top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Mula Kedatangan Telepon Umum

Kedatangan telepon umum, langsung jadi primadona di berbagai sudut kota sampai akhirnya dilupa.

Oleh :
24 Apr 2019

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Telepon umum di Bintaro Plaza. Fisiknya masih utuh namun tak berfungsi. Foto: MF Mukthi/Historia.

KETIKA melakukan perjalanan dinas ke London, Inggris, beberapa karyawan Perusahaan Umum Telekomunikasi (Perumtel) melihat baiknya layanan dan ketersediaan telepon umum di negeri tersebut. Pengalaman itu menginspirasi mereka untuk meniru dan menerapkannya di Indonesia.


Begitu kembali ke tanah air, mereka langsung mengusulkan agar Perumtel membuat layanan telepon umum jenis kartu. Namun Direktur Utama Perumtel Willy Moenandir meragukan terwujudnya gagasan mereka. Pasalnya, ketersediaan dan persebaran kartu akan jadi PR baru untuk perusahaan plat merah tersebut. Dus, masyarakat masih awam dengan telepon umum.


Sebagai jalan tengah, pada 1981 Perumtel meluluskan ide mereka membuat layananan komunikasi telepon umum namun dengan jenis berbeda. “Akhirnya telepon umum pertama itu yang koin. Di eranya Pak Cacuk jadi dirut, dibangun besar-besaran tahun 89, dimasukkan juga dalam proyek pembangunan,” kata Setyanto P Santosa, kepala Bagian Pemasaran Jasa Telekomunikasi periode 1980, kepada Historia.


Lewat proyek Telekomunikasi Nusantara, penyediaan telepon umum (publicpayphone) dilakukan besar-besaran bersamaan dengan peningkatan layanan pos. Pembiayaannya dilakukan lewat bantuan Bank Dunia. Oleh karenanya, teknologi telepon umum yang beredar di Indonesia tergantung negara pemberi bantuan. Sebagian besar telepon umum generasi pertama, misal, keluaran Belgia Telephone Manufacturer yang dirakit di PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI).  “Dari Jerman dan Jepang juga ada. Tergantung dari negara asal bantuan utang,” kata Setyanto.


Lantaran banyaknya telepon umum yang terpasang, Telkom punya unit khusus yang mengurusi telepon umum meski kini unit itu telah tiada. Para petugas di unit layanan telepon umum bertugas untuk merawat perangkat dan mengangkut koin-koin yang memenuhi kontainer telepon. Koin-koin itu lantas ditukar di Bank Indonesia. Pernah suatu kali saking banyaknya koin yang terkumpul, Telkom kewalahan. Setyanto sempat mengeluh pada Gubernur BI Joseph Sudrajad Djiwandono.


Tiap hari pasti ada petugas yang berkeliling mengecek kondisi telepon sebab bukan hanya rusak karena dipakai, tapi juga rusak karena dijahili. Ada yang ditempeli permen karet, dimasukkan koin yang sudah dilubangi untuk kemudian ditarik lagi. Ada juga orang yang mencuri koin dengan merogoh dari tempat koin kembalian. Gara-gara kejahilan itulah Telkom merugi, termasuk beberapa telepon umum rusak. Ketika Setyanto menjabat Dirut Telkom, dia meminta bantuan ibu-ibu Dharma Wanita untuk segera memberitahu suami mereka bila mendapati telepon umum rusak. “Ada banyak kejahilan. Tapi kalau yang kartu relatif sulit untuk diakali,” kata Setyanto.


Namun, kisah tentang telepon umum –yang setelah jenis koin dilanjutkan dengan jenis kartu– kini sudah berhenti. Telepon umum sudah ditinggalkan. Telepon umum berwarna biru di pinggir Jalan Praja Dalam, Gandaria Utara, misalnya, perangkat beserta tudung pelindungnya masih ada. Namun, gagang teleponnya raib, terputus dari kabel. Besi penutup koinnya pun hilang. Kondisi telepon umum semacam ini jamak ditemui. Kadang malah perangkat teleponnya sudah tak ada, hanya tersisa tudungnya saja.


Beberapa telepon umum bernasib baik, masih utuh terpasang. Di Bintaro Plaza, misalnya. Namun, sudah tidak berfungsi. Unit yang mengurusi telepon umum pun sudah ditiadakan dari Telkom. Telepon umum hadir sebagai media komunikasi populer hanya berlangsung dari dekade 1980-an hingga 1990-an.


Realita itu berbeda dari realita di beberapa negara. “Di Singapura dan Amerika, masih ada. Kehadiran telepon umum intinya adalah pelayanan untuk masyarakat,” kata Setyanto menjelaskan kebijakan beberapa negara tersebut yang tetap dipertahankan kendati eranya sudah era ponsel. Meski ponsel menjadi barang “wajib” punya, menurutnya, tak semua orang memilikinya. Pun, bila pengguna ponsel mengalami keadaan darurat, seperti hilang, habis daya, atau hilang sinyal, telepon umum bisa menjadi andalan. “Kalau menurut saya, layanan telepon umum harus tetap ada. Itu bagian dari PSO (public service obligation).”


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang turut berjuang dalam Perang Kemerdekaan dan mendirikan pasukan khusus TNI AD. Mantan atasan Soeharto ini menolak disebut pahlawan karena gelar pahlawan disalahgunakan untuk kepentingan dan pencitraan.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
Prajurit Keraton Ikut PKI

Prajurit Keraton Ikut PKI

Dua anggota legiun Mangkunegaran ikut serta gerakan anti-Belanda. Berujung pembuangan.
bottom of page