top of page

Sejarah Indonesia

Gelar Juara Di Tengah Prahara

Gelar Juara di Tengah Prahara

Tim Thomas dan Uber Cup Indonesia tetap tampil spartan di tengah chaos Mei 1998. Oase yang jadi penyejuk publik tanah air.

17 Mei 2018

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Pahlawan tim Indonesia di Thomas Cup 1998: Christian Hadinata sebagai pelatih, dan Chandra Wijaya (kiri) berpasangan dengan Sigit Budiarto sebagai tumpuan ganda putra. (badmintonindonesia.org).

MEI 1998. Huru-hara melanda ibukota dan beberapa kota lain Indonesia. Periode 13-14 Mei menjadi puncak chaos bernuansa rasialis. Rumah dan pertokoan milik orang Tionghoa nyaris tak ada yang luput jadi sasaran penjarahan dan pembakaran. Puluhan bahkan ratusan orang Tionghoa jadi korban pelecehan, pemerkosaan, hingga pembunuhan.


Namun di tengah gejolak itu, setitik embun penyejuk datang dari para pendekar bulutangkis yang bertarung di Thomas dan Uber Cup di Hong Kong. Ironisnya, embun itu datang justru dari mereka yang mayoritas keturunan Tionghoa.


Sumbangan untuk Tim Thomas & Uber Cup


Krisis moneter, pemantik kerusuhan rasialis itu, berimbas besar kepada PBSI. Induk bulutangkis Indonesia itu kekurangan dana untuk mengirim Yap Seng Wan alias Hendrawan dkk. ke Hong Kong. Dana operasional PBSI tak mencukupi.


Ketua PBSI cum KSAD Jenderal TNI Subagyo H.S. lalu mencari dana di luar dana abadi PBSI. Upayanya berhasil menghimpun bantuan dari  pengusaha. “Malam ini (Selasa, 21 April 1998), tercatat seluruhnya 35 pengusaha yang dengan sukarela memberikan sumbangan yang terkumpul Rp74 miliar,” ujar Subagyo, dimuat Kompas 22 April 1998. Dana itu cukup untuk memberangkatkan tim Thomas dan Uber ke Hong Kong.


Pemberian bantuan itu, kata Subagyo, dilakukan secara transparan, melalui bagian keuangan. Dia menolak yang lain dari pada itu (tidak transparan tanpa melalui bagian keuangan), seperti yang coba dilakukan Pengusaha Aburizal Bakrie dengan berupaya melayangkan bantuan langsung kepada Subagyo.


“Dari awal sudah selalu saya ingatkan, semua dana harus transparan. Jangan lupa, saya juga yang nanti akan mempertanggungjawabkannya,” lanjut perwira tinggi matra darat kelahiran Piyungan, Yogyakarta, 12 Juni 1946 itu.


Perjuangan di Tengah Gejolak


Selesai masalah pendanaan tak berarti masalah yang membelit PBSI kelar. Gejolak batin tetap menghambat, terutama bagi para anggota tim berdarah Tionghoa seperti  Hendrawan, Chandra dan Indra Wijaya, Haryanto Arbi, Susi Susanti, dan Mia Audina. Mereka risau akan sanak-famili di tanah air.


Namun, gejolak batin itu akhirnya bisa mereka atasi. Bahkan ketika PBSI menargetkan tim Indonesia agar mempertahankan dwigelar Thomas dan Uber Cup, mereka tak keberatan.


Toh, suasana tak umum itu memicu PBSI melonggarkan aturan kepada para anggota tim. “Pengurus pun mengambil kebijakan bagi para atlet bisa bebas bertelefon ke Jakarta. Tujuannya agar pemain bisa tahu keadaan keluarganya di Tanah Air,” tulis Carmelia Sukmawati dalam biografi berjudul Subagyo HS: KASAD dari Piyungan.


Meski diliputi kekhawatiran, para atlet berupaya tetap fokus pada tugas utama. Tim Uber berhasil mencapai final. Sayang, di partai puncak mereka dikalahkan RRC 1-4. “Kerusuhan yang cenderung bersifat rasial itu sedikit banyak berpengaruh pada anggota tim,” tulis Carmelia.


Berbeda dari tim Uber, tim Thomas berhasil mengatasi gejolak batin lebih baik. Lawan demi lawan mereka libas hingga mereka tiba laga final. Batalnya Subagyo datang ke Hong Kong –lantaran keadaan tanah air tak memungkinkannya sebagai orang nomor satu di angkatan darat meninggalkan gelanggang– sebagaimana dia janjikan sebelumnya, tak menyurutkan spirit tim Thomas Indonesia.


Di partai puncak yang dimainkan di Stadion Queen Elizabeth, 24 Mei, Hendrawan berhasil memenangkan nomor tunggal putra. Di dua nomor ganda putra, pasangan Chandra Wijaya/Sigit Budiarto dan Ricky Subagdja/Rexy Mainaky juga memenangkan keduanya. Indonesia sukses menundukkan Malaysia 3-2, Thomas berhasil dipertahankan.


Gelar Thomas Cup ke-11 itu menjadi hadiah menyejukkan bagi publik tanah air. Kedatangan tim langsung disambut suasana gembira sekaligus haru. “Pak Bagyo menangis haru dan menyampaikan rasa terima kasih atas perjuangan di Hong Kong,” cetus manajer tim dikutip Kompas 24 Mei 1998.



Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

Sebagai murid, S.K. Trimurti tak selalu sejalan dengan guru politiknya. Dia menentang Sukarno kawin lagi dan menolak tawaran menteri. Namun, Sukarno tetap memujinya dan memberinya penghargaan.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
bottom of page