pada 1948, menurut surat kabar yang dibaca Mohammad Bondan, suami Molly, Budisucitro ditembak mati oleh Tentara Nasional Indonesia di daerah Pati, Jawa Tengah. Saat itu diduga Budisucitro hendak meloloskan diri dari Madiun, di mana ia terlibat pemberontakan. Menurut Koesalah Soebagyo Toer dalam Tanah Merah yang Merah, Budisucitro sempat menjadi anggota Badan Eksekutif Keresidenan Pati, dengan Residen Milono. Peristiwa Madiun membuatnya dipenjara di Blora hingga kemudian ditembak mati oleh Polisi Istimewa di utara markas kepolisian. "Ia ditembak di kepala hingga batok kepalanya tersingkap. Korban-korban penembakan waktu itu diketahui sebelumnya oleh penghuni penjara, karena pembuat nisan dengan namanya adalah mereka," tulis Koesalah berdasarkan wawancara dengan Sarmidi, seorang mantan pejuang kemerdekaan.

  • Alex Kawilarang Anak Mami

    Alexander Evert Kawilarang atau lebih dikenal dengan nama Alex Kawilarang dikenal sebagai komandan kharismatik di berbagai palagan. Kemampuan tempurnya telah terasah sejak menjadi taruna Akademi Militer Kerajaan Belanda (KMA) di Bandung. Alex dikenal piawai main anggar, jago lempar pisau, dan ahli senapan. Jebolan KMA angkatan 1941 ini lulus dengan predikat mengaggumkan kendati dirinya tergolong taruna bumiputra. “Saya mendapat nilai yang bagus. Malahan yang mendapat tanda istimewa sebagai satu-satunya di seluruh KMA yang lulus dengan predikat: “ahli segala senjata” ( meester in all wapens ),” kenang Kawilarang dalam otobiografinya A.E. Kawilarang untuk Sang Merah Putih yang disusun Ramadhan K.H. Dalam usianya yang masih terbilang muda (28 tahun) Alex telah menjadi panglima untuk Teritorium I/Sumatra Utara (kini Kodam I/Bukit Barisan). Wilayah operasi yang dibawahi Kawilarang meliputi Aceh, Sumatra Timur, dan Tapanuli.  Salah satu peran terpenting Kawilarang adalah menyelesaikan pertikaian para perwira setempat yang melibatkan Mayor Bedjo dan Mayor Liberty Malau. Terhitung sejak akhir 1948 sampai awal 1950, Alex Kawilarang bertugas di Sumatra Utara.   Di balik wibawa dan keberaniannya di medan tempur, siapa sangka jika Alex menjadi penurut bila berhadapan dengan sang ibu, Nelly Betsy Mogot-Kawilarang. Ya, Alex Kawilarang ternyata “anak mami”. Kisah ini terjadi ketika Alex menjadi Panglima Teritorium VII/Indonesia Timur (kini Kodam XIV/Hasanuddin) pada 1950. Sekali waktu, Alex mengajak ajudannya, Andi Muhammad Jusuf menginap di kediamannya di Makassar. Turut pula Letnan Satu Rais Abin, perwira urusan personel dan logistik dari pasukan Batalion 706 Kopas C Sunda Kecil. Rais Abin saat itu sedang bertugas di Makassar.   “Kawilarang sangat dicinta para prajuritnya. Dia sangat memuja dan menyegani ibunya,” ujar Rais Abin dalam memoarnya Mission Accomplished yang disusun Dasman Djamaluddin. Jusuf dan Rais Abin merupakan perokok. Sewaktu menginap di rumah Alex, mereka pun  tidak sungkan merokok di kamar. Namun keduanya tidak mengetahui bahwa Nyonya Nelly, ibunya Kawilarang akan datang berkunjung. Besoknya, Kawilarang memerika kamar yang ditempati Jusuf dan Rais Abin. Tempat itu disterilisasi dari asap ataupun puntung rokok.    “Jangan ada asbak,” kata Kawilarang, “Mami akan datang.” Meski diatur seperti itu, Rais Abin justru menghormati pribadi Kawilarang. Dia melihat betapa Kawilarang sangat hormat dan patuh kepada ibunya. Ketika ibunya datang berkunjung, situasi rumah pun aman terkendali. “Terhadap ibunya, kami lihat ia hampir seperti anak kecil,” kenang Rais Abin.   Setelah purnatugas dari jabatan Panglima Teritorium VII, Kawilarang bertugas di Jawa Barat sebagai Panglima Teritoium III/Jawa Barat (kini Kodam III/Siliwangi). Kemudian Kawilarang bertugas sebagai Atase Militer Republik Indonesia untuk Amerika Serikat. Reputasi cemerlang Kawilarang pudar setelah mendapat cap panglima pembangkang karena terlibat dalam pemberontakan Permesta. Padahal, sewaktu menjadi Panglima di Jawa Barat, Kawilarang punya jasa merintis pembentukan korps pasukan elite TNI yang kita kenal hari ini dengan nama Kopassus .

