top of page

Sejarah Indonesia

Klub Motor Zaman Hindia Belanda

Klub Motor Zaman Hindia Belanda

Klub motor sudah ada sejak zaman Hindia Belanda. Perjalanan mereka kerap meresahkan masyarakat.

19 Agustus 2015

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Pengendara motor pada zaman Belanda tahun 1922. (KITLV).

Diperbarui: 29 Jul

AKSI Elanto Wijoyono menghadang rombongan motor gede (moge) di Perempatan Condong Catur, Yogyakarta, 15 Agustus 2015, menjadi pembicaraan dan pemberitaan di media massa. Dia melakukan hal tersebut lantaran kesal dengan klub moge yang sering melanggar rambu lalu lintas saat kovoi dan melakukan tindakan seenaknya tanpa menghiraukan pengguna jalan lain. Ironisnya, mereka biasa dikawal polisi dengan voorijder. Sebenarnya, tak hanya moge, klub motor kecil pun ketika konvoi juga kerap menguasai jalan dan meminggirkan pengendara lain.


Keberadaan klub motor di Indonesia sudah sejak zaman kolonial Belanda. Motor hadir sebelum mobil masuk ke Hindia Belanda. Orang pertama yang memiliki motor adalah seorang Inggris, John C. Potter, yang bekerja sebagai masinis pabrik gula di Umbul, dekat Probolinggo. Potter membeli motor langsung ke Hildebrand Und Wolfmuller, perusahaan penemu sepeda motor pertama pada 1883. Jadi, motor masuk Hindia Belanda tak lama setelah ditemukan.


Setelah motor masuk ke Hindia Belanda, orang-orang terlihat kagum dan heran. “Karena tidak ditarik oleh kuda atau hewan lainnya maka kedatangan sepeda motor pertama di Jawa membuat siapa pun yang melihatnya menjadi tercengang dan terbengong. Orang lantas menamankannya Kereta Setan,” tulis Abdul Hakim dalam Jakarta Tempo Doeloe.


Keberadaan motor mulai berkembang di Hindia Belanda pada tahun 1900-an. Para pemilik motor orang Belanda dan Eropa di Batavia membentuk klub motor atau persatuan pengendara sepeda motor (motor-wielrijders bond), Magneet pada 1913. Sebagai corong, mereka mengeluarkan majalah sesuai nama klub, Magneet.


“Sebagaian besar terbitaan Magneet berisi pengumuman dan laporan dari clubtochten atau perjalanan klub,” tulis Rudolf Mrazek dalam Engineers and Happy Land.


Seperti klub motor zaman sekarang, Magneet melakukan touring ke berbagai tempat. Perjalanan pertama Magneet pada 28 Desember 1931, dimulai dari Taman Wilhelmina, di pusat kota Batavia, kemudian berkeliling kota Batavia, dan berakhir di hotel De Stam di Gondangdia Baru, permukiman modern yang baru dibangun. Magneet juga melakukan perjalanan ke luar Batavia. Untuk itu, mereka menyewa hotel dan restoran di Bogor dan Cipanas.


“Anggota-anggota klub sepeda motor, sebagaimana dilaporkan Magneet, menembus lebih dalam dari pusat menuju pinggiran-pinggiran dan pedalaman,” tulis Mrazek.


Menurut Hani Raihana dalam Negara di Persimpangan Jalan Kampusku, majalah Magneet berhasil menjadi media propagandis yang memainkan tafsir kekuasaan di jalan raya. Magneet menyebut bahwa “tujuan kami...terutama melakukan perjalanan-perjalanan klub oleh para anggotanya, dengan fokus, terutama, mengemudi secara lambat dan saksama.”


Kenyataannya, Magneet merugikan masyarakat karena terjadi kecelakaan seperti menabrak gerobak, pasar, ayam, dan membunuh seorang gadis yang mengendarai sepeda. “W.A. van den Cappellen dari Jalan Bekasi No. 3 dituduh membunuh seorang gadis bernama Moenah dari Kampung Dureng III dengan motornya. Pria itu sedang mengemudi tanpa SIM,” tulis Mrazek mengutip Magneet.


Di tempat lain, seorang anggota klub, Arriens, yang mencelakai dipukuli penduduk. Beruntung bagi dia datang seorang asisten residen Belanda yang menyelamatkannya dari amuk massa.


“Kecelakaan lalu lintas merupakan hal lumrah, sementara balapan yang memposisikan pengendara kendaraan sebagai raja jalanan secara kuat diekspresikan (oleh Magneet, red) sebagai kebenaran,” tulis Hani.


Menurut Mrazek, kecelakaan-kecelakaan di jalan, dan tentu saja makin banyak, mudah diatasi oleh Magneet. Dengan cara seperti menyimpang keluar dari berita itu, memberitakannya sambil lalu, dan membuat berita tabrakan agar dibaca sebagai bagian dari kalender klub.


“Sebagaimana biasa, ditempatkan di halaman yang sama, di antara pokok-pokok lain yang biasa, semua tabrakan itu sebagian besar terjadi pada hari Minggu,” tulis Mrazek.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

Sebagai murid, S.K. Trimurti tak selalu sejalan dengan guru politiknya. Dia menentang Sukarno kawin lagi dan menolak tawaran menteri. Namun, Sukarno tetap memujinya dan memberinya penghargaan.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
bottom of page