top of page

Hasil pencarian

9579 hasil ditemukan dengan pencarian kosong

  • Aktivis PKS Ditangkap Polisi

    Pada medio Desember 1941 polisi pamong praja Mangkunegaraan menerima laporan intelijen tentang bangkitnya kembali PKS (Pakempalan Kawula Surakarta). Polisi menemukan bukti bahwa PKS sedang mempersiapkan pemberontakan setelah mereka menemukan ratusan bambu runcing di salah satu kantor ranting PKS di Sragen dekat Solo. Pengakuan beberapa anggota yang terungkap dalam interogasi polisi, menjadi bukti awal yang cukup bagi kepolisian untuk melakukan penangkapan.

  • Sinema dalam Sejarah: Dari Epik Sampai Detektif

    MELALUI kisah-kisah asmara, kerajaan, serta pembalasan dendam di negeri jauh pada masa lampau, film epik merupakan tontonan mewah berlatar megah dengan bintang-bintang dan anggaran yang tak kalah besarnya. Genre film ini kali pertama muncul di Italia pada era film bisu. Biasanya menceritakan perang dan intrik Romawi Kuno. Sebagai film bisu berdurasi 15 menit termahal yang pernah dibuat pada 1907, Ben Hur (1925) memuat adegan berwarna, pertempuran laut, dan balapan liar ksatria bersandal serta balapan kereta kuda yang spektakuler.

  • Virus Revolusi

    NEGARA-negara Arab seolah terjangkiti virus ganas. Virus itu bernama revolusi. Demonstrasi massa yang melanda Tunisia dan Mesir –kerap disebut Hari-hari Penuh Amarah– menjalar ke Yordania dan Yaman. Terakhir, riak-riak kemarahan massa juga muncul di Syiria. Meski pemberontakan yang muncul belakangan ini amat mengkhawatirkan, gelombang revolusi serupa telah muncul lebih dari 200 tahun silam.

  • Mesir di Tangan Mubarak

    “TURUN, turun. Turunkan Mubarak!” dan “rakyat harus mengakhiri kekuasaan rezim ini!” teriak massa yang marah di sekeliling masjid Al-Istiqama di Giza Square, Kairo, Mesir usai salat Jumat, 28 Januari lalu, sebagaimana dilaporkan BBC . Dalam hitungan menit, meriam air menghujani para demonstran. Diikuti bunyi dentuman keras ketika polisi menembakkan gas air mata. Orang-orang berlarian di sepanjang jalan, sambil menahan efek gas yang membuat mata mereka berair. “Biarkan dunia melihat apa yang terjadi di negeri ini,” teriak seorang laki-laki tua, ”kami tak akan berhenti… sampai pemerintahan ini tumbang.”

  • Membebaskan yang Marjinal

    TAK seperti saat ini, pada 1950-an dan 1960-an Negeri Paman Sam bukanlah tempat tinggal ideal bagi kaum homoseksual. Sebelum Perang Dunia II, masyarakat Amerika yang agraris sedang mengalami transisi menjadi masyarakat industri. Ini memberikan peluang bagi berkembangnya homoseksualitas. Keluarga tradisional tak lagi menjadi satu-satunya pilihan bagi individu. Bermunculan kota-kota besar, di mana individualitas dan otonomi menjadi ciri utamanya. Kehidupan pribadi yang bebas menjadi sepenuhnya hak individu.

  • Madu Berapa?

    HARI itu, 7 Juli 1953, bertempat di Istana Cipanas yang sejuk, sebuah pesta perkawinan sederhana dilangsungkan. Meski sederhana dan tertutup, tapi buntut dari acara itu tidaklah sederhana. Pasalnya pengantin laki-laki yang menikah itu masih berstatus sebagai suami orang. Lebih pelik karena banyak orang menaruh harap padanya untuk menentang poligami. Ya, kala itu Presiden Sukarno mempersunting Hartini, perempuan asal Ponorogo, yang usianya terpaut 23 tahun lebih muda darinya. Sebelumnya, Sukarno meminta izin pada Fatmawati, yang baru melahirkan. Tapi Fatmawati tak ingin dimadu.