  • Sekelumit Kisah Mahathir Mohamad

    PERDANA Menteri Malaysia Mahathir Mohamad melepaskan jabatannya pada Senin, 24 Februari 2020. Koalisi Pakatan Harapan yang ia bentuk bersamaAnwar Ibrahimpada 2018 pun turut bubar.“Dr. M”, julukan Mahathir, juga mundur dari kursi tertinggi Parti Pribumi Bersatu Malaysia (PPBM),kendaraan politikyang didirikannya pada 2016. Mahathir memang bukan termasuk jajaran “Bapak Pendiri Bangsa” negeri jiran. Namun 22 tahun pemerintahannya begitu sarat kontroversi, membuatnya dikenang bak “Macan dari Negeri Jiran”. Didikan Keras Zaman Sulit Keras dan kontroversial. Dua karakter itu melekat pada sosoknya sepanjang 22 tahun memimpin Malaysia. Dua karakter itu jelas buah dari pertautan sifat pribadinya dan pendidikan serta lingkungan tempat masa kecilnya bertumbuh. Dalam memoarnya, A Doctor in the House , ia mengisahkan garis keluarganya. Ia lahir pada 10 Juli 1925 dari pas angan Mohamad Iskandar asal Penang dan Wan Tempawan yang masih kerabat dengan Kesultanan Kedah . Mahathir lahir sebagai anak kesembilan dari 10 bersaudara di rumah sederhana di perkampungan Seberang Perak, Alor Setar yang merupakan ibukota Kesultanan Kedah. Meski bukan bangsawan, Iskandar punya kedudukan lumayan tinggi. Kesultanan Kedah mendatangkannya khusus dari Penang Free School pada 1908 untuk mengepalai sekolah menengah (SMP, red. ) berbahasa Inggris pertama di Kedah, Government English School (kini Kolej Sultan Abdul Hamid). Sekolah itu merupakan sekolah khusus kaum elit dan aristokrat Kedah. Namun besarnya keluarga membuat biaya kebutuhan dasar yang harus dipenuhi Iskandar besar pula. Akibatnya Mahathir dan saudara-saudaranya hanya bisa memulai pendidikan dasardi sekolah rakyat. “Orangtua saya tak mampu belikan sepatu, oleh karenanya saya bersekolah tanpa sepatu. Selepas sekolah selalu berlanjut belajar mengaji Al-Quran,” kataMahathir di memoarnya. Selepas mengaji punMahathir dan saudara-saudaranya harus langsung pulang karena sang ayah sudah menunggu mereka untuk mengajarkan bahasa Inggris pada petang. Pasalnya, anak-anak Iskandar tak mendapat pelajaran bahasa Inggris di sekolah. Harapan Iskandar, agar mereka bisa masuk GES yang ia dirikan lewat jalur selektif, semacam beasiswa. Masa kecil Mahathir Mohamad yang penuh perjuangan sebagai anak dari keluarga kelas menengah (Foto: cronkitehhh.jmc.asu.edu ) Namun dari beberapa anak Iskandar, hanya Mahathir yang bisa lulus. Saudari-saudari Mahathir pun tak diterima GES yang saat itu baru membuka asrama putri. “Dia (ayah) sangat kesal karena dia sendiri jadi pejabat pemerintah dan dia diundang ke Kedah untuk membangun sebuah sekolah. Akan tetapi sekolah putri yang dihadirkan kemudian di sekolah itu, menolak menerima saudari saya,” sa mbu ng Mahathir. Meskiberjasa ikut membangun sekolah itu, Iskandar dianggap sekadar bawahan dan pegawai pemerintah non-bangsawan. Ibunda Mahathir walau punya gelar “Wan”, hubungan kekerabatannya dengan kesultanan terbentang jauh. Keluarga Iskandar pun dianggap keluarga biasa dari kalangan “proletar”, sebagaimana yang diingat Tunku Abdul Rahman, pangeran Kedah yang menjadi perdana menteri pertama Malaysia. “Dia (Mahathir) bukan siapa-siapa. Ayahnya hanya pegawai bawahan biasa di Kedah. Saya tidak bergaul dengan ayahnya. Kami punya perkumpulan di Kedah, seperti perkumpulan pegawai dan perkumpulan anggota kerajaan dan lain-lain. Mereka punya perkumpulan pegawai bawahan sendiri,” ujar Tunku Abdul Rahman, dikutip Barry Wain dalam salah satu biografi Mahathir, Malaysian Maverick: Mahathir Mohamad in Turbulent Times. Biografi yang dituliskan jurnalis politik asal Australia itu juga menyebutkan latarbelakang keluarga Mahathir yang sensitif dan tak diungkap di memoar Mahathir. “Mohamad Iskandar adalah ‘Melayu Penang’, atau lebih tepatnya Jawi Peranakan, yang artinya orang lokal yang terlahir muslim dengan darah India. Iskandar, ayah Mohamad, adalah imigran dari selatan India yang merantau ke British Malaya dan menikahi orang Melayu,” tulis Wain. Mahathir Mohamad (kedua dari kanan) saat meneruskan sekolah pada 1946 setelah sempat terhenti di masa perang (Foto: mtholyoke.edu ) Latarbelakang leluhurnya itu tak pernah Iskandar kisahkan secara terang-benderang kepada keluarganya, termasuk Mahathir. Sebaliknya, Mahathir juga tak pernah bertemu kakek dari garis ayahnya lantaran Iskandar sudah wafat sebelum Mahathir lahir. “Mohamad Iskandar tak mengenal saudaranya dari India, juga tak bicara bahasa India. Walau beberapa anggota keluarga berspekulasi bahwa Iskandar berasal dari Kerala, Mahathir sendiri justru tak yakin kakeknya merupakan imigran, karena tak ada catatan tertulis tentang sosoknya dan ayahnya (Mohamad Iskandar) tak pernah menyebut tentangnya. Mahathir juga tak pernah membicarakan tentang keluarganya secara terbuka ke publik,” sambung Wain. Kedai Kopi hingga Panggung Politik Usia Mahathir baru sekira 16 tahun ketika Jepang mendepak Inggris dan menggantikan kolonialis lama itu menduduki Semenanjung Malaya. Seperti kebanyakan pemuda Melayu, hidup Mahathir mesti berbelok tajam dari mimpi awalnya akibat pendudukan Jepang. “Saya tak pernah menyangka Jepang akan menginvasi Malaya, namun runtuhnya Prancis di Eropa membuat Jepang bisa menempatkan pasukan di Indocina Prancis. Inggris yang khawatir , memperkuat Alor Setar dengan pasukan East Surrey Regimental dan juga pasukan Gurkha,” k at a Mahathir dalam memoarnya. Seme n tara, pemerintahan Kesultanan Kedah menerapkan kebijakan ARP (Air Raid Precautions). Mahathir di barisan pelajar turut serta masuk Auxiliary Fire Service. Ia dilatih mengatasi kebakaran untuk antisipasi pemadaman api jika terjadi pemboman oleh Jepang. Namun ketika Jepang masuk Malaya via Kelantan pada 8 Desember 1941, pasukan Inggris malah mundur. “Dengan invasi Jepang, roda pemerintahan (kesultanan) Kedah berhenti berputar dan semua saudaraserta saudara ipar saya yang bekerja di pemerintahan tiba-tiba harus menganggur. Para pedagang Cina melarikan diri dan kemudian penjarahan marak terjadi,” sambungnya. Banyak kawan Mahathir kemudian bergabung ke Heiho atau barisan tentara pembantu Jepang. Beberapa milisi, sebagaimana di Indonesia, pun bertumbuhan.Antara lainKesatuan Melayu Muda (KMM). Seingat Mahathir, ia pernah mendengar kabar bahwa Sukarno yang kelak jadi presiden pertama Indonesiasempat melawat ke Malaya bertemu para petinggi KMM guna membicarakan rencana mendirikan Indonesia Raya sebagai bentuk kolaborasi KMM dengan Heiho Malaya serta Heiho Indonesia. “Namun mayoritas rakyat Malaya tak mendukung pergerakan itu dan malah menginginkan Sekutu menang perang terhadap Axis (Jerman-Italia-Jepang). Saya sendiri sudah sibuk terbelit kemiskinan. Dengan modal seadanya saya dan saudara-saudara saya memilih berjualan pisang di jalanan Pekan Melayu,” lanjut Mahathir. Mahathir Mohamad di masa muda kala merintis karier di politik di Partai UMNO pada 1969 (Foto: Twitter @officialchedet) Di jalan itu pula Mahathir bertemu lagi dengan kawan-kawan sekolahnya.Mereka  lantas mengajak Mahathir buka usaha bareng. Tak pikir dua kali, Mahathir berkenan, mengingat usahanya menjajakan pisang dengan menggelar lapak di jalanan tak menguntungkan dan butuh upaya lain untuk membantu mencari nafkah keluarga. Bersama dua kawannya , Mahathir pun membuka kedai kopi di Pasar Pekan Rabu, semacam Pasar Rebo di Jakarta yang hanya buka di hari Rabu. Selain menjajakan kopi, mereka juga menjajakan pisang goreng sebagai teman ‘ngopi’ para pelanggan dan minuman cendol sebagai menu lainnya . Usaha itu berjalan hingga Perang Dunia II usai. Nasib Mahathir berbalik 180 derajat usai Perang Dunia II. Setahun usai perang, ia menyelesaikan pendidikan di sekolah menengah untuk kemudian melanjutkan studi medis lewat beasiswa ke King Edward VII College of Medicine (kini Yong Loo Lin School of Medicine) di Singapura. Di masa kuliah itulah Mahathir mulai terjun ke politik. Ia jadi aktivis anti-pendatang dengan ikut berunjuk rasa terhadap pemerintahan Malayan Union yang memberi kewarganegaraan kepada orang-orang non-Melayu. Ia mulai bergabung dengan UMNO. Pada pemilu pertama di Malaysia, 1959, ia sudah menduduki kursi ketua UMNO cabang Kedah. Mahathir baru bisa masuk lingkaran pemerintahan pada 1973 setelah ditunjuk sebagai anggota senat di Dewan Negara oleh Perdana Menteri Abdul Razak Hussein. Setahun kemudian,iamenjabat sebagai menteri pendidikan; wakil perdana menteri pada 1976 merangkap menteri perdagangan dan industri, serta menteri pertahanan. Menyusul mundurnya Perdana Menteri Hussein Onn dengan alasan kesehatan, nama Mahathir diajukan Tengku Razaleigh dan Ghazali Shafie sebagai suksesor. Pasalnya, di antara dua kandidat UMNO, Mahathir dan Ghafar Baba, yang fasih bahasa Inggris dan punya pendidikan lebih tinggi adalah Mahathir. Pertemuan Mahathir Mohamad dengan Soeharto di Malaysia, Juni 1993 (Foto: Repro "Soeharto: The Life and Legacy of Indonesia's Second President") Per 16 Juli 1981, Mahathir resmi memegang jabatan perdana menteri. Indonesia jadi negara pertama yang dikunjunginya karena kekagumannya terhadap program-program pembangunanPemerintahan Soeharto. “Saya selalu mengikuti perkembangan berbagai kebijakan yang dijalankan pemerintahan beliau. Maka kunjungan luar negeri saya yang pertamakali setelah saya dilantik (perdana menteri) menggantikan Datuk Hussein Onn pada 1981 adalah kepada Presiden Soeharto,” tutur Mahathir yang dikutip Mahpudi dkk dalam Pak Harto: The Untold Stories .

