top of page

Hasil pencarian

9580 hasil ditemukan dengan pencarian kosong

  • Tenis Meja Adalah Segalanya

    SEJAK dikenalkan tenis meja oleh ayahnya, Ali Umar Syechabubakar, Rossy Pratiwi Syechabubakar langsung jatuh cinta. Antusiasmenya untuk menjadi atlet nasional terus tumbuh. Berbagai turnamen kampung diikutinya. Jalan Rossy terbuka lebar begitu bergabung dengan klub PTM (Persatuan Tenis Meja) Sanjaya Gudang Garam, Kediri. Meski harus berpisah dari kedua orangtuanya lantaran mesti tinggal di asrama, Rossy tetap bersemangat menggembleng diri. “Alhamdulillah, orangtua mendukung saya menekuni jadi atlet,” ujarnya kepada Historia . Dukungan orangtua menjadi modal berharga Rossy untuk membunuh kehidupan monoton selama di klub. “Kita tidak seperti anak-anak yang lain main atau gimana. Kita hanya latihan, belajar (sekolah), latihan,” sambungnya. Saban hari, Rossy hanya latihan pagi jam 5, lalu sekolah sampai jam 1 siang, dan lanjut latihan dari jam 3 sore sampai jam 7 malam. Keterbiasaan itu membuat Rossy tak kaget ketika mengikuti latihan berat Pelatnas PTMSI (Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia) dalam rangka persiapan SEA Games 1987 dan 1993. Pelatih asal Korea Utara Kang Nung-ha tak hanya menggojlok fisik tapi juga mental. “Orangnya galak, terutama soal disiplin. Latihannya juga berat. Tapi ya ada hasilnya,” kata Rossy menjelaskan mantan pelatihnya. Rossy terus merengkuh prestasi di berbagai ajang baik nasional, regional, maupun internasional. Dua kali dia mewakili Indonesia di olimpiade, Barcelona 1992 dan Atlanta 1996. Kecintaannya pada tenis meja membuat Rossy nekat mengabaikan anjuran dokter yang mengoperasi usus buntunya menjelang olimpiade 1992. “Kata dokter, ‘Kamu jangan macam-macam (langsung aktivitas fisik) ya.’ Saya di rumahsakit seminggu, pemulihan di rumah juga seminggu. Setelah itu, saya pilih latihan. Hanya dua minggu persiapan latihan. Syukur enggak ada apa-apa dan alhamdulillah, walau saya enggak izin dokter, saya lolos untuk Olimpiade Barcelona,” kata Rossy mengenang. Meski gagal membawa pulang medali, Rossy dipercaya menjadi pembawa obor olimpiade. “Saya ikut bawa obor dengan berlari sepanjang rute 500 meter sama pelari Ethel (Hudzon). Saya sendiri nggak tahu kenapa bisa dipilih. Waktu itu saya dan Ethel dipanggil untuk mewakili kontingen dari Indonesia, itu saja. Tentu bangga rasanya,” sambung Rossy. Setelah pensiun dan sudah memiliki empat putri yang acap dia sebut “Fantastic Four”, Rossy tetap bergelut di dunia tenis meja. Pada 2011, dia melatih timnas putri Indonesia di SEA Games 2011 Jakarta-Palembang. Rossy juga melatih tenis meja kontingen Jawa Barat di PON 2016. Seakan gatal lantaran tak lagi menepok bola, Rossy kembali giat mengikuti beragam turnamen kecil. “Cuma sekarang-sekarang saya ikut veteran lagi. Desember (2017) lalu ikut Kejuaraan Asia-Pasifik di Jepang, saya kalah di delapan besar. Terakhir, di Cina, Januari 2018, saya dapat perak di nomor beregu putri,” tuturnya. Kecintaan pada tenis meja membuat Rossy berharap kelak ada setidaknya satu dari empat putrinya yang bisa mengikuti jejaknya menjadi srikandi tenis meja. Buah Cinta Tenis Meja Meski beragam prestasi tenis meja telah diukirnya, Rossy mengaku prestasinya paling berkesan adalah di SEA Games 1993 Singapura. Saat itu, dia menyapu bersih emas di empat nomor yang diikutinya. Buahnya, “Kita dijamu di Istana. Ya dijamu makan, salaman. Kita juga dikasih wejangan bahwa apa yang kita perjuangkan adalah untuk negara, untuk membanggakan Indonesia,” ujarnya mengenang undangan kehormatan dari Presiden Soeharto itu. Undangan ke Istana jelas bukan satu-satunya buah dari cinta dan kerjakeras Rossy di dunia tenis meja. Sejak amatir, dia telah memetik buah demi buah dari usahanya. “Sekolah juga gratis. Bisa keluar negeri pertamakali juga karena tenis meja (di Asia Junior Championship 1986 Nagoya, Jepang,” kata Rossy. Bonus merupakan buah yang paling sering dipetik Rossy. Namun, bonus yang diterima atlet di eranya tak sebesar bonus atlet-atlet sekarang. “SEA Games 2011 saya jadi pelatih dan anak didik saya dapat perak dan perunggu. Bonusnya 750juta. (Ketika – red .) Saya sapu bersih empat emas (SEA Games 1993) hanya TV 14 inch. Jadinya ya jauh perbandingannya ya,” jelasnya. Toh, besaran bonus tak mampu mengusik kecintaan Rossy pada tenis meja. “Arti tenis meja dalam hidup saya ya segalanya. Di tenis meja, terutama SEA Games, saya dari yang paling muda (di tim 1987) sampai yang paling tua (di tim 2001). Dari tenis meja saya juga bisa ketemu sama suami (Rany Kristiono),” tandas Rossy, yang dipinang Rany pada 2001. Rangkaian Prestasi Rossy Syechabubakar: Pekan Olahraga Nasional (PON) -1985 (Mewaliki Jawa Timur): 1 Perak (Beregu), 1 Perunggu (Ganda Campuran) -1989 (Jawa Timur): 4 Emas (Tunggal Putri, Ganda Putri, Ganda Campuran & Beregu) -1993 (Kalimantan Timur): 3 Emas (Tunggal Putri, Ganda, Beregu), 1 Perunggu (Ganda Campuran) -1996 (Jawa Barat): 1 Perak (Beregu), 3 Perunggu (Tunggal, Ganda, Ganda Campuran) -2000 (Jawa Barat): 4 Perak (Tunggal, Ganda, Ganda Campuran, Beregu) -2004 (Lampung): 1 Perak (Ganda), 2 Perunggu (Tunggal, Beregu) -2008 (Sumatera Selatan): 2 Perunggu (Ganda, Beregu) SEA Games -1989: 2 Emas (Beregu, Ganda), 1 Perak (Tunggal), 1 Perunggu (Ganda Campuran) -1991: 2 Emas (Tunggal, Ganda Campuran), 2 Perak (Ganda, Beregu) -1993: 4 Emas (Beregu, Tunggal, Ganda, Ganda Campuran) -1995: 2 Emas (Beregu, Ganda), 1 Perak (Tunggal), 1 Perunggu (Ganda Campuran) -1997: 1 Emas (Beregu), 2 Perak (Tunggal, Ganda), 1 Perunggu (Ganda Campuran) -1999: 3 Perunggu (Beregu, Ganda, Ganda Campuran) -2001: 2 Perunggu (Beregu, Ganda)

