top of page

Sejarah Indonesia

De Brings Tjiandjoer Berjalan Berbareng Belajar Sejarah

De Brings Tjiandjoer, Berjalan Berbareng Belajar Sejarah

Komunitas pecinta sejarah yang memadukan olahraga dengan tur ke situs bersejarah di Cianjur. Digagas anak-anak muda.

Oleh :
18 Januari 2016

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Anak-anak muda Cianjur anggota komunitas De Brings Tjiandjoer menyelenggarakan tur sejarah keliling kota. Foto: Hendi Jo/Historia

Diperbarui: 1 Agu

CUACA cerah meliputi Cianjur pagi itu. Di depan Gedung Kantor Pos, puluhan orang (sebagian besar anak muda) tengah mendengarkan penuturan Aris Mustari, Sri Wahyuni dan Rendi Marliyadi, tiga pemerhati sejarah Cianjur. Sesekali, diskusi serius tapi santai tersebut diselingi oleh tawa canda, hingga suasana keakraban sangat terasa dalam kumpulan itu.


“Kami berusaha menggali dan membicarakan sejarah Cianjur dengan cara yang sebisanya kami anggap nyaman…” ujar Rendi kepada Historia.


Komunitas itu baru saja berdiri pada hari itu juga (Minggu, 17 Januari 2016). Mereka yang terlibat di dalamnya menyepakati De Brings Tjiandjoer sebagai nama kumpulan tersebut. De Brings sendiri diambil dari kata bahasa Sunda: “ngabring”, yang memiliki arti “jalan beramai-ramai”. Itu sesuai dengan cita-cita para penggiat De Brings Tjiandjoer yang akan membiasakan “jalan beramai-ramai” sebagai tradisi mereka dalam upaya penggalian dan pengenalan sejarah Cianjur.


“Cara ini mengasyikan, karena mengkombinasikan dua kegiatan bermanfaat: cari ilmu dan berolahraga,” ungkap Helmy Adam, karyawan swasta di sebuah perusahan distribusi nasional.


Sebagai kegiatan awal, De Brings Tjiandjoer melakukan tur ke beberapa titik yang memiliki arti penting secara historis bagi Cianjur. Rute yang diambil meliputi Gedung Kantor Pos-Pendopo Kabupaten Cianjur-Pangguyangan Badak Putih-Gedung Paguyuban Pasundan-Stasiun Kereta Api Cianjur.


Kegiatan itu sendiri mulai menghangat saat para peserta tur sejarah sampai di tempat lonceng tua yang berada dalam kawasan pendopo Kabupaten Cianjur. Dengan antusias mereka mulai membahas berbagai versi asal usul lonceng yang dibuat di Batavia pada 1744 itu.


“Kawan-kawan, menurut salah satu sumber sejarah yang pernah saya wawancara, lonceng ini konon merupakan pemberian dari Mataram,” ungkap Aris Mustari.


Namun, tanpa membatasi informasi hanya sekitar itu, Aris juga tak menutup kemungkinan bahwa ada kisah lain di balik keberadaan lonceng kuno tersebut. Termasuk adanya klaim dari pihak Gereja Santo Petrus (salah satu gereja Katholik ternama di Cianjur) bahwa lonceng yang lumayan besar itu tadinya merupakan milik keuskupan di Batavia.


Saat menjelajah wilayah Pendopo Kabupaten Cianjur itu pula, sempat mencuat diskusi seru tentang peristiwa sekitar pembunuhan Aria Wiratanudatar III (Bupati Cianjur ke-3) pada 1726. Selain mendiskusikan tema itu, para penggiat De Brings Tjiandjoer pun sempat merekontruksikan kejadian itu di beranda pendopo, posisi yang konon menjadi tempat kejadian perkara pada insiden menghebohkan hampir 270 tahun lalu tersebut.


Di Stasiun Kereta Api Cianjur, pembahasan sejarah semakin ramai. Termunculkan kisah tentang kejayaan stasiun itu pada saat Cianjur masih menjadi ibu kota Priangan. “ Saya pikir mengapa dibangun stasiun lumayan besar karena terkait dengan posisi penting kota ini pada saat itu,” ujar Sri Wahyuni yang dalam keseharian bekerja di Kantor Kearsipan Daerah Kabupaten Cianjur tersebut.


Setelah berjalan keliling kota Cianjur hampir 4 jam, tur sejarah diakhiri dengan sesi berbagi kesan dan pendapat yang dipusatkan di Taman Joglo. Rencananya De Brings Tjiandjoer akan mengadakan kembali tur sejarah pada Februari mendatang.


“Ke depan kami akan membuat tur secara tematik. Misalnya pada saat membahas tentang Perang Kemerdekaan, kami akan mengunjungi tempat-tempat atau jalan-jalan yang terkait tema tersebut,” ujar Rendi yang juga merupakan penggiat di Komunitas Aleut, sebuah kumpulan pecinta sejarah di kota Bandung.


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page