  • Aksi Spionase Pierre Tendean di Malaysia

    Selama tiga bulan Letnan Dua Pierre Tendean mengikuti pelatihan di Pusat Pendidikan Intelijen (Pusdikintel), Bogor. Setelah menamatkan kursus kilat, Pierre langsung menerima surat tugas. Pierre ditugaskan untuk memimpin pasukan gerilya yang akan menyusup ke Negara Federasi Malaysia. “Ia ikut operasi-operasi penyusupan ke Malaysia dari selat panjang,” kata Abdul Haris mengenang sang ajudan, Pierre Tendean. “Dalam masa setahun ia telah tiga kali menyusup ke daratan Malaysia,” ungkap Nasution dalam Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 6: Masa Kebangkitan Orde Baru . Pierre merupakan komandan Basis Y yang terletak di daerah Pasir Panjang, Kepulauan Karimun. Pada Maret 1964, Pierre dikirimkan ke Malaysia melalui Selat Panjang, Kepulauan Meranti, Riau. Malaka dan Johor adalah wilayah yang menjadi wilayah sasaran penyusupan. Dalam aksi pertamanya, Pierre menyamar sebagai turis yang melancong. Karena memiliki paras blasteran Indo-Prancis, Pierre tidak kesulitan menembus ke jantung kota. Selain perawakan yang menunjang, Pierre juga telah dibekali sejumlah ilmu intelijen maupun kemampuan tempur. Dalam Memoar Oei Tjoe Tat  yang disusun Pramoedya Ananta Toer, Pierre tercatat mengawal Menteri Negara Oei Tjoe Tat. Saat itu, Oei diperintahkan Presiden Sukarno menjalin kerja sama dengan semua pihak yang anti dengan pembentukan federasi Malaysia. Oei berlakon sebagai pedagang Tionghoa. Sementara Pierre, dengan wajah bulenya cukup apik berperan menjadi turis.   Sembari menjalakan tugas, Pierre masih berbelanja. Di pusat-pusat pertokoan yang dikunjungi, Pierre membeli raket merk Dunlop, jam tangan, rokok merk Commodore untuk ayahnya, dan pakaian serta aksesori impor buat kakak dan ibunya. Sang kekasih, Rukmini Chamim pun tidak ketinggalan kebagian oleh-oleh berupa satu stel pakaian. Pada aksi yang kedua, Pierre terlibat bentrokan kecil. Dalam kontak tersebut, Pierre dapat merebut senjata dan verrekijker  (teropong) dari pasukan lawan. Sewaktu melakukan penyusupan yang ketiga kalinya, nyawa Pierre bahkan hampir melayang. Ketika berada di tengah lautan, Pierre dan pasukannya dipergoki oleh kapal perang jenis destroyer milik tentara Inggris. Dalam kejar-kejaran itu, Pierre memutuskan untuk turun dari speedboat- nya lalu berenang ke perayu nelayan. “Berhari-hari Pierre memegang perahu nelayan itu dari belakang sambil berenang,” kata Nasution. Sepulang penugasan dari Malaysia, Pierre naik pangkat jadi letnan satu. Dalam biografi resmi Pierre Tendean, Sang Patriot: Kisah Seorang Pahlawan Revolusi,  Mitzi Fare sang kakak mengenang semua pemberian Pierre yang dibeli kala bertugas di Malaysia. Selain seuntai ikat pinggang, Mitzi juga mendapat jaket merah yang memiliki model serupa dengan kepunyaan Pierre yang berwarna biru. “Jaket biru inilah pakaian terakhir yang melekat di badan Pierre saat ia diculik pada dini hari 1 Oktober 1965,” tutur Mitzi kepada tim penulis biografi resmi Pierre Tendean yang disunting Abie Besman. Raket Dunlop  juga diserahkan Pierre kepada Mitzi. Di balik benda itu, seuntai pesan tersua dari si pemberi: “ Ojo didol lho (jangan dijual ya),” demikian amanah Pierre kepada Mitzi. Raket Dunlop  itu bersama verrekijker  yang berhasil disita Pierre kini masih tersimpan di Museum Pancasila Sakti di Lubang Buaya, Jakarta Timur.

