top of page

Hasil pencarian

9572 hasil ditemukan dengan pencarian kosong

  • Ancaman Frambusia yang Tersisa

    MASIH terngiang ucapan Soeharto kala mundur sebagai presiden Mei 1998: “ Ora dadi presiden yo rak pateken .” Tidak jadi presiden ya tak akan kena penyakit patek (frambusia), yang maksudnya tidak apa-apa, tidak akan rugi.

  • Bruce Lee dalam 10 Fakta (Bagian I)

    KIPRAHNYA memang tidak panjang, kematiannya pun sudah nyaris setengah abad. Namun, warisan yang ditinggalkan Bruce Lee masih bertahan hingga kini. Bruce Lee telah menjadi ikon beladiri modern dan film laga di berbagai penjuru dunia. Visinya yang jauh ke depan membuka banyak pintu inspirasi bagi banyak orang untuk lebih membuka pemikiran baik urusan beladiri maupun perfilman. Kepeloporan dan kiprah Bruce Lee itulah yang mendorong “Talk to Crew” Historia  mengangkat tema “Anak Silat Ngomongin Bruce Lee” pada Kamis (21/7/22) lalu untuk memperingati 49 tahun wafatnya (20 Juli 1973) sang legenda. Ada banyak warna yang membentuk “lukisan” kehidupan pribadi maupun karier Bruce Lee. Berikut empat di antara 10 fakta figur sang “Naga” yang dicintai beragam lapisan masyarakat dunia itu: Bruce Lee kecil bersama ayah dan ibunya yang blasteran Eropa ( The Legendary Bruce Lee / Black Belt Magazine ) DNA Seniman dalam Darah Blasteran Bruce Lee lahir di Jackson Street Hospital, San Francisco, Amerika Serikat pada pukul enam pagi 27 November 1940. Saat dilahirkan, ibunya, Grace Lee, tak didampingi suaminya, Lee Hoi-chuen. Sang suami masih disibukkan oleh agenda pertunjukan opera Kanton di New York. Oleh orang tuanya, bayi itu lalu dinamai Lee Jun Fan. “Artinya (bahasa Kanton) ‘kembali lagi’ karena dia merasa putranya akan kembali lagi untuk hidup di Amerika. Salah satu perawat (sumber lain mengatakan seorang dokter) mengusulkan nama berbahasa Inggris ‘Bruce’ tetapi nama itu tak pernah digunakan sampai dia sekolah di La Salle College beberapa tahun kemudian,” ungkap Linda Lee, istri Bruce Lee, dalam biografi yang dituliskannya bersama Mike Lee, The Bruce Lee Story. Usai tour Amerika setahun sang ayah, Bruce pun dibawa pulang ke Hong Kong. Masa kecil Bruce, pasca-Perang Dunia II, terbilang berkecukupan. Dia mendapat pendidikan yang baik. Ayahnya yang blasteran Inggris dan ibunya setengah Jerman (beberapa sumber menyebut Inggris) menyekolahkan Bruce ke Tak Son School, lalu sekolah Katolik La Salle College, walau kemudian pindah ke sekolah yesuit St. Francis Xavier. Lantaran ayahnya berkecimpung di dunia seni peran dan hiburan, Bruce sejak bayi sudah ikut muncul di layar. Orok Bruce diikutsertakan main sebagai figuran di film Golden Gate Girl (1941) oleh ayahnya. Penampilan “serius” aktor cilik berjuluk “ Siu-lung ” (naga kecil) itu terjadi saat menginjak usia sembilan tahun. Bruce saat itu menjadi pemeran pembantu utama bersama ayahnya di film The Kid (1950). “Hingga usia 18 tahun, Bruce sudah tampil di 20 film, termasuk peran utamanya di film terakhir sebagai aktor cilik, The Orphan . Ibunya berkisah Bruce menikmati jadi aktor cilik. ‘Biasanya ia dijemput mobil (tim produksi) jam dua pagi dan dia selalu berangkat dengan ceria. Saya tak pernah kesulitan membangunkannya setiap akan membuat film walau ceritanya lain jika saya harus membangunkannya setiap kali akan sekolah,’” imbuh Linda. Ip Man (kiri) grandmaster wing chun yang jadi sosok Bruce Lee berguru beladiri selain ayahnya ( The Legendary Bruce Lee / Black Belt Magazine ) Naga Kecil yang Tengil Kendati disekolahkan orangtuanya di tempat yang bonafid, prestasi akademik Bruce