top of page

Hasil pencarian

9598 hasil ditemukan dengan pencarian kosong

  • Pulau Run di Suatu Kurun

    TEPIAN Sungai Thames, London kebanjiran orang pada suatu hari di bulan Februari 1601. Berpasang mata, dari saudagar hingga orang biasa, menatap lima kapal anggun berbendera Saint George Cross yang melintas di depan mereka. Pita dan bendera menghiasi kapal-kapal itu. Meriah!

  • Pilihan Pelik Politik Republik

    PERINGATAN 40 tahun Hari Kebangkitan Nasional kali pertama digelar pada 20 Mei 1948 di Istana Kepresidenan, Yogyakarta. Presiden Sukarno berpidato soal Kebangkitan Nasional. Informasi pidatonya tidak ada yang lengkap, hanya “Inti Pidato Bung Karno” yang disimpulkan para pendengar serta media massa yang hadir dalam peristiwa penting ini.

  • Perburuan Gelandangan

    WETBOEK van Strafrecht ( WvS ) atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 1915 menempatkan gelandangan sebagai pelaku pidana. Karena itu, pemerintah kolonial menangkapi banyak gelandangan melalui serangkaian operasi. Sasaran awalnya para anggota Sarekat Kere, organisasi penaung kaum gembel dan gelandangan, pada 1919.

  • Para Pekerja di Barat dan Timur Menyatukan Anda

    PADA pagi hari yang cerah dan sejuk di musim semi tanggal 21 April 1931, para pengurus serikat buruh dan politisi Piet Moltmaker, Evert Kupers, dan Peter Danz melambaikan tangan kepada seribuan anggota serikat buruh di Ijmuiden yang mengibarkan bendera dan panji-panji, saat mereka berangkat ke Hindia.

  • Ketika Sanggar Masih Menuturkan Dongeng

    BEBERAPA lemari arsip berjajar memenuhi hampir separuh ruangan lantai dasar dengan luas sekira 60 meter persegi itu. Dari luar, gedung yang menaungi ruangan itu tampak tak berpenghuni. Letaknya terimpit di antara bangunan lain di Gang Sentul, Pasar Baru, Jakarta Pusat, yang sebagian besar berfungsi sebagai gudang karpet milik para pedagang Pasar Baru.

  • Kampung Londo Ireng

    KERAMAIAN sama-sama terlihat di kampung Pangenjurutengah maupun Sindurejan siang 15 Maret 2024 itu. Kedua kampung sama-sama berada di pusat kota Purworejo, Jawa Tengah. Jarak titik terdekat keduanya, yang dibatasi SMAN 7 Purworejo, tak sampai 500 meter.

  • Jungkir Balik Nico Thomas di Arena Tinju (Bagian II–Habis)

    KONDISI Nico Thomas masih terlihat prima. Tubuhnya masih tegap meski usianya sudah memasuki 57 tahun. Sesekali ia masih menangani beberapa “ member ” untuk dilatih secara privat. Kadang di sekitaran Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), kadang di tempat lain, sesuai permintaan.

  • Inggris Dipecundangi Pejuang Indonesia

    PEREMPUAN itu diam. Badannya tak lengkap, hanya sebatas pinggang; tangan hanya satu; dan tinggal sendiri di tempat sepi tanpa ada yang peduli. Tapi dia tak mengeluh. Sorot matanya yang kosong menatap langit dan garis wajahnya yang mengguratkan karakter keras melukiskan tekad kuat dan ketulusannya dalam berjuang. Dia seakan menggambarkan kerasnya nasib yang harus dijalanani banyak rakyat yang ikut bertaruh nyawa demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Setelah negeri yang ikut diperjuangkannya tegak berdiri, nasib mereka tak kebagian peduli.

  • Gelandangan Selalu Jadi Pesakitan

    “SETIAP orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum akan mendapatkan sanksi paling banyak Rp1 juta,” demikian bunyi Pasal 432 Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Pasal ini menjadi perdebatan banyak orang.

  • Gelandangan Revolusioner

    HUKUM di Indonesia melarang pergelandangan. Ini tersua dalam Wetboek van Strafrech (Wvs) atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana buatan kolonial pada 1915 dan Rancangan KUHP 2019. Hukuman untuk orang menggelandang adalah penjara tiga sampai enam bulan pada WvS dan denda sejuta rupiah pada RKUHP. Apa salahnya menggelandang sampai dipukul rata jadi urusan pidana?

