Penagihan piutang bukan hanya pekerjaan swasta. Negara pun punya penagih piutang untuk menjaga kekayaan negara.

Sejak masa kolonial, pendidikan dan latihan bagi pengelola keuangan negara berjalan sendiri-sendiri. Mulai terpusat dan terintegrasi dengan kehadiran BPPK.

Selama bertahun-tahun direktorat di Kementerian Keuangan ini berperan sebagai tulang punggung negara.

Kajian dan rumusan kebijakan fiskal dibuat menyesuaikan keadaan di masyarakat. Dalam keadaan gawat, tugas ini menjadi lebih berat.

Pada awal kemerdekaan, urusan bea dan cukai masih meneruskan sistem Belanda. Dibenahi dari waktu ke waktu.

Bayangkan betapa susahnya mengelola sebuah kementerian di tengah situasi perang. Dengan dana dan sumber daya manusia yang terbatas.

Jajaran Kementerian Keuangan memiliki tanggung jawab berat untuk mewujudkan APBN yang kredibel, transparan, dan akuntabel.

Raja tekstil dari Medan ini mengusung semboyan “miskin belajar kaya, kaya belajar miskin” dan Walutama.  

Rakyat mengumpulkan dana sebelum Indonesia merdeka. Digunakan untuk keperluan menjelang Proklamasi.

Koperasi warisan Bung Hatta dipahami salah kaprah. Kapitalisme pun merajalela.

Indonesia melakukan perdagangan gelap karena blokade ekonomi Belanda. Hasilnya untuk membiayai perjuangan Republik.

Ketika slogan sosialisme tidak sesuai dengan kenyataan, Hatta mengkritik cara Sukarno menangani perekonomian yang carut-marut.

Saat masa sulit, pemerintah menerapkan pajak untung-perang untuk membiayai perjuangan Republik.

Ketika Republik bokek, warga meminjamkannya uang. Pemerintah malah bermasalah dalam pengembaliannya.

Beragam pajak diberlakukan pemerintah kolonial seiring berkembangnya aktivitas ekonomi. Dari pajak garam, ikan, penyembelihan hewan, hingga pertunjukan wayang.