Hasil pencarian
9581 hasil ditemukan dengan pencarian kosong
- Pendekar Pena dari Betawi
NAMA Zahid bin Mahmud sebagai tukang cerite , sebutan bagi pendongeng di Betawi, demikian tersohor di Jakarta pada era 1960-1970-an. Saking populernya lelaki Tanah Abang itu sampai-sampai muncul istilah ngejaid untuk menyebut kegiatan mendongeng. Dongeng Zahid sangat digemari lantaran ia berkisah dengan menyenangkan dan kerap membumbuinya dengan humor. Tradisi tukang cerite memang telah lama ada di kalangan masyarakat Betawi. Hikayat Nyai Dasima karya G. Francis tahun 1896 sudah menyebut perihal tukang cerite . Kisah Nyai Dasima sendiri dipercaya sebagai kejadian faktual di era 1820-an. Sejak masa tersebut hingga era Zahid, Betawi tak pernah kehabisan tukang cerite dengan gayanya masing-masing.
- Al-Qur'an Cetakan Jepang
KEBUTUHAN mushaf Al-Qur'an di Indonesia masih belum terpenuhi. Apalagi pada bulan Ramadan, permintaan meningkat 20 persen dari sekira 570 ribu Al-Qur'an yang dicetak per bulan. Umat Islam yakin bahwa Ramadan dianggap sebagai waktu yang tepat untuk berbuat baik dan bersedakah, salah satunya dengan membagikan Al-Qur'an. Menurut data Kementerian Agama, saat ini jumlah umat Islam di Indonesia sekira 180 juta jiwa. Dengan asumsi setiap kepala keluarga minimal satu Al-Qur'an, dibutuhkan sedikitnya 36 juta eksemplar per tahun. Sementara produksi Al-Qur'an oleh seratus penerbit yang tergabung dalam Asosiasi Penerbit Mushaf Al-Qur'an Indonesia (APQI) hanya mampu memenuhi 20 juta eksemplar per tahun. Begitu pula Lembaga Percetakan Al-Qur'an Kementerian Agama, hanya berkapasitas 1,5 juta eksemplar per tahun.
- Uang Kuno Bukan Sembarang Uang
Hobi mengoleksi uang kuno marak setidaknya dua dekade ini. Penghobinya akan berburu ke berbagai tempat untuk menambah koleksinya. Tak sedikit pula yang menjajakannya, entah asli atau palsu, di pinggiran jalan hingga situs-situs internet. Uang dibeli dengan uang, dengan nilai yang tinggi. Sejak kelahirannya uang selalu menjadi alat tukar yang penting. Keberadaannya tak bisa dilepaskan dengan lalu-lintas perdagangan di Nusantara. Tak heran jika uang yang digunakan pun beragam, baik bahan pembuatan, bentuk, ukuran, maupun penandanya.
- Makam Firaun di Indonesia?
SEKELOMPOK orang yang tergabung dalam Yayasan Turangga Seta mengklaim menemukan ratusan piramida yang tersembunyi di bawah bukit dan tersebar di Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Dua di antaranya di Gunung Lalakon, Bandung; dan di Gunung Sadahurip, Garut, Jawa Barat. Menurut mereka, hasil uji geolistrik –pengujian untuk mengukur resistivitas suatu batuan– menangkap keberadaan sebuah struktur batuan tak alami yang mirip dengan bangunan piramida. Dalam struktur bangunan itu ada bentuk mirip lorong atau pintu. Penemuan tersebut dianggap sebagai bukti arkeologis bahwa Atlantis terletak di Indonesia.
- Cincang Masa Perang
PERANG selalu menista kemanusiaan. Atas nama dendam, kemenangan, dan bertahan hidup; orang yang terlibat dalam perang melakukan pembunuhan, pembantaian, bahkan pencincangan –untuk menyebut kanibalisme. Cerita ini selalu ada dalam setiap perang, di mana pun. Selama revolusi, badan-badan perjuangan di Jakarta bukan hanya menentang pendudukan Sekutu (Inggris dan Belanda), tapi juga mencegah pulihnya kehidupan sipil Belanda. Caranya dengan melakukan serangkaian teror. Segala cara ditempuh untuk menakut-nakuti orang Belanda. Ada yang membuat coretan-coretan di dinding dengan nada mengancam. Ada juga yang sengaja berperilaku aneh di dekat tempat orang-orang Belanda untuk memberi kesan mereka sudah “ditandai” atau berarti ajal mereka sudah dekat.
