top of page

Hasil pencarian

9584 hasil ditemukan dengan pencarian kosong

  • Pembuka Jalan Gerakan Perempuan

    USIANYA 87 tahun. Tapi kesehatannya terbilang masih baik. Dia masih suka minum kopi. Bicaranya masih lancar. Hanya kaki kirinya saja lumpuh. Dia pun hanya bisa berbaring di ranjang, di sebuah kamar berukuran 3 x 4 meter, di rumah anak seorang teman di Jalan Tegalan, Matraman, Kampung Melayu, Jakarta Pusat. Awal Februari lalu, bersama beberapa teman, saya menjenguknya. Walau sakit, dengan bersemangat dia menjawab tentang gerakan perempuan saat itu. Bahkan dia sempat menantang begini, “Ayo mau tanya apa lagi?”

  • Mengabadikan Cinta Melalui Surat Cinta

    KATA-KATA tertulis membekukan momen-momen cinta; bergejolak penuh harap atau menyerah kalah. Ketika penyair Roma, Ovid, menjalani masa pembuangan di Tomis, Laut Hitam, karena dianggap membahayakan moral bangsa Roma, surat cintanya bagi istri ketiganya penuh nada penyesalan dan kerinduan: “Semoga Tuhan mengizinkanku kembali melihatmu. Jika itu terjadi, aku akan mencium kedua pipimu; dan memeluk tubuhmu yang menjadi kurus sambil berkata, “ini semua akibat kegelisahan, yang aku sebabkan,” serta menangis tersedu-sedu mengingat kembali semua kesedihanku langsung di hadapanmu…”

  • Perempuan dan Sabuk Hijau

    KENYA, musim dingin 1999. Seorang perempuan tua menanam pohon di hutan rakyat Karuna di Nairobi sebagai bentuk protes atas kerusakan hutan. Namun, tak lama kemudian, sejumlah orang yang bekerja pada pengembang real estate menebangnya. Petugas keamanan pengembang lalu menyerang perempuan itu dan kelompoknya. Kepalanya kena bacok. Beberapa orang terluka.

  • Tokek… Tokek… Tokek…

    POSTURNYA tinggi, dibalut stelan putih-putih. Dia tampak bugar di usianya yang sudah uzur. Bahasa Indonesianya lancar, meski hampir 30 tahun meninggalkan Indonesia. “Indonesia adalah rumah kedua saya,” kata Horst Henry Geerken, saat menghadiri sebuah acara bedah buku di Jakarta. Geerken pernah tinggal di Indonesia pada 1963. Seharusnya dia hanya tinggal 3-4 tahun, tapi akhirnya sampai 18 tahun (hingga 1981). Dari seringnya melakukan perjalanan dinas dan pribadi, Geerken belajar menghargai Indonesia dan masyarakatnya. Dia lalu menjalin pengalaman pribadinya selama masa kekacauan politik dan rekonstruksi ekonomi Indonesia dalam sebuah buku dengan judul unik: Der Ruf des Geckos  atau Panggilan Tokek . Tapi, mengapa tokek?

  • Boikot Film

    FILM-film impor, Hollywood maupun non-Hollywood, tak tayang lagi di bioskop-bioskop di Indonesia. Ini bagian dari ptotes Motion Picture Association of America (MPAA) dan Ikatan Perusahaan Film Impor Indonesia (Ikapifi) terhadap kebijakan Direktorat Jenderal Bea Cukai yang menerapkan bea masuk atas hak distribusi film impor. Kebijakan pemerintah itu menuai polemik. Ada yang menganggap kualitas film Indonesia masih jauh dari harapan, dan adanya film impor justru bisa membuat para insan film nasional belajar dari segi ide maupun teknik. Sebagian menilai selama ini pajak film impor terlalu kecil; cuma Rp 2 juta per kopi. Sementara besar pajak produksi film nasional saat ini sekira 10% dari keseluruhan pagu anggaran produksi sebuah film. Misalnya, film berbiaya produksi Rp 5 milyar, kena pajak Rp 500 juta. Jadi, ada masalah ketidakadilan, yang sudah lama menghimpit perfilman nasional.

  • Di Balik Pembalut

    Sri sudah mengenal pembalut modern ketika sekolah menengah pertama. Tapi meski haid datang, dia lebih memilih pembalut bikinan sendiri dari bahan kain “karena orangtua mengajarkannya seperti itu.” Meski tak ada kriteria khusus, biasanya kain yang dipakai adalah handuk atau kain bekas yang berdaya serap tinggi. Tinggal melipat-lipat lalu menaruhnya pada celana dalam. “Layaknya pembalut zaman sekarang aja. Cuma kalo sekarang kan pake perekat, kalo dulu pake peniti,” ujar Sri Wiediati, ibu rumahtangga asal Tangerang berusia 40 tahun.

  • Ekonom Bersenjata

    PAGI hari, 1 Oktober 1965, Presiden Lyndon Johnson di Gedung Putih menerima laporan singkat dari Central Intelligence Agency (CIA) mengenai perkembangan situasi di Indonesia: “Pergeseran kekuasaan yang mungkin punya dampak luas sedang terjadi di Jakarta.” Penumpasan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan penyusutan kekuasaan Sukarno mengubah tataran hubungan Indonesia-Amerika Serikat. Bagi Soeharto dan sekutu militernya, tugas penting mereka bersifat politis: menyingkirkan Sukarnois dari pemerintahan, mengakhiri konfrontasi dengan Malaysia, melanjutkan serangan terhadap sisa-sisa PKI, dan memperkuat cengkeraman tentara atas kekuasaan.

  • Manuskrip Paling Misterius di Dunia

    SETIDAKNYA sudah seabad para ilmuwan dibuat pusing oleh Manuskrip Voynich, sebuah manuskrip misterius berisi gambar dan tulisan yang maknanya hingga kini belum bisa dipecahkan. Baru-baru ini para ilmuwan Amerika berhasil menentukan bahwa manuskrip itu dibuat pada abad ke-15. Proses penentuan umur manuskrip itu dimulai tahun lalu. Namun kepastian soal usia manuskrip baru diumumkan minggu kedua Februari lalu. Manuskrip itu ternyata seratus tahun lebih tua dari perkiraaan semula, sekaligus mematahkan sejumlah teori tentang asal-muasal manuskrip itu.

  • Indonesia Gagal Memiliki Institut Oceanografi

    ORANG akan merujuk Stadion Gelora Bung Karno atau Monas jika mengingat proyek mercusuar Sukarno. Padahal tak hanya itu. Sukarno juga pernah membanguan Institut Oceanografi di Ambon, Maluku, yang jika rampung akan menjadi yang nomor satu di Asia Tenggara.

  • Pecah Kongsi Perkawinan S.K. Trimurti dan Sayuti Melik

    KEDUA remaja ini kerap bertukar pikiran dan perdebatan. Yang dibahas bukan soal sepele; teori, strategi, dan siasat perjuangan. Kadang sengit. Masing-masing mempertahankan pendapatnya. Tak mau kalah atau mengalah. Tapi masing-masing menghargai pendapat lawan. “Saya senang sekali bertukar pikiran dengannya, dan terus terang, tak pernah terpikir bahwa dialah yang akan menjadi suami saya di kemudian hari,” tulis S.K. Trimurti.

  • Sila Ketuhanan dari Ulama Padang Japang

    PIDATO Sukarno pada 1 Juni 1945 di depan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dikukuhkan jadi hari lahir Pancasila. Dia mengajukan lima prinsip sebagai dasar negara Indonesia: Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau Perikemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan.

  • Sukarno dan Gerakan Makan Jagung

    MEJA makan di Istana Bogor penuh dengan beragam sajian untuk para tetamu Presiden Sukarno. Semua serba jagung. Tak ada sebutir beras pun di meja. Ini sajian tak biasa. Malam itu, 12 Juli 1964, Sukarno mencanangkan revolusi menu makan orang Indonesia. Beras bukan lagi satu-satunya sumber karbohidrat dalam menu makan orang Indonesia.

bottom of page