top of page

Sejarah Indonesia

Jangan Tembak Oom

Jangan Tembak, Oom!

Perjuangan para pemuda seberang yang tergabung dalam Tentara Pelajar Seberang di Sidobunder. Ada sisi jenakanya.

13 Agustus 2019

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Maulwi (baju hitam) dan pasukan Tentara Pelajar Seberang di Yogyakarta (Koleksi pribadi Maulwi Saelan)

TAK lama setelah tiba di ibukota Yogyakarta, pasukan Tentara Pelajar Seberang (TPS) mendapat tugas ke Sidobunder yang terletak persis di tengah pertigaan Gombong-Puring-Karanganyar, Kebumen, Jawa Tengah. Markas Besar Tentara (MBT) khawatir Desa Sidobunder jatuh ke tangan Belanda setelah mereka melanggar Perjanjian Linggarjati lewat Agresi Militer I. Desa Sidobunder penting dipertahankan karena letaktnya strategis, tak jauh dari demarkasi Kali Kemit.


Dipimpin Lettu Maulwi Saelan –di kemudian hari menjadi wakil komandan Resimen Tjakrabirawa; pernah menjadi kiper sekaligus kapten timnas sepakbola Indonesia saat tampil di Olimpiade Melbourne 1956– pasukan TPS berangkat menumpang kereta api pada akhir Agustus 1947. Saat tiba, di Sidobunder sudah ada pasukan Seksi 321 Kompi 320 Yon 300 pimpinan Letnan Anggoro. Kedua pasukan diperintahkan berkoordinasi mempertahankan desa tersebut.


Suasana tegang menghinggapi Sidobunder waktu itu. Maklum, habis perayaan hari kelahiran Ratu Wilhelmina. Biasanya, pasukan Belanda merayakan hari kelahiran itu dengan menyerang basis-basis republik.


Benar saja, saat pasukan tertidur lelap tak lama setelah pergantian hari dari 31 Agustus ke 1 September, pasukan Belanda menyerang. Pasukan penyerang Belanda berkekuatan sekira satu batalyon yang berpencar ke berbagai arah.


Kedatangan pasukan Belanda sontak membuat Anggoro dan pasukannya melarikan diri ke arah timur. Pasukan TPS tinggal sendiri menghadapi lawan. “Sudah di belakang kita si Belanda pagi-pagi,” ujar Maulwi (almarhum) kepada Historia beberapa tahun silam. “Kami nggak bisa apa-apa. Ya, terpaksa kami ambil senjata.”


Dalam kekuatan tak imbang, pasukan TPS melakukan perlawanan. Pertempuran sengit terjadi. Tajudin, anak buah Maulwi, tumbang dimangsa peluru Belanda tak lama kemudian. Konsentrasi pasukan buyar. Koordinasi dengan pasukan 321 tiada lagi.


Maulwi, pengawalnya La Indi, Losung, La Sinrang, dan Herman Fernandez akhirnya terpisah dari pasukan. Dalam keadaan dihujani tembakan, mereka menerjang persawahan yang saat itu banjir. Sebuah kebun kelapa akhirnya jadi tempat mereka bertahan dan terus memberi perlawanan.


Pertempuran jarak dekat terjadi antara mereka melawan pasukan Belanda yang datang dari arah Puring. Hujan tembakan dari pasukan Belanda membuat pasukan TPS terdesak. Keadaan makin sulit karena amunisi pasukan TPS menipis. Dalam keadaan hidup-mati itu, La Sinrang dan Fernandez mendengar Losung berteriak. “Jang tembak, Oom! Peluru habis.”

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Anak Jakarta Jadi Komandan Andjing NICA

Anak Jakarta Jadi Komandan Andjing NICA

Sjoerd Albert Lapré, "anak Jakarte" yang jadi komandan kompi di Batalyon Andjing NICA. Pasukannya terdepan dalam melawan kombatan Indonesia.
Para Raja Luar Jawa dalam Perang Jawa

Para Raja Luar Jawa dalam Perang Jawa

Dianggap kawan oleh Belanda dan tak mengenal Diponegoro, banyak raja atau kepala masyarakat mengerahkan penduduk mereka melawan Diponegoro dalam Perang Jawa.
Macan Ketawa Beraksi di Tapal Kuda

Macan Ketawa Beraksi di Tapal Kuda

Pasukan berlambang harimau tertawa ini jadi andalan Belanda di sisi tenggara Jawa Timur semasa Agresi Militer II.
Macan Ketawa Dukung Negara Djawa Timoer

Macan Ketawa Dukung Negara Djawa Timoer

Pasukan Jawa Timur berisi eks Tjakra Madoera dikirim ke Maluku untuk memadamkan RMS. Sebelumnya, mereka mendukung Negara Djawa Timur alias lawan TNI.
Bakar Kilang, Simon de Waal dapat Bintang

Bakar Kilang, Simon de Waal dapat Bintang

Simon de Waal memimpin pembakaran kilang dan sumur minyak di Tarakan sebelum menyerah pada tentara Jepang. Alih-alih dianggap kesalahan, Simon justru dianggap berjasa.
bottom of page