tidak cemerlang. Ia bahkan sampai pindah dari sekolah Katolik yang sangat ketat kedisplinannya di La Salle College ke sekolah Yesuit, St. Francis Xaverius. Temperamennya yang terbilang “sumbu pendek” juga membuatnya acap terlibat perkelahian di jalan. “Terlepas dari kesuksesannya sebagai aktor cilik, Bruce menjadi pemimpin geng anti-Inggris di sekolahnya. Biasanya habis jam pelajaran, ia melampiaskan temperamennya kepada anak-anak Inggris di King George V School. Dari hinaan verbal diakhiri perkelahian di lapangan belakang sekolah. Perkelahian yang baru berakhir jika salah satu pihak kewalahan atau sampai datangnya polisi,” tulis Bruce Thomas dalam Bruce Lee: Fighting Spirit. Situasi di Hong Kong perlahan berubah memasuki 1950-an. Banyak pengungsi dari daratan Cina membanjiri Hong Kong gegara berkuasanya rezim komunis di daratan. Tak terkecuali sejumlah pemuda anggota geng yang berafiliasi dengan perguruan kungfu ikut. Alhasil, Bruce si pembuat onar mulai sering kalah saat berkelahi. Ia pun memerlukan belajar beladiri. “Dia tak tertarik dengan tai chi yang diajarkan ayahnya. Justru ia menemui seorang kawannya, William Cheung, untuk minta dikenalkan kepada Ip Man, gurunya. Mulanya Bruce tertarik pada wing chun sekadar untuk tarung jalanan,” lanjut Thomas. Nahas bagi Bruce, Ip Man menolak mengajarkan wing chun padanya. Perkaranya karena Bruce blasteran Jerman-Inggris dan dianggap orang non-Cina. Kala itu, masih terdapat aturan yang melarang kungfu diajarkan kepada orang non-Cina. Untungnya Cheung berkeras membantu Bruce. Berkat bujukannya, Ip Man mau menerima Bruce sebagai salah satu muridnya. Bruce bahkan seperti keruntuhan durian gegara murid lain tak berkenan latihan bareng dengannya yang blasteran. Bruce pun dilatih Ip Man tanpa teman, ibarat les private. “Mungkin tidak lebih dari enam orang dari segenap perguruan wing chun yang dilatih secara personal atau bahkan secara terpisah oleh Ip Man. Bruce salah satunya,” kenang Cheung, dikutip majalah Black Belt edisi khusus kolektor musim panas 1993. Dari pelatihan langsung oleh Ip Man itu, Bruce akhirnya bisa mendapat lebih banyak. “Di bawah arahan Ip Man, akhirnya dia juga menyerap nilai-nilai yang lebih baik dari seni beladiri itu,” lanjut Thomas. Selain wing chun, Bruce Lee nyatanya pernah juara tinju dan dansa ( The Bruce Lee Story ) Juara Tinju dan Dansa Cha-Cha Latihan wing chun di bawah bimbingan Ip Man bukan membuatnya tambah humble , justru menjadikan Bruce kian arogan. Padahal, sang grandmaster sudah berusaha menyalurkan energi para muridnya ke jalan benar semisal dengan ikut kompetisi pertarungan resmi. Bruce pada akhirnya juga ikut kompetisi tinju amatir antarsekolah. Debutnya terjadi di  Hong Kong High School Championship tahun 1958. Bruce langsung menjuarai turnamen itu usai meng-KO lawannya yang pemuda kulit putih di final. Ia menang lantaran memakai teknik wing chun. “Sebelumnya saya tak pernah latihan tinju tapi saya memutuskan untuk masuk (turnamen) di masa SMA karena saya merasa wing chun saya sudah lumayan dan sepertinya juga tidak ada perbedaan jauh antara seni beladiri saya dan tinju. Saya mempelajari pukulan straight di wing chun dan saya menganvaskan lawan saya dengan pukulan itu,” kata Bruce dikutip M. Uyehara, salah satu sahabat dan murid Bruce Lee, dalam Bruce Lee: The Incomparable Fighter . Di tahun itu pula Bruce dikenal sebagai pedansa yang gemilang. Ia menang kontes Colony Cha-Cha Championsip. “Setahun setelah mulai latihan kungfu (wing chun) dia juga belajar menari cha-cha. Mungkin salah satu alasannya