top of page

Hasil pencarian

9572 hasil ditemukan dengan pencarian kosong

  • Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

    TAMAN Pemakaman Umum (TPU) Petamburan di Jakarta Pusat punya keunikan. Meski berstatus pemakaman umum, TPU Petamburan diperuntukkan bagi warga Jakarta yang beragama non-Muslim. Tak heran, di pekuburan sejak zaman kolonial ini banyak orang bukan pribumi yang dimakamkan di Petamburan.

  • Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

    KONGSI Dagang Hindia Timur atau VOC berkuasa penuh di Nusantara setelah memperoleh hak oktroi dari pemerintah Kerajaan Belanda. Ibarat negara dalam negara, VOC memiliki pasukan, mencetak mata uang sendiri, dan memonopoli perdagangan. Bercokolnya VOC di Nusantara sejak 1600 menjadi cikal bakal kolonialisme Hindia Belanda. “VOC ini perusahaan Belanda tapi diberikan hak oktroi oleh parlemen Belanda pada 1602. Dia kemudian bangkrut di tahun 1800-an dan ini katanya karena korupsi,” kata Wakil Ketua KPK Agus Joko Pramono dalam seminar “Satukan Aksi Basmi Korupsi” di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), 2 Desember 2025. Dalam acara ini diluncurkan pula naskah sumber arsip Korupsi dalam Khazanah Arsip: Jejak Korupsi Masa VOC hingga Masa Kolonial Belanda terbitan ANRI. Negeri koloni Hindia Belanda kini telah menjadi Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Namun, Indonesia masih belum bebas sepenuhnya dari praktik korupsi. Bahkan, korupsi makin menggerogoti sendi-sendi kehidupan bernegara. Banyak aparat negara terjerat kasus korupsi. Mulai dari eksekutif, legislatif, hingga yudikatif; dari pusat hingga daerah, pejabat tinggi maupun rendah. Tak heran bila Indonesia masuk dalam golongan negara paling korup di dunia. Menurut Agus, sejarah memperlihatkan bahwa praktik korupsi di Indonesia telah berlangsung lama. Terjejaki sejak masa VOC berkuasa dan itu berdampak historis pada sistem pemerintahan. Perangkat sistem pemerintahan Indonesia banyak menganut dari zaman kolonial. Karena itulah mempelajari sejarah korupsi di zaman lampau masih relevan dengan kondisi Indonesia hari ini. “Kita sudah tahu bahwa korupsi dari zaman VOC dan akan tetap terus ada karena ini kaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan yang merupakan sifat dasar manusia. Fakta historis menjadi pengingat kita bahwa korupsi bukan hanya persoalan hukum, tapi juga persoalan budaya, tata kelola, dan integritas bangsa,” imbuh Agus. Sementara itu, Kepala ANRI Mego Pinandito mengatakan, jejak historis praktik korupsi di zaman VOC hingga kolonial Hindia Belanda terakam dalam catatan arsip. Arsip-arsip itu berbicara tentang penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, penyuapan, hingga penggelapan. Mulai dari juragan dagang VOC hingga aparat birokrat pejabat kolonial tersebut dalam skandal korupsi. Khazanah arsip menujukkan bahwa korupsi itu merupakan persoalan yang panjang. Ia memiliki akar historis. Tapi, bukan berarti korupsi tidak bisa diperbaiki atau dihapus sama sekali. “Jejak itu merupakan gambaran mengenai pola yang berulang dalam penyalahgunaan kekuasaan. Dinamika hubungan antar pejabat dan masyarakat, antar kepentingan, dan tentunya dampak sistemik yang ditimbulkan terhadap tata kelola pemerintahan, kepercayaan publik, serta perkembangan sosial ekonomi bangsa ini sendiri,” terang Mego. Seminar “Satukan Aksi Basmi Korupsi” di Arsip Nasional Republik Indonesia, 2 Desember 2025, dalam rangka memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia). (Martin Sitompul/Historia.ID). Arsip-arsip yang membentangkan praktik korupsi zaman VOC dan kolonial Hindia Belanda tersua dalam berbagai khazanah. Mulai dari arsip statis berbentuk tekstual, foto, hingga peta. Seperti misalnya, Arsip Residensi merujuk pada kumpulan arsip administrasi dari masa kekuasaan VOC pada kurun 1601–1799 di berbagai wilayah Nusantara. Selain itu. Arsip Hoge Regering  merupakan pusat administratif dan titik temu berbagai jalur pelayaran VOC. Arsip Algemene Secretarie  merupakan lembaga tempat bermuaranya informasi di Hindia Belanda. Arsip Departement van Burgelijke Openbare Werken  dikenal