  • Menyibak Aktris Berbulu Ketiak

    DI sebuah klub malam, Eva Arnaz bernyanyi enerjik. Pakaian dengan lengannya yang terbuka membuat bulu ketiaknya terlihat. Saat itu, Eva berperan di dalam film Lima Cewek Jagoan (1980). Dalam film laga ini, selain Eva, bermain pula empat aktris cantik, yakni Debby Cynthia Dewi, Yatti Octavia, Lydia Kandou, dan Dana Christina. Eva, yang berperan di 43 judul film selama kariernya di layar lebar, di kemudian hari menjadi ikon bintang film yang punya bulu ketiak lebat. Banyak filmnya menampilkan bulu ketiaknya yang menjuntai. Keluarga Eva pernah mempermasalahkan adegan syur dalam film-film yang dimainkannya. Namun, keluarga dan barangkali penonton film kala itu, tak pernah sekalipun mempermasalahkan bulu ketiaknya yang lebat. Ajimat dan Seni Tampaknya bulu ketiak bagi sejumlah aktris pada 1970-an hingga 1980-an merupakan hal yang wajar. Bisa jadi salah satu standar kecantikan dan tren. Jauh sebelum karier Eva meledak, Dally Damayanty merupakan pragawati dan aktris film yang percaya diri dengan bulu ketiaknya. Menurut Varia, 16 Maret 1975, Dally terjun ke dunia peragawati pada 1973 dan kariernya langsung melejit. Dally kemudian menjadi peragawati yang menonjol dan ditampilkan oleh desainer Fauzan Ramon dalam acara peragaan busana pada malam Tahun Baru 1974 di Taman Wisma Nusantara, Jakarta. Pada 1974, Dally ikut keliling Asia untuk peragaan busana. Lantas, sepulang dari tur itu, ia pun disodori kontrak bermain di film Dasar Rezeki (1974). Tak hanya itu, Dally yang berani berpose mengenakan bikini di sejumlah media juga menjadi objek reklame Ajinomoto. “Apakah sukses Dally yang subur, dengan jerawat di mukanya ini berkat ‘ajimat’ bulu keteknya yang lumayan lebatnya ini, tentu Dally sendirilah yang lebih tahu bukan?” kata wartawan Varia, 16 Maret 1975. Wartawan Varia menyebut bulu ketiak Dally itulah sex appeal yang ia miliki. Selain Dally, aktris dan foto model Waty Siregar percaya diri berpose genit dengan pakaian lengan kanan terbuka dan bulu ketiak terurai. Foto itu merupakan hasil jepretan Cendrawasih 2000 di sampul belakang majalah Selecta edisi 12 Februari 1979. Di dalam kalender 1978 dan 1979, foto-foto seksi Waty pun terpampang. “Tapi, itu kan rasa seni, penuh keindahan, dan saya tidak berbugil,” kata Waty, yang pernah bermain di 30 judul film selama kariernya, kepada Selecta, 12 Februari 1979. Ratu Ketiak Cara Joseph Oliviero dalam artikelnya “Segi-Segi Keindahan Ketiak”, dimuat Sport Fashion Film edisi Februari 1973, menulis orang-orang di Italia dan Turki berpendapat bulu ketiak merupakan keindahan, karena memberikan kesan merangsang. “Ada semacam tendensi pada mereka yang menyatakan bahwa perempuan yang punya bulu ketiak lebat punya kemampuan seks besar. Sehingga orang Italia dan Turki pantang mencukur habis bulu ketiaknya,” tulis Cara. Pada awal 1970-an, yang menjadi ikon bulu ketiak bukanlah Eva Arnaz, melainkan Yana Schurman. Yana seorang model, yang hanya bermain di satu judul film Pat Gulipat (1973). Dalam artikel Cara, terpampang foto Yana dengan bulu ketiaknya, memakai keterangan: “Pantas dijuluki Ratu Ketiak. Kelihatan sexy dan pantang dicukur dari sejak lahir.” Meski demikian, tak semua perempuan ingin memelihara bulu ketiak. Menurut Cara, memangkas bulu ketiak menjadi sebuah kebiasaan di luar negeri sejak berkembangnya mode pakaian tanpa lengan pada 1924. Melihat peluang, Profesor Kromayer menciptakan alat pencabut bulu ketiak. Namun, alat Kromayer ini masih meninggalkan bekas dan terasa sakit bila digunakan. Seiring waktu, tren aktris memelihara bulu ketiak kian surut. Pandangan masyarakat pun berubah. Meski begitu, di luar negeri menunjukkan hal yang berbeda. Di sana, bulu ketiak aktris justru sedang tren. Sejumlah aktris, seperti Madonna dan Julia Roberts, justru pernah menampilkan ketiak mereka dengan bulu alami.*