  • Ketika Islam Masuk ke Galuh

    Ketika Pakuan Pajajaran (terletak sekitar Bogor sekarang) jatuh akibat proses Islamisasi Kesultanan Banten pada 1579, keseimbangan kekuatan politik di wilayah Tatar Sunda menjadi goyah. Hilangnya pemerintahan di Pakuan Pajajaran berarti hilang pula pengaruh Hindu-Buddha di Jawa bagian barat. Islam pun menjadi kekuatan tunggal di tanah Pasundan. Imbas kejatuhan itu, para penguasa Sunda yang sebelumnya ada di bawah naungan Pakuan Pajajaran kembali terpecah. Mereka mulai membangun pemerintahan di tempat asalnya masing-masing, dengan harapan dapat kembali menghidupkan kekuatan Sunda seperti sedia kala. Seperti yang dilakukan Prabu Cipta Sanghyang di Galuh (1528-1595), putra Prabu Haur Kuning. Menurut sejarawan Nina H. Lubis dalam Sejarah Kota-Kota Lama di Jawa Barat, ketika Kesultanan Banten berhasil mengislamkan Pakuan Pajajaran, Kesultanan Cirebon juga bergerak masuk ke wilayah Galuh. Islam pun akhirnya berkembang di sana. Namun itu hanya sebatas kekuasaan di Kawali saja karena Prabu Cipta Sanghyang sempat memindahkan kekuasaannya ke Cimaragas, Ciamis, sehingga Galuh mampu menghindari arus islamisasi dari para ulama Cirebon. Tapi keadaan itu tidak berlangsung lama. Kuatnya pengaruh Islam di Ciamis membuat Galuh perlahan kehilangan tempat berlindung yang aman. “Islam dikembangkan dari Cirebon ke Galuh melalui Maharaja Kawali,” ungkap sejarawan dari Universitas Padjadjaran itu. Tim Peneliti Sejarah Galuh dalam Galuh Ciamis dan Tinjauan Sejarah , menyebut jika Islamisasi Kesultanan Cirebon dilakukan melalui jalur perkawinan. Kisahnya dimulai ketika putra mahkota Galuh, Ujang Ngekel, jatuh cinta kepada putri Maharaja Kawali bernama Tanduran di Anjung. Tetapi cinta Ujang Ngekel tidak mendapat restu penguasa Kawali karena ia masih menganut Hindu, sementara Kawali sendiri telah sepenuhnya Islam. Demi cintanya, Si Putra Mahkota pun bersedia masuk Islam. Melihat kesungguhan itu, Kawali akhirnya meminta Cirebon untuk mengislamkannya. Setelah masuk Islam Ujang Ngekel menikahi Tanduran di Anjung. Namun hal itu belum memberi pengaruh besar terhadap penyebaran Islam di Galuh. Bahkan ketika ia naik takhta, dengan gelar Prabu Galuh Permana, menggantikan Prabu Sanghyang Cipta, Islam belum berkembang. Barulah pada masa Adipati Panakean, putra Prabu Galuh Permana, ajaran Islam mulai tumbuh pesat. Terutama setelah Mataram berhasil merangsak ke Galuh, dan secara luas ke Tatar Sunda. “Sejak akhir abad ke-16 M, Mataram berupaya menguasai Kerajaan Galuh,” tulis Mumuh Muhsin Z dalam makalah Ciamis atau Galuh , yang disajikan pada seminar sejarah “Menelusuri Nama Daerah Galuh dan Ciamis: Tuntutan dan Harapan”, 12 September 2012 di Ciamis. Pengaruh kuat Mataram di Galuh semakin terasa pada masa Sultan Agung. Penguasa Galuh ketika itu, Adipati Panakean, diangkat sebagai wedana Mataram. Status pemerintahan Galuh pun menjadi vasal Mataram. Dari hasil penelusuran Tim Peneliti Sejarah Galuh, berdasar sumber-sumber kolonial, didapati batas-batas Kerajaan Galuh yang jatuh ke tangan Mataram, yakni: Sungai Citanduy sebelah timur, perbatasan Sumedang di sebelah utara, Sungai Cijulang di selatan, dan Galunggung serta Sukapura di sebelah barat. Islamisasi Pertama Sebelum masuknya Cirebon dan Mataram, upaya islamisasi di Galuh telah lebih dahulu dilakukan oleh rakyatnya sendiri. Diungkapkan Rokhimin Dahuri dalam Budaya Bahari: Sebuah Apresiasi di Cirebon  upaya itu datang dari putra kedua Raja Galuh, Bratalegawa, yang kemudian mendapat gelar Haji Purwa. Bratalegawa dikenal sebagai seorang saudagar Sunda yang sukses. Ia senang melakukan perjalanan niaga hingga ke luar negeri. Ketika sedang berdagang di India, Bratalegawa banyak berinteraksi dengan para pedagang Arab yang beragama Islam. Dalam penelitian Nina H. Lubis, dkk, Sejarah Perkembangan Islam di Jawa Barat  disebutkan bahwa lamanya interaksi menjadi sebab Bratalegawa mulai tertarik mengenal lebih dalam Islam. Meski ketika itu Haji Purwa masih menjadi penganut Hindu yang taat. “Ia diislamkan oleh saudagar Arab yang kebetulan bertemu di India,” tulis Nina. Bratelegawa kemudian menikahi seorang wanita Muslim dari Gujarat, Farhana binti Muhammad. Keduanya lalu memutuskan pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Setelah kembali, Bratalegawa mengganti namanya menjadi Haji Baharudin al-Jawi. “Oleh karena ia merupakan haji pertama di Galuh, maka ia disebut Haji Purwa (pertama),” ungkap Rokhimin. Dari Mekah, Haji Purwa bersama keluarganya pergi ke Jawa Barat. Mereka tiba di Galuh pada 1337 M. Dibantu kawan Muslimnya dari Arab, Haji Purwa berusaha mengislamkan para penguasa Galuh, keluarganya sendiri. Namun upaya Haji Purwa itu mengalami kegagalan. Pengaruh Hindu yang masih terlalu kuat di Tatar Sunda membuat ia gagal meyakinkan Galuh untuk beralih menganut Islam. Setelah gagal mengislamkan Galuh, Haji Purwa memutuskan untuk keluar dari pusat kerajaan. Ia memilih tinggal di Caruban Girang (Cirebon Girang), yang ketika itu masih berada di bawah kekuasaan Galuh. Di sana secara perlahan ia menyebarkan Islam. Penyebaran Islam di Cirebon itu tidak mengalami kesulitan, utamanya di wilayah pesisir, karena penduduk di sana sudah banyak berinteraksi dengan para pedagang Muslim.