dengan sebutan Kementerian Pekerjaan Umum pada masa sekarang. Arsip Binnenlands Bestuur (BB) merupakan cikal bakal lembaga Kementerian Dalam Negeri pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Di luar arsip tekstual terdapat arsip foto KIT (Koninklijk Instituut Voor de Tropen) dan arsip peta De Haan. Arsip KIT memuat foto-foto yang mendukung misi kolonial Belanda di bidang ekonomi, kesehatan tropis, dan antropologi. Arsip De Haan berisikan kumpulan peta dan kartografi yang disusun atau dikurasi oleh Frederick De Haan, arsiparis terkemuka Belanda abad 19, lengkap dengan tautan akses serta ringkasan historis. Pada arsip-arsip tersebut, menurut Dharwis Yacob, arsiparis ANRI sekaligus penulis buku Korupsi dalam Khazanah Arsip: Jejak Korupsi Masa VOC hingga Masa Kolonial, memang tidak secara gamblang menyebut kata korupsi dalam pengertian modern. Namun, perkara-perkara yang menjurus ke arah korupsi begitu sering ditemui. Istilah atau kata seperti bedroch (kecurangan), bedriegen  (penipuan), verduystering atau verduysteren  (penggelapan), smokkelarije (penyelundupan), achteruygangh  (kemunduran perdagangan), hingga smokkelhandel  (perdagangan ilegal), telah digunakan untuk menggambarkan tindakan serupa di tubuh VOC. “Hal ini menjadi penanda awal praktik korupsi kolonial di Nusantara dan menjadi salah satu faktor yang mempercepat kemunduran perusahaan dagang terbesar di dunia pada masanya itu,” ujar Dharwis. Begitu pula yang terjadi di masa kolonial Hindia Belanda. Dalam Arsip Departement van Binnenlandsch Bestuur:   Seri Grote Bundel 1862-1960 , No. 51, mengisahkan kasus suap yang melibatkan seorang perempuan Eropa Bernama Ny. Amalia Johanna van Heuven van Staereling, istri seorang pejabat tinggi pada 1935. Kemungkinan besar suaminya berasal dari kalangan Binnenlandsch Bestuur . Johanna disinyalir menerima sejumlah uang atau hadiah tidak resmi dari pihak yang memiliki kepentingan terhadap putusan administratif atau ekonomi di wilayah Cirebon. Praktik semacam ini dalam hukum kolonial masuk kategori penyuapan ( omkoping ). Dalam arsip yang lain, yaitu Arsip Departement van Burgelijke Openbare: Seri Grote Bundel 1854-1933 , No. 2941, mengungkap penyalahgunaan keuangan proyek pembangunan jalan Sibolga-Tarutung di wilayah Tapanuli oleh seorang mandor bernama Rudol. Kasus ini terungkap karena Algemeene Rekenkamer, yang saat itu berwenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan internal, menemukan adanya ketidaksesuaian antara anggaran dan realisasi fisik proyek. Kasus ini bertitimangsa 1928–1929. Kasus penyuapan Johanna dan penyelewengan mandor Rudol hanya segelintir kasus korupsi di masa kolonial Hindia yang tercatat dalam arsip. Dari fakta-fakta yang tersaji dalam arsip, Dharwis menyimpulkan, bahwa korupsi bukanlah fenomena baru dalam sejarah Indonesia. Jejaknya dapat ditelusuri secara jelas melalui berbagai dokumen resmi, laporan pengawasan keuangan, putusan hukum, dan surat-menyurat pejabat dari masa VOC hingga pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Kasus yang tercatat dalam arsip memperlihatkan pola yang berulang, seperti penyalahgunaan wewenang, penggelapan kas publik, gratifikasi, manipulasi proyek pembangunan, serta kolusi antara pejabat lokal dan pusat. Praktik demikian sering kali dilakukan oleh pejabat Eropa maupun pribumi yang terlibat dalam struktur pemerintahan kolonial. “Fakta-fakta arsip ini menjadi penting untuk membangun kesadaran sejarah bahwa korupsi memiliki akar panjang dalam struktur politik dan ekonomi kolonial, memperkuat pendidikan antikorupsi berbasis arsip, sehingga generasi kini dapat belajar langsung dari sumber primer,” pungkas Dharwis.*

  • Wanita (Tak) Dijajah Pria Sejak Dulu?

    BEGITU malam tiba, 20-30 perempuan keluar dari rumah masing-masing. Di bawah cahaya rembulan, mereka saling bergandengan tangan lalu berjalan keliling. Sebaris tembang keluar dari mulut pemimpin mereka dan segera diikuti yang lainnya. Mereka menyambangi rumah sanak-famili, orang-orang kaya, dan orang-orang terpandang. Uang kepeng dan bermacam barang lain menjadi buah tangan yang mereka bawa pulang.