  • Wajib Helm di Indonesia

    Laporan Global Status Report on Road Safety 2013 dan 2015 garapan WHO menempatkan Indonesia dalam kelompok 10 besar negara dengan jumlah korban tewas kecelakaan kendaraan bermotor tertinggi di dunia. Sebagian besar korban tewas merupakan pemotor roda dua. Beberapa korban tewas setelah berbenturan keras dengan aspal. Mereka tak menggunakan helm. Padahal pemotor roda dua wajib menggunakannya. Gagasan mewajibkan penggunaan helm bermula dari peralihan kebiasaan orang Indonesia ketika keluar rumah. Mereka perlahan meninggalkan sepeda kayuh dan memilih sepeda motor pada dekade 1970-an awal. Jaringan transportasi umum memang telah berkembang di desa dan kota. Tetapi kelayakan dan kenyamanannya masih jauh dari harapan kebanyakan khalayak. Penumpang berjejalan dan beberapa di antaranya justru pencopet. Di ibukota Jakarta, Gubernur Ali Sadikin sampai misuh kepada angkutan umum. “Monyet pembawa celaka,” hardik Ali Sadikin kepada Ekspres, 9 Agustus 1971, setelah melihat perilaku ugal-ugalan sopir angkutan umum sehingga menyebabkan kecelakaan dan korban tewas. Karena angkutan umum tak layak, warga butuh pilihan alat transportasi lain. Dan pilihan itu tertuju pada sepeda motor bikinan Jepang. Bentuknya menyerupai fisiologi bebek dan kubikasi mesinnya 70 cc. “…Kendaraan-kendaraan bermotor yang ringan, berkecepatan tinggi, dan tangkas berbelak-belok,” tulis Ekspres, 23 Agustus 1971. Serbuan motor Jepang ke Indonesia tak lepas dari kebijakan ekonomi Orde Baru. Rezim ini membuka keran lebar untuk investasi dan impor barang dari dua sumber: negeri-negeri Barat dan Jepang. Saat bersamaan, industri otomotif Jepang terus bersitumbuh. Mereka berhasil merakit motor murah. “Maka itulah jenis kendaraan pribadi yang terjangkau harganya oleh kebanyakan anggota masyarakat,” kata Hoegeng Iman Santoso, Kapolri 1968-1971, kepada penulis Abrar Yusa dan Ramadhan KH dalam Hoegeng: Polisi Idaman dan Kenyaataan . Sepeda motor itu pas pula untuk kebutuhan transportasi sehari-hari orang Indonesia di desa dan kota. Sepeda motor pun jadi raja jalanan menggantikan sepeda kayuh. “Dewasa itu sepeda motor berbagai merk, terutama dari Jepang, menguasai jalan-jalan raya,” kata Hoegeng. Jumlah mobil dan angkutan umum pun kalah dari jumlah pemotor roda dua. “Menurut data statistik, kata polisi, lebih dari 50% kendaraan bermotor di Indonesia terdiri dari sepeda bermotor. Di Jakarta saja ada 98.202 buah,” tulis Ekspres , 23 Agustus 1971. Peralihan dari sepeda kayuh ke sepeda motor itu tak imbang dengan peralihan sikap berkendara. Banyak pemotor roda dua berkendara selayaknya menggunakan sepeda. Mereka melenggang di jalanan dengan kecepatan tinggi tanpa topi pengaman, sebutan awal untuk helm di Indonesia. Pemotor roda dua merasa tidak perlu benar memakai topi pengaman. Mereka justru lebih memilih menggunakan peci dan sorban ketika berkendara. Perempuan pembonceng pun lebih suka menghias rambutnya dengan konde ketimbang memakai topi pengaman. Polisi tak bisa ambil tindakan. Sebab aturan resmi tentang topi pengaman belum ada. Tapi ketika kepolisian memperoleh data dari Rumah Sakit Umum (RSU) Malang tentang penyebab kematian pemotor roda dua, polisi gencar mengusulkan kewajiban menggunakan topi pengaman. Menurut RSU Malang, dikutip Ekspres 27 September 1971, sebanyak 49.1% pemotor roda dua terluka pada bagian kepala setelah kecelakaan. Persentase luka lainnya merentang dari tungkai, lengan, dada/leher, perut, sampai pinggul. Polisi berpikir jika cedera pada kepala pemotor roda dua bisa diminimalisasi, jumlah korban tewas setelah kecelakaan akan berkurang. Cara melindungi kepala adalah dengan topi pengaman atau helm. Kapolri Hoegeng ikut turun tangan mewajibkan pemotor roda dua mengenakan helm dengan mengeluarkan maklumat kewajiban pemakaian helm yang mulai berlaku pada 1 November 1971. Pengabaian pada maklumat Kapolri akan berakibat pencabutan rebewes atau Surat Izin Mengemudi (SIM). Lalu banyak orang bertanya, seperti apa kira-kira wujud helm untuk pemotor roda dua itu? Polisi pun merumuskan secara lebih terang apa itu topi pengaman. Pertama , pinggir topi harus berlapis karet atau plastik supaya tidak melukai orang. Kedua , bagian dalam topi mempunyai bantalan untuk meredam benturan. Ketiga , topi memiliki tali pengikat agar tak mudah lepas. Keempat , topi pengaman mesti berlubang ventilasi angin demi memudahkan sirkulasi udara. Mengenai bentuk, polisi menyarankan serupa topi pengaman serdadu tempur yang berbentuk setengah lingkaran (sekarang kita menyebutnya helm cetok). Karuan khalayak mencibir urusan selingkar desain topi pengaman itu. Tidak artistik, menurut khalayak. Lainnya bilang, “Tampangnya jadi pada serius, seperti orang mau berangkat perang atau seperti juru-juru las karbit di bengkel-bengkel pengelasan,” tulis Ekspres , 23 Agustus 1971. Selain urusan desain, Keberatan khalayak terhadap maklumat menggunakan helm menjembar dari soal remeh temeh berbusana, ekonomi, sampai cantolan aturan resminya. Soal busana menyangkut ketidakpaduan helm dengan kain ibu-ibu. Soal ekonomi berkaitan dengan pengeluaran tambahan khalayak jika harus beli helm. Soal cantolan aturan resmi berkisar pada pertanyaan hukum positif mana yang mengharuskan pemotor roda dua mengenakan helm. Keberatan soal yuridis ini berasal dari selingkar ahli dan praktisi hukum. Antara lain Asikin Kusumaatmadja, Hakim Mahkamah Agung RI, dan Tjiam Joe Khiam, salahsatu pengacara sohor. Mereka berdua punya kesamaan pandang dalam menolak helm: polisi telah bertindak melampaui kekuasaan hukum atau Abus De Puissance jika mewajibkan helm dan menindak pemotor roda dua tanpa helm. Demikian menurut mereka kepada Ekspres , 27 September 1971. Tapi dari lingkaran lain praktisi hukum muncul suara berbeda. Antara lain Adnan Buyung Nasution, pengacara Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. Menurut Buyung, polisi berhak mewajibkan helm dan menindak pelanggarnya. Dasarnya ialah tiga aturan rujukan: Undang-Undang Lalu-Lintas No. 3 1965 beserta peraturan pelaksanaannya, Ordonansi tanggal 11 Maret 1918 dalam Staatblad tahun 1918 No. 125, dan Undang-Undang Tahun 1961 No 13. Buyung juga mengatakan segi keselamatan pengendara menjadi hal pendukung lain sebagai kekuatan maklumat Kapolri. Ali Sadikin dan SK Trimurti, mantan Menteri Perburuhan pertama Indonesia, berada pada sisi yang sama dengan Buyung. Menurut mereka, helm penting untuk keselamatan pemotor roda dua di Indonesia. Perdebatan berakhir pada 1 November 1971. Maklumat Kapolri mulai berlaku. Pemotor roda dua tak punya pilihan. Mereka mesti rela membeli dan memakai helm. Sesuatu yang mengejutkan banyak orang ketika itu. “Tak pernah terbayangkan bahwa haji-haji dengan sepeda motor tua mengganti peci putih dan sorbannya dengan topi pengaman,” tulis Ekspres , 27 September 1971. Kewajiban memakai helm berlaku hingga sekarang. Tapi masih ada saja pemotor roda dua mengganti helm dengan peci dan sorban ketika berkendara. Suatu perilaku lawas yang salah dari dekade 70-an terulang kembali.

  • Mengunyah Sejarah Randang

    UPIAK Lalek jalan pelan di tanjakan Jorong Padang Langgo. Dia berhenti sesaat kala bertemu orang-orang satu kampung di pinggir jalan. Tegur sapa terjadi. Upiak membuka obrolan. Dia bilang baru pulang dari Jorong Baliak Baringin untuk membuat randang yang hendak dikirim ke Bogor.`