- Sukarno di Simpang Jalan Revolusi
Pada 1958 Presiden Sukarno pernah menyampaikan beberapa kuliah tentang Pancasila di Istana Negara. Antara lain ada kuliah tentang masing-masing sila, termasuk peri-kemanusiaan. Di dalam kuliah tersebut Sukarno sempat menguraikan perbandingannya antara Joseph Stalin dan Leon Trotsky, dua pemimpin revolusi Rusia. Dalam membaca dan merenungkan komentar Sukarno ini tentu saja kita harus catat waktu dan konteks yang berlaku pada saat itu. Pidato Sukarno pada 1958 itu dilakukan dua tahun setelah Nikita Kruschev, sebagai Sekretaris Pertama Partai Komunis Uni Soviet, membongkar kejahatan-kejahatan politik Stalin melalui pidato di kongres partainya. Pada waktu itu Kruschev mengatakan:
- Menjelajahi Batas Dukacita
DUKACITA adalah sebuah rangkaian gelombang emosi dan mental, yang membawa setiap individu menuju kerapuhan diri dalam menjalani rutinitas. Untuk penyair Emily Dickinson (1830-1886), kerapuhan universal ini menyeruak sejak awal masa berkabung. Seperti tergambar dalam kalimat pertama sekaligus judul puisinya After great pain, a formal feeling comes; ketika duka mendalam berlalu, sebentuk perasaan formal muncul. Momen-momen kesedihan akibat kematian orang yang dikasihi, dalam interpretasi Dickinson, kerap disusul dengan perasaan datar, membuat individu yang berduka terlihat “normal” menjalani perkabungan. Namun yang sebenarnya terjadi justru sebaliknya.
- Sukarno yang (Di)Kalah(kan) Total
TIDAK bisa disangkal lagi bahwa Sukarno, bersama seluruh generasinya, berhasil menang dalam perjuangan merebut kemerdekaan dan mendirikan Republik Indonesia. Dan kemenangan itu bukan kemenangan kecil. Negeri Belanda pada tahun 1945-1949 masih bisa mengerakkan banyak modal, manusia dan senjata. Sementara itu pihak Republik masih serba kekurangan. Satu-sautnya modal perjuangan adalah kesadaran politik massa yang sudah dibangun selama 35 tahun sebelumnya. Dalam semua proses itu Sukarno mengambil peran sangat menentukan. Dia memimpin sebuah gerakan yang menang.
- Onthel Sepeda Cinta
GALIH dan Ratna adalah dua sejoli. Sepeda onthel menjadi saksi cinta mereka yang terlarang. Sayangnya, cinta Galih dan Ratna berakhir duka. Galih menikah dengan Marlina, saudara kembar Ratna. Kisah asmara itu hanyalah fiksi, terekam dengan apik dalam film Gita Cinta dari SMA , adaptasi dari novel Eddy D. Iskandar. Pada 26 Juni 2011, Ratna lain justru berbahagia. Ratna Sri Handayani dan Dimas Sapto Romadhon, keduanya pecinta sepeda onthel, menikah. Pernikahan mereka dirayakan dengan cara unik: diarak keliling kota oleh ratusan onthelis dari klub Vheesink Ontel Club (VOC), yang bermarkas di Jakarta Barat.
- Wasit Hindia di Olimpiade
RABU malam, 13 Juni 1928. Stadion Olimpiade di Amsterdam, Belanda, dipenuhi ribuan penonton. Mereka antusias untuk menyaksikan final ulangan cabang sepakbola Olimpiade yang mempertemukan dua kekuatan besar Amerika Selatan: Uruguay dan Argentina. Di tepi garis lapangan, berdiri seorang hakim garis dari negeri jauh di timur. Sosoknya mungkin tidak dikenal oleh publik Belanda. Namun, kehadirannya menjadi kebanggaan tersendiri bagi sepakbola Hindia Belanda. Dia adalah Max Foltynski.
- Singa Betina dari Haarlem
KENAU menerobos kerumunan orang. Sembari menangis, dia berteriak memanggil nama putrinya, yang terikat di sebuah tiang kayu. Namun, dua penjaga menghalangi langkahnya. Melihat kedatangan ibunya, tangis Gertruide kian menjadi, sementara api di sekelilingnya kian membesar.
- Percik Modernitas di Asia Tenggara
ADIL Johan, musikolog kandidat doktor di King’s College London, tak heran melihat kesederhanaan pameran musik yang dihelat Singapore’s Esplanade Library pada 22 Oktober 2013. Pasalnya, pameran itu menampilkan informasi historis band-band rock n roll Melayu dari apa yang dikenal sebagai era pop yeh yeh . Genre musik ini dibenci pemerintah Singapura maupun Malaysia. Panitia tentu mesti berhati-hati.





