  • Tentang Lambang PNI

    PUKUL enam pagi, dua jam sebelum acara dimulai, massa sudah memadati gedung Permufakatan Nasional di Gang Kenari, Jakarta. Mereka hendak mendengarkan pidato Sukarno, ketua umum Partai Nasional Indonesia (PNI), yang saat itu sudah tersohor sebagai singa podium. Gedung itu milik Muhammad Husni Thamrin, tokoh nasionalis dari Betawi yang banyak menyokong perjuangan PNI.

  • Setelah PAI Tak Ada Lagi

    SETELAH Wakil Presiden Mohammad Hatta mengeluarkan Maklumat No. X tanggal 3 November 1945 mengenai pembentukan partai politik, para pemimpin Partai Arab Indonesia (PAI) justru menolak menghidupkan kembali partai yang sudah dibubarkan Jepang. Alasannya, selain tak sesuai dengan semangat kemerdekaan, partai-partai politik yang akan muncul membuka pintu bagi mereka.

  • Petikan Gambus Entakkan Gendang

    MUNIF Bahasuan, kelahiran tahun 1935, seorang penyanyi, komponis, dan pimpinan grup musik di era purwa-dangdut pada 1960-an. Ayahnya lahir di Hadramaut. Pada 1901, ketika usianya 12 tahun, ayahnya dibawa orangtuanya berdagang rempah-rempah ke Batavia. Ibunda Munif berasal dari Gresik, Jawa Timur. Keluarga ini sangat mapan secara ekonomi dan mengembangkan selera kosmopolitan.

  • Mendidik Dulu Merdeka Kemudian

    MOHAMMAD Hatta merasa gundah dengan cara agitasi yang dilancarkan oleh Sukarno, tetapi tak menggembleng kadernya dengan pendidikan. Dia juga jengah dengan keputusan PNI membubarkan diri pascapenangkapan para pemimpinnya pada April 1931. Dia juga mengkritik cara PNI yang terkesan hanya menggantungkan perjuangan kepada pemimpinnya saja, sehingga ketika mereka dipenjara, rakyat seperti anak ayam kehilangan induknya.

  • Mendekat kepada Habib

    HARI masih pagi ketika Habib Ali bin Abdurahman al-Habsyi (1870–1968), lebih dikenal sebagai Habib Ali Kwitang, membuka tokonya di Tanah Abang, Jakarta Pusat. Menjelang zuhur, dia menutup toko. Lalu dia keliling kampung untuk menjual barang dagangannya sambil berdakwah.

  • Kelestarian Lingkungan dan Pembangunan dalam Kekuasaan

    DEBAT Cawapres yang diselenggarakan pada tanggal 21 Januari 2024 silam berlangsung dengan sangat tajam. Debat tersebut menujukkan secara tegas pandangan para Cawapres  terkait dengan isu Pembangunan Berkelanjutan, Pengelolaan Sumber Daya Alam, Kelestarian Lingkungan, Isu Pangan, Masalah Agraria sampai keberadaan Masyarakat adat. Isu-isu kerusakan lingkungan, keadilan ekologi, keberlanjutan pembangunan yang diperdebatkan para Cawapres tersebut sebenarnya bukan merupakan barang baru.

  • Habis PNI Terbit Partindo

    RAPAT umum PNI di Yogyakarta bubar pada tengah malam. Sukarno dan Gatot Mangkoepradja bermalam di rumah Mr. Soejoedi, pengacara dan ketua PNI Yogyakarta. Jam lima pagi, 29 Desember 1929, polisi menggedor rumah dan menangkap Sukarno dan Gatot. Keduanya kemudian dibawa dan dimasukkan ke penjara Banceuy di Bandung.

  • Generasi Para Penghibur

    ABU Bakar Bafagih muda diminta mengelola pabrik batik milik keluarga di Pekalongan. Namun, Bafagih tak punya minat berbisnis. Hatinya tertambat pada sandiwara stambul. Maka, dia pergi dari rumah, ikut rombongan kelompok stambul di Jawa Timur. Setelah keluar-masuk menimba ilmu di beberapa rombongan, dia membentuk kelompok stambulnya sendiri: Opera Valencia.

  • Dendam Si Londo Klaten

    MASA tuanya di Negeri Belanda berisikan kemalangan. Ada kenyataan yang tidak bisa dia terima di masa mudanya. Kedaulatan Republik Indonesia atas Nusantara yang dulunya disebut Hindia Belanda tidak dapat diterimanya.

bottom of page