  • Perkara Parkir Kendaraan di Jakarta

    Warganet ramai bergunjing seputar cekcok Ratna Sarumpaet dengan petugas Dinas Perhubungan (Dishub) Jakarta. Perkaranya mengenai pelanggaran parkir mobil. Menurut Dishub, Ratna parkir sembarangan sehingga Dishub harus menderek mobilnya. Tapi Ratna bilang tidak, seraya bertanya dasar hukum penindakan petugas. Di luar cekcok Ratna dan Dishub, perkara parkir kendaraan bermotor di ibukota punya sejarah sendiri. Kemunculan perkara di seputar parkir kendaraan bermotor berkaitan erat dengan pertumbuhan kendaraan bermotor. Jakarta, misalnya, memperoleh perkara parkir ketika kendaraan bermotor mulai jamak di jalanan pada 1970-an. Masa ini perekonomian tumbuh dan memunculkan kelas menengah baru kota. Mereka mampu membeli kendaraan bermotor, baik mobil ataupun motor. Seorang nenek tua dari kampung berkesempatan naik mobil ke Jalan Thamrin, Jakarta, pada September 1970. Dari sebalik jendela mobil, dia berkata, “Ya, Allah, mobil begini banyak pada mau kemana?” dikutip dari Ekspres , 5 September 1970. Mobil parkir di tepi jalan menyebabkan kemacetan di Jakarta pada 1980-an. Itu hitung-hitungan kasar seorang nenek untuk menggambarkan kepadatan lalu-lintas Jakarta. Data statistik memperkuat gambaran itu. Ada 221.838 kendaraan bermotor di Jakarta pada 1970. Jumlah itu meningkat jadi 560.229 kendaraan bermotor pada 1976. Begitu laporan Ali Sadikin dalam Gita Jaya menyangkut jumlah kendaraan bermotor. “…Dengan meningkatnya pembangunan dan perkembangan fisik kota serta perkembangan sosial ekonomi masyarakat, mengakibatkan adanya peningkatan frekuensi dan volume lalu-lintas yang banyak membutuhkan tempat parkir,” kata Ali Sadikin. Ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Pemda Jakarta. Tantangannya ialah bagaimana mengelola perparkiran sehingga lalu-lintas kota tetap elok dipandang dan lancar, sedangkan peluangnya bagaimana memperoleh keuntungan finansial dari sana untuk mendukung pembangunan kota. Menurut Ali, pola perpakiran tidak dapat berdiri sendiri. Ia harus berkelindan dengan kesatuan sistem lalu-lintas, pengangkutan kota, dan perkembangan bangunan jasa, kantor, rekreasi, dan perdagangan. Selain itu, pedoman perpakiran mesti terang dan dimengerti banyak orang. Seragam juru parkir di lingkungan pemerintah Provinsi DKI Jakarta tahun 1970-an. (Berita Buana, 18 November 1973/Perpusnas RI). Ali mengusulkan beberapa pedoman parkir. Pertama , tempat parkir selayaknya berada di luar jalan sehingga tak mengganggu lalu-lintas. Tempat parkir itu bisa berupa taman yang luas di pusat kota supaya mempunyai fungsi ganda: sebagai paru-paru kota dan tempat rekreasi. Kalau tidak berupa taman, bisa pula berbentuk bangunan bertingkat tinggi. Kedua , sebisa mungkin menghindari parkir di tepi jalan. Tapi bila terpaksa, kendaraan sebaiknya parkir sejajar dengan sumbu jalan atau serong. Pedoman parkir itu menjadi masukan untuk pengelola parkir di Jakarta. Ia bisa swasta atau pemerintah. Tapi pada awal 1970, Pemda Jakarta belum punya kemampuan menjadi pengelola parkir. Juga belum ada swasta berminat mengelola parkir. Maka mereka menyerahkan perkara parkir ke orang sekitar. Nanti hasilnya dibagi dua. “Kita memakai cara borongan. Kami memilih pemborong-pemborong yang berdomisili dekat tempat parkir. Sebab hanya mereka yang kenal keadaan setempat diharap bisa kerja dengan baik,” kata Eddy Djadjang Djajaatmadja, walikota Jakarta Pusat dalam Ekspres , 5 September 1970. Hasil pengelolaan pemborong itu menambah pemasukan bagi kas kotamadya Jakarta Pusat sebesar Rp250.000 per bulan. Tapi beberapa orang menduga pemasukan parkir mestinya jauh lebih besar kalau tidak ada penilepan. Mereka bilang jumlah putaran uang yang cukup besar itu mengundang oknum-oknum liar turut ambil bagian. Oknum meminta Rp50 tiap kali mobil parkir. Padahal tarif parkir resmi hanya Rp10. Ada selisih Rp40 yang tak jelas larinya kemana. Tapi Eddy membantahnya. Menurut dia itu bukan penilepan, melainkan keikhlasan pengendara mobil memberi juru parkir uang lebih. “Pers itulah yang barangkali membesar-besarkan,” kata Eddy. Seragam tukang parkir di Kantor Balaikota DKI Jakarta hasil rancangan Gubernur Ali Sadikin. (Sinar Harapan, 17 Mei 1975/Perpusnas RI). Meski Pemerintah Jakarta telah berupaya menyediakan tempat parkir resmi, banyak orang memarkirkan kendaraannya secara asal-asalan. Ini membuat P. Harahap, Kepala Dinas Lalu-Lintas dan Angkutan Djalan, menindak mereka. “Mendidik disiplin pemakai jalan dengan denda-denda keras..,” tulis Ekspres . Parkir asal-asalan seperti itu membuat macet lalu-lintas dan mengurangi potensi pemasukan Pemda Jakarta. Tak ada pemasukan berarti, tak ada pembangunan. Untuk memaksimalkan potensi parkir, Pemda Jakarta membentuk PT Parkir Jaya, pengelola tunggal perparkiran di Jakarta pada 1972. Usaha pengelolaan ini hanya bertahan lima tahun lantaran PT Parkir Jaya tidak mampu memecahkan tetek-bengek prosedur parkir. Ali Sadikin cari pemecahan lain urusan parkir ini. Dia bentuk Otorita Pengelolaan Parkir Pemerintah DKI Jakarta pada 1977. Wilayah Blok M dan Kebayoran Baru jadi garapan percontohan pertama. Beberapa lama berselang, perusahaan swasta merambah usaha parkir. Sebab kendaraan bertambah tanpa batas sementara kemampuan Pemda Jakarta untuk mengelola parkir selalu terbatas.

  • Larangan Azan Picu Pemberontakan

    PUISI “Ibu Indonesia” yang dibacakan Sukmawati Sukarnoputri di acara peragaan busana Anne Avantie, Kamis, (29/3), menuai kontroversi. Bahkan, Sukmawati dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas dugaan penistaan agama. Pasalnya, puisi itu menyinggung syariat Islam, cadar, dan suara azan. Seperti ini petikan puisinya: Aku tak tahu syariat Islam/Yang kutahu suara kidung Ibu Indonesia, sangatlah elok/Lebih merdu dari alunan azanmu. Dalam sejarah Indonesia, soal azan pernah menjadi salah satu pemicu pemberontakan di Cilegon, Banten, yang disebut juga Geger Cilegon pada 1888. Sejarawan Sartono Kartodirdjo menyebut bahwa tersiar desas-desus, khususnya di Beji dan sekitarnya, yang menyatakan bahwa pejabat pemerintah Belanda telah mengeluarkan larangan azan dan menyelenggarakan zikir. “Dalam sidang pengadilan, Haji Makid didakwa telah menyiarkan kabar yang provokatif itu,” tulis Sartono dalam Pemberontakan Petani Banten 1888 . Haji Makid memiliki kebun yang berbatasan dengan kebun asisten residen di Anyer, Johan Hendrik Hubert Gubbels. Dia mempunyai sebuah langgar tempat tetangga dan murid-muridnya menjalankan salat dan zikir. Dari menara bambu setinggi 10 meter, seorang muazin menyerukan azan lima kali sehari. Pada waktu itu, istri Gubbels, Anna Elizabeth van Zutphen, menderita sakit kepala kronis, sehingga azan terasa mengganggunya. Gubbels meminta kepada Haji Makid agar tidak menggunakan suara yang keras dalam beribadah. Dia juga menyatakan keberatan pada acara-acara zikir yang biasanya sampai larut malam. Patih Raden Penna, yang menyampaikan pesan asisten residen itu kepada Haji Makid kabarnya mengeluarkan kata-kata menghina: “tidaklah perlu bersembahyang dengan suara yang keras, bukan hanya karena hal itu mengganggu tetangga, tetapi juga karena Tuhan tidak tuli.” Hal lain yang menyakitkan hati rakyat, khususnya menyangkut agama adalah mereka tidak diperbolehkan merayakan kawinan dan khitanan dengan arak-arakan yang mewah, takbiran, musik gamelan, dan pertunjukan tari-tarian. “Dengan sendirinya, persoalan-persoalan itu sangat menyakitkan hati rakyat di kala semangat keagamaan sedang menggelora; setiap saat, orang dapat membuat perasaan benci terhadap orang-orang kafir,” kata Sartono. Menurut Sartono, pemberontakan yang terjadi pada 9 Juli 1888 itu karena berbagai faktor. Banten memiliki tradisi memberontak sejak tahun 1809. Ketegangan terus-menerus yang bersumber pada keadaan di mana satu lapisan masyarakat mengalami keterasingan politik dan kehilangan hak istimewa, yaitu kaum bangsawan yang masih keturunan Kesultanan Banten. Penetrasi kolonial yang secara berangsur mengganggu kehidupan beragama, seperti kasus keberatan atas azan dan beribadah dengan suara keras. Terdapat pemimpin revolusioner yang memberikan landasan rasional kepada gerakan pemberontakan, yaitu Syekh Abdul Karim al-Bantani sebagai ideolog dan Haji Wasid sebagai pemimpin pemberontakan. Dan diciptakan organisasi untuk memobilisasi sumber daya manusia untuk memberontak, yaitu tarekat di mana Syekh Abdul Karim al-Bantani menanamkan doktrin-doktrin agama sebagai landasan pemberontakan. Syekh Abdul Karim al-Bantani sendiri tak ikut pemberontakan karena harus kembali ke Mekkah. Para pemberontak membunuh 17 orang termasuk Gubbels, istrinya, dan dua anak perempuannya; serta tujuh orang luka-luka. Sementara di pihak pemberontak: 30 orang tewas, 11 di antaranya digantung; 13 luka-luka, dan 94 orang dibuang termasuk Haji Makid.

  • Benarkah Mahasiswa Indonesia di Cina Diajari Komunisme?

    SELAMA dua hari berturut-turut sejak 1 hingga 2 April 2018, laman republika.co.id  memuat artikel berjudul “Di Cina, Pelajar Indonesia Dapat Pelajaran Ideologi Komunis” dan “Ribut-Ribut Ajaran Komunisme Atas Pelajar RI di Cina”. Portal berita milik harian Republika  yang berdiri mulai 17 Agustus 1995 itu mengutip pernyataan Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta Sofyan Anif yang belum lama ini diundang ke Cina oleh Menteri Pendidikan Cina.

