top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Manis Getir Perjuangan Putri dalam Revolusi

Revolusi bukan hanya milik lelaki. Para perempuan memiliki peran dalam menjaring informasi.

Oleh :
18 Agu 2018

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Ilustrasi pasar di Surabaya pada masa revolusi.

GEMA revolusi menarik minat muda-mudi di berbagai tempat untuk ikut terlibat. Masyitoh, salahsatunya. Remaja asal Cianjur itu menjadi mata-mata dengan menyamar sebagai pekerja binatu. Pekerjaannya membuat dia berhasil menyusup ke markas Belanda tanpa dicurigai.


Dia bertugas mencuci gesper, pakaian, dan menyiapkan makanan untuk tentara Belanda. Berada di markas musuh dimanfaatkan Masyitoh dengan meng-gembol makanan seperti roti dan keju untuk rekan-rekan pejuang yang kelaparan di hutan.


Sebagai mata-mata, dia mencuri dengar beberapa informasi dari orang Indonesia yang berpihak pada Belanda tentang situasi markas, rencana serangan, dan ukuran kekuatan musuh. Dari informasi yang dijaring olehnya, Letnan Siradz, pemimpin kesatuan TNI di Tegaldatar, Cibeber, berhasil menghancurkan pos Belanda di Sukanagara dan merampas persediaan senjata mereka.


 “Keberhasilan ini membuat nama Masyitoh selalu dikenang anggota pasukannya,” tulis Hendi Jo dalam bukunya, Orang-Orang di Garis Depan.


Masyitoh tidak sendiri. Ada banyak perempuan yang jadi pengumpul informasi untuk pasukan republik, seperti perempuan-perempuan Yogyakarta.


Di Yogyakarta, hal itu terutama muncul setelah adanya blokade dari Belanda padahal gelombang pengungsian sangat besar. Blokade memunculkan banyak penjual dadakan yang membuat Yogya jadi sesak bak pasar. Para perempuan itu menukar semua barang berharga seperti gamelan, wayang, dan perhiasan dengan apapun yang bisa dimakan.


Tingginya permintaan makanan mengakibatkan bermunculannya warung dadakan. Di antara warung-warung dan tempat nongkrong itu, ada beberapa pemilik atau pelayan pro-republik. Sambil berdagang, tulis Galuh Ambar Sasi dalam Pluralisme dan Identitas, mereka menjadi mata-mata. Mereka mencuri dengar informasi dari serdadu Belanda yang mampir ke warungnya. Merry Roeslani, istri Kapolri Jenderal Hoegeng Imam Santoso, salahsatu perempuan yang melakoni peran ganda itu.


Sebagai pekerja di Restoran Pinokio di Jetis, Yogyakarta, Merry kerap bertemu dengan orang Belanda. Restoran Pinokio cukup terkenal di zamannya dan sering didatangi orang Belanda maupun Indonesia untuk makan soto ataupun sate. Berbekal bahasa Belanda yang baik, Merry mencuri dengar informasi dari para tentara Belanda yang berkunjung. “Bu Merry dapat uang, Pak Hoegeng dapat informasi yang diteruskan ke rekan-rekan pejuang,” kata Galuh pada Historia.



Banyaknya mata-mata republik yang menyamar sebagai penjaga warung sempat membuat pihak Belanda ketakutan. Pimpinan tentara sampai mengeluarkan selebaran yang memperingatkan serdadu Belanda untuk tidak nongkrong di warung-warung pribumi. Menurut selebaran itu, berleha-leha di warung bisa bikin serdadu lengah. Pembicaraan dicuri dengar, senjata dicuri diam-diam, dan minuman mereka bisa dicampur warangan (sejenis arsenik yang kini jadi bahan racun tikus. Dulu racun arsenik dibubuhkan di keris supaya lebih mematikan).


Curi dengar informasi juga dilakukan dengan memanfaatkan urusan asmara, seperti yang dilakukan Marsilah, kembang desa berusia 16 tahun asal Klitren, Gondokusuman. Dia berhasil menjebak mata-mata Belanda dengan baik meski kemudian tertangkap dan harus menanggung siksa tak terkira.


Selain menggunakan asmara, para pejuang juga menggunakan pekerja seks untuk menjaring informasi. Bersama para perampok dan pencopet, para pekerjas seks masuk ke dalam Barisan P yang dipimpin Kotot Sukardi. Wilayah operasi mereka meliputi Malioboro, Kuncen, Kepatihan, alun-alun, Bong Suwung, dan sekitar Stasiun Tugu juga Lempuyangan.


Para pekerja seks amat lihai bermain watak. Sambil melayani tentara pro-Belanda yang jadi pembeli jasanya, di atas ranjang mereka terus menggali informasi mulai dari jalan tikus ke markas Belanda hingga rute pelarian. Tak hanya mengumpulkan informasi, mereka juga ikut membantu menyabotase musuh.


“Mereka juga ikut kursus drama, diajari jadi mata-mata. Setelah perang selesai malah jadi bintang film yang disutradarai Kotot Sukardi, judulnya Si Pincang (1951),” kata Galuh.


Perjuangan juga menumbuhkan bibit-bibit asmara di antara sesama anggota Barisan P. Banyak dari mereka yang menjadi pekerja seks kemudian meninggalkan dunia itu setelah menikah. Jasa-jasa mereka selama revolusi diakui dan mereka pun dihormati.


Geliat revolusi yang riuh-ramai itu mambawa nasib para perempuan ke hilir yang berbeda. Ada yang jasanya selalu dikenang seperti Masyitoh, munggahbale seperti perempuan barisan P, ada pula yang nahas dan dilupakan seperti Marsilah, yang disiksa dan dilecehkan.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang turut berjuang dalam Perang Kemerdekaan dan mendirikan pasukan khusus TNI AD. Mantan atasan Soeharto ini menolak disebut pahlawan karena gelar pahlawan disalahgunakan untuk kepentingan dan pencitraan.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Prajurit Keraton Ikut PKI

Prajurit Keraton Ikut PKI

Dua anggota legiun Mangkunegaran ikut serta gerakan anti-Belanda. Berujung pembuangan.
Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
bottom of page