karena ia naksir pasangan dansanya, Pearl Cho, meski di lain pihak juga (dansa) itu berpengaruh pada footwork dan keseimbangannya. Dia juga juara karena tak pernah setengah hati belajar dansa bersama sesama murid wing chun, Victor Kan di klub malam ‘Champagne’ di Tsimshatsui. Bruce punya catatan ratusan langkah dansa yang berbeda di dompetnya,” sambung Thomas. Di Amerika, Bruce Lee menemukan jodohnya sampai punya dua anak bersama Linda Emery Lee (Twitter @brucelee) Dari Mata Turun ke Hati Tubuh tegap berbalut pakaian necis dan paras tampan Bruce menyedot perhatian gadis 17 tahun bernama Linda Emery, siswi SMA James A. Garfield, Seattle, Amerika, di suatu hari pada tahun 1962. Linda tak peduli cowok itu tengah digandeng cewek saat melewatinya  dan teman-temannya di lorong sekolah. “Saya sedang ‘ngerumpi’ dengan teman-teman saat saya melihatnya dan penasaran: ‘Siapa tuh?’ Kebangetan gantengnya dengan memakai topi dan mantel beige panjang dan menggandeng cewek Jepang alumnus SMA Garfield. Satu teman saya, Sue Ann Kay, merespon: ‘Oh, doi Bruce Lee. Dia mengajar filsafat Cina di kelas Pak Wilson.’ Itu pertamakali saya melihat dia walau butuh beberapa bulan kemudian bisa berkenalan secara resmi,” kenang Linda. Saat itu Bruce sudah tiga tahun merantau di “Amrik”. Hobinya berkelahi dengan geng lain makin menjadi. Orangtuanya sudah jenuh melihat Bruce acap pulang dengan luka-luka atau mendengar laporan korban yang dihajar Bruce. “Suatu kali Bruce menghajar seorang bocah sampai dilaporkan ke polisi. Ibu sampai harus menandatangani dokumen yang menyatakan ibu akan bertanggungjawab penuh asalkan jangan dipenjara. ‘Seorang polisi bilang, ‘jika dia (Bruce) terlibat satu perkelahian lagi, saya akan membuinya.’ Lalu ibu mengusulkan Bruce mengambil paspor Amerika. Ayah setuju, mengingat jika tetap di Hong Kong, prospek Bruce untuk meneruskan kuliah tidaklah menjanjikan,” kenang Robert Lee, adik Bruce Lee, dalam Bruce Lee: The Immortal Dragon. Sebelum kuliah di Seattle, Bruce ke San Francisco pada April 1959 untuk tinggal dengan kakaknya, Agnes Lee. Setelah lulus di Edison Technical School, Bruce meneruskan kuliah ke tiga jurusan (seni teater, filsafat, dan psikologi) sekaligus di University of Washington. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Bruce membuka kwoon (sekolah kungfu) di kampusnya yang ia namai Lee Jun Fan Gung Fu Institute. Salah satu muridnya adalah Sue Ann. Sue Ann belajar kungfu kepada Bruce ternyata hanyalah modus untuk bisa mencomblangi Linda dengan Bruce. “Pada suatu hari Minggu medio Agustus 1963 di pecinan, saya diajak Sue Ann masuk ke rubanah tempat dia latihan. Begitu Sue Ann memberi hormat, Bruce turut menyapa dan menyambut kami masuk ke kelasnya dan mulai ikut latihan. Siapa sangka setahun setelah itu saya menikah dengan seorang Bruce Lee,” tambah Linda. Sejoli itu kawin lari pada Agustus 1964 karena pernikahan lintas-ras masih dilarang di Amerika. Baik Linda dan Bruce sebisa mungkin menutupi hubungan mereka sampai mereka kabur dari Seattle ke Oakland, California. “Dia ingin segera punya anak. Saat saya mengandung pun dia sudah memilih nama untuk anak laki-laki tanpa memikirkan nama anak perempuan. Anak laki-laki sangat penting baginya. Kakaknya, Peter, boleh saja jadi favorit ayahnya tapi Bruce ingin memberikan cucu laki-laki pertama,” imbuhnya. Bersama Bruce, Linda melahirkan dua anak, Brandon Bruce Lee yang lahir pada 1965 dan Shannon Emery Lee empat tahun berselang. Di kemudian hari keduanya mengikuti jejak Bruce mendalami beladiri dan terjun ke perfilman.*