  • Gaji Tiga Presiden

    BUKAN cuma jelata, gaji presiden pun lama tak naik. “Bahkan ini tahun keenam atau ketujuh gaji Presiden belum naik,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di depan jajaran petinggi Mabes TNI dan Mabes Polri, di Gedung Balai Samudra Indonesia, Jakarta, 21 Januari lalu. Alih-alih membesarkan hati para anggota TNI dan Polri karena pemerintah berkomitmen meningkatkan gaji dan remunerasi setiap tahun, pernyataan SBY soal gajinya berbuntut panjang. Kritik pun berdatangan. Bahkan di DPR RI ditemukan kotak “Koin untuk Presiden” terinspirasi gerakan Koin Peduli Prita.

  • Memperebutkan Sang Ratu

    UNTUK kali kesekian Mesir meminta Jerman untuk mengembalikan patung Ratu Nefertiti berusia 3.400 tahun yang sejak 1913 berada di tangan Jerman. Patung itu ditemukan pada 1912 oleh arkeolog Jerman Ludwig Borchardt dalam sebuah penggalian di Mesir. Ketua Dewan Agung Benda-benda Antik Mesir Zahi Hawass mengirimkan “permintaan resmi” kepada Ketua Yayasan Warisan Budaya Prusia Herman Parzinger di Berlin, 22 Januari lalu. Sebagaimana ditulis AFP , “permintaan resmi” itu didukung oleh Perdana Mesir Mesir Ahmed Nazif dan Menteri Kebudayaan Faruq Hosni.

  • Atas Nama Kodrat Perempuan

    APA yang membedakan laki-laki dan perempuan? Seringkali orang menjawab: “kodrat”. Batasannya adalah ranah publik dan domestik. Tapi, dalam sejarah, ranah itu dirumuskan oleh siapa yang berkuasa. Perempuan Jawa dari keluarga petani dan pedagang cenderung bebas dari nilai-nilai itu. Laki-laki dan perempuan memiliki akses untuk melakukan aktivitas produktif. Sementara pada keluarga priyayi, yang memiliki akar budaya feodal yang patriarkal, perempuan harus patuh dan menjadi penopang setia suami yang melakukan aktivitas produktif dalam domain publik.

  • Walter Spies dan Renaisans Bali

    Walter Spies sedang frustasi. Hubungan yang telah dia jalin selama beberapa tahun dengan Friedrich Murnau, sutradara film kenamaan asal Jerman, memburuk. Spies, pelukis berkebangsaan Jerman yang lahir di Moskow, Rusia, pada 1895, bertemu Murnau pada 1919 ketika dia berusia 24 tahun. Saat itu dia baru memulai karier sebagai pelukis dan mengadakan pameran perdana. Murnau kemudian menyediakan studio untuk Spies melukis, juga mempercayakan kerja artistik film-filmnya.

  • Menjernihkan Pemahaman Tragedi 1965

    Berbeda dengan Afrika Selatan yang akhirnya berhasil melakukan rekonsiliasi di bawah kepemimpinan Nelson Mandela, Indonesia hingga kini masih terus berjuang mewujudkannya – terkait kasus 1965. Berbagai upaya terus dilakukan. Namun, hanya pemerintahan Gus Dur yang berani dan mau melakukannya. Selebihnya, upaya rekonsiliasi dikerjakan hanya oleh bagian-bagian kecil yang ada di negeri ini.

  • Clarifying the Understanding of the 1965 Tragedy

    Unlike South Africa that eventually had been successful to perform reconciliation during Nelson Mandela’s leadership, until present, Indonesia is still struggling to do the same—in regards to the events of 1965. Various efforts had been made. But it was only Gus Dur’s administration that has the audacity as well as willingness to do it. Currently, in Indonesia, the reconciliation efforts are only being carried out by minor parts of the Indonesian society.

bottom of page