top of page

Sejarah Indonesia

Persahabatan Indonesia Afghanistan

Persahabatan Indonesia-Afghanistan

Afghanistan termasuk negara awal yang mengakui Republik Indonesia. Mengirim perwakilan resmi ke Indonesia dengan menembus blokade Belanda.

29 Januari 2018

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Sutan Sjahrir, utusan khusus presiden Republik Indonesia, bertemu Sadik El-Mujaddidi, duta besar Afghanistan di Kairo, Mesir, 4 November 1947. Sjahrir menyampaikan terima kasih atas pengakuan Afghanistan kepada Republik Indonesia. (Repro Sutan Sjahrir: Demokrat Sejati, Pejuang Kemanusiaan).

PRESIDEN Joko Widodo tetap melanjutkan lawatannya ke Afghanistan pada 29 Januari 2018 kendati terjadi bom bunuh diri di Kabul yang menewaskan 103 orang. Taliban menyatakan bertanggung jawab atas serangan itu.


Jokowi menjadi presiden kedua setelah Sukarno yang mengunjungi Afghanistan pada Mei 1961. Tiba di negara yang terletak di Asia Selatan dan Asia Tengah itu, Jokowi disambut hujan salju. Kunjungan ini sebagai balasan atas kedatangan Presiden Afghanistan Mohammad Ashraf Ghani ke Indonesia pada 5 April 2017.


Presiden Ashraf Ghani memberikan penghargaan Medal of Ghazi Amanullah kepada Jokowi sebagai penghormatan atas keberanian dan keteguhannya dalam memajukan hubungan bilateral Indonesia-Afghanistan, terutama dalam pembangunan perdamaian di Afghanistan. Sebagai bentuk dukungan perdamaian di Afghanistan, Indonesia membangun kompleks Indonesia Islamic Centre di Kabul yang akan dilengkapi fasilitas kesehatan.


Sementara itu, di tanah air, politisi oposisi berkomentar miring. Mereka menuding kunjungan Jokowi untuk meraih simpati umat Islam yang berguna bagi pemilihan presiden 2019. Jokowi sebagai imam salat juga disebut sebagai pencitraan.


Siapa pun yang menjadi presiden Indonesia sudah semestinya mengunjungi Afghanistan. Sebab, Afghanistan termasuk negara paling awal yang mengakui Republik Indonesia, yaitu pada 15 September 1947. Bahkan, Ahmad Subardjo, menteri luar negeri Indonesia pertama, menyebut “Mesir adalah negara pertama yang mengakui Republik Indonesia secara de jure. Setelah Mesir adalah Afghanistan.”


Namun, menurut M. Zein Hassan, ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia, semua negara Liga Arab yang telah merdeka, kecuali Yordania, telah mengakui de facto dan de jure Republik Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat penuh.


Berbagai sumber menyebut urutan pengakuan dari negara-negara Liga Arab antara lain Mesir (1 Juni 1947), disusul Lebanon (Juni 1947), Suriah dan Irak (Juli 1947), dan Saudi Arabia (November 1947).


Dalam Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri, Zein Hassan menyebut pengakuan Afghanistan dimuat dalam harian Al-Ahram, 19 September 1947, yang menyiarkan “Pemerintah Afghanistan telah mengakui Republik Indonesia dan telah mengawatkan kepada dutanya di Washington DC supaya menyampaikan kepada Dr. Sutan Sjahrir, Perdana Menteri Indonesia.”


Pada 4 November 1947, Zein menjadi penerjemah Sutan Sjahrir, utusan khusus presiden Republik Indonesia, dalam pertemuan dengan Sadik El-Mujaddidi, duta besar Afghanistan di Kairo, Mesir.


“Dalam suasana gembira, Bung Sjahrir menyampaikan terima kasih kepada Afghanistan atas pengakuannya terhadap Republik Indonesia,” kata Zein. “Dengan demikian, Afghanistan adalah satu-satunya negara di luar negara-negara Liga Arab yang mengakui de facto dan de jure kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia sampai Belanda mengakuinya pada Desember 1949.”


Setelah mengakui Republik Indonesia, Afghanistan mengirimkan perwakilan resmi ke Indonesia dengan menembus blokade Belanda. “Abdul Mounem dari Mesir sebagai Konsul Jenderal dan Abdurrachman dari Afghanistan sebagai Kuasa Politik berhasil menembus pengurungan Belanda dan dengan menumpang pesawat udara selamat tiba di Yogyakarta, ibukota sementara Republik Indonesia,” kata Ahmad Subardjo dalam otobiografinya, Kesadaran Nasional.


Pemerintah Afghanistan juga meminta kepada Sutan Sjahrir supaya mengirimkan wakil Republik Indonesia ke Afghanistan. Pemerintah Indonesia pun menempatkan Abdul Kadir di Afghanistan. Namun, Belanda protes menyebut Indonesia melanggar Perjanjian Renville.


Menteri Penerangan M. Natsir menjelaskan bahwa penempatan Abdul Kadir di Afghanistan sebagai tindak lanjut dari hubungan Indonesia dan Afghanistan yang dimulai sejak Afghanistan mengakui de jure Republik Indonesia pada 15 September 1947. Abdul Kadir berangkat ke Afghanistan pada 28 Desember 1947 sebelum Perjanjian Renville ditandatangani dan pertempuran antara Indonesia dan Belanda masih terjadi di sana-sini.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

Sebagai murid, S.K. Trimurti tak selalu sejalan dengan guru politiknya. Dia menentang Sukarno kawin lagi dan menolak tawaran menteri. Namun, Sukarno tetap memujinya dan memberinya penghargaan.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
bottom of page