  • Evolusi Dasi

    MASIH ingat karakter Fred Flintstone dalam film serial animasi The Flintstones ? Tokoh manusia pada zaman batu itu digambarkan mengenakan pakaian kulit binatang lengkap dengan dasi berwarna biru. Dalam sejarah, benarkah dasi sudah dikenal di zaman batu? Belum ada penemuan soal itu. Dasi mulanya hanyalah tanda penghormatan di dunia militer. Ini terlihat pada terakota di Tiongkok dan relief Colonna Traiana (Tiang Trajan) di Roma, Italia. Pada masa itu, baik di kekaisaran Tiongkok maupun Romawi, tentara tak mengenakan aksesoris itu. Dalam perkembangannya, dasi menjadi aksesoris pakaian untuk menambahkan kesan formal. Dasi Tentara Terakota Kaisar pertama Tiongkok, Qin Shi Huang, ketika wafat pada 210 SM dimakamkan bersama ribuan prajurit terakota yang mengenakan kain di leher mereka. Dasi Tentara Troya Kemenangan Kaisar Trajan dalam menaklukkan Dacia diabadikan pada Colonna Traiana (Tiang Trajan) di Roma, Italia, yang dibangun sekira 113 M. Dalam relief, ribuan tentaranya digambarkan mengenakan berbagai gaya dasi. Ruff Aksesori leher ini terkenal pada masa William Shakespeare (1564-1616), pujangga terkemuka asal Inggris. Bentuknya berupa kerah kaku dari kain putih yang bertumpuk-tumpuk dan melingkari leher. Cravat Dianggap sebagai bentuk awal dari dasi. Mulai dikenal pada abad ke-17. Dikenakan tentara bayaran Krosia yang membantu Prancis dalam Perang Tiga Puluh Tahun. Setelah Louis XIV naik tahta, dasi ini menjadi mode. Steinkirke Dikenakan tentara Prancis selama pertempuran di Steinkirke pada 1692. Berbentuk kain panjang di leher dengan ujung berenda yang terselip di lubang kancing. Bandanna Diimpor dari India kali pertama sekira 1700, tapi penggunaannya populer di Inggris berkat Jem Belcher, seorang prizefighter (bentuk awal tinju) muda dari kelas pekerja. Di Amerika sudah duluan populer, biasa dikenakan para koboy. Solitaire Pada awal abad ke-18, cravat mulai digantikan stock , kain lipat nan kaku yang membungkus leher dan dikancingkan atau diikat di bagian belakang. Agar cukup dekoratif, ditambahkan solitaire , seuntai pita hitam sutra disimpulkan di bawah dagu serupa dasi kupu-kupu modern. Gaya Modern Seorang pria semestinya mengenakan pakaian yang sederhana, fungsional, dan bijaksana, kata George Bryan “Beau” Brummell dari Inggris pada awal abad ke-19. Untuk cravat, dia memilih yang putih bersih, ringan, dan dilipat dengan hati-hati. Dia bisa berhenti dan membenahi cravatnya setiap saat. Berpakaian rapi ala Brummell mempengaruhi gaya berbusana kaum pria. Neckclothitania Buku berjudul Neckclothitania karya seorang editor Inggris, John Joseph Stockdale, terbit pada 1818. Berisi ilustrasi 14 gaya populer memasang dasi dan untuk kali pertama kata “tie” (dasi) digunakan. Four-in-hand Pada 1860-an cravat dengan ujung yang panjang mulai menyerupai dasi modern. Cravat ini juga disebut dasi bersilang ( four-in-hand ). Dasi disimpulkan di dagu, unjungnya yang panjang menjuntai di bagian depan kemeja. Siap Pakai Tahun 1864 menandai dimulainya dasi siap pakai yang diproduksi secara massal dan populer di Jerman dan Amerika Serikat. Ascot Muncul pada 1870-an. Namanya diambil dari perlombaan kuda Royal Ascot. Umumnya terbuat dari bahan sutra dengan warna-warna cerah, dipakai di sekeliling leher, dan disimpulkan di bawah dagu. Dasi kupu-kupu Dipopulerkan Pierre Lorillard V, pengusaha tembakau asal Amerika, yang pemakaiannya dipadankan dengan tuksedo (sebagai alternatif untuk jas berekor). Tuksedo Lorillard menjadi hits di kalangan penggemar mode, sampai kini kecuali penggunaan dasi kupu-kupu. Dasi Marlene Dietrich Dasi kupu-kupu menjadi aksesoris perempuan berkat penampilan Marlene Dietrich, aktris kelahiran Jerman, dalam film Maroko (1930). Dasi Langsdorf Dasi berkembang drastis setelah pada 1924 seorang penjahit pakaian asal New York, Jesse Langsdorf, memperkenalkan bentuk dasi modern dan dipatenkan. Dasi Ralph Lauren Pengusaha busana Amerika Ralph Lauren meluncurkan dasi dengan lebar 10 cm pada 1970. Dasi model ini digandrungi masyarakat luas. Dasi kasual Pada 2002 penyanyi asal Kanada, Avril Lavigne, mempopulerkan pemakaian dasi secara kasual bagi remaja putri.

  • Rossy Sang Srikandi

    SUASANA kantor Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kota Bogor siang di akhir Maret 2018 itu cukup asri. Keasrian makin lengkap dengan senyum menyejukkan dan sambutan hangat dari karyawati berseragam putih sang tuan rumah. “Saya di sini sebagai kasi (kepala seksi) Pembibitan dan Tenaga Keolahragaan. Saya di sini (lingkungan Pemkot Bogor) sejak 2012. Sebelumnya, di Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Baru tahun lalu saya pindah ke Dispora,” ujar Rossy Pratiwi Dipoyanti Syechabubakar, karyawati tadi, memulai perbincangan dengan Historia. Rossy merupakan salahsatu srikandi tenis meja (pingpong) nasional era 1980-an sampai awal 2000-an. Popularitasnya mungkin hanya bisa disaingi Diana Wuisan atau Ling Ling Agustin, pasangan Rossy saat berlaga di nomor ganda putri tenis meja Olimpiade Barcelona 1992. Atlet Kampung Jadi Ratu Ping Pong Lahir di Bandung, 28 Juni 1972 dari pasangan Ali Umar Syechabubakar dan Neni Nurlaeni, Rossy menggandrungi tenis meja sedari kanak-kanak. “Sejak kelas II SD sudah kenal tenis meja dari ayah sendiri. Beliau kebetulan hobi dan kita punya meja pingpong di depan rumah. Dulunya saya atlet kampung,” kata Rossy. Rossy meretas kariernya dari perlombaan-perlombaan antarkampung. Saat kelas IV SD, dia masuk klub Triple V. Di sanalah Rossy mengenal salah satu legenda tenis meja Diana Wuisan. Diana yang melihat Rossy berpotensi besar, lalu mengajak masuk ke klub PTM Sanjaya Gudang Garam di Kediri. “Saya tinggal di sana dari kelas enam sampai lulus SMA. Hampir tujuh tahunlah,” tambahnya. Demi karier, Rossy rela pisah dari kedua orangtuanya di Bandung karena mesti tinggal di asrama Gudang Garam, Kediri. Dari situ bintang Rossy mulai bersinar. Rossy digembleng lewat berbagai kompetisi, termasuk Asian Junior Championship di Nagoya, Jepang, April 1986. Di turnamen itu, tim putri Indonesia hanya sanggup berada di peringkat enam, di bawah Taiwan, Jepang, Korea Utara, Korea Selatan dan Cina. Toh, Rossy mulai menggapai prestasi di beragam turnamen nasional, mulai dari kejuaraan tingkat daerah hingga Pekan Olahraga Nasional (PON). Sepanjang kariernya hingga 2008, Rossy pernah mewakili Jawa Timur, Kalimantan Timur, Jawa Barat, Lampung, dan Sumatera Selatan di PON. “Sudah enggak ingat berapa medali yang saya dapat sepanjang PON itu,” cetus ibu empat putri itu. Di level internasional, ketika pensiun dari pemain pelatnas Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PTMSI) pada 2001, Rossy meninggalkan beragam prestasi mentereng, terutama di SEA Games. Debut Rossy di SEA Games terjadi ketika usianya baru 15 tahun, di SEA Games 1987 Jakarta. “ Alhamdulillah pertamakali ikut sudah nyumbang dua emas dari nomor tunggal putri dan ganda campuran. Dua peraknya di beregu putri dan ganda putri. Di SEA Games 1989 saya dapat dua emas, 1 perak, dan 1 perunggu. Itu yang terjadi insiden kecurangan itu. Kalau enggak dicurangi, ya saya mestinya tiga emas,” sambung Rossy . Di SEA Games 1991 Filipina, Rossy memetik dua emas dan sekeping perak. Sedangkan di SEA Games 1993 Singapura, Rossy menyandang gelar “Ratu Pingpong” Asia Tenggara setelah menyapu bersih emas di empat nomor yang diikutinya. “Indonesia juga juara umum dengan tujuh emas,” lanjut penggemar film-film ber- genre horor tersebut. Rossy berulangkali membawa tim putri Indonesia masuk 10 besar Kejuaraan Asia. Di Kejuaraan Dunia, tim putri Indonesia semasa Rossy selalu menempati divisi 2 bahkan pernah divisi 1. Rossy dua kali menjadi wakil Indonesia di olimpiade, Barcelona 1992 dan Atlanta 1996. Semua itu, kata Rossy, merupakan buah dari kerjakerasnya bertahun-tahun yang menyita masa remajanya. “Dengan fokus di tenis meja kan ya kita enggak bisa seperti menjalani masa remaja pada umumnya. Tapi bangga juga bisa mengumandangkan Indonesia Raya di negara lain. Rasanya tuh , wah enggak bisa diungkapin ya. Bangga, terharu, campur aduk sudah. Pasti juga ada peran doa dari orangtua. Saya selalu minta doa dan restu mereka sebelum tanding dan mujarab banget ya,” tambah Rossy, yang menjadi pelatih timnas putri Indonesia di SEA Games 2011 Jakarta.