  • Amir Sjarifoeddin dan Partai Kristen

    AMIR Sjarifoeddin, yang lebih dikenal sebagai politisi kiri, berperan dalam mendorong partisipasi orang Kristen di dunia politik. Menurutnya, orang Kristen harus terlibat politik, bahu-membahu dengan kalangan Muslim dan nasionalis untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

  • Pesta Panen dengan Ulos Sadum dan Tumtuman

    WARNA-warni ceria begitu melekat pada motif Ulos Sadum. Dalam tradisi adat Batak, Ulos Sadum berfungsi sebagai handehande, atau kain yang disampirkan pada bahu. Keidentikannya dengan warna-warna cerah seperti merah menggenggam arti sebagai simbol kebahagiaan. Ulos Sadum biasanya dikenakan oleh gadis yang belum menikah. “Sebenarnya yang sudah menikah juga bisa pakai, tapi yang saya mengerti biasanya dipakai untuk gadis yang belum menikah dan pada acara pesta. Cukup ikonik ya Sadum ini, kalau misalnya kita pikir, seperti apa bentuk ulos itu, terus kita pernah lihat yang warna-warni, itulah Sadum. Dan Sadum itu juga macam-macam, ada Sadum Angkola, ada Sadum Toba,” terang Kerri Na Basaria Panjaitan dalam pertunjukan wastra ulos bertajuk “ Mauliate” di Tobatenun Studio & Gallery, Jakarta, 4 Desember 2025. Mauliate  sendiri, lanjut Kerri, berarti terimakasih dalam bahasa Batak Toba. Pertunjukan wastra ini sebagai bentuk ucapan syukur atas satu tahun yang telah dilalui. Terinspirasi dari Festival Gotilon , tradisi untuk mengucap syukur atas tuaian hasil panen di Tanah Batak. Pesta panen gotilon  dulu menjadi ritus adat dalam masyarakat Batak Toba dan berlangsung dua kali dalam setahun. “Tradisi gotilon  telah berlangsung lama sebelum masuknya agama Kristen. Setelah Kristen masuk, [ gotilon] tetap dirayakan di lingkungan gereja,” kata Kerri yang juga pendiri social enterprises  Tobatenun. Ulos Sadum. (Dok. Tobatenun). Ulos Sadum ditenun menggunakan teknik songket yang dalam bahasa Batak disebut jungkit. Teknik jungkit dibuat dengan metode pakan tambah, yaitu menggandakan pakan (benang horizontal yang bergerak) terhadap lungsi (benang vertikal yang diam) untuk menghasilkan motif timbul. Selain ditenun dengan motif-motif warna cerah, Ulos Sadum menjadi populer karena biasa dipakai dalam acara mangulosi  untuk parboru, yang berarti memakaikan ulos untuk perempuan. Selain Ulos Sadum, ulos lain yang ditampilkan ialah Ulos Tumtuman. Dalam bahasa Batak, tumtuman berarti mengikat. Dahulu, Ulos Tumtuman digunakan sebagai ikat kepala laki-laki, khususnya anak laki-laki tertua sebagai simbol kesulungan. Seperti Ulos Sadum, Ulos Tumtuman juga dibuat dengan teknik songket atau jungkit. Dalam P esona Kain Indonesia: Kain Ulos Danau Toba,  Threes Emir dan Samuel Wattimena menyebut Ulos Tumtuman yang ditenun dengan teknik pakan tambahan atau songket digunakan sebagai tali (ikat kepala) raja atau tetua Batak. Tali-tali yang bermotif digunakan oleh anak sulung atau tuan runah yang sedang menyelenggarakan acara adat Batak. Tak hanya itu, motif Tumtuman banyak terinsipirasi dari ikat pinggang ( hohos ) para raja yang disebut suranti , serta selendang pelengkap ulos hande  bagi tokoh kerajaan dan permaisuri. Motifnya juga memiliki kemiripan dengan bagian tinorpa  pada Ulos Ragi Hidup, bagian yang memiliki teknik tenun serupa. Ulos Tumtuman. (Dok. Tobatenun). “Tapi kemudian ia (Ulos Tumtuman) menjadi satu kain set sebagai sarung atau selendang dan menjadi simbol yang cukup luks. Karena dulu orang Batak suka pakai Songket Palembang kalau beracara. Kenapa kita enggak bisa pakai motif-motif kita sendiri padahal kita banyak sekali motif [Batak] yang kaya. Lahirlah Tumtuman ini menjadi satu jenis ulos yang bisa bersanding setara dengan Songket Palembang,” jelas Kerri. Artisan Ulos Sadum dan Ulos Tumtuman tersebar di penjuru Tanah Batak. Mulai dari Silindung dan Tarutung di Tapanuli Utara hingga Angkola dan Mandailing di Tapanuli Selatan. Melalui pertunjukan wastra ini, Kerri berharap membangkitkan minat dan ketertarikan generasi muda terhadap kebudayaan Batak sebagai wujud pemajuan kebudayaan bangsa.*

bottom of page