  • Sastra Dakwah tentang Hari Kiamat

    Jamaah calon haji dari Indonesia pada masa kolonial menempuh perjalanan laut hampir enam bulan untuk mencapai Mekkah. Dari Indonesia, mereka singgah dulu di Singapura. Di sini mereka biasanya membeli sejumlah bahan bacaan. Tema yang paling diminati adalah tentang hari kiamat. "Pas sebagai bacaan dalam perjalanan akbar menunaikan haji untuk mawas diri mengenang mati atau pelipur hati menghadapi kematian," kata Edwin Paul Wieringa, guru besar filologi Indonesia dan kajian Islam dari Universitas Cologne, Jerman, dalam kuliah umum bertajuk "Dari Kudus ke Bombay dan ke Jawa Lagi: Sastra Keagamaan tentang Hari Kiamat" di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB-UI), Depok, Jawa Barat, 19 Februari 2020. Bacaan bertema kiamat itu tercetak dalam tulisan tangan. Mereka terbit antara masa 1900-1920-an. Aksaranya Arab dengan bahasa Melayu atau Jawa. Edwin menemukan buku kuno bertema kiamat ketika meriset di Perpustakaan Nasional Singapura, Oktober 2019–Januari 2020. Jumlah buku semacam itu ada belasan. Dalam kuliah umum di FIB-UI, Edwin hanya memaparkan dua karya bertema kiamat temuannya: Singir Kiyamat karya Sumardi dan Syair Ibarat dan Khabar Kiamat anggitan Abdurrahman Siddiq bin Muhammad 'Afif al-Banjari. Edwin mengaku belum banyak menguliti karya lainnya. Tapi pembacaan terhadap dua karya tadi saja telah mengungkap banyak hal: bacaan jamaah calon haji sewaktu di perjalanan, pandangan orang tentang kiamat, jaringan penerbitan Hindia Belanda–Singapura–India, keberlanjutan tema kiamat dalam bentuk komik pada 1960-an, dan fungsi filologi. Edwin menjelaskan, isi dua buku kuno tentang kiamat itu serupa. "Pada intinya menjelaskan bahwa hidup di dunia dan segala materi di dunia ini hanyalah bersifat sementara," kata Edwin. Kedua pengarangnya tak banyak mengeksplorasi kemungkinan estetik dan penafsiran sufistik terhadap surga dan neraka. Penggambaran surga dan neraka dalam dua buku kuno termaksud begitu gamblang. Surga adalah tempat penghiburan dan kebahagiaan bagi orang-orang saleh yang mengamalkan ajaran agama, sedangkan neraka menjadi tempat penyiksaan dan kesengsaraan bagi pelanggar ajaran agama Islam. "Pesannya lebih diutamakan daripada keindahannya," kata Edwin. Karena itulah, Edwin menempatkan dua buku kuno termaksud ke dalam kategori sastra dakwah. Menurutnya, sastra dakwah menghalalkan cara untuk mencapai tujuannya. Ia tak ambil pusing soal keindahan dan bentuk. Edwin Paul Wieringa, guru besar filologi Indonesia dan kajian Islam dari Universitas Cologne, Jerman, dalam kuliah umum bertajuk "Dari Kudus ke Bombay dan ke Jawa Lagi: Sastra Keagamaan tentang Hari Kiamat" di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB-UI), Depok, Jawa Barat, 19 Februari 2020. Mengenai latar belakang pengarang dua buku kuno termaksud, Edwin menngukapkan bahwa Sumardi bukanlah seorang ulama. Dia mungkin seorang penduduk Kudus. Tapi Edwin tak tahu banyak soal lainnya. Sedangkan Abdurrahman Siddiq bin Muhammad 'Afif al-Banjari berasal dari Martapura, Kalimantan. Dia sohor sebagai ulama dan penulis sejumlah kitab. Sebagian besar kitabnya terbit di Singapura. Singapura merupakan kota utama untuk percetakan dan penjualan kitab-kitab agama Islam dari Hindia Belanda selama masa kolonial. Para pengarang kitab dari Hindia Belanda selalu mengoper karyanya ke Singapura untuk dicetak dan dijual. Selain Singapura, kota favorit lainnya bagi pengarang kitab dari Hindia Belanda ialah Bombay di pesisir barat India. Tapi Bombay tidak menjual kembali kitab tersebut. Kitab itu justru dikirim ke Singapura dan dijual kembali untuk orang-orang Hindia Belanda yang pergi haji. Mengapa pengarang kitab dari Hindia Belanda jauh-jauh melempar karyanya ke dua kota ini? "Sebab kedua kota tersebut berada di bawah koloni Inggris yang lebih liberal terhadap pelaksanaan agama. Sedangkan pemerintah kolonial Hindia Belanda lebih ketat dalam penerbitan buku-buku Islam," terang Edwin. Edwin mencatat, buku-buku terkait kiamat cetakan Bombay dan terbitan Singapura selalu menjadi yang terlaris di antara kitab-kitab keagamaan Islam. Hal pendukungnya ialah bentuk bukunya ringkas, harganya murah, dan temanya melintas zaman. Terbukti tema tentang kiamat terus bertahan. Bahkan pada 1960-an, tema ini diadaptasi ke dalam komik surga dan neraka. Komik itu menggunakan cara penggambaran dan penafsiran yang sama dengan dua buku kuno tadi. Gambar-gambarnya jelas sekali menunjukkan adegan penyiksaan di neraka dan suasana penghiburan di surga. Edwin juga menyatakan tema tentang hari kiamat masih digemari oleh generasi sekarang. Dengan demikian, peluang generasi sekarang mengenal buku-buku kuno terbuka lebar. Sebab buku-buku kuno ternyata telah memuat hal-hal yang dibicarakan oleh generasi sekarang. Tapi dia mengingatkan pembacaan generasi sekarang terhadap buku-buku kuno akan berbeda dan lebih sulit. "Membaca dan menilai teks dari zaman dahulu kala, yaitu bukan zamannya sendiri sangat sulit karena pengetahuan kita tidak begitu besar mengenai bahasa dan sistem kode yang terkandung dalam teks kuno," ujar Edwin. Karena itulah, Edwin memandang filologi dapat berperan untuk membantu pemahaman terhadap isi buku-buku kuno tersebut. Filologi ialah ilmu yang mempelajari teks-teks di dalam suatu bahasa tertentu. Ringkasnya, filologi membantu orang menafsirkan sebuah teks. Tidak hanya teks pada masa sekarang, tetapi juga pada masa lampau. Dengan filologi, generasi sekarang akan mampu mengungkap alam pikiran masyarakat pada masa lampau. Bagi Edwin, kerja mengungkap alam pikiran dan keadaan masyarakat pada masa lampau selalu menarik. "Saya tak habis mengerti mengapa ada orang yang tidak tertarik dengan filologi, ilmu bahasa, dan sastra," kata Edwin menutup kuliah.