  • Mahaguru Investasi Tipu-tipu

    SATU per satu skandal investasi bodong terbongkar dan menggegerkan publik. Kerugian yang ditimbulkan mencapai triliunan. Setelah kasus Wedding Organizer (WO) Khalisa, dan First Travel, kini sedang hangat kasus umrah murah Abu Tours & Travel. Modus mereka adalah mengeruk keuntungan dari suntikan dana sejumlah investor atau member . Bermodal iming-iming balik modal berlipat dalam waktu cepat atau berangkat umrah dengan murah, mereka memperdaya para korban dengan model investasi tipu-tipu yang dikenal dengan Skema Ponzi. Investasi ala MLM (Multi-level Marketing) itu dicetuskan penipu ulung asal Italia bernama Charles Ponzi. Mahaguru investasi bermodel “Piramida” itu telah memakan banyak korban di Amerika Serikat (AS). Selayang Pandang Ponzi Carlo Pietro Giovanni Guglielmo Tebaldo Ponzi lahir di Lugo, Italia, 3 Maret 1882. Putra dari pasutri Oreste dan Imelde Ponzi ini sejak muda ‘ nyambi’ kerja di kantor pos saat kuliah di Sapienza-Universita, Roma. Sebagaimana lazimnya pemuda Italia yang marak merantau di masa itu, Ponzi ikut menyeberangi Samudera Atlantik menuju “ the Land of Opportunity ” Amerika Serikat. Dengan sangu seadanya plus mimpi besar, Ponzi menumpang kapal SS Vancouver dan menginjakkan kakinya di Boston pada 15 November 1903. “Saya datang ke negara ini (AS) hanya bawa uang 2,50 dolar Amerika dan harapan (mendapatkan) satu juta dolar,” cetus Ponzi dalam wawancaranya dengan surat kabar New York Times yang dikutip Norton Reamer dan Jesse Downing dalam Investment: A History. Ponzi memulai dari nol, mulai dari bekerja mencuci piring hingga dipromosikan menjadi pelayan di sebuah restoran. Namun, dia dipecat setelah tertangkap basah mencuri uang kembalian pelanggan dan beberapa properti restoran. Gagal di Amerika, Ponzi mencoba peruntungannya ke Montreal, Kanada pada 1907. Keahlian berbahasa Inggris dan Prancis (selain bahasa Italia) memudahkan Ponzi melamar pekerjaan jadi asisten teller di Banco Zarossi, bank milik pebisnis Luigi Zarossi. Karier Ponzi menanjak sampai manajer. Pekerjaan inilah yang lantas membidani sebuah skema investasi yang dikenal sebagai Skema Ponzi. Inspirasinya dari metode “gali lubang-tutup lubang” yang dilakoni Zarossi. Bos Ponzi itu memanfaatkan aliran uang deposito di banknya dengan iming-iming pengembalian 6 persen pada para nasabah baru. Tujuannya, untuk mendanai berbagai investasi lain. Sialnya, investasi itu gagal. Zarossi lalu kabur ke Meksiko dengan membawa sejumlah uang nasabah-nasabah barunya itu. Sedangkan Ponzi, sempat dipenjara di Quebec karena memalsukan cek dan baru dibebaskan pada 1911. Namun, dia kembali ditahan di Penjara Atlanta gegara terlibat bisnis penyelundupan imigran. Dua tahun meringkuk di balik jeruji besi, Ponzi kemudian bekerja serabutan sekembalinya ke Boston. Pria flamboyan itu tetap mampu memadu kasih dengan Rose Gnecco yang lantas dinikahi pada 1918. Pada 1919, Ponzi memulai perusahaan kecil di Boston. Idenya berawal dari datangnya sepucuk surat kiriman sebuah perusahaan di Spanyol yang menanyakan katalog iklan Amerika. Ponzi menemukan secarik International Reply Coupon (IRC), kupon yang bisa ditukar dengan sejumlah cap pos atau perangko prioritas dari negara lain, di dalam surat itu. Ada kesempatan dalam kesempitan, pikir Ponzi. “Dia menemukan kelemahan dalam sistem (IRC) yang dalam teorinya, membuatnya bisa mendatangkan banyak uang,” ungkap Vikas Khatri dalam World Famous Crooks & Con Men. Dengan membeli IRC di sebuah negara, keuntungan bakal datang begitu IRC itu ditukar dengan perangko-perangko mahal di negara lain. Ponzi langsung menutup celah sistem yang dimaksud dengan menempatkan agen-agennya di berbagai negara. Agen-agen itu dikirimi modal (uang) untuk membeli IRC dan mengirimkannya kembali ke Amerika. Alhasil, Ponzi tinggal menukarkan perangko-perangko mahal itu untuk dijual lagi dengan harga lebih mahal dari modal awal. Dengan cara ini, Ponzi meraup untung sampai 400 persen. Kebangkitan dan Keruntuhan Skema Piramida Untuk menjalankan skema piramida dengan sasaran sejumlah investor, pada Januari 1920 Ponzi mendirikan perusahaan yang lebih besar, The Securities Exchange Company. Ponzi menjanjikan iming-iming balik modal dan keuntungan 50 persen hanya dalam waktu 45 hari. Berbekal kepandaian pendekatan personal dan kharisma, Ponzi berhasil menggaet 18 orang menjadi investor pertamanya dengan nilai investasi 1.800 dolar. Sesuai janjinya, Ponzi melimpahkan keuntungan kepada para investor pertamanya itu. Seiring waktu, investasi itu menarik lebih banyak orang. Manipulasi dengan skemanya itu mendatangkan keuntungan luar biasa. Ponzi disebutkan bisa mengantongi 250 ribu dolar per hari. Ponzi “merayakan” kesuksesannya dengan foya-foya. Dia juga membeli sebuah mansion mewah di Lexington. Tidak sedikit yang penasaran terhadap Skema Ponzi itu. Suratkabar Boston Post menginvestigasinya. Beragam temuan langsung membuat perusahaan Ponzi terguncang dan mengalami rush . Tak ada lagi investor baru yang menyuntik dana. “Memang Skema Ponzi tidak berbeda dengan MLM. Bisnis Skema Ponzi hanya bisa terus berjalan asal ada member (investor) baru,” ujar Bhima Yudhistira Adhinegara, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), ketika dihubungi Historia. Begitu skemanya ambruk, Ponzi ditangkap pada 12 Agustus 1920 dengan 86 dakwaan terkait penipuan dan penggelapan uang. Di pengadilan, Ponzi mengaku bersalah dan divonis 14 tahun penjara. Setelah bebas pada 1934, dia dideportasi ke Italia. Tiga tahun berselang, istrinya menceraikannya. Nasib lantas membawanya ke Brasil untuk bekerja sebagai agen perjalanan Maskapai Ala Littoria, hingga pecahnya Perang Dunia II (1939-1945). Terlunta-lunta di Brasil, Ponzi kian melarat dan kesehatannya memburuk. Pada 15 Januari 1949, Ponzi tutup usia akibat pendarahan otak di Rumah Sakit Sao Francisco de Assis, Rio de Janeiro. Warisannya, Skema Ponzi, tetap eksis di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia dalam kerangka MLM. “MLM sekiranya masuk pertama kali pada 1970-an. Itu ada yang namanya PT Amindo Jaya. Kemudian pada 1990-an ada Herbalife dan Tupperware yang sampai sekarang masih bisa bertahan karena sistem MLM-nya tetap jualan barang, bukan jualan member,” tandas Bhima.