  • Cerita di Balik “Sowan” ke Wisma Yaso

    HALAMAN luas mengelilingi bangunan dengan sirap atap itu di sisi timur, selatan, dan baratnya. Keasrian halamannya menjadi oase tersendiri di tengah sibuknya jalan protokol di depannya, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.

  • Unilever Berkelit dari Situasi Sulit

    KANTOR pusat Unilever di London Inggris telah mempelajari berita rencana nasionalisasi semua perusahaan Belanda di Indonesia pada November 1957. Unilever Indonesia, yang berdiri pada 5 Desember 1933, juga rentan dinasionalisasi karena perusahaan patungan Belanda-Inggris ini sebagian besar sahamnya dimiliki Belanda dengan kantor pusat di Rotterdam.

  • Tionghoa Nasionalis di Gelanggang Bulutangkis

    NYARIS putus sekolah, karena keluarganya miskin, Ivana Lie terbantu karena prestasinya di bidang bukutangkis. “Dari situ akhirnya muncul motivasi. Kalau saya jadi juara, saya bisa membantu orangtua saya,” ujarnya. Sedari kecil dia kerap memenangi kejuaraan. Hingga suatu waktu, dia terpilih mewakili Indonesia dalam sebuah kejuaraan bulutangkis yunior di India. Namun, dia gagal berangkat lantaran tak punya paspor.

  • Subak, Warisan Tradisi Austronesia

    CUACA mendung. Langit mulai kelabu. Hawa di Jatiluwih, Tabanan, semakin dingin. Namun, turis-turis tak peduli, justru asyik berfoto. Mau bagaimana lagi, tempat ini terkenal. Sawahnya yang bertingkat-tingkat begitu menarik perhatian. Kalau bukan karena itu, ada subak, sebuah sistem irigasi kuno yang masih langgeng digunakan dan sudah diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia.

  • Si Pelukis Dinding Gua

    DI balik keindahan dan keanekaragaman hayatinya, Maros dan Pangkep, dua kabupaten di Sulawesi Selatan, menyimpan jejak peradaban manusia. Di Maros dan Pangkep, terbentang perbukitan karst sepanjang 75 km. Di dalamnya tersimpan bukti keberadaan manusia prasejarah. Setidaknya ada 134 gua yang pernah dihuni. Penelitian terbaru yang dilakukan peneliti Australia dan Indonesia memperkirakan gua di situs itu telah digambari sejak 40.000 tahun lalu. Para peneliti pun ramai berdiskusi: siapa “seniman” awal yang memperkenalkan budaya gambar cadas di kawasan itu dan Nusantara pada umumnya?

  • Seteru dari Gunungkidul

    SUATU pagi yang cerah, sekira paruh pertama abad ke-16. Seorang penyadap nira tengah memasang bumbung  (bambu penyimpanan air) pada tangkai bunga jantan di pucuk pohon aren. Tiba-tiba, tak jauh darinya, terdengar suara dari arah pohon kelapa yang hanya berbuah sebiji: “Barang siapa minum air kelapa muda itu dalam sekali tenggak, kelak ia dan keturunannya akan berkuasa di tanah Jawa.”

  • Para Leluhur Kita

    SEKIRA 7.000-6.000 tahun lalu, sekelompok kecil manusia bergerak dari Cina Selatan menuju Taiwan. Kebutuhan akan lahan membuat mereka bermigrasi. Di Taiwan, mereka tumbuh menjadi populasi yang besar. Di tempat itulah mereka mengembangkan bahasa yang dikenal dengan Austronesia. Mereka pun kemudian disebut sebagai penutur Austronesia.

  • Nasionalisasi dan Konfrontasi

    RIBUAN demonstran menyerang kantor Kedutaan Malaya (kini, Malaysia) di Jakarta. Lemparan batu menghancurkan jendelaj-endelanya. Dari sana, mereka bergerak menuju kantor Kedutaan Inggris. Mereka menurunkan bendera Inggris, membakar mobil duta besar, dan menghancurkan setiap jendela di gedung itu sebelum dibubarkan polisi dengan gas air mata.

  • Meringkus Bandit-bandit Ibukota

    DOR! Usman rebah. Peluru timah putih menembus mata kakinya. Petualangan perampok asal Surabaya itu berakhir di jeruji besi setelah Team Khusus Anti Banditisme (Tekab) menyergapnya di bilangan Senen, Jakarta Pusat, 22 Februari 1971.

bottom of page