Hasil pencarian
9590 hasil ditemukan dengan pencarian kosong
- Akhir Riwayat Rumah Cantik
CAK Ipul mendadak kangen tanah air saat melihat foto di sebuah tabloid terbitan Indonesia. Ia kagum dengan kisah rumah indah bergaya art deco yang kerap digunakan syuting film berbagai keperluan. Saat itu Cak Ipul merantau ke Malaysia, mengadu nasib sebagai TKI. Bertahun kemudian, setelah pulang, dia tak menyangka kalau rumah indah yang dikaguminya lewat sebuah foto itu selalu dilintasinya saat menjajakan soto di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Satu hari, perempuan tua yang mendiami rumah tersebut memanggil Cak Ipul yang tengah lewat. Sari Sudhiono, demikian panggilan perempuan itu sebagaimana dikenal Cak Ipul, menawarkan tukang soto ini mangkal di trotoar depan rumahnya. “Tapi ibu minta tolong bukakan gerbang kalau ada tamu. Maklum, kaki ibu sudah tak kuat buat mondar-mandir terus,” demikian kata Sari, seperti ditirukan Cak Ipul.
- Goedhart, Tuan Baik Hati Antiagresi
KETIKA pendudukan Jerman pada 1940, Frans Johannes Goedhart ikut gerakan bawah tanah yang mengobarkan perlawanan melawan Jerman. Dia membuat stensilan Niuwsbrief van Pieter ‘t Hoen dengan memakai nama pena “Pieter ‘t Hoen”, sebuah pseudonim dari pamflet satir di Belanda pada abad ke-18. Dia lalu memperluas penyebaran stensilannya dengan mengubah namanya menjadi Het Parool. “Sebagai tanda perlawanan patriotik , koran Het Parool diberi subjudul vrij, onverveerd (bebas, berani),” tulis Jeroen Dewulf dalam Spirit of Resistance: Dutch Clandestine Literature During the Nazi Occupation .
- Agen Ganda
JANE Foster meninggalkan OSS pada 1946 dan kembali ke Amerika Serikat. Di sana dia diminta untuk tinggal dan menilai beberapa nasionalis di Indonesia yang kegirangan atas penyerahan Jepang. Terutama penilaiannya mengenai Sukarno ketika Indonesia berusaha membebaskan diri dari dominasi Belanda. Sikapnya sama seperti terjadi pada negara lain bahwa kemerdekaan dari Jepang harus juga berarti kebebasan dari “penjajah kolonial” mereka. Ini adalah sikap yang tak populer di Amerika Serikat pascaperang yang sibuk membentuk koalisi dengan pemerintah Belanda, Prancis, dan Inggris dalam sebuah front persatuan melawan komunisme.
- Jane Foster, Intel Cantik Mengintai Republik Indonesia
SEBUAH pertemuan terjadi di rumah Menteri Luar Negeri Achmad Soebardjo pada 28 September 1945. Jane Foster dari Kantor Dinas Strategis (OSS) -pendahulu CIA- dan Letnan Kolonel K.K. Kennedy dari pasukan Sekutu, pengawas militer AS, mewawancarai sejumlah tokoh terkemuka Republik untuk mengetahui pandangan mereka. Selain Subardjo, hadir Sukarno, Mohammad Hatta, Amir Sjarifuddin, Iwa Kusumasumantri, dan Kasman Singodimedjo. Ada satu tokoh lagi yang hadir, dengan nama samaran Kasman, yakni Tan Malaka.
- Sekuat Dupa, Sewangi Cleopatra
Ia mudah digunakan. Cukup semprot atau oleskan ke pakaian atau badan. Sesaat kemudian, ia bukan cuma memberikan keharuman tapi juga kesegaran dan kepercayaan diri bagi si pemakainya. Keberadaannya sudah ada sejak ribuan tahun silam, berbarengan dengan kosmetik-kosmetik awal lainnya. Dialah parfum, atau biasa kita sebut minyak wangi. “Sejarah parfum setua sejarah manusia,” tulis CJS Thompson dalam The Mystery and Lure of Perfume.
- Mencari Indonesia Babak Ketiga
ADALAH sebuah fakta di dalam sejarah bahwa sejarah selalu dimanfaatkan oleh semua pelaku politik di dalam masyarakat untuk membenarkan tingkah lakunya pada saat itu dan apa yang direncanakannya kemudian. Pada umumnya kelas sosial yang berkuasa juga menguasai bagaimana cara pengetahuan dan pengertian tentang sejarah diperkenalkan pada masyarakat, baik kepada kelasnya sendiri maupun bagi kelas-kelas lain di dalam masyarakat. Ada banyak sekali contoh, tetap buat saya contoh yang paling dahsyat ialah larangan kekuasaan Roma terhadap siapa pun untuk menulis sejarah pemberontakan budak yang dipimpin Spartacus, kecuali oleh “sejarawan” yang ditunjuk oleh penguasa sendiri. Dan itu memang terjadi, meskipun penelitian paling baru berhasil menemukan versi lain yang disimpan rakyat Italia dalam berbagai jenis bahasa etnisnya. Versi-versi terpendam semenjak berabad lalu dan harus menunggu hampir 2,000 tahun untuk ditemukan kembali.
