top of page

Sejarah Indonesia

Kesaksian Dari Pertempuran Lengkong

Kesaksian dari Pertempuran Lengkong

Pertempuran tak seimbang pecah di Lengkong Besar Bandung. Pasukan Sekutu memukul para pejuang Republik.

14 Juni 2015

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Tentara Sekutu dari 12th Yorkshire Battalion 5th Parachute Brigade, memeriksa para pemuda untuk mencari pejuang Republik Indonesia, pada 1945. Foto: Imperial War Museums/en.wikipedia.org.

PRIYATNA Abdurrasyid, ahli hukum ruang angkasa dan mantan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen, salah seorang pemuda yang tersulut semangatnya oleh gaung Proklamasi kemerdekaan. Tanpa pikir panjang tentang bahayanya, dia ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan.


Pengalaman Priyatna berjuang selama revolusi kemerdekaan dituangkan dalam otobiografi Dari Cilampeni ke New York Mengikuti Hati Nurani: H Priyatna Abdurrasyid karya Ramadhan K.H. Dia bergabung dengan Badan Keamanan Rakyat (BKR), lalu masuk Sekolah Kader Militer di Yogyakarta yang dikepalai Letjen Hidajat Martaatmadja. Pendidikan militer selama tiga bulan itu langsung melatih para siswanya ke lapangan pertempuran sungguhan.


Priyatna mendapat tugas ke Bandung yang telah dikuasai Sekutu. Sekutu yang terdiri dari pasukan Inggris, India, dan Gurkha bertugas membebaskan tawanan dan interniran serta melucuti pasukan Jepang. Dalam menjalankan tugasnya, mereka berkoordinasi dengan aparat Indonesia dengan membentuk Badan Perhubungan. Di Bandung, pasukan Sekutu menginap di Hotel Savoy Homann dan Hotel Preanger.


Sebuah insiden mengubah keadaan damai akibat provokasi-provokasi. Para pejuang melawan. Kontak senjata terjadi sejak 25 November. Pemicunya, tindakan “gegabah” pasukan Sekutu yang menembaki penduduk saat berusaha menyelamatkan diri ke dekat Hotel Homann akibat banjir bandang Sungai Cikapundung pada 25 November. Entah karena tak tahu beda antara penduduk dan pejuang atau ada provokasi dari NICA (Pemerintahan Sipil Hindia Belanda), berondongan senjata memangsa banyak penduduk. “Menurut berita kemudian, banjir besar tersebut adalah hasil kerja sabotase agen NICA-Belanda dengan jalan membobol pintu air Danau Pakan di Dago atas,” ujar Priyatna.


Para pejuang membuat rencana pembalasan. Priyatna, komandan regu dari Yon II,  bertugas mengumpulkan informasi guna penyusunan rencana operasi. Dia mengepos di hotel kecil milik sahabatnya, M. Rais, tak jauh dari hotel tempat menginap pasukan Sekutu. “Jadi saya hafal sekali setiap sudutnya, karena sering main di situ,” ujarnya.


Paginya, beberapa pejuang yang membantu evakuasi penduduk diserang pasukan Sekutu. Ternyata mereka hanya memancing. Keluarnya pasukan Sekutu dari hotel menjadi santapan para pejuang yang sudah menunggu. Setelah senjatanya dirampas, pasukan Sekutu dibenamkan ke sungai Cikapundung yang deras.


Panglima Sekutu di Jawa Barat Brigjen N. MacDonald marah besar. “Pada 27 November Jenderal MacDonald mengeluarkan sebuah ultimatum yang memerintahkan agar wilayah kota dari tengah ke utara harus ditinggalkan orang Indonesia dalam tempo 48 jam,” tulis Benedict Anderson dalam Java in a Time of Revolution.


Nasution lalu memerintahkan seluruh pasukan menyingkir ke selatan kota Bandung. Meski begitu, perlawanan terus berjalan. Pada 3 Desember, mereka menyergap konvoi pasukan Sekutu yang akan masuk Bandung di jalan antara Padalarang-Cimahi.


Sekutu kemudian membalas. Dengan dalih membebaskan tawanan dan interniran Belanda di Tun Dorp, daerah Lengkong Dalam, mereka membuka ofensif dengan bombardir udara. Tak lama kemudian, datang pasukan darat didukung tank dan panser. Kontak senjata terjadi di Jalan Lengkong Besar, tempat di mana pejuang memusatkan penghadangan.


Berondongan senapan mesin dan muntahan kanon dari tank-tank Inggris memporak-porandakan konsentrasi pasukan Republik. Meski pejuang Indonesia bahkan ada yang berhasil menaiki dan melumpuhkan tank, kekuatan mereka sangat tak sebanding dengan pasukan Sekutu yang modern. Bombardir udara oleh RAF dari AU Inggris makin menghancurkan pasukan pejuang. Serangan itu baru berhenti ketika senja, saat para pejuang sudah mundur sampai di persimpangan Jalan Tegalega.


Akibat pertempuran itu, banyak pejuang tewas. Salah satunya Sugiarto Kunto, sahabat Priyatna, yang gugur terkena pecahan mortir di dagu dan dada. “Sugiarto Kunto gugur tepat di sebelah saya. Di situ pertama kali saya melihat usus-usus manusia nyangkut di pohon-pohon, serta potongan tangan dan kaki yang bergelimpangan,” kenangnya. Untuk mengenang pertempuran tersebut, di sudut simpang tiga Jalan Lengkong Besar dengan Jalan Cikawao, dibangun Monumen Peristiwa Lengkong.


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page