top of page

Sejarah Indonesia

Soeharto Seteru Pranoto

Soeharto Seteru Pranoto

Tak terima kasus korupsinya dibeberkan, Soeharto penjarakan Pranoto Reksosamodra dengan dalih terlibat G30S.

25 April 2014

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Serah terima Panglima Divisi Diponegoro dari Kolonel Soeharto kepada Kolonel Pranoto Reksosamodra di Semarang, Jawa tengah, 9 Maret 1959. (Repro Catatan Jenderal Pranoto Reksosamodra).


PERISTIWA Gerakan 30 September 1965 (G30S) mengakibatkan gugurnya enam jenderal, salah satunya Jenderal Ahmad Yani, Menteri Panglima Angkatan Darat (Menpangad).


Pada 2 Oktober 1965, Presiden Sukarno mengangkat Mayjen TNI Pranoto Reksosamodra, Asisten III Men/Pangad bidang personalia, sebagai care-taker Menpangad untuk urusan sehari-hari. Pimpinan AD langsung dipegang Presiden/Panglima Tertinggi Sukarno.  


Sukarno tidak memilih tiga nama lainnya karena Mayjen Soeharto dianggap terlalu keras kepala, Mayjen TNI Moersjid suka berkelahi, dan Mayjen TNI Basuki Rachmat tidak begitu sehat.


Sukarno memilih Pranoto karena dia mantan Panglima Divisi Diponegoro Jawa Tengah yang diharapkan dapat mengendalikan anggota divisi yang terlibat G30S.


Menurut Ben Anderson dan Ruth McVey dalam A Preliminary Analysis of the October 1, 1965, Coup in Indonesia, biasa disebut Cornell Paper, “Pranoto adalah mantan komandan Divisi Diponegoro yang pendiam, tidak ambisius, dengan penampilan sebagai prajurit biasa, tanpa musuh berat pada masa itu.”


Dalam surat kepada istrinya, Dewi Sukarno, 3 Oktober 1965, Sukarno beralasan, “Anggota MBAD Pranoto agak lemah, tetapi dia satu-satunya orang yang dapat bergaul dengan golongan kiri dan kanan.”


Sukarno memang menaruh kepercayaan kepada Pranoto seperti tertulis dalam memonya: “Kol. Pranoto, Kerdjalah baik2 untuk negara. Bapak pertjaja penuh kepadamu.”


Pada 16 Oktober 1965, Soeharto diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) dengan membentuk susunan stafnya sendiri. Dia memegang kendali penuh kekuasaan.


Pada 16 Februari 1966, Soeharto memerintahkan menangkap Pranoto dengan tuduhan terlibat G30S. Pranoto ditahan di Rumah Tahanan Militer Blok P Kebayoran Baru Jakarta Selatan, kemudian dipindahkan ke Inrehab Nirbaya, dan terakhir di Rumah Tahanan Boedi Oetomo. 


Pranoto diduga ditahan bukan karena terlibat G30S, tetapi karena dia membeberkan kasus korupsi Soeharto ketika menjadi Panglima Divisi Diponegoro kepada tim penelitian dan inspeksi di bidang Finec (Financial & Economy) bentukan KSAD Jenderal AH Nasution.


“Peristiwa korupsi atau manipulasi keuangan dalam masa pimpinan Penguasa Perang Daerah (Peperda) Jawa Tengah di sekitar tahun 1958, terjadi saat Peperda Jawa Tengah masih dalam kepemimpinan Kolonel Soeharto,” kata Pranoto dalam Catatan Jenderal Pranoto Reksosamodra suntingan Imelda Bachtiar. Buku ini merupakan catatan Pranoto selama ditahan di Nirbaya (1969-1979).


Pranoto menyebutkan penyelewengan keuangan itu berupa barter liar, monopoli cengkeh dari asosiasi gabungan Pabrik-pabrik Rokok Kretek Jawa Tengah, penjualan besi tua yang disponsori Liem Sioe Liong, Oei Tek Young, dan Bob Hassan.


“Penyelewengan ini menjadi titik-titik kelemahan Kolonel Soeharto dalam kepemimpinan Peperda Jawa Tengah,” kata Pranoto. 


Terbongkarnya kasus tersebut membuat Soeharto dicopot dari jabatannya sebagai Panglima Divisi Diponegoro dan digantikan Pranoto pada 1959. Soeharto juga diperintahkan sekolah ke Seskoad Bandung. Setelah keluar pada 1961, Soeharto menjadi Panglima Cadangan Umum Angkatan Darat (Caduad), kemudian jadi Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad).


Letjen TNI Gatot Subroto pernah mendorong Pranoto dan Soeharto berdamai. “Kami berdua terpaksa bersalaman,” ujar Pranoto, “betapapun di hati masing-masing telah terasa hambar.”


Namun, Soeharto lebih dari sekadar hambar. Dia masih tetap merasa dipermalukan. Sampai tiba saatnya, dia dapat mengobati rasa malunya itu dengan memenjarakan Pranoto selama 15 tahun. Pranoto bebas pada 16 Februari 1981. Dia meninggal pada 9 Juni 1992 dan dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Anak Jakarta Jadi Komandan Andjing NICA

Anak Jakarta Jadi Komandan Andjing NICA

Sjoerd Albert Lapré, "anak Jakarte" yang jadi komandan kompi di Batalyon Andjing NICA. Pasukannya terdepan dalam melawan kombatan Indonesia.
Para Raja Luar Jawa dalam Perang Jawa

Para Raja Luar Jawa dalam Perang Jawa

Dianggap kawan oleh Belanda dan tak mengenal Diponegoro, banyak raja atau kepala masyarakat mengerahkan penduduk mereka melawan Diponegoro dalam Perang Jawa.
Macan Ketawa Beraksi di Tapal Kuda

Macan Ketawa Beraksi di Tapal Kuda

Pasukan berlambang harimau tertawa ini jadi andalan Belanda di sisi tenggara Jawa Timur semasa Agresi Militer II.
Macan Ketawa Dukung Negara Djawa Timoer

Macan Ketawa Dukung Negara Djawa Timoer

Pasukan Jawa Timur berisi eks Tjakra Madoera dikirim ke Maluku untuk memadamkan RMS. Sebelumnya, mereka mendukung Negara Djawa Timur alias lawan TNI.
Bakar Kilang, Simon de Waal dapat Bintang

Bakar Kilang, Simon de Waal dapat Bintang

Simon de Waal memimpin pembakaran kilang dan sumur minyak di Tarakan sebelum menyerah pada tentara Jepang. Alih-alih dianggap kesalahan, Simon justru dianggap berjasa.
bottom of page