  • Pulau Tertua di Nusantara

    PULAU Sulawesi bisa jadi merupakan bagian tertua dari Kepulauan Nusantara. Alfred Russel Wallace menjelaskan, kekhasan fauna Sulawesi berhubungan dengan asal usul dari suatu periode waktu yang telah lama berlalu. Persebaran makhluk hidup di permukaan bumi diakibatkan oleh perubahan yang dialami permukaan bumi. Di Nusantara, laut luas yang memisahkan Jawa, Sumatra, dan Borneo serta Semenanjung Malaka adalah lautan dangkal. Pulau-pulau ini, terpisah dari Asia daratan akibat penurunan daratan. Itu bisa dilihat dari bukti kemiripan fauna. Dalam Kepulauan Nusantara, Wallace menjelaskan, fauna di daerah yang berdekatan biasanya memiliki banyak kemiripan. Begitu pula yang hidup pada kurun waktu berdekatan dalam wilayah yang sama. Sementara fauna di daerah yang berjauhan akan memiliki perbedaan signifikan. Begitu pula dengan fauna dalam wilayah yang sama, tapi di periode waktu yang berjauhan. “Perubahan spesies terutama spesies yang umum dan berasal dari satu famili, hanyalah masalah waktu,” kata Wallace. Namun, naturalis Inggris itu menambahkan, dalam suatu kurun waktu, mungkin telah terjadi perubahan bentuk hewan di satu daerah. Adapun di daerah lain bentuknya lebih permanen. Begitu atau bisa juga sama-sama terjadi perubahan dengan cara yang berbeda. “Dalam setiap kasus, jumlah individu fauna suatu daerah sampai tahap tertentu dapat menjadi tolok ukur seberapa lama suatu daerah terisolasi dari daerah di sekitarnya,” lanjutnya. Wallace mengatakan, gajah, tapir Sumatra dan Borneo, badak Sumatra dan Jawa diketahui menghuni beberapa bagian Asia Selatan. Hewan-hewan itu tak mungkin menyeberangi selat. Migrasi hewan tentu berbeda dengan manusia yang punya kemampuan membangun kapal. Artinya, dulunya pernah ada hubungan darat. Mamalia yang lebih kecil juga hidup di tiap-tiap pulau tersebut dan di Benua Asia. Perubahan fisik besar-besaran terjadi sewaktu ada perpecahan dan penurunan daratan secara luas. Ini berakibat beberapa hewan punah di pulau-pulau tertentu. Dalam beberapa kasus, bahkan menyebabkan perubahan spesies. Wallace menerangkan, Pulau Jawa punya banyak burung. Burung-burung ini tak pernah menyeberang ke Sumatra meski pemisahnya hanya selat selebar 15 mil. Pun dengan pulau-pulau kecil bertebaran di sepanjang pemisah itu. Akhirnya, Jawa punya lebih banyak burung khas dibanding Sumatra dan Kalimantan. Fakta ini menunjukkan Pulau Jawa lebih dulu terpisah dari Benua Asia. Sementara, pulau di bagian timur Nusantara memperlihatkan kesamaan faunanya dengan Benua Australia. Sementara, perbedaan jenis fauna ditemukan lagi di bagian tengah Nusantara khususnya Sulawesi dan Maluku. Di Jawa dan Kalimantan selalu ditemukan monyet, kucing hutan, rusa, musang, berang-berang, dan berbagai jenis tupai. Hewan itu tak ada di Sulawesi dan Maluku. Di sana hanya ada kuskus, babi hutan, dan rusa. “Kesimpulannya, semua pulau di sebelah timur Jawa dan Borneo (Kalimantan, red ), kecuali Celebes (Sulawesi, red ), merupakan bagian dari Benua Australia atau Pasifik, walaupun beberapa pulau tak pernah menyatu dengan benua itu,” kata Wallace. Rangkaian pulau itu telah terpisah bukan saja sebelum pulau bagian barat Nusantara terpisah dari Asia. Namun juga sebelum daerah Asia paling tenggara muncul ke permukaan laut. Sementara, sebagian Jawa dan Kalimantan merupakan formasi geologis yang masih muda. Perbedaan besar dalam spesies, antara flora dan fauna Kepulauan Nusantara bagian timur dan Australia, juga kedalaman laut yang memisahkan, menunjukkan proses pemisahan yang telah lama. Untuk Sulawesi, Wallace menemukan keanehan. Beberapa kelompok fauna yang ditemukan di pulau-pulau sebelah kiri dan kanan Sulawesi, tidak ditemukan di pulau itu. Misalnya, genus Ceyx dari famili burung murai, genus Rhipidura dari famili burung pemangsa serangga, dan genus Erythrura dari famili burung kutilang. Burung-burung itu ditemukan di Maluku, Kalimantan, dan Jawa, tetapi tidak di Sulawesi. Sementara dari kelompok serangga, genus kumbang mawar ( Lomaptera ) ditemukan di setiap daerah dan pulau antara India dan Papua. Namun, lagi-lagi tidak ada di Sulawesi. “Hilangnya beberapa kelompok burung dan serangga di daerah yang terletak di tengah wilayah persebaran mereka mungkin bukanlah fenomena yang sangat unik, tapi saya yakin bahwa tak ada tempat lain dengan ciri semencolok itu dan tentu menambahkan satu hal lagi ke dalam karakteristik aneh dari pulau luar biasa ini,” tulisnya. Menurutnya, umur Sulawesi yang sangat tua juga penting untuk dikaitkan dengan bentuk hewan di pulau itu yang tak menunjukkan persamaan dengan karakteristik India atau Australia, tetapi Afrika. Wallace pun menduga, kemungkinan besar Sulawesi terbentuk bukan hanya sebelum pemisahan Sumatra, Kalimantan, dan Jawa dari Benua Asia. Namun, dari periode yang lebih jauh lagi di masa lampau, saat daratan yang membentuk ketiga pulau itu belum naik ke atas permukaan laut. Dalam penelitiannya, Wallace menarik kesimpulan, Sulawesi tak pernah menjadi bagian dari daratan di bagian barat Nusantara (Astro-Melayu). Indikasinya, Pulau Sulawesi adalah hasil perluasan Benua Asia di bagian timur pada masa lalu. “Sulawesi menjadi contoh paling mencolok dalam studi mengenai persebaran geografis fauna di dunia,” ujarnya.