- Jihad ala NU
Dalam pertempuran sengit di Surabaya pada 10 November 1945 –kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan– banyak pejuang tersulut semangatnya oleh seruan Bung Tomo melalui corong radio. Bung Tomo tentu sadar betul bagaimana menggelorakan semangat juang, termasuk umat Islam. Tak heran jika dia tak melupakan seruan takbir. “Dan kita yakin saudara-sudara, pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita. Sebab, Allah selalu berada di pihak yang benar. Percayalah saudara-saudara, Tuhan akan melindungi kita sekalian. Allahu Akbar...! Allahu Akbar...! Allahu Akbar...! Merdeka!”
- Tradisi Pengetahuan yang Digerus Zaman
MASHADI, petani asal Desa Pandansari, Brebes, Jawa Tengah, pusing dan gelisah. Dia mengeluhkan perubahan iklim dan gejala-gejala cuaca ekstrem yang membuatnya kesulitan menentukan waktu menanam bibit. Sejak dulu dia mempraktikkan pranata mangsa, ajaran orangtua dalam hal bercocok-tanam yang tak sebangun dengan penanggalan Masehi. “Tapi sekarang, susah juga ditebak, kapan musim hujan datang,” ujar Mashadi. Mashadi hanya contoh kecil dari banyak petani tradisional yang nasibnya kian sulit akibat perubahan iklim. Perhitungan berdasar pranata mangsa kerap meleset.
- Desa Pandai Besi yang Hilang
MATANO seperti terpencil dan sendiri. Jalanannya tak beraspal dan dipenuhi debu bila musim kemarau. Penduduknya berladang, menanam sayur dan kakao, serta bekerja sebagai nelayan. Desa ini jauh tertinggal dibandingkan Sorowako, kota yang tumbuh dengan pesat karena perekonomiannya ditopang oleh keberadaan perusahaan tambang PT Inco. Pada abad ke-14 desa ini dikenal sebagai Rahampu’u –tanah untuk orang pertama yang mendiami negeri. Tanahnya merah dengan gunung dan bukit mengelilinginya –tanah merah secara geologi mengandung besi. Desa ini pula yang diperkirakan menjadi cikal-bakal kerajaan Luwu, yang dulu dikenal sebagai penghasil besi terbaik di Nusantara.
- Taman-taman Surgawi
TAMAN ibarat paru-paru. Ia membuat nafas kita tetap segar di tengah kepungan asap knalpot kendaraan yang kian berjibun. Dengan pepohonan yang menghijau, taman ibarat kain busa yang menyerap air agar sebuah kota atau bangunan tak terendam banjir. Ia juga enak dipandang, memperindah kota ataupun bangunan. Ia menjadi ruang publik tempat kita bisa bercengkerama bersama keluarga. “Bagi saya, taman kota sangat bermanfaat,” ujar Tantri Aristya, seorang ibu rumahtangga asal Denpasar. Tantri biasa bertemu dengan teman atau bersepeda dan berjalan-jalan bersama keluarga di Taman Lumintang atau Taman Renon. “Taman perlu dipelihara dan dilestarikan, dijaga kebersihaannya karena taman tempat kita refresing atau olah raga yang tidak memerlukan biaya.”
- Wakil Dagang Sementara
PADA April 1946, Indonesia mengirim 500 ribu ton beras ke India untuk dibarter dengan tekstil. Keberhasilan “diplomasi beras” ala Sjahrir ini membuat eks-Digulis di Australia yang tergabung dalam Central Komite Indonesia Merdeka (CENKIM), lembaga yang mengurus orang Indonesia di Australia, ingin membuka hubungan dagang Indonesia-Australia, dengan melayangkan surat ke pemerintah Indonesia pada 15 Juli 1946. Apalagi Indonesia telah membuka Indonesia Export & Import Agency (NESIA) di Singapura . Surat balasan datang dari Kementerian Luar Negeri bagian perdagangan luar negeri pada 26 Juli 1946. Isinya, pemerintah Indonesia belum bisa memberikan surat resmi untuk membuka perwakilan dagang kepada CENKIM. Tapi, pemerintah Indonesia berencana mengirim utusan muhibah (goodwill mission) ke Australia untuk menjajaki kemungkinan perdagangan luar negeri.
- Bubar Sebelum Terbang
SETELAH dipecat sebagai Wakil Dagang Sementara Indonesia di Australia, Campbell tetap berkomitmen untuk membantu perjuangan Indonesia. Saat di Indonesia, Campbell menyatakan bahwa penghapusan keadaan status quo hanyalah soal waktu. “Tunjukanlah senjata-senjata api, politik, dan senjata diplomasi tuan, sampai imperialisme dan kapitalisme sudah lenyap dari negeri tuan,” seru Campbell, dalam siaran radio di Yogyakarta dan dikutip Soeloeh Ra’jat , 24 April 1947. Pengalaman tak dapat visa dari Belanda ketika akan mengunjungi Indonesia, sehingga harus melalui Singapura, bisa jadi menjadi alasan Campbell ingin mendirikan maskapai penerbangan komersial. Dia ingin menembus blokade udara Belanda yang sangat ketat dan membantu perjuangan Republik Indonesia dan Malaya.





