  • Serangan Pertama Mongol ke Kerajaan Islam

    Dalam perjalanannya meninggalkan Bukhara, Jenghis Khan memasuki musola, sebuah halaman bertembok tempat diadakannya salat selama ada perayaan di luar temboknya. Lalu ia berpidato di hadapan280 orangpriapaling kaya dan terkemuka di kota itu. Dari wajahnya terlihat ketakutan, tapi mereka penasaran untuk mendengarkan apa yang akan disampaikan oleh penguasa Mongol itu. “Wahai orang-orang!” serunya. “Ketahuilah bahwa kalian telah melakukan dosa-dosa besar. Orang-orang besar di antara kalian telah melakukan dosa-dosa itu.” “Jika kalian bertanya padaku bukti apa yang kumiliki atas kata-kata ini,” katanya melanjutkan. “Kukatakan itu terjadi karena aku adalah hukuman dari Tuhan. Jika kalian tidak melakukan dosa-dosa besar, Tuhan tak akan menimpakan hukuman seperti aku pada kalian.” Begitulah gambaran Jenghis Khan oleh Ata-Malik Juvaini. Banyak yang skeptis dengan sejarawan Persia abad ke-13 itu. Namun, bagi John Man, sejarawan Inggris, Juvaini memiliki datail yang menguatkan semua ceritanya. Invasi Jenghis Khan ke Bukhara merupakan salah satu dari rangkaian penyerangan ke dunia Islam. Kendati begitu, menurut John Man tulis dalam Jenghis Khan, Legenda Sang Penakluk dari Mongolia, misinya ke barat bukanlah bagian dari rencana yang sengaja ia niatkan demi memperluas kekuasaan. Ekspedisi ke luar perbatasan awalnya adalah tradisi. Misalnya, serangan ke Cina merupakan tradisi yang diwarisi pemimpin Mongol dari generasi ke generasi.Pada gilirannya memberi pembenaran bagi pengejaran kepala suku lawan. Seperti Kuchlug, keturunan keluarga pimpinan Suku Naiman yang kabur ke Khara Khitai di Asia Tengah bersama sedikit tentara yang tersisa. “Kuchlug dan pangkalan barunya memainkan peran penting dalam menarik Jenghis ke barat memasuki dunia Islam, yang akhirnya menjadi landasan bagi lebih banyak lagi penaklukkan di barat,” tulis John Man. Kemenangan atas Kuchlug, membawa orang-orang Mongol bersinggungan dengan tetangganya,Kerajaan Khwarezmian. Pada akhir abad ke-12, kekuasaan Kerajaan Khwarezmian meluas ke provinsi-provinsi tetangga, Khurasan, meliputi wilayah yang kini merupakan bagian dari Iran, Afghanistan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan. Lalu sampai ke Transoxania, yaitu wilayah kuno yang terletak di Asia Tengah, antara Sungai Amu Darya dan Sungai Syr Darya.Dengan begitu kerajaan ini mengendalikan pusat-pusat perdagangan jalur sutra, Samarkand, Bukhara, Urgench, Khojend, Merv, dan Nishapur. Kala itu, tak ada kepala suku kaum nomaden yang secara sadar mencoba menaklukkan kerajaan yang jauh dari rumahnya. Apalagi jika kerajaan itu adalah kekuatan dominan di kawasannya. Namun, Jenghis Khan merasa terhina. Shah Khwarezmian, Muhammad Ala ad-Din (Muhammad II) atau Mohammad, telahmenantang perang dengan membunuh utusan Jenghis Khan pada 1217. Padahal, Jenghis Khan hanya berniat melakukan perdagangan. “Jika ancaman itu tak ditanggapi, ia hampir pasti akan menjadi korban seorang Shah yang ambisius dan berhasrat memperluas kekuasaannya hingga ke daratan Cina yang kaya,” tulis John Man. “Mari kita menderap melawan orang-orang Islam untuk membalas dendam!” seru Jenghis Khan, dalam The Secret History , satu-satunya catatan asli Mongol paling signifikan tentang Jenghis Khan. Sultan yang Tercela Apa yang terjadi berikutnya juga karena karakter Shah Muhammad, sang sultan Khwarezmian. “Tak seorang pun punya kata baik untuk diucapkan tentang makhluk mengerikan ini. Ia disebut banyak menimpakan bencana terbesar pada kaum dan agamanya,” tulis John Man. Ibunya, Terken, yang menjalankan istananya sendiri mungkin punya andil besar atas sikap putranya itu. Bisa jadi berkat inisiatif ibunya, Shah Muhammad, seorang Turki yang plinplan dan tak percaya diri itu berusaha memaksakan kehendak pada rakyatnya yang sebagian besar adalah orang Iran. Shah Muhammad, ketika merebut kembali Samarkand setelah terjadi pemberontakan di kota itu, menewaskan 10.000 orang, termasuk Othman, pemimpin pemberontakan. Akibatnya , warga kota begitu membencinya, bahkan ketika Shah Muhammad menjadikan Samarkand sebagai ibu kota. Shah Muhammad juga pernah berseteru dengan khalifah di Baghdad. “Tak ada peluang baginya mencitrakan diri sebagai pembela Islam. Terakhir ia dikenal dengan kebiasaannya bermain perempuan,” tulis John Man. Dalam hal ini, Jenghis Khan tak berniat terlibat dalam kekacauan pemerintahan Kerajaan Khwarezmian. Ia hanya menginginkan hubungan perdagangan. Namun, Shah Muhammad berpikir apa mungkin seorang panglima perang haus darah seperti Jenghis Khan mendadak berubah, menjadi hanya punya tujuan damai yaitu perdagangan? Sebenarnya mungkin saja. Pasalnya, Jenghis Khan masih punya PR menaklukkan Cina Utara, yang hubungannya tak pernah benar-benar bersahabat dengan Mongol. Penaklukkannya baru terjadi 20 tahun mendatang. Menurut Leo de Hartog dalam Genghis Khan, Conqueror of the World , berdagang dengan negeri tetangga yang hidupnya menetap sangat penting bagi bangsa Mongol yang nomaden. Karena hubungan Mongol dengan Cina Utara yang tak stabil, pasokan gandum dari wilayah lain menjadi hal mendesak bagi mereka. Mereka berharap bisa melakukan hubungan dagang dengan negeri tetangga lainnya, yaitu Khwarezmian. Dalam usahanya membangun hubungan ini, Jenghis Khan dibantu para pedagang Muslim sebagai perantara. Keinginan Jenghis Khan akan perdagangan bebas antara Asia Tengah dan Asia Selatan-Barat diminati juga oleh para pedagang. “Mungkin itulah mengapa Jenghis Khan mampu mendapat dukungan dari para pedagang Muslim,” tulis Leo de Hartog. Namun, Shah Muhammad mencurigai perdagangan bebas dengan Mongol akan digunakan untuk spionase atas nama Jenghis Khan.Ditambah ia hanya melihat sedikit keuntungan dari kesepakatan itu. Bukan hanya karena pikiran negatifnya, tetapi ia pun menilai berdagang