top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Mula Pedagang Kaki Lima

Kekeliruan penerjemahan membuat mereka disebut pedagang kaki lima. Dianggap masalah akut perkotaan.

28 Mar 2013

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Kaki Lima Tempo Dulu

Pedagang sedang menjajakan dagangannya. Foto: KITLV.


PKL bukan pedagang kemarin sore. Kehadiran mereka di Jakarta bisa dirunut hingga ke zaman Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles (1811-1816). Saat itu, Raffles memerintahkan beberapa pemilik gedung di jalanan utama Batavia untuk menyediakan trotoar selebar lima kaki (five foot way) untuk pejalan kaki.


Menurut William Liddle dalam “Pedagang yang Berkaki Lima”, termuat 111 Kolom Bahasa Kompas, saat bertugas di Singapura pada 1819, Raffles kembali menerapkan kebijakan ini di Chinatown.


Lantas terjadi kesalahan penerjemahan istilah five foot ke bahasa Melayu. “Five foot rupanya disalahmaknakan sebagai kata majemuk. Dalam menerjemahkannya ke dalam bahasa Melayu, orang membalikkan hukum MD (menerangkan-diterangkan) Inggris menjadi hukum DM (diterangkan-menerangkan) Melayu, sehingga terjemahannya bukan lima kaki, melainkan kaki lima,” tulis Mayapada, 15 Desember 1967.


Meski dibuat untuk pejalan kaki, ruang itu justru ditempati para pedagang sehingga orang menyebut mereka pedagang kaki lima. “Istilah ini menjalar ke Medan. Dari Medan sampai di Jakarta dan menyebar ke kota-kota di Indonesia,” tulis Mayapada.


Dagangan mereka antara lain barang kelontong, obat-obatan, buku-buku, dan mainan anak. Pedagang makanan dengan gerobak atau pikulan tak termasuk kategori ini. Mereka masuk kategori dagang rakyat.


PKL di Batavia pada akhir abad ke-19, seperti digambarkan Susan Blackburn dalam Jakarta Sejarah 400 Tahun, biasa berteriak untuk menarik pembeli. Tapi pemerintah kota tak menyukai kehadiran mereka. Mereka diusir dari jalan. Tindakan ini menuai protes dari sejumlah bumiputera yang duduk di Dewan Kota (gemeente raad). Salah satunya Abdoel Moeis. 



“Para pedagang diusir dari pinggir jalan karena di tempat tersebut tinggal banyak orang Belanda yang tidak mau melihat para pedagang kaki lima kotor itu,” protes Moeis dalam sidang Dewan Kota pada 1918, dikutip Susan Blackburn.


Meski tak diketahui pasti, Susan memperkirakan jumlah PKL meningkat pada 1934 sebagai buntut dari masa depresi yang melanda dunia pada 1930-an. Jumlah mereka terus meningkat setelah kemerdekaan. Bahkan Dewan Perwakilan Kota Sementara (DPKS) menyebut mereka sebagai salah satu sumber utama konflik penduduk di Jakarta pada dekade 1950-an. Selain itu, DPKS menilai bahwa PKL menganggu keteraturan kota. Maka DPKS berusaha mencarikan mereka tempat berdagang yang memadai. Langkah ini gagal diterapkan karena kota kekurangan lahan untuk pasar.


Memasuki 1960-an, cap PKL kian buruk. Beberapa alasannya, menurut Mayapada 15 Januari 1968, PKL dianggap merusak keindahan kota, cara dagangnya primitif, dan bikin malu negara jika tamu asing datang. Tapi sebagian kalangan membela mereka. “Sebagian dari pedagang-pedagang kita baru mampu berkaki lima,” tulis Mayapada.


Gubernur Ali Sadikin berusaha bersikap tegas. Dia menindak para PKL yang membandel. Tapi Ali juga menyediakan lahan baru untuk mereka. Ini tertuang dalam Pengumuman Gubernur DKI Jakarta tanggal 27 Juli 1971 No Ib.1/1/11/1970.


Pada masa Gubernur Cokropranolo, PKL beroleh angin lantaran pengusiran agak berkurang. Sejak itu, jumlah PKL tak terkendali. Mereka terus memenuhi pinggiran jalan ibukota.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang turut berjuang dalam Perang Kemerdekaan dan mendirikan pasukan khusus TNI AD. Mantan atasan Soeharto ini menolak disebut pahlawan karena gelar pahlawan disalahgunakan untuk kepentingan dan pencitraan.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Prajurit Keraton Ikut PKI

Prajurit Keraton Ikut PKI

Dua anggota legiun Mangkunegaran ikut serta gerakan anti-Belanda. Berujung pembuangan.
Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
bottom of page