top of page

Sejarah Indonesia

Perang Dua Pangeran

Perang Dua Pangeran Banten

Dua pangeran berebut takhta Kesultanan Banten. Melibatkan persaingan kaum bangsawan dan pedagang. Pecahlah perang saudara.

Oleh :
12 Maret 2018

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Upacara khitanan calon raja Banten pada 1605, kemungkinan Abdul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir, anak Pangeran Muhammad, karya grafis Prancis abad ke-18. Foto: Repro Orang Indonesia &amp Orang Prancis dari Abad XVI sampai dengan Abad XX.

MAULANA Yusuf, sultan Banten kedua, wafat pada 1580, meninggalkan putra mahkota, Pangeran Muhammad yang baru berusia sembilan tahun. Pangeran Jepara juga mengincar takhta yang ditinggalkan kakaknya itu.


Pangeran Jepara merupakan sebutan untuk Pangeran Arya, putra bungsu Maulana Hasanuddin, sultan Banten pertama. Ketika kecil, dia diangkat anak oleh bibinya dari pihak ibu, yaitu Ratu Kalinyamat, yang tak memiliki anak. Setelah meninggal, dia menggantikannya sebagai penguasa Jepara sehingga disebut Pangeran Jepara. Kendati demikian, dia tetap menginginkan takhta Kesultanan Banten. Untuk itu, dia datang ke Banten bersama pasukan bersenjata termasuk di antaranya Kiai Demang Laksamana yang memimpin pertempuran melawan Portugis di Malaka pada 1574.


Penggantian Maulana Yusuf, menurut sejarawan Claude Guillot, juga mengakibatkan terbaginya kelompok terkemuka dalam masyarakat menjadi kaum bangsawan dan kaum pedagang. Kaum bangsawan mendukung Pangeran Jepara yang telah dewasa dan berharap mampu mengembalikan hak istimewa para bangsawan dan membatasi pengaruh kaum pedagang dalam pemerintahan Banten. Sedangkan kaum pedagang mendukung Pangeran Muhammad agar dapat mempertahankan kendali politik atas pemerintahan Banten.


Javanolog H.J. De Graaf mencatat bahwa dalam usaha merampas takhta dari kemenakannya, Pangeran Jepara mendapat bantuan rahasia dari patih Kesultanan Banten –tak disebut namanya. Usaha itu hampir berhasil. Namun, patih pengkhianat itu, setelah menerima isyarat tertulis dari salah seorang wali raja, merasa menyesal akan perbuatannya, dan selanjutnya justru mengkhianati Pangeran Jepara. Setelah itu, pecahlah pertempuran yang hebat.


“Kiai Demang Laksamana tewas. Karena kehilangan abdinya yang terpenting, Pangeran Jepara memutuskan kembali ke Jepara,” tulis De Graaf dalam Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa.


Di pihak kaum pedagang, tokoh utamanya adalah Kiai Wijamanggala. Pedagang asal Mailapore, Tamil ini, bertahan sebagai syahbandar selama lebih dari 20 tahun dan memegang peran besar dalam berbagai peristiwa politik di Kesultanan Banten.


“Kiai Wijamanggala bersama empat tokoh penting dari kalangan pedagang berhasil mengusir Pangeran Jepara, dan membentuk dewan kewalirajaan. Tujuan mereka yang bersekutu dengan para pejabat tinggi pemerintahan (ponggawa) untuk menguasai kewalirajaan yang tak lain adalah pimpinan negara sampai Muhammad mencapai dewasa,” tulis Guillot dalam Banten: Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII.


Tak lama setelah naik takhta, Pangeran Muhammad meninggal dunia dalam penyerangan ke Palembang pada 1596. Dia meninggalkan putranya, Abdul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir, yang berusia beberapa bulan sebagai pewaris takhta. Kewalirajaan yang kedua ini ditandai dengan banyak pertikaian antara kaum pedagang dan ponggawa melawan kaum bangsawan yang berusaha merebut kembali pengaruh atas Kesultanan Banten.


Puncaknya pada 1609 terjadi perang saudara selama beberapa bulan. Kaum pedagang di bawah tiga orang Tamil berkubu di sekitar pelabuhan. Kaum bangsawan menang mudah karena terbiasa menggunakan senjata dan memiliki banyak pendukung. Syahbandar Wijamanggala terbunuh dan sekitar 7000 orang, terutama para pedagang, meninggalkan Banten menuju Batavia.


Akhirnya, kaum bangsawan di bawah Pangeran Ranamanggala mengambilalih pimpinan kewalirajaan. Namun, dia ditentang pedagang Belanda dan Inggris karena memutuskan untuk menghentikan seluruh perdagangan internasional dan melarang penanaman lada.


“Kejadian ini berdampak besar,” tulis Guillot. “Kekalahan para pedagang mengakhiri setengah abad kebijakan perdagangan bebas yang berhasil dilaksanakan oleh Banten.”

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
NU Seteru Orde Baru

NU Seteru Orde Baru

Nahdlatul Ulama berperan dalam lahirnya Orde Baru. Namun, NU melawan rezim militer itu karena menganggap Islam sebagai kekuatan yang membahayakan bagi kekuasaan.
Misi Orde Baru Menggerus PNI dan NU

Misi Orde Baru Menggerus PNI dan NU

Setelah menumpas PKI, rezim Orde Baru kemudian menghabisi PNI dan NU. Dengan begitu Soeharto dapat berkuasa selama tiga dekade.
Mengenal Pahlawan Nasional Rahmah El Yunusiyah

Mengenal Pahlawan Nasional Rahmah El Yunusiyah

HR Rasuna Said turut berguru pada Rahmah El Yunusiyah. Universitas Al-Azhar di Kairo terinspirasi membuka kampus khusus perempuan darinya.
Melatih Andjing NICA

Melatih Andjing NICA

Martin Goede melatih para mantan interniran Belanda di kamp. Pasukannya berkembang jadi andalan Belanda dalam melawan pejuang Indonesia.
Dasar NU Mendukung Bung Karno

Dasar NU Mendukung Bung Karno

Nahdlatul Ulama mendukung Presiden Sukarno atas dasar kepentingan bersama. Tidak semua pemimpin NU suka dengan Sukarno.
bottom of page