dengan Cina dan Rusia tak bakal memberi keuntungan lebih. “Pemikiran yang berbeda dari sang Shah membawa keuntungan bagi Jenghis Khan. Para pedagang Muslim yang mempunyai kepentingan sama dengan Jenghis Khan pun banyak memberinya informasi tentang Sultan Muhammad,” tulis Leo de Hartog. Sumber Petaka Untuk menunjukkan niat berdagangnya kepada penguasa Khwarezmian, Jenghis Khan mengirim 500 karavan sarat muatan berharga dari Mongolia ke Khwarezmian. Utusan ini terdiri dari 450 orang yang mayoritas pedagang Muslim dan 500 unta. Bersama itu, Jenghis Khan juga mengirim seorang duta besar, Uqana. Lewat dialah pesan untuk sang sultan akan disampaikan. Sayangnya, mereka justru ditawan waktu tiba di Provinsi Otrar, kota di perbatasan Khwarezmian oleh Gubernur Inalchuq. Allan Trawinski dalam The Clash of Civilizations menjelaskan, Inalchuq, yang masih kerabat ibu sultan itu, mengklaim kedatangan utusan Mongol itu adalah konspirasi untuk melawan Khwarezmian. “Namun tak mungkin kalau ada di antara delegasi itu yang merupakan mata-mata,” tulis Trawinski.  Menurut Leo de Hartog, alasannya sebagian karena sang gubernur marah sebab salah seorang pedagang memanggil Inalchuq tanpa gelarnya. Sebagian lagi karena Inalchuq keblinger melihat betapa berharganya barang-barang yang dibawa oleh semua karavan itu.   Inalchuq lalu melaporkan kepada Shah Muhammad , bahwa para utusan yang ia tawan itu adalah mata-mata Mongol. Ia mengusulkan untuk mengeksekusi mereka semua.  Tak jelas apa memang sang Shah percaya pada laporan gubernurnya itu. Kendati bukan tak mungkin juga, mengingat dia punya pemikiran kalau para pedagang Muslim telah melayani penguasa selain dirinya. Namun, menurut Leo de Hartog, sikapnya kemudian lebih disetir oleh nafsu yang sama seperti gubernurnya, yaitu ingin menguasai muatan yang dibawa oleh para pedagang utusan Mongol. Shah Muhammad sepakat untuk mengeksekusi seluruh utusan Mongol, termasuk duta besar. Barang-barangnya dirampas dan dijual di Bukhara.  “Reaksi Muhammad merupakan perwujudan kebodohan, yang kelima unsurnya adalah kelemahan, keluguan, ketidaktahuan, xenophobia (ketakutan dan kebencian terhadap sesuatu atau seseorang yang asing, red ), dan keangkuhan,” tulis John Man. A da satu pengendara unta yang berhasil kabur. I a melapor kepada Jenghis Khan. Namun, penguasa Mongol itu masih berniat melakukan s ekali lagi usaha untuk menghindari perang, khususnya di wilayah ini. Mengapa? karena kalau perang artinya ada lagi perluasan wilayah Mongol, satu lagi operasi militer, lalu garis batas yang semakin luas untuk dipertahankan, dan siapa tahu, malah berujung pada kekalahan. Jenghis Khan pun mengirim tiga duta besar kepadaShah Muhammad. Satu orang Muslim, dua Mongol. Mereka membawa protes atas perlakuan sang sultan terhadap niat baik Mongol. Mereka juga meminta agar gubernur Otrar diserahkan kepada Mongol untuk dihukum.  Shah Muhammad menolak dan memerintahkan untuk mengeksekusi duta besar Muslim, pemimpin rombongan. Dua duta besar lain dicukur jenggotnya sampai habis. “Jenghis Khan melihat pembunuhan utusannya yang kedua ini sebagai penghinaan menjijikan yang harus ia tuntut balas,” tulis Leo de Hartog. Pada 1219, Jenghis Khan memimpin pasukannya ke barat. Suku-suku kecil di sepanjang perjalanan ikut ditumpas. Menurut Don Nardo, sejarawan Amerika, dalam Genghis Khan and the Mongol Empire , Jenghis Khan membawa pasukan berjumlah 110.000-125.000 pasukan berkuda, ditambah 60.000 sekutu Cina dan lainnya. Sebenarnya Mongol kalah jumlah. Sebab, Shah Muhammad mampu mengumpulkan 400.000 pasukan atau lebih. Namun, banyak di antara mereka adalah tentara bayaran yang hanya punya sedikit loyalitas kepada rajanya.  Soal jumlah pasukan itu banyak perdebatan. Trawinski menyebut sejarawan Islam kontemporer yakin jumlah pasukan Mongol lebih besar, sekira 600.000-700.000. Sementara pasukan Shah Muhammad jumlahnya 400.000 orang. Kehancuran Besar Berapapun jumlah pasukan Mongol, yang jelas membawa petaka besar. Pertama-tama, mereka mengepung Otrar, yang gubernurnya ikut memancing amuk Jenghis Khan. Si raja kecil, Inalchuq diburu sampai mati. Kotanyadiratakan. Pada 1220, pasukan Mongol sudah mendekati Bukhara. Sekira 300.000 orang yang mendiaminya ikut merasakan “hukuman Tuhan” sebagaimana di katakan Jenghis Khan dalam pidatonya di kota itu. Hartanya dirampas, kotanya dibakar, bentengnya didobrak. Warga yang masih hidup dikumpulkan dan dibagi-bagi ke dalam tugas mereka yang baru. Dari Bukhara, gempuran pasukan Mongol mengalir ke ibukota, di Samarkand, wilayah Uzbekistan saat ini. Kotanya dilindungi benteng yang kuat. Tapi, bagi pasukan Mongol cukup sepuluh hari untuk menembusnya. Sama seperti sebelumnya, kota itu dibumihanguskan, rakyatnya dibunuh. Shah Muhammad kabur dalam serangan ini. Ia mendapatkan kematiannya di sebuah pulau kecil di Lautan Kaspia karena terguncang dan putus asa. Kemenangan akhirnya jatuh ke tangan Mongol pada awal 1221. Dengan seluruh kerajaan nyaris menjadi miliknya, Jenghis Khan mengutus Tolui, putra keempatnya, melakukan pembersihan. Hanya butuh tiga bulan baginya untuk mengatasi tiga kota utama: Merv, Nishapur, dan Herat. Soal berapa orang yang tewas akibat kemarahan Jenghis Khan ini, menurut John Man mustahil untuk dipastikan. Saat itu tak ada sensus. Angka yang selama ini disebutkan hanyalah tebakan. “Dilihat dari segi manapun, peristiwa itu masih merupakan salah satu pembunuhan massal terbesar dalam sejarah, jika dilihat secara proporsional, mungkin yang terbesar,” tulis John Man. John Man menyebut peristiwa itu setara dengan pemusnahan 25-30 persen dari populasi yang diakibatkan bencana terbesar Eropa, The Black Death. Dengan matinya Shah Muhammad, Kerajaan Khwarezmian pun tak lama lagi hanya tinggal sejarah. Bahkan beberapa wilayahnya tetap hancur sampai beberapa abad kemudian.

