- Bonnie Triyana
- 30 Des 2010
- 5 menit membaca
Diperbarui: 6 Mei
SECARA metodologis kata “seandainya” tidak bisa digunakan untuk menganalisa peristiwa sejarah. Tapi kalau saja boleh berandai-andai melihat fakta sejarah, maka sebuah pertanyaan dilontarkan dalam kasus kisruh keistimewaan Yogyakarta akhir-akhir ini: bagaimana seandainya Sultan Hamengku Buwono IX (HB IX) tidak memutuskan untuk bergabung dengan Republik Indonesia yang masih jabang bayi itu? Tentu jawabannya bisa bermacam rupa dan semuanya memiliki potensi untuk menjadi benar atau salah. Namun pastinya baik jawaban itu salah atau benar tak satu pun yang menjadi realitas karena hanya berangkat dari kata seandainya.
Ingin membaca lebih lanjut?
Langgani historia.id untuk terus membaca postingan eksklusif ini.










