Hasil pencarian
9587 hasil ditemukan dengan pencarian kosong
- Menyeru Dakwah, Menebar Jihad
MUKTAMAR di Malang, 7 November 1968, sudah akan berakhir ketika panitia menerima telegram dari Istana Negara. Sekretaris Negara Alamsjah Ratu Perwiranegara, pengirim telegram, memaklumatkan pesan pemerintah: menolak pemilihan Mohamad Roem sebagai ketua Partai Muslimin Indonesia (Parmusi). Tak pelak seluruh peserta muktamar kecewa.
- Melawan Lekra, Menghalalkan Seni
TATKALA mengikuti Konferensi Asia-Afrika di Bandung, H. Abdullah Aidid, kepala Jawatan Penerangan Agama dari Kementerian Agama, mendengarkan siaran musik tradisional RRI Jakarta. Terbersitlah ide menggunakan seni dan budaya sebagai saluran dakwah. Dia memerintahkan M. Nur Alian, kepala Seksi Kebudayaan pada Jawatan Penerangan Agama, memikirkan kelembagaannya.
- Masyumi Bukan Partai Terlarang
SEJAK bergabung dengan PRRI, Mohammad Natsir, ketua umum Masyumi, mengirim pesan agar namanya tak dikaitkan lagi dengan Masyumi supaya partai tak dianggap terlibat pemberontakan. Namun, pesan ini tak bisa menghalangi perselisihan di tubuh Masyumi.
- Lagu Sepeda dan Pak Kasur
TREN bersepeda di Jakarta tumbuh pesat sepanjang masa Pembatasan Sosial Berskala Besar Transisi, Juni 2020. Institute for Transportation and Development Policy melaporkan peningkatan jumlah pesepeda di jalan utama Jakarta. Di luar jalan utama, pesepeda juga terlihat lebih banyak daripada masa sebelumnya. Jakarta serasa menjadi kota pesepeda.
- Kampiun Persatuan Pemuda Islam
ATAS dorongan sesepuh Masyumi, mahasiswa Sekolah Tinggi Islam yang didirikan Masyumi, mengonsep pembentukan organisasi pemuda Islam. Setelah matang, pada 2 Oktober 1945, mereka menghelat pertemuan di Balai Muslimin di Kramat Raya 19 Jakarta. Hadir tokoh-tokoh Islam seperti Wahid Hasyim (NU), Anwar Tjokroaminoto (PSII), dan Mohammad Natsir.
- “Kalau Soal Kemanusiaan Bung Karno Lebih Hebat”
RUMAH bercat putih di bilangan Tulodong, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan itu tak mudah ditemukan. Tak ada nomor rumah di pintu pagarnya. Ia terapit dua rumah tetangganya yang lebih terlihat dominan. Setelah beberapa kali menekan tombol bel yang terselip di sisi kiri dalam tembok pagar, sang tuan rumah keluar membuka pintu. Dia sendiri. “Ibu sedang keluar, dia baru pulang dari Melbourne”.
- Jazz Menjembatani Jepang dan Amerika
KETIKA diperkenalkan di Jepang awal abad ke-20, jazz identik dengan kafe dan ruang dansa serta busana layaknya flappers dan dandies yang glamor. Para musisi Amerika dan Filipina kerap tampil di kawasan hiburan yang makmur di Osaka dan Kobe. Kaum muda perkotaan di Jepang pun kepincut. Jazz dianggap sebagai simbol modernisme, di tengah kondisi Jepang yang ultranasionalistik pasca kebijakan sakoku (isolasi).
- Ikhtiar Terhenti di Konstituante
MASYUMI menggantungkan harapan tinggi untuk bisa menjadikan syariat Islam rujukan hukum tertinggi di Indonesia. Perjuangannya sudah dimulai sejak sidang-sidang awal Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1945.
- Demi Hak dan Akhlak Perempuan
BERSAMAAN didirikannya Masyumi pada 7 November 1945, dibentuk pula wadah bagi anggota partai perempuan, yaitu Masyumi Muslimat. “Pada masa revolusi, di bidang sosial pada kaum Muslimat diserahkan tugas pekerjaan yang bersifat seperti Palang Merah dan bagian penyediaan (supply) kebutuhan pangan dan pakaian para pejuang militer,” tulis Hamzah Wiryokusukarto dalam Wawasan Politik Seorang Muslim Patriot Dr. Soekiman Wirjosandjojo 1898–1974.
- Dari Zakat Sampai Koperasi
UNTUK kesekian kalinya, buruh perkebunan dan pabrik kapas milik pemerintah di Delangu, Solo, melakukan aksi mogok menuntut perbaikan nasib. Namun, aksi kali ini pada Juli 1948, berujung ricuh. Terjadi bentrokan dengan anggota Sarekat Tani Islam Indonesia (STII).
- Antara Komunis atau Majikan
DALAM konferensi Masyumi tahun 1947, muncul diskusi mengenai pengaruh ajaran Islam dalam gerakan perburuhan di Indonesia. Konferensi itu pun memutuskan untuk membuat konferensi khusus mempelajari persoalan tersebut dengan melibatkan para ulama dan tokoh serikat buruh.
- Para Prajurit Janda
KESULTANAN Aceh belum lama berdiri ketika Portugis menaklukkan Malaka pada 1511. Kesultanan ini secara bertahap menjadi kuat di semenanjung Sumatra pada paruh pertama abad ke-16. Kala itu, lada Sumatra laku keras di pasaran Tiongkok dan Eropa. Hubungan dengan pedagang dari pesisir laut merah pun segera terjalin. Ini membawa keuntungan bagi Kesultanan Aceh. Portugis melihat itu sebagai ancaman, sementara sultan-sultan Aceh menilai Portugis sebagai lawan. Perang pun tak terelakkan. Aceh menyerang Malaka pada 1537, 1547, 1567, 1574, dan 1629. Dalam peperangan itu, Aceh menyertakan armada perempuan. Orang Portugis agak canggung dibuatnya. Tapi, tak ada pilihan: mereka harus berperang melawan para perempuan. Inilah tilas mula keperkasaan perempuan Aceh.





