  • Pesona Sejarah Carnevale Venezia

    KECERIAAN jutaan warga dan turis di Venezia, Italiaberganti cemas. Topeng-topeng pesta marak warna nan berganti masker-masker medis. Carnevale di Venezia atau Karnaval Venesia yang termasyhur itu harus dihentikan sebelum perayaan puncaknya, 25 Februari 2020 di Piazza San Marco. Gegaranya,merebaknya kasus COVID-19 alias virus corona . Karnaval yang “11-12” dengan Karnaval Rio itu mestinya berlangsung pada18-25 Februari atau jelang ibadah puasa pra-Paskah dalam agama Katolik. Namunper Minggu (23/2/2020), pemerintah negara bagian maupun pemerintah regioni (semacam negara bagian) sepakat menghentikan karnaval dan memberlakukan lockdown (karantina) di 12 kota di utara Italia. Pemberlakuan karantina sementara yang diputuskan sampai 1 Maret 2020 itu tidak hanya berlaku untuk karnaval, namun juga untuk sejumlah aktivitas, seperti pameran fesyen Giorgio Armani atau laga-laga sepakbola Serie A yang dimainkan di utara Italia. “Kami harus memberlakukan tindakan drastis. Mulai malam ini Karnaval Venezia, juga gelaran-gelaran lain, termasuk olahraga, sampai 1 Maret akan dihentikan. Termasuk juga semua acara perkumpulan pribadi maupun publik harus dihindari. Sekolah-sekolah ditutup sampai akhir bulan ini,” ujar Presiden regioni VenetoLuca Zaia, dikutip Deutsche Welle , Minggu (23/2/2020). Karnaval Venezia yang sempat berjalan sebelum akhirnya dihentikan per Minggu, 23 Februari 2020 (Foto: Twitter @Venice_Carnival) Keputusan itu diambil setelah tiga dari 155 pasien terdampak virus corona tewas. Korban tewas terakhiradalah seorang lansia berusia 78 tahun, Adriano Trevisan, yang meninggal di rumahsakit di Padova, kota tetangga Venezia . Pesta Khas Venezia Selama berabad-abad, Karnaval Venezia yang khas dengan pesta topeng itu masih menyisakan misteri soal asal-usulnya. Marianne Mehling dalam Venice and the Veneto menyebutkarnaval itu  dipengaruhi tradisi Saturnalia di era Romawi Kuno sekira (500 SM) . Jika “dikonversi” ke kalender Masehi, perayaan Saturnalia lazimnya digelar sepanjang 17-23 Desember.Dalam kurun itu para budak Romawi dibebaskan sementara untuk ikut berpesta sebagai bentuk penghormatan kepada Dewa Saturnus. Perayaannya berupa pesta minuman, makanan, hingga berjudi. Namun dalam masa itu para penikmat perayaan belum mengenal tradisi pesta topeng. Menurut Elizabeth Horodowich dalam A Brief History of Venice, cikal-bakal karnaval berkenaan dengan pesta makanan dan minuman sebelum puasa pra-Paskah Katolikbaru eksis pada 1094. Kala itu Venezia sudah berbentuk republik (Repubblica di Venezia).Pemimpin Venezia Doge (Adipati) Vitale Faliero yang mencetuskan karnaval itu. “Tertulis dalam dokumen Doge Vitale Falierebahwa catatan pertama tentang karnaval terjadi pada 1094 dan perayaannya digelar terbuka untuk publik jelang puasa pra-Paskah,” sebut Horodowich. Ilustrasi Karnaval Venezia di masa-masa awal Republik Venezia (Foto: venezia.it ) Pesta semacam karnaval yang lebih besar dan jadi cikal bakal Karnaval Venezia, menurut James H. Johnson dalam Venice Incogito: Masks in the Serene Republic, baru terjadi pada 1162, selepas Republik Venezia menang perang atas Ulrich II von Treven, Patriark Aquileia. Ulrich II ingin menguasai Venezia sehubungan dengan kampanye perluasan wilayah kekuasaan Kaisar Frederick Barbarossa (Frederick I),  dari Germania ke Italia. Upaya Ulrich memicu Doge Vitale II Michiel memberi perlawanan sengit dengan mengirim armadanya ke Grado, basis kekuatan Ulrich II. Ulrich lantas terkepung dan ditawan. Beruntung nasibnya diselamatkan Paus Aleksander III yang turun tangan memediasi perdamaian. Sri Paus meminta Doge Vitale membebaskan Ulrich dengan imbalan selusin babi ternak dan 300 potong roti yang akan dikirimkan rutin setiap tahun. “Kekalahan Ulrich pada 1162 kebetulan bertepatan dengan masa-masa jelang puasa pra-Paskah menjadi anugerah tersendiri bagi para pemimpin kota (Venezia). Persembahan (dari Sri Paus) itu kemudian dijadikan jamuan setiap kali digelarnya perayaan di Alun-Alun San Marco dengan disemarakkan pesta dansa,” tulis Johnson. Ilustrasi Carnevale di Venezia oleh pelukis Pietro Longhi yang dibuat tahun 1751 (Foto: Museo dell' Settecento Veneziano) Tetapi perayaan itu belum dilengkapi pesta topeng dan parade kostum mewah nan glamor. Topeng baru dikenakan para kaum aristokrat maupun golongan menengah pada 1296 ketika pemerintah republik mengesahkan Karnaval Venezia sebagai hari libur publik. “Sejak saat itu Karnaval Venezia dikenal luas karena pesta topengnya, parade kostum, pertunjukan musik dan seni, serta hiburan malam yang lantas jadi daya tarik orang asing datang ke Venezia,” imbuhnya. Topeng dan Larangan Karnaval Penggunaan topeng merupakan hal paling khas dari Karnaval Venesia. Dengan topeng, para peserta karnaval seolah mendapatkan kebebasan tak terbatasuntuk bersenang-senang, baik berjudi atau bercinta terlarang tanpa harus takut diketahui siapapun. Dari sini pula konon kelegendaan Giacomo Casanova bermula. Casanova merupakan petualang cinta ternama di abad ke-18 yang dengan kharismanya mampu bikin banyak kaum hawa ‘kelepek-kelepek’. Dia tak peduli sang mangsanya masih gadis atau istri orang. Penggunaan topeng juga menghilangkan batas-batas kelas antara kaum bangsawan maupun rakyat jelata sepanjang karnaval. Lebih jauh, penggunaan topeng juga menciptakan lapangan pekerjaan baru: mascherari alias pembuat topeng. Mereka membuat topeng bervariasi,mulai dari berbahan porselain, kayu, hingga plastik di zaman modern. Adegan Giacomo Casanova tengah merayu seorang wanita di Karnaval Venezia dalam film "Casanova" yang rilis 2005 (Foto: IMDb) Variasi bentuk topeng juga bermacam-macam.Yang paling khas antara lain bauta  atau topeng sederhana dan tak banyak corak namun menutupi 100 persen wajah. Selain itu ada colombina , semacam topeng setengah muka yang hanya menutupi mata, hidung, dan bagian atas pipi. Jenis yang juga jamak disenangi para penikmat karnaval adalah moretta (topeng gelap) atau servetta mutta (topeng pelayan bisu). Topeng ini lazimnya berwarna hitam yang nyaris menutupi seluruh wajah, kecuali sisi lingkar luarnya. T openg ini hanya dilengkapi sepasang lubang mata tanpa lubang untuk hidung dan mulut. Cara p em akai an nya pun bukan seperti topeng lain dengan karet atau tali, melainkan digigit sisi dalamnya bak topeng reog Ponorogo. Maka d ar i itu topeng ini dinamakan topeng pelayan bisu. Tak ketinggalan,adatopeng Medico Della Peste . Topeng ini berbentuk paruh burung, mengadopsi masker atau topeng ahli medis Prancisabad ke-17Charles de Lorme. De Lorme biasa menggunakan topeng berparuh saat menangani para korban wabah pes, kemudian diikuti para dokter di Jerman hingga Belanda. Karnaval Venesia akhirnya memancing perhatian para bangsawan dalam maupun luar negeri. Sejumlah aristokrat Eropa meluangkan waktu mereka untuk datang ke Venezia. Namun masa-masa indah itu berakhir pada akhir abad ke-18. Karnaval Venezia digelar terakhir kalinya pada Februari 1797 di era Republik Venezia, lantaran pada Mei di tahun yang sama republik itu dikuasai Jenderal (kemudian kaisar) Napoléon Bonaparte. Empat varian topeng paling populer: Bauta, Colombiana, Moretta, dan Medico Della Peste Seiring mundurnya Doge Ludivico Manin dan runtuhnya Republik Venezia, berakhir pula kejayaan karnaval. Kekuasaan Venezia lantas diserahkan Napoléon ke Kekaisaran Austria dalam rangka Perjanjian Campo Formio, 17 Oktober 1797. Di bawah kekuasaan Austria, karnaval apapun dilarang. “Perhelatan karnaval secara terbuka terus diberlakukan di masa kekuasaan Austria, hingga kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Italia pada 1866. Di masa itu karnaval sempat dibolehkan digelar meski tak secara terbuka dan khusus untuk event pribadi bangsawan tertentu, sampai kemudian diktator Benito Mussolini total melarangnya pada 1930-an,” ungkap Daniel Shafto dalam Carnival . Butuh waktu lama bagi sebagian warga Venezia untuk menghidupkan tradisi itu lagi pasca-Perang Dunia II, mengingat Italia turut luluh-lantak. Pada 1967, beberapa tokoh di Venezia coba menghidupkannya kembali dalam rangka pesta kostumserta pesta topeng pribadi. Pada 1979, pemerintah Italia akhirnya membuka mata akan tradisi ratusan tahun itu dan menyatakan Karnaval Venezia sebagai warisan Italia untuk dilestarikan. Karnaval itupun mulai digelar lagi dalam skala kolosal pada Februari 1980 dengan ditambah agenda yang dijadikan tradisi baru, yakni La Maschera Più Bella alias Kontes Topeng Terindah.

bottom of page