  • Para Jenderal di Sisi Bung Besar

    Menteri Panglima AD, Letjen Ahmad Yani kadangkala jengkel dengan ulah sejumlah koleganya di ketentaraan. Sebabnya, beberapa jenderal punya akses khusus untuk melapor langsung kepada Presiden Sukarno. Yani tak senang. Gaya akrobatik tersebut terkesan melangkahi dirirnya selaku panglima. Bisa jadi pula Yani cemburu, menyadari bahwa Bung Karno punya anak emas yang lain. Yani memang sohor sebagai jenderal pilihan Bung Karno. Dia menjadi satu-satunya Kepala Staf Angkatan Darat yang ditunjuk oleh Sukarno. Pada 1962, Presiden Sukarno mempercayakan Yani memimpin TNI AD menggantikan Jenderal Abdul Haris Nasution. Pendaulatan Yani otomatis "melangkahi" para jenderal yang lebih senior, semisal, Mayjen Soeharto, Letjen R. Soedirman, Mayjen Soeprajogi, dan Mayjen Sungkono. Dalam memoarnya Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 5: Kenangan Masa Orde Lama , Nasution mengakui betapa karibnya Yani dan Bung Karno. “Jenderal Yani mempunyai cara pendekatan dan pergaulan yang dihargai oleh Presiden. Dibanding dengan hubungan saya yang cukup kaku terhadap beliau, maka hubungan Jenderal Yani dengan beliau adalah cukup intim,” kenang Nasution. Menurut Nasution, Yani - yang merangkap Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi – kemudian lebih sering bertugas di Istana menghadap langsung kepada Sukarno. Keduanya cocok dalam hal pergaulan pribadi. Dalam disertasinya yang dibukukan Politik Militer Indonesia 1945—1967, Ulf Sundhaussen mengungkap sebab mengapa Yani sangat berkesan di hati Sukarno. Dibanding Nasution, Yani yang halus dan berbudi-bahasa lebih supel memahami karakter high profile ala Sukarno. Sukarno mengharapkan Yani akan dapat ditarik ke dalam lingkungan pengikutnya di Istana. Namun ternyata Yani tak sendirian di jejeran jenderal pilihan. Baik di lingkungan TNI AD, AU, dan AL, Sukarno punya jenderal andalan. Para loyalis pemanggul senjata ini memainkan peran penting dalam menjaga Sukarno di masa-masa genting era Demokrasi Terpimpin. “Terdapat sejumlah perwira tinggi AD yang dikenal sebagai de beste zonen van Soekarno, putra-putra kesayangan Soekarno yang belum tentu komunis bahkan ada diantaranya yang amat anti komunis, namun akan lebih patuh kepada Sukarno sebagai Panglima Tertinggi,” tulis Rum Aly dalam Titik Silang Jalan Kekuasaan. Siapa saja mereka? Setia tapi Merana Selain Yani, jenderal AD dengan citra sebagai orang dekat Presiden Sukarno adalah Panglima Siliwangi Mayjen Ibrahim Adjie. Loyalitas Adjie terbukti ketika gejolak politik pasca Gerakan 30 September 1965 menggoyang kepemimpinan Sukarno. Arsip rahasia AS yang telah dideklasifikasi menyebut Adjie sebagai salah seorang jenderal anti komunis namun kesetiaannya condong kepada Sukarno. Di saat banyak kalangan perwira AD mulai memperlihatkan sikap anti Sukarno, Adjie tetap tampil sebagai pelindung . “Dalam keadaan di mana Adjie memegang kontrol atas Jawa Barat maka suatu ancaman fisik dari pihak tentara terhadap pribadi atau kedudukan Sukarno menjadi hampir tak mungkin lagi,” tulis Sundhaussen. Di luar AD, tercatat pula beberapa nama, antara lain: Panglima AU Laksamana Madya Udara Omar Dani dan Panglima KKO AL Mayjen Hartono. Di tubuh Angkatan Kepolisian ada Jenderal Polisi Soetjipto Judodihardjo. Sukarno menyenangi Omar Dhani yang muda, tampan, dan flamboyan. Sebaliknya, Omar Dhani adalah pengaggum berat Bung Karno. “Sewaktu Laksdya Udara Omar Dani menjadi Men/Pangau, seluruh ajaran Bung Karno menjadi satu-satunya pegangan politik. Omar Dani juga menginginkan setiap insan AURI menjadi ’ kleine Sukarnotjes ’ menjadi Sukarno-Sukarno kecil ,” tulis Benedicta A. Surodjo dan JMV. Soeparno dalam biografi Omar Dani berjudul Tuhan, Pergunakanlah Hati, Pikiran, dan Tanganku: Pledoi Omar Dani. Hartono barangkali yang paling menonjol. Sebagaimana diakui Nasution dalam memoarnya Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 6: Masa Kebangkitan Orde Baru, Bung Karno sebenarnya hendak mengangkat Hartono menjadi Panglima AL menggantikan Laksamana R.E. Martadinata. Namun mengingat jabatan itu jatahnya untuk korps pelaut, maka Laksamana Mulyadi yang dipilih sedangkan Hartono mendampingi sebagai Wakil Panglima AL. Di kala situasi kritis jelang para menterinya diringkus menyusul desas-desus prajurit RPKAD akan menyerbu Istana, Sukarno mempercayakan keselamatan dirinya pada Hartono (baca: Meringkus Loyalis Sukarno ). Pada 10 Maret 1966, Sukarno mendatangi markas KKO di Cilandak, mengonfirmasi Hartono apakah KKO sanggup menghadapi RPKAD. Hartono tegas menjawab: “sanggup!”. Hartono menyatakan KKO cukup kuat dan sanggup menegakkan wibawa Sukarno. Dan sejak itu KKO diperintahkan untuk bersiap. “Pada hari-hari yang sengit itu Jenderal Hartono, Panglima KKO mengawal langsung Bung Karno, ia duduk dalam mobil di samping Presiden saat meninggalkan Istana, setelah pengamanan menteri-menteri ini,” ujar Nasution. Selain pasukan KKO, Jenderal Polisi Soetjipto Joedodihardjo memerintahkan Brimob untuk berjaga dan melindungi Bung Karno. Brimob menjadi unit kepolisian paling loyal mendukung Sukarno. Komandan Brimob Kolonel Polisi Anton Soedjarwo di kenal sebagai pendukung Sukarno yang gigih. Ketika rezim berganti, semua para jenderal loyalis Sukarno ini dicopot dari kedudukannya. Beberapa diantaranya mengalami akhir hidup yang merana. Pada 1966, Ibrahim Adjie dikirim ke London sebagai Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Inggris. “Soeharto mengganti Jenderal Ibrahim Adjie dengan Jenderal HR. Dharsono, yang mengubah Divisi Siliwangi menjadi kesatuan militer anti- Sukarno dan anti PKI yang paling menyedihkan,” ujar jurnalis kawakan Belanda Willem Oltmans dalam memoarnya Bung Karno Sahabatku . Omar Dani dipenjara oleh rezim Orde Baru selama 30 tahun akibat tudingan berkomplot dengan Gerakan 30 September. Nasib Hartono lebih tragis lagi. Setelah ditendang ke Pyongyang, Korea Utara sebagai Duta Besar, Hartono dipanggil pulang ke Indonesia sebelum masa tugasnya selesai untuk pemeriksaan. Pada pagi buta 6 Januari 1971, Hartono ditemukan terbujur tak bernyawa di kediamannya yang terletak di kawasan dekat Manggarai. Dia meninggal dalam keadaan bersimbah darah dengan dua lubang peluru bersarang di bagian belakang kepalanya. Sebuah pistol jenis Makarov tergeletak tak jauh dari jasad Hartono. Tanpa menunggu visum , secara resmi Hartono dinyatakan bunuh diri. Namun beberapa orang terdekat meyakini kematian Hartono akibat pembunuhan politik.

bottom of page