Perang hingga urusan sepele jadi buah dari konflik India-Pakistan. Di Bandung jelang KAA, kedua perdana menterinya juga besitegang.

Desukarnoisasi terjadi pada masa Orde Baru. Upaya ini untuk mengecilkan bahkan menghilangkan peran Sukarno dalam sejarah Indonesia.

Sejarah mencatat betapa kerusuhan rasial terhadap Tionghoa bak api dalam sekam.

Karakter dan identitas bangsa Indonesia bertahan dari arus globalisasi karena Pancasila. Dasarnya titik temu simpel dari keragaman yang kompleks sejak dahulu kala.

Sejarah Nusantara tak bisa dilepaskan dari sejarah Tionghoa.

Sejak lama status kewarganegaraan orang Tionghoa terombang-ambing.

Meski punya pengalaman kurang menyenangkan di lapangan sepakbola di masa kolonial, Bung Karno peduli dengan sepakbola nasional. Dia memprakarsai pembangunan stadion utama, mulai dari Lapangan Ikada hingga Gelora Bung Karno.

Terpilihnya Sukarno sebagai presiden pertama Republik Indonesia tak dapat dilepaskan dari popularitasnya. Ia membentuk dirinya menjadi tokoh penting gerakan nasionalis sejak zaman kolonial Belanda dan semakin kuat di masa pendudukan Jepang.

Ambisi Bung Karno memiliki bom atom sendiri untuk menjaga kedaulatan hanya dianggap “gertak sambal” oleh Amerika.

Terlihat seperti bocah, lelaki berusia 28 tahun ini memberi informasi berharga tentang "dalaman" Kahar Muzakkar kepada TNI.

Orang Tionghoa tak hanya jadi penonton selama masa revolusi. Beberapa ikut memanggul senjata dan gugur sebagai pahlawan.

Sukarno bekerja sama dengan Jepang sebagai strategi mencapai kemerdekaan Indonesia. Dia pun terlibat dalam propaganda pengerahan romusha. Pilihan sulit yang membuatnya dicap kolaborator.

Bermula dari padang rumput tempat singgah putra raja, Takalar kini merupakan sebuah kabupaten. Basis gerilya di masa revolusi '45.

Bung Karno tak ingin Indonesia tertinggal dalam perlombaan teknologi nuklir. Kerjasama dengan Amerika dan Soviet dibuat.

Prasangka membayangi etnis Tionghoa. Beberapa kali mereka jadi